Dosen Pembimbing :
Dr. Nufiar, M.Ag.
Disusun oleh :
Putri Fairus Andini Salsabilla
220701085
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................5
A. Al-quran Sebagai Sumber Hukum......................................................................5
B. SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ..........................................................7
1. Definisi Sunnah.................................................................................................7
C. Ijma’ Sebagai Dalil Hukum .................................................................................8
1. Kemungkinan Terjadi Ijma’ ............................................................................8
2. Pembagian Ijma’ Ditinjau Dari Jelas Tidaknya .............................................8
3. Ijma’ Ditinjau dari Objek Permasalahan .......................................................9
D. Qiyas Sebagai Dalil Hukum .................................................................................9
BAB III PENUTUP ........................................................................................................11
A. Kesimpulan .........................................................................................................11
B. Saran ...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................12
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber hukum dalam agama Islam yang paling utama dan pokok dalam menetapkan
hukum dan memecah masalah dalam mencari suatu jawaban adalah Al-quran dan Al-hadis.
Sebagai sumber paling utama dalam islam, Al-quran merupakan sumber pokok dalam
berbagai hukum Islam. Al-quran sbagai sumber hukum isinya meruoakan susunan hukum
yang sudah lengkap. Selain itu jugaAl-quran memberikan tuntunan bagi manusia mengenai
apa-apa yang seharusnya ia perbuat dan ia tinggalkan dalam kehidupan kesehariannya.
Sedangkan Al-hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-quran. Disamping
sebagai sumber ajaran Islam yang secara langsung terkait dengan keharusan menaati
Rasulullah Saw, juga karena fungsinya sebagai penjelas bagi ungkapan-ungkapan Al-
quran.
Al-quran merupakan hidayah Allah yang melengkapi segala aspek kehidupan manusia.
Sumber paling utama dalam Islam adalah Al-quran, yang merupakan sumber pokok bagi
akidah, ibadah, etika, dan hukum. Al-quran merupakan sumber primer karena tidak lepas
dari apa yang dikandung oleh Al-quran itu sendiri.
4
BAB II PEMBAHASAN
A. Al-quran Sebagai Sumber Hukum
Al-quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.,
tertulis dalam mushaf berbahasa Arab yang disampaikan kepada kita dengan jalan
mutawatir dan membacanya mengandung nilai ibadah, dimulai dengan surah al-Fatihah
dan diakhiri dengan surah an-Nas.1
Hukum-hukum yang terdapat dalam Al-quran secara garis besar ada tiga, yaitu :
Hukum-hukum muamalah yang terdapat dalam Al-quran menurut Wahab Khallaf sebagai
berikut :
1
H.A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, (Cet, VII;
Jakarta: 2009), h. 62.
2
H.A. Djazuli, Ilmu Fiqh …, h. 63.
5
2. Hukum perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan individu-individu serta
bentuk-bentuk hubungannya. Seperti jual-beli, pegadaian, jaminan, Persekutuan,
utang piutang, dan memenuhi janji dengan disiplin. Hukum ini dimaksudkan untuk
mengatur hubungan harta kekayaan individu dan memelihara hak masing-masing
yang berhak.
3. Hukum pidana, yaitu hukum yang berkenaan dengan tindak criminal yang timbul
dari seorang mukallaf dan hukuman yang dijatuhkan atas pelakunya. Hukum ini
dimaksudkan untuk mengatur usaha-usaha untuk mewujudkan keadilan di antara
manusia.
4. Hukum acara, yaitu hukum yang berkaitan dengan pengadilan, kesaksian, dan
sumpah. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur usaha-usaha untuk mewujudkan
keadilan di antara manusia.
5. Hukum perundang-undangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan peraturan
pemerintah dan pokok-pokoknya. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan
hubungan penguasa dan rakyat, dan menetapkan hak-hak individu dan Masyarakat.
6. Hukum tata negara, yaitu hukum yang bersangkut paut dengan hubungan antara
negara Islam dengan negara lainnya, hubungan dengan orang-orang non-Islam
yang berada di negara Islam. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan
hubungan negara Islam dengan negara non-Islam.
7. Hukum ekonomi keuangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan orang miskin,
baik yang meminta-minta maupun yang tidak meminta-minta, berkenaan dengan
orang kaya, dan pengaturan berbagai sumber dan perbankan. Hukum ini
dimaksudkan untuk mengatur kekayaan antara orang-orang kaya dan orang-orang
fakir, dan antara negara dan ayat. 3
3
Satria Effendi, Ushul Fiqh, h. 86-87.
4
H.A. Djazuli, Ilmu Fiqh …, h. 64.
6
B. SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM
1. Definisi Sunnah
Sunnah menurut al-Syaukani sebagaimana dikutip oleh M. Syuhudi Ismail berarti
jalan, walaupun tidak diridhai.5
1. Menurut ahli hadis, sunnah adalah segala yang dinukilkan dari Nabi saw., baik
berupa perkataan, takrir, pengajaran, sifat keadaan, maupun perjalanan hidup
beliau baik sebelum menjadi Rasul maupun setelah menjadi Rasul.
2. Menurut ahli ushul, sunnah adalah segala yang dinuklilkan dari Nabi baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun takrir (pengakuan), yang mempunyai
hubungan dengan hukum.
3. Menurut ahli fikih, sunnah adalah suatu amalan yang diberi pahala apabila
dikerjakan dan tidak diberi siksa apabila ditinggalkan.
Berdasarkan definisi sunnah yang dikemukakan oleh para ulama, maka sunnah
dapat dibagi menjadi tiga macam :
a. Sunnah qauliyah, yaitu ucapan Nabi saw., yang didengar oleh sahabat dan
disampaikan kepada orang lain.
b. Sunnah fi’liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi saw., yang dilihat
atau diketahui dan disampaikan para sahabat kepada orang lain.
c. Sunnah taqriyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan di
hadapan atau sepengetahuan Nabi saw., tetapi Nabi hanya diam dan tidak
mencegahnya. Sikap diam dan tidak mencegah dari Nabi saw., ini
menunjukkan persetujuan Nabi saw., terhadap perbuatan sahabat tersebut.6
1. Allah menyuruh untuk taat kepada Rasul. Taat kepada Rasul berarti taat juga
kepada Allah.
2. Rasul mempunyai wewenang untuk menjelaskan Al-quran.
5
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Cet. Terakhir, (Bandung: Angkasa, 2000), h. 11.
6
Suparman Usman, Hukum Islam, h. 45-56.
7
3. Ijma’ (kesepakatan) sahabat dibuktikan pula oleh Hadis Mu’az bin Jabal yang
menerangkan urutan-urutan sumber hukum.
Persyaratan ijma’ menurut Imam Ahmad bin Hanbal dan imam Syafi’I bahwa harus
disepakati semua ulama seluruh dunia, sehingga yang diterima hanyalah ijma’ sahabat dan
menolak ijma’ pasca-sahabat karena mustahil terjadi. Jika tidak ditemuka ijma’ sahabat,
maka ia mencari fatwa sahabat, meskipun perseorangan asalkan tidak bertentangan dengan
nash dan ijma’ dan tidak ada yang mengingkarinya atau ijma’ sukuti.8
7
Satria Effendi, Ushul Fiqh, h. 114.
8
Abdul Mughits, Kritik Nalar Fiqh Pesantren, Cet. I, (Jakarta : Kencana-Prenada Media)
8
Ijma’ sukuti, ada yang berpendapat bahwa ijma’ sukuti bukanlah ijma’ dan
dapat dijadikan landasan hukum.9
Menurut istilah ahli ushul, qiyas adalah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Al-quran, dan sunnah dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Suatu perkara yang belum ada hukumnya dengan
perkara lain yang telah ditetapkan oleh nash adalah alasan hukum (illat).11
1. Ashal : pokok tempat meng-qiyas-kan sesuatu. Baik dari Al-quran maupun sunnah,
contohnya khamar.
2. Hukum ashal : hukum syara’ yang terdapat pada ashal yang hendak ditetapkan
pada far’un dengan jelan qiyas. Contoh : hukum haramnya khamar yang
ditegaskan dalam Al-quran.
3. Cabang (far’un) : sesuatu yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam Al-quran atau
sunnah. Contoh : Ballo, Wsiky, dll.
4. ‘Illat : suatu sifat yang terdapat dalam ashal yang menjadi dasar daripada
hukumnya dengan itulah dapat diketahui adanya hukum far’un.
Macam-masam qiyas :
1. Qiyas awla, illat yang terdapat pada cabang lebih utama daripada yang terdapat
pada ashal. Contoh meng-qiyas-kan hukum haram memukul kedua orangtua
kepada hukum haram mengatakan “ah”.
9
Suparman Usman, Hukum Islam, h. 57.
10
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 336.
11
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 336.
9
2. Qiyas musawi : qiyas di mana illat terdapat pada cabang sama bobotnya dengan
yang terdapat pada ashal. Contoh illat hukum haram membakar harta anak yatim,
sama bobotnya dengan illat haramnya memakan harta anak yatim.
3. Qiyas adna : qiyas dimana illat terdapat pada cabang lebih rendah bobotnya
disbanding dengan illat yang terdapat pada ashal. Contoh : khamar.
10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-quran adalah kalam Allah swt., yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.,
melalui Malaikat Jibril dan diajarkan kepada umatnya, dan membacanya merupakan
ibadah. Al-quran adalah sumber hukum utama, oleh karena itu semua ketentuan hukum
yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-
quran.
B. Saran
Merealisasikan dan menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan akan
membawa manfaat besar bagi manusia. Semua aturan atau hukum yang bersumber dari
Allah Swt., dan Rasul-Nya merupakan suatu aturan yang dapat membawa kemaslahatan
hidup di dunia dan akhirat.
11
DAFTAR PUSTAKA
Darmawati. Ushul Fiqih. Jakarta : Prenamedia Group, 2019.
Efendi, Satria. Ushul Fiqh, Cet. VII. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2017.
Usman, Suparman. Hukum Islam : Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dan
Transformasi Pemikiran. Cet. I. Semarang : Dina Utama, t.t.th..
Zagrah, Muhammad Abu. Ushul Fiqh, Cet. IV. Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000.
12