Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FIQH MAWARI

SUMBER HUKUM KEWARISAN ISLAM HUBUNGANNYA DENGAN


HUKUM WARIS NASIONAL

Dosen Pengampu :
Nilhakim, M. Ag

OLEH:

MUHAMMAD ERWIN
NIM. 302.2019.014
DEDI YANSYAH
NIM. 302.2019.015
Semester : V
Kelompok : 2

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN
SAMBAS
2021 M/ 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Mawaris program studi Hukum Tata Negara.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga maupun para pengikutnya yang setia
hingga akhir zaman. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak terdapat kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nilhakim,
M. Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqh Mawaris yang telah
mempercayakan dan memberi penulis tugas makalah ini. Semoga makalah ini bisa
bermanfat bagi penulis dan pembaca.

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman :
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Sumber Hukum Waris Islam...............................................................2
1. Al – Qur’an....................................................................................2
2. Sunnah...........................................................................................3
3. Itjitihad...........................................................................................4
B. Sumber Hukum Waris Nasional..........................................................5
1. Hukum Waris Adat........................................................................5
2. Hukum Waris Islam.......................................................................6
3. Hukum Waris Perdata....................................................................7
C. Sumber Hukum Dalam Kompilasi Hukum Islam................................8
D. Hubungan Waris Islam Dengan Hukum Waris Nasional...................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................11
B. Saran...................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakag
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Sebab
semua manusia akan menglami peristiwa hukum yang di namakan kematian.
seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan
hakhak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut.
Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggal nya
seseorang, di atur oleh hukum waris.
Dalam rangka memahami kaidah-kaidah serta seluk beluk hukum waris,
hampir tidak dapat dihindarkan untuk terlebih dahulu memahami beberapa
istilah yang lazim dijumpai dan dikenal. Istilah-istilah yang dimaksud tentu
saja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengertian hukum waris
itu sendiri. Beberapa istilah tersebut beserta pengertianya seperti dapat
disimak berikut ini: (1) Waris Istilah ini bersartikan orang yang berhak
menerima pusaka (peninggalan) orang yang telah meninggal. (2) Warisan
berarti harta peninggala, pusaka,dan surat wasiat. (3) Pewaris adalah orang
yang memberi pusaka,yakni oaring yang meninggal dunia dan meninggalkan
sejumlah harta kekayaan, pusaka maupun surat wasiat. (4) Ahli waris yaitu
sekalian orang yang menjadi waris, berarti orang yang berhak menerima harta
peninggalan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan
permasalahannya sebagai berikut :
1. Apa saja sumber hukum waris islam ?
2. Apa saja sumber hukum waris nasional ?

1
3. Apa yang dimaksud dengan hukum waris dalam komplikasi hukum
islam ?
4. Apa hubungan hukum waris islam dengan hukum waris nasional ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sumber Hukum Waris Islam


Sumber-sumber hukum warisan Islam adalah pertama al-Qur„an, kedua
Sunnah Rasulullah SAW, dan yang ketiga ialah ijtihad para ahli hukum
Islam. Dasar penggunaan ketiga sumber hukum warisan Islam itu pertama
dalam al-Qur„an:[4] surat An-Nisa„ ayat 59:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur‟an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dalam ayat tersebut mewajibkan bahwa setiap manusia dalam menetapkan
hukum harus berdasarkan ketetapan-ketetapan Allah SWT dan Sunnah
Rasulullah SAW, serta Uil Amri. Ulil Amri dapat dimaknakan sebagai
sumber ijtihad para mujtahid.
Berdasarkan ayat Al-Qur„an tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
sumber hukum warisan Islam terdiri dari Al-Qur„an, As-sunah dan Ijtihad.1
1. Al – Qur’an
Al-Qur„an adalah Kalam Allah yang diturunkan yang dturunkan
kepada RasulNya, Nabi Muhammad SAW. sebagai kitab suci bagi umat
yang beragama Islam, AlQur„an tertulis dalam mushaf berbahasa Arab,
disampaikan kepada umat manusia dengan jalan mutawatir. Bagi yang
membacanya mempunyai nilai ibadah, dimulai dengan surat AlFatikah
dan diakhiri surat An-nas.
Menurut Abdul Wahab Khallaf ayat-ayat Al-Qur„an yang
berhubungan dengan hukum keluarga 70 ayat, hukum-hukum perdata
lainnya juga 70 ayat, sedang yang mengenai hukum pidana 30 ayat,
Peradilan dan Hukum Acara 30 ayat, Hukum Tata Negara 10 ayat,

1
Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, t.tp: Dhama Bakti, tt, hal 11

3
4

Hubungan Internasional 25 ayat dan Hukum Dagang serta Hukum


Keuangan 10 ayat.
Al-Qur„an sebagai sumber hukum dalam bidang hukum muamalah
tidak sebagaimana dalam hukum ibadah, tetapi umumnya hanya
memberikan dasar umum, dengan adanya pengaturan yang bersifat
umum. Dengan harapkan hukum Al-Qur„an dapat diterapkan dalam
berbagai macam masyarakat, dan bermacam-macam kasus sepanjang
masa, sehingga ia bersifat fleksibel dalam menghadapi perubahan
masyarakat. Demikian pula seperti hukum kewarisan, ayat-ayat Al-
Qur„an hanya menentukan ahli waris enam orang, yaitu suami, istri, anak
(laki-laki dan perempuan), ayah, ibu dan saudara, sedangkan ahli waris
lain tidak diatur didalamnya, seperti kekek, nenek, cucu dan lain
sebagainya.2
2. Sunnah
Yang dimaksud dengan Sunnah disini adalah berupa perbuatan,
(Sunnah fi‟ liyah), perkataan, (Sunnah qauliyah) dan diamnya Nabi
Muhammad SAW (Sunnah Taqririyah), yang bisa jadi dasar hukum.
Sunnah Taqririyah terjadi apabila sahabat berbuat atau berkata, dan Nabi
membiarkan hal tersebut atau diam tidak memberikan komentar apa-apa.
Sunnah dan Hadits sering digunakan untuk maksud yang sama,
tetapi sebenarnya kedua istilah itu berbeda. Sunnah adalah sesuatu yang
diucapkan atau dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, secara terus-
menerus, dinukilkan dari masa ke masa secara mutawatir, Nabi dan
sahabatnya melaksanakannya. demikian juga tabi„in dan seterusnya dari
generasi ke generasi berikutnya sehingga menjadi pranata dalam
kehidupan Muslim.
Sunnah Nabi Muhammad SAW menjadi dasar hukum Islam kedua
setelah AlQur„an, dalam hukum warisan sebagaimana mempunyai tiga
fungsi hubungannya dengan Al-Qur„an, adalah pertama Sunnah sebagai
penguat hukum dalam Al-Qur„an ini seperti Sunnah Nabi Muhammad

2
Ibid., hal 12
5

SAW dari Ibnu Abas yang diriwayatkan Buchori dan Muslim yang
maksudnya ialah ―Berikan faraa„id bagian yang telah ditentukan dalam
Al-Qur„an kepada yang berhak menerimanya dan selebihnya berikanlah
kepada keluarga laki-laki yang terdekat.
Kedua sebagai penjelasan Al-Qur„an, yaitu Sunnah Rasulullah
SAW tentang batasan wasiat hanya sepertiga dari harta warisan, Sunnah
Rasulullah SAW, merupakan penjelasan ayat 180 dan 240 Surat Al-
Baqarah.
Dimana dalam kedua ayat tersebut tidak dijelaskan berapa harta
warisan diberikan dalam wasiat tersebut Dan ketiga sebagai membentuk
hukum baru, artinya belum ada hukum warisan di dalam Al-Qur„an,
misalnya ketentuan hukum antara orang yang berlainan agama, salah
satunya beragama Islam, tidak saling mewarisi.3
3. Ijtihad
Ijtihad dari segi istilah berarti menggunakan seluruh kemampuan
dengan semaksimal mungkin untuk menetapkan hukum syara„.Orang
yang berijtihad disebut mujtahid. Ijtihad dapat dilakukan perorangan
disebut ijtihad fardi, dan bila dilakukan secara kolektif disebut Ijtihad
jama„i.
Dimuka telah disebutkan bahwa ijtihad merupakan sumber hukum
setelah AlQur„an dan As-Sunnah, dasar hukum ijtihad sebagai sumber
hukum adalah hadist Mu„adzibnu Jabal ketikan Rasulullah SAW,
mengutus ke Yaman untuk menjadi hakim di Yaman.
Rasulullah SAW bertanya: ―Dengan apa kamu menghukum? Ia
menjawab, Dengan apa yang ada dalam Kitab Allah, Bertanya Rasulullah:
Jika kamu tidak mendapatkannya dalam kitab Allah, Dia menjawab: Aku
memutuskan dengan apa yang diputuskan Rasulullah, Rasul bertanya lagi.
Jika tidak mendapatkan dalam ketetapan Rasulullah?Berkata Mu„adz,
Aku berijtihad dengan pendapatku.Rasulullah bersabda, aku bersyukur
kepada Allah yang telah menyepakati utusan dari Rasul-Nya.

3
Ibid.., hal 13
6

Ijtihad dalam hukum warisan sejak zaman dulu telah dilakukan


oleh umat Islam, kemudian yang menonjol adalah golongan Ahli Sunnah
dan golongan Syi„ah. Kemudian di Indonesia ijtihad hukum warisan ini
dilakukan oleh Hazairin. Dan hasil dari ijtihad akan dijelaskan dalam sub
bab kemudian seperti yang telah disebutkan di muka.

B. Sumber Hukum Waris Nasional


Keluarga yang harmonis, damai, dan sejahtera adalah dambaan setiap
orang. Dalam kehidupan kita sebagai orang tua selalu ingin memberikan yang
terbaik bagi keluarga, terutama bagi anak cucu kita. Kita bekerja keras dari
pagi hingga petang, kadang hingga malam sekali, tentunya untuk masa depan
anak cucu. Namun tidak sedikit justru kita temukan dikenyataan hidup harta
kekayaan membuat perpecahan dan permusuhan antara anggota keluarga.
Hal yang sering terjadi adalah saat orang tua meninggal dan meninggalkan
warisan harta bagi anak-anaknya, baik harta yang bergerak maupun harta
yang tidak bergerak atau sebaliknya meninggalkan warisan berupa hutang-
hutang orang tuanya. Jadi warisan tidak selalu hal-hal yang indah yang dapat
mensejahterakan yang mewarisinya, namun berupa tanggung jawab yang
belum selesai yang harus diselesaikan oleh ahli warisnya. Warisan dapat
menyelesaikan masalah atau justru dapat menambah masalah dalam keluarga
besar. Hal tersebut dapat terjadi karena perbedaan pendapat mengenai
pembagian tanggung jawab hingga pembagian harta waris.4
Dari peristiwa yang ada, sebagai perencana keuangan sering ditanya oleh
beberapa pembaca bagaimana mengatur warisan yang bijaksana bagi anak
cucu kita. Mari kita lihat bersama bagaimana hukum waris yang berlaku di
Indonesia.
1. Hukum Waris Adat
Hukum adat sering digunakan oleh orang-orang Batak, orang-
orang Bali. Dimana garis bapak atau ibu sangat kuat, karena mereka

4
Ahmad Ta·rifin, dkk., Formalisasi dan Transformasi Pendidikan Pesantren, Tim Dosen
STAIN Pekalongan, tt,hal 39
7

menggunakan nama marga, dalam hukum adat biasanya harta terbanyak


jatuhnya adalah kepada anak laki-laki atau anak perempuan sebagai
penerus dari marga atau keluarga. Jenis hukum ini banyak dipengaruhi
oleh hubungan kekerabatan serta stuktur kemasyarakatannya. Selain itu
jenis pewarisannya pun juga beragam, antara lain :
a. Sistem Keturunan, pada sistem ini dibedakan menjadi tiga macam
yaitu garis keturunan bapak, garis keturunan ibu, serta garis keturunan
keduanya
b. Sistem Individual, merupakan jenis pembagian warisan berdasarkan
bagiannya masing-masing, umumnya banyak diterapkan pada
masyarakat suku Jawa.
c. Sistem Kolektif, Merupakan system pembagian warisan dimana
kepemilikannya masing-masing ahli waris memiliki hak untuk
mendapatkan warisan atau tidak menerima warisan. Umumnya bentuk
warisan yang digunakan dengan jenis ini adalah barang pusaka pada
masyarakat tertentu.
d. Sistem Mayorat, merupakan system pembagian warisan yang
diberikan kepada anak tertua yang bertugas memimpin keluarga.
Contohnya pada masyarakat lampung dan Bali.5
2. Hukum Waris Islam
Hukum Waris Islam hanya berlaku pada masyarakat yang
memeluk agama Islam, dimana sistem pembagian warisannya
menggunakan prinsip individual bilateral. Jadi dapat dikatakan ahli waris
harus berasal dari garis ayah atau ibu. Selain itu makna warisan adalah
jika harta atau aset yang diberikan orang yang memberikan sudah
meninggal dunia, jika orangnya masih hidup istilahnya disebut Hibah
bukan warisan. Hukum waris Islam, dimana dua per tiga dari harta waris
ke anak laki-laki dan satu pertiga jatuh kepada anak perempuan dari total
seluruh warisan yang dibagikan.
3. Hukum Waris Perdata

5
Ibid., hal 40
8

Hukum ini warisan dapat dibagikan secara merata kepada anak-anaknya


yang sah sebagai ahli waris sesuai dengan kesepakatan atau wasiat yang
dibuat oleh pemberi waris dihadapan notaris dan memiliki ketetapan
hukum. Hukum waris perdata adalah hukum waris yang paling umum di
Indonesia dan beberapa aturannya mirip dengan budaya barat. Warisan
dapat diberikan kepada ahli waris yang terdapat surat wasiat atau keluarga
yang memiliki hubungan keturunan atau kekerabatan, seperti anak, orang
tua, saudara, kakek, nenek hingga saudara dari keturunan tersebut.
Ketiga hukum ini sama kekuatannya di negara Indonesia, tergantung
kesepakatan yang terjadi. Dalam hal ini jika orang tua membuat surat wasiat
pada saat hidup, sehat, dan tanpa tekanan dari pihak manapun, dan didepan
notaris. Artinya surat wasiat yang dimaksudkan harus mempunyai kuasa
hukum yang jelas, jadi apabila yang bersangkutan tutup usia maka surat
wasiat akan dibacakan oleh anggota keluarga yang masih hidup, dan setiap
pihak harus tunduk kepada surat wasiat yang dibuat, karena kekuatan hukum
dari surat wasiat sangat kuat. Namun karena ketiga hukum waris ini sah, tetap
diperlukan rasa kekeluargaan yang kuat, jangan sampai karena berebut harta
keluarga justru masing-masing menuntut hak yang lebih daripada yang lain.6
Pembagian waris yang bijaksana memang membutuhkan ketelitian,
kesabaran, kehati-hatian dan disesuaikan dengan hukum yang berlaku. Oleh
karenanya selalu konsultasikan dengan orang-orang yang ahli dibidangnya,
seperti notaris, ahli hukum (hukum perdata, hukum adat atau hukum Islam)
dan perencana keuangan. Libatkan juga seluruh anggota keluarga, setidaknya
libatkan istri tercinta. Para ahli tersebut akan membantu membuat
perhitungan yang akurat, adil dalam membagi harta dan legal secara hukum.
Warisan yang aman, adil dan legal tentu saja dapat menjadi berkah bagi ahli
waris. Sebaliknya warisan yang tidak dipersiapkan bisa saja menjadi musibah
dan bom waktu bagi ahli waris.

C. Hukum Waris Dalam Kompilasi Hukum Islam

6
Burhan al-Islam al-Zarnuji, Ta·lim al-Muta·allim, tt. Dar Ihya·al-Kutub al-'arabiyah, tt
9

Hukum Kewarisan sebagai salah satu bagian dari hukum kekeluargaan (al-
ahwalus syahsiyah) sangat penting dipelajari agar supaya dalam pelaksanaan
pembagian harta warisan tidak terjadi kesalahan dan dapat dilaksanakan
dengan seadil-adilnya, sebab dengan mempelajari hukum kewarisan Islam,
maka bagi ummat Islam, akan dapat menunaikan hak-hak yang berkenaan
dengan harta warisan setelah ditinggalkan oleh muwarris (pewaris) dan
disampaikan kepada ahli waris yang berhak untuk menerimanya. Dengan
demikian seseorang dapat terhindar dari dosa yakni tidak memakan harta
orang yang bukan haknya, karena tidak ditunaikannya hukum Islam mengenai
kewarisan.
Hal ini lebih jauh ditegaskan oleh rasulullah saw. yang artinya: “Belajarlah
Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia, dan belajarlah faraidh dan
ajarkanlah kepada manusia, karena sesungguhnya aku seorang yang akan
mati, dan ilmu akan terangkat, dan bisa jadi akan ada dua orang berselisih,
tetapi tak akan mereka bertemu seorang yang akan mengabarkannya (HR.
Ahmad Turmudzi dan an-Nasa’i”).7
Berdasarkan hadits tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu
kewarisan adalah sangat penting, apalagi bagi para penegak hukum Islam
menguasai ilmu faroid adalah mutlak adanya, sehingga bisa memenuhi
harapan yang tersurat dalam hadits rasulullah di atas.
Hukum kewarisan bagi umat Islam Indonesia diatur dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI), yaitu dalam Buku II KHI yang terdiri dari pasal 171
sampai dengan pasal 214. Dalam pasal 171 KHI, ada beberapa ketentuan
umum mengenai kewarisan ini, yaitu:
1. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

7
Dawam Raharjo, Perkembangan Masyarak dalam Perspektif Pesantren, pengantar dalam
pergulatan dunia pesantren dari bawah, Jakarta: P3M, 1985, hal 82
10

2. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal berdasarkan putusan


Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta
peninggalan.
3. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama
Islam dan tidak terhalang karena hukum unutk menjadi ahli waris.
4. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang
berupa harta benda yang menjadi hak miliknya maupun hak-haknya.
5. Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama
setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan
pemberian untuk kerabat.
6. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang-orang
lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
7. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan
dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
8. Baitul Maal adalah balai harta keagamaan.
Seorang ahli waris mendapatkan bagian warisan adakalanya dengan jalan
mengambil bagian sebagai ahli waris dzawil furudl dan adakalanya dengan
jalan mengambil bagian sebagai ahli waris ashabah. KHI menyebut kata ahli
waris dzawil furudl sebanyak 2 kali dalam bab IV ketika menjelaskan aul dan
rad, yaitu dalam pasal 192 dan 193 dan menyebut kata ashabah sebanyak
sekali saja, yaitu dalam pasal 193.8
Pasal 192 KHI mengatur tentang aul yaitu, apabila dalam pembagian harta
warisan diantara para ahli waris Dzawil Furudl menunjukkan bahwa angka
pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan
sesuai dengan angka pembilang dan baru sesudah itu harta warisannya dibagi
secara aul menurut angka pembilang.

D. Hubungan Hukum Waris Islam Dengan Hukum Waris Nasional

8
Ibid., hal 84
11

Pada umunya masyarakat menghendaki adanya suatu peraturan yang


menyangkut warisan dan harta peninggalan dari orang yang elah meninggal
dunia. Wirjono Prodjodikoro, memberikan batasan – batasan mengenai
warisan, antara lain :
1. Seorang yang meninggalkan warisan pada saat orang tersebut meninggal
dunia.
2. Seseorang atau beberapa orang ahli waris, yang mempunyai hak
menerima kekayaan yang ditinggalkannya.
3. Adanya harta warisan.
Sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat di dunia ini memiliki
kekeluargaan yang berbeda-beda. Dari sinilah keadaan warisan dari
masyarakat itu tergantung dari masyarakat tertentu yang ada kaitannya
dengan kondisi kekeluargaan serta membawa dampak pada kekayaan dalam
masyarakat.
Sistem hukum Indonesia adalah sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Sistim hukum Indonesia bersifat beranekaragam (plural) karena terdiri atas
Hukum Adat, Hukum Islam, dan Hukum Barat. 3 sistem hukum ini ada dan
hidup di dalam sistim Hukum Indonesia karena masyarakat Indonesia yang
terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan golongan memiliki hukumnya
sendiri-sendiri dan tunduk pada hukum yang dibuat oleh masing-masing
suku, agama, dan golongan. Selain itu 3 sistim hukum tersebut berasal dari
sumber yang berbeda-beda.9

9
Depag, Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pescntren, t.t., t.p., 1981
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Harta warisan tersebut harus segera dibagikan dan setiap waris
mendapatkan pembagian warisan untuk dapat menguasai atau memiliki harta
warisan menurut bagian-bagiannya masing-masing. Adapun harta warisan ini
kemudian diadakan pembagian yang berakibat para waris dapat menguasai
dan memiliki bagian-bagian tersebut untuk dinikmati, diusahakan, ataupun
dialihkan kepada sesama waris, anggota kerabat, ataupun orang lain. Begitu
pewaris wafat, harta warisan harus segera dibagikan atau dialihkan kepada
ahli warisnya. Pasal 833 KUHPerdata menyatakan bahwa sekalian ahli waris
dengan sendirinya secara hukum memperoleh hak waris atas barang, segala
hak, dan segala piutang dari pewaris. Berkaitan dengan hak tersebut setiap
ahli waris dapat menuntut agar harta warisan yang belum dibagikan untuk
segera dibagikan, meskipun ada perjanjian yang bertentangan dengan itu.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis mendapatkan
membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat
mendapatkan ilmu pengetahuan baru.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, t.tp: Dhama Bakti, tt.


Ahmad Ta·rifin, dkk., Formalisasi dan Transformasi Pendidikan Pesantren, Tim
Dosen STAIN Pekalongan, tt.
Burhan al-Islam al-Zarnuji, Ta·lim al-Muta·allim, tt. Dar Ihya·al-Kutub
al-'arabiyah, tt
Dawam Raharjo, Perkembangan Masyarak dalam Perspektif Pesantren, pengantar
dalam pergulatan dunia pesantren dari bawah, Jakarta: P3M, 1985
Depag, Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pescntren, t.t., t.p., 1981
Hamdani, Pendekatan Keagamaan Relasi Agama dan Masyrakat Dalam
Kehidupan, Jurnal Pengembangan Masyarakat 'POPULIS' Edisi. No
III/2003

13

Anda mungkin juga menyukai