FIQH MAWARI
Dosen Pengampu :
Nilhakim, M. Ag
OLEH:
MUHAMMAD ERWIN
NIM. 302.2019.014
DEDI YANSYAH
NIM. 302.2019.015
Semester : V
Kelompok : 2
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Mawaris program studi Hukum Tata Negara.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nilhakim,
M. Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh Mawaris yang telah
mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman :
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sumber Hukum Waris Islam...............................................................2
1. Al – Qur’an....................................................................................2
2. Sunnah...........................................................................................3
3. Itjitihad...........................................................................................4
B. Sumber Hukum Waris Nasional..........................................................5
1. Hukum Waris Adat........................................................................5
2. Hukum Waris Islam.......................................................................6
3. Hukum Waris Perdata....................................................................7
C. Sumber Hukum Dalam Kompilasi Hukum Islam................................8
D. Hubungan Waris Islam Dengan Hukum Waris Nasional...................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................11
B. Saran...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakag
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Sebab
semua manusia akan menglami peristiwa hukum yang di namakan kematian.
seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan
hakhak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut.
Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggal nya
seseorang, di atur oleh hukum waris.
Dalam rangka memahami kaidah-kaidah serta seluk beluk hukum waris,
hampir tidak dapat dihindarkan untuk terlebih dahulu memahami beberapa
istilah yang lazim dijumpai dan dikenal. Istilah-istilah yang dimaksud tentu
saja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengertian hukum waris
itu sendiri. Beberapa istilah tersebut beserta pengertianya seperti dapat
disimak berikut ini: (1) Waris Istilah ini bersartikan orang yang berhak
menerima pusaka (peninggalan) orang yang telah meninggal. (2) Warisan
berarti harta peninggala, pusaka,dan surat wasiat. (3) Pewaris adalah orang
yang memberi pusaka,yakni oaring yang meninggal dunia dan meninggalkan
sejumlah harta kekayaan, pusaka maupun surat wasiat. (4) Ahli waris yaitu
sekalian orang yang menjadi waris, berarti orang yang berhak menerima harta
peninggalan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut :
1. Apa saja sumber hukum waris islam ?
2. Apa saja sumber hukum waris nasional ?
1
3. Apa yang dimaksud dengan hukum waris dalam komplikasi hukum
islam ?
4. Apa hubungan hukum waris islam dengan hukum waris nasional ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, t.tp: Dhama Bakti, tt, hal 11
3
4
2
Ibid., hal 12
5
SAW dari Ibnu Abas yang diriwayatkan Buchori dan Muslim yang
maksudnya ialah ―Berikan faraa„id bagian yang telah ditentukan dalam
Al-Qur„an kepada yang berhak menerimanya dan selebihnya berikanlah
kepada keluarga laki-laki yang terdekat.
Kedua sebagai penjelasan Al-Qur„an, yaitu Sunnah Rasulullah
SAW tentang batasan wasiat hanya sepertiga dari harta warisan, Sunnah
Rasulullah SAW, merupakan penjelasan ayat 180 dan 240 Surat Al-
Baqarah.
Dimana dalam kedua ayat tersebut tidak dijelaskan berapa harta
warisan diberikan dalam wasiat tersebut Dan ketiga sebagai membentuk
hukum baru, artinya belum ada hukum warisan di dalam Al-Qur„an,
misalnya ketentuan hukum antara orang yang berlainan agama, salah
satunya beragama Islam, tidak saling mewarisi.3
3. Ijtihad
Ijtihad dari segi istilah berarti menggunakan seluruh kemampuan
dengan semaksimal mungkin untuk menetapkan hukum syara„.Orang
yang berijtihad disebut mujtahid. Ijtihad dapat dilakukan perorangan
disebut ijtihad fardi, dan bila dilakukan secara kolektif disebut Ijtihad
jama„i.
Dimuka telah disebutkan bahwa ijtihad merupakan sumber hukum
setelah AlQur„an dan As-Sunnah, dasar hukum ijtihad sebagai sumber
hukum adalah hadist Mu„adzibnu Jabal ketikan Rasulullah SAW,
mengutus ke Yaman untuk menjadi hakim di Yaman.
Rasulullah SAW bertanya: ―Dengan apa kamu menghukum? Ia
menjawab, Dengan apa yang ada dalam Kitab Allah, Bertanya Rasulullah:
Jika kamu tidak mendapatkannya dalam kitab Allah, Dia menjawab: Aku
memutuskan dengan apa yang diputuskan Rasulullah, Rasul bertanya lagi.
Jika tidak mendapatkan dalam ketetapan Rasulullah?Berkata Mu„adz,
Aku berijtihad dengan pendapatku.Rasulullah bersabda, aku bersyukur
kepada Allah yang telah menyepakati utusan dari Rasul-Nya.
3
Ibid.., hal 13
6
4
Ahmad Ta·rifin, dkk., Formalisasi dan Transformasi Pendidikan Pesantren, Tim Dosen
STAIN Pekalongan, tt,hal 39
7
5
Ibid., hal 40
8
6
Burhan al-Islam al-Zarnuji, Ta·lim al-Muta·allim, tt. Dar Ihya·al-Kutub al-'arabiyah, tt
9
Hukum Kewarisan sebagai salah satu bagian dari hukum kekeluargaan (al-
ahwalus syahsiyah) sangat penting dipelajari agar supaya dalam pelaksanaan
pembagian harta warisan tidak terjadi kesalahan dan dapat dilaksanakan
dengan seadil-adilnya, sebab dengan mempelajari hukum kewarisan Islam,
maka bagi ummat Islam, akan dapat menunaikan hak-hak yang berkenaan
dengan harta warisan setelah ditinggalkan oleh muwarris (pewaris) dan
disampaikan kepada ahli waris yang berhak untuk menerimanya. Dengan
demikian seseorang dapat terhindar dari dosa yakni tidak memakan harta
orang yang bukan haknya, karena tidak ditunaikannya hukum Islam mengenai
kewarisan.
Hal ini lebih jauh ditegaskan oleh rasulullah saw. yang artinya: “Belajarlah
Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan belajarlah faraidh dan
ajarkanlah kepada manusia, karena sesungguhnya aku seorang yang akan
mati, dan ilmu akan terangkat, dan bisa jadi akan ada dua orang berselisih,
tetapi tak akan mereka bertemu seorang yang akan mengabarkannya (HR.
Ahmad Turmudzi dan an-Nasa’i”).7
Berdasarkan hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu
kewarisan adalah sangat penting, apalagi bagi para penegak hukum Islam
menguasai ilmu faroid adalah mutlak adanya, sehingga bisa memenuhi
harapan yang tersurat dalam hadits rasulullah di atas.
Hukum kewarisan bagi umat Islam Indonesia diatur dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI), yaitu dalam Buku II KHI yang terdiri dari pasal 171
sampai dengan pasal 214. Dalam pasal 171 KHI, ada beberapa ketentuan
umum mengenai kewarisan ini, yaitu:
1. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
7
Dawam Raharjo, Perkembangan Masyarak dalam Perspektif Pesantren, pengantar dalam
pergulatan dunia pesantren dari bawah, Jakarta: P3M, 1985, hal 82
10
8
Ibid., hal 84
11
9
Depag, Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pescntren, t.t., t.p., 1981
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Harta warisan tersebut harus segera dibagikan dan setiap waris
mendapatkan pembagian warisan untuk dapat menguasai atau memiliki harta
warisan menurut bagian-bagiannya masing-masing. Adapun harta warisan ini
kemudian diadakan pembagian yang berakibat para waris dapat menguasai
dan memiliki bagian-bagian tersebut untuk dinikmati, diusahakan, ataupun
dialihkan kepada sesama waris, anggota kerabat, ataupun orang lain. Begitu
pewaris wafat, harta warisan harus segera dibagikan atau dialihkan kepada
ahli warisnya. Pasal 833 KUHPerdata menyatakan bahwa sekalian ahli waris
dengan sendirinya secara hukum memperoleh hak waris atas barang, segala
hak, dan segala piutang dari pewaris. Berkaitan dengan hak tersebut setiap
ahli waris dapat menuntut agar harta warisan yang belum dibagikan untuk
segera dibagikan, meskipun ada perjanjian yang bertentangan dengan itu.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan
membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat
mendapatkan ilmu pengetahuan baru.
12
DAFTAR PUSTAKA
13