Anda di halaman 1dari 12

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

Mata Kuliah Fiqh/Ushul Fiqh


Prodi Arsitektur

Dosen Pembimbing :
Dr. Nufiar, M.Ag.

Disusun oleh :
Putri Fairus Andini Salsabilla
220701085

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERS ITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. Atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Nufiar, M. Ag. selaku dosen
pembimbing mata kuliah Fiqh dan Ushul Fiqh.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Penulis berharap agar makalah ini bisa kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Saya sebagai penyusun merasa masih banyak kekurangan dalam


penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Banda Aceh, November 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................5
A. Al-quran Sebagai Sumber Hukum......................................................................5
B. SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ..........................................................7
1. Definisi Sunnah.................................................................................................7
C. Ijma’ Sebagai Dalil Hukum .................................................................................8
1. Kemungkinan Terjadi Ijma’ ............................................................................8
2. Pembagian Ijma’ Ditinjau Dari Jelas Tidaknya .............................................8
3. Ijma’ Ditinjau dari Objek Permasalahan .......................................................9
D. Qiyas Sebagai Dalil Hukum .................................................................................9
BAB III PENUTUP ........................................................................................................11
A. Kesimpulan .........................................................................................................11
B. Saran ...................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................12

3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber hukum dalam agama Islam yang paling utama dan pokok dalam menetapkan
hukum dan memecah masalah dalam mencari suatu jawaban adalah Al-quran dan Al-hadis.
Sebagai sumber paling utama dalam islam, Al-quran merupakan sumber pokok dalam
berbagai hukum Islam. Al-quran sbagai sumber hukum isinya meruoakan susunan hukum
yang sudah lengkap. Selain itu jugaAl-quran memberikan tuntunan bagi manusia mengenai
apa-apa yang seharusnya ia perbuat dan ia tinggalkan dalam kehidupan kesehariannya.
Sedangkan Al-hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-quran. Disamping
sebagai sumber ajaran Islam yang secara langsung terkait dengan keharusan menaati
Rasulullah Saw, juga karena fungsinya sebagai penjelas bagi ungkapan-ungkapan Al-
quran.

Al-quran merupakan hidayah Allah yang melengkapi segala aspek kehidupan manusia.
Sumber paling utama dalam Islam adalah Al-quran, yang merupakan sumber pokok bagi
akidah, ibadah, etika, dan hukum. Al-quran merupakan sumber primer karena tidak lepas
dari apa yang dikandung oleh Al-quran itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kedudukan Al-quran sebagai sumber hukum Islam?
2. Bagaimana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam?
3. Bagaimana Ijma’ sebagai sumber hukum?
4. Bagaimana Qiyas sebagai sumber hukum?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai sarana pembelajaran untuk lebih
memahami sumber-sumber hukum Islam. Melalui makalah ini, diharapkan dapat
menjadi penambah wawasan agar lebih mengetahui apa saja sumber hukum Islam itu.
Selain itu, penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fiqh/Ushul Fiqh.

4
BAB II PEMBAHASAN
A. Al-quran Sebagai Sumber Hukum
Al-quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.,
tertulis dalam mushaf berbahasa Arab yang disampaikan kepada kita dengan jalan
mutawatir dan membacanya mengandung nilai ibadah, dimulai dengan surah al-Fatihah
dan diakhiri dengan surah an-Nas.1

Hukum-hukum yang terdapat dalam Al-quran secara garis besar ada tiga, yaitu :

1. Hukum-hukum i’tiqadiyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan


keimanan kepada Allah, kepada malaikat, kepada kitab Allah, kepada para
rasul dan kepada hari akhirat.
2. Hukum-hukum khuluqiyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan
akhlak, manusia wajib berakhlak baik dan menjauhi akhlak yang buruk.
3. Hukum-hukum amaliyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan
perbuatan manusia. Hukum-hukum ‘amaliyah ini ada dua macam, yaitu ibadah
dan mu’amalah.
Bagian yang ketiga inilah yang menjadi bahan kajian ilmu fikih.2

Berdasarkan penelitian para ulama, dalam Al-quran yang berkaitan dengan


masalah ibadah dan bidang al-akhwal al-syakhsiyah dijelaskan secara perinci dibanding
hukum-hukum lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memerlukan tuntunan yang
lebih baik dari Allah Swt., dalam hal ibadah dan pembinaan keluarga. Jadi, hukum ibadah
dan keluarga serta warisan lebih bersifat ta’abbudi dan tidak ada peluang akal di dalamnya
serta tidak berkembang bersama dengan perkembangan lingkungan.

Hukum-hukum muamalah yang terdapat dalam Al-quran menurut Wahab Khallaf sebagai
berikut :

1. Hukum kekeluargaan (al-ahwal al-syakhsiyah) yaitu hukum yang berkaitan


dengan urusan keluarga dan pembentukannya yang mengatur hubungan suami istri
serta keluarga yang satu dan lainnya.

1
H.A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam, (Cet, VII;
Jakarta: 2009), h. 62.
2
H.A. Djazuli, Ilmu Fiqh …, h. 63.

5
2. Hukum perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan individu-individu serta
bentuk-bentuk hubungannya. Seperti jual-beli, pegadaian, jaminan, Persekutuan,
utang piutang, dan memenuhi janji dengan disiplin. Hukum ini dimaksudkan untuk
mengatur hubungan harta kekayaan individu dan memelihara hak masing-masing
yang berhak.
3. Hukum pidana, yaitu hukum yang berkenaan dengan tindak criminal yang timbul
dari seorang mukallaf dan hukuman yang dijatuhkan atas pelakunya. Hukum ini
dimaksudkan untuk mengatur usaha-usaha untuk mewujudkan keadilan di antara
manusia.
4. Hukum acara, yaitu hukum yang berkaitan dengan pengadilan, kesaksian, dan
sumpah. Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur usaha-usaha untuk mewujudkan
keadilan di antara manusia.
5. Hukum perundang-undangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan peraturan
pemerintah dan pokok-pokoknya. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan
hubungan penguasa dan rakyat, dan menetapkan hak-hak individu dan Masyarakat.
6. Hukum tata negara, yaitu hukum yang bersangkut paut dengan hubungan antara
negara Islam dengan negara lainnya, hubungan dengan orang-orang non-Islam
yang berada di negara Islam. Hukum ini dimaksudkan untuk menentukan
hubungan negara Islam dengan negara non-Islam.
7. Hukum ekonomi keuangan, yaitu hukum yang berhubungan dengan orang miskin,
baik yang meminta-minta maupun yang tidak meminta-minta, berkenaan dengan
orang kaya, dan pengaturan berbagai sumber dan perbankan. Hukum ini
dimaksudkan untuk mengatur kekayaan antara orang-orang kaya dan orang-orang
fakir, dan antara negara dan ayat. 3

Kebijaksanaan Al-quran dalam menetapkan hukum menggunakan empat prinsip :

1. Memberikan kemudahan dan tidak memberatkan;


2. Menyedikitkan tuntutan;
3. Bertahap dalam menetapkan hukum; dan
4. Sejalan dengan kemaslahatan manusia.4

3
Satria Effendi, Ushul Fiqh, h. 86-87.
4
H.A. Djazuli, Ilmu Fiqh …, h. 64.

6
B. SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM
1. Definisi Sunnah
Sunnah menurut al-Syaukani sebagaimana dikutip oleh M. Syuhudi Ismail berarti
jalan, walaupun tidak diridhai.5

Adapun arti sunnah menurut istilah para ulama sebagai berikut :

1. Menurut ahli hadis, sunnah adalah segala yang dinukilkan dari Nabi saw., baik
berupa perkataan, takrir, pengajaran, sifat keadaan, maupun perjalanan hidup
beliau baik sebelum menjadi Rasul maupun setelah menjadi Rasul.
2. Menurut ahli ushul, sunnah adalah segala yang dinuklilkan dari Nabi baik
berupa perkataan, perbuatan, maupun takrir (pengakuan), yang mempunyai
hubungan dengan hukum.
3. Menurut ahli fikih, sunnah adalah suatu amalan yang diberi pahala apabila
dikerjakan dan tidak diberi siksa apabila ditinggalkan.

Berdasarkan definisi sunnah yang dikemukakan oleh para ulama, maka sunnah
dapat dibagi menjadi tiga macam :

a. Sunnah qauliyah, yaitu ucapan Nabi saw., yang didengar oleh sahabat dan
disampaikan kepada orang lain.
b. Sunnah fi’liyah, yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi saw., yang dilihat
atau diketahui dan disampaikan para sahabat kepada orang lain.
c. Sunnah taqriyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan di
hadapan atau sepengetahuan Nabi saw., tetapi Nabi hanya diam dan tidak
mencegahnya. Sikap diam dan tidak mencegah dari Nabi saw., ini
menunjukkan persetujuan Nabi saw., terhadap perbuatan sahabat tersebut.6

Sunnah dijadikan sumber hukum karena beberapa dasar :

1. Allah menyuruh untuk taat kepada Rasul. Taat kepada Rasul berarti taat juga
kepada Allah.
2. Rasul mempunyai wewenang untuk menjelaskan Al-quran.

5
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, Cet. Terakhir, (Bandung: Angkasa, 2000), h. 11.
6
Suparman Usman, Hukum Islam, h. 45-56.

7
3. Ijma’ (kesepakatan) sahabat dibuktikan pula oleh Hadis Mu’az bin Jabal yang
menerangkan urutan-urutan sumber hukum.

C. Ijma’ Sebagai Dalil Hukum


Ijma’ menurut bahasa adalah kebulatan tekad terhadap suatu persoalan atau
kesepakatan tentang suatu masalah. Menurut istilah ushul fiqh, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan, kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat
Islam tentang hukum syara’ pada suatu masa setelah Rasulullah saw., wafat.7

1. Kemungkinan Terjadi Ijma’


Jumhur ulama menyatakan tidaklah sulit untuk melakukan ijma’ bahkan secara actual
ijma’ itu telah ada. Mereka mencontohkan hukum-hukum yang telah disepakati itu seperti
kesepakatan tentang pembagian warisan bagi nenek sebesar seperenam dari harta warisan
apabila tidak ad ibu, dan larangan menjual makanan yang belum ada di tangan penjual.

Persyaratan ijma’ menurut Imam Ahmad bin Hanbal dan imam Syafi’I bahwa harus
disepakati semua ulama seluruh dunia, sehingga yang diterima hanyalah ijma’ sahabat dan
menolak ijma’ pasca-sahabat karena mustahil terjadi. Jika tidak ditemuka ijma’ sahabat,
maka ia mencari fatwa sahabat, meskipun perseorangan asalkan tidak bertentangan dengan
nash dan ijma’ dan tidak ada yang mengingkarinya atau ijma’ sukuti.8

2. Pembagian Ijma’ Ditinjau Dari Jelas Tidaknya


a. Ijma’ Sarih/Bayani (jelas)
Ijma’ sarih adalah ijma’ yang memaparkan banyak pendapat ulama secara
jelas dan terbuka, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.
Ijma’ sarih menempati peringkat ijma’ tertinggi. Hukum yang ditetapkan
ijma’ sarih bersifat pasti.
b. Ijma’ Sukuti (diam)
Ijma’ sukuti yaitu sebagian mujtahid mengeluarkan pendapatnya dan
Sebagian yang laindiam, sedang diamnya menunjukkan apakah mereka
setuju atau tidak setuju. Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai

7
Satria Effendi, Ushul Fiqh, h. 114.
8
Abdul Mughits, Kritik Nalar Fiqh Pesantren, Cet. I, (Jakarta : Kencana-Prenada Media)

8
Ijma’ sukuti, ada yang berpendapat bahwa ijma’ sukuti bukanlah ijma’ dan
dapat dijadikan landasan hukum.9

3. Ijma’ Ditinjau dari Objek Permasalahan


a. Ijma’ istinbat : hanya mujtahid yang berwenang melakukan, bukan orang awam.
b. Ijtima’ tatbikh : bisa diikuti oleh orang awam. Contohnya pemilihan khalifah.

D. Qiyas Sebagai Dalil Hukum


Qiyas menurut bahasa adalah ukuran. Artinya, perkara yang satu diukur dengan perkara
lain yang memiliki ukuran dan ukurannya itu adalah nash yang jelas.10

Menurut istilah ahli ushul, qiyas adalah menerangkan hukum sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Al-quran, dan sunnah dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Suatu perkara yang belum ada hukumnya dengan
perkara lain yang telah ditetapkan oleh nash adalah alasan hukum (illat).11

Rukun qiyas ada empat :

1. Ashal : pokok tempat meng-qiyas-kan sesuatu. Baik dari Al-quran maupun sunnah,
contohnya khamar.
2. Hukum ashal : hukum syara’ yang terdapat pada ashal yang hendak ditetapkan
pada far’un dengan jelan qiyas. Contoh : hukum haramnya khamar yang
ditegaskan dalam Al-quran.
3. Cabang (far’un) : sesuatu yang tidak ada ketegasan hukumnya dalam Al-quran atau
sunnah. Contoh : Ballo, Wsiky, dll.
4. ‘Illat : suatu sifat yang terdapat dalam ashal yang menjadi dasar daripada
hukumnya dengan itulah dapat diketahui adanya hukum far’un.

Macam-masam qiyas :

1. Qiyas awla, illat yang terdapat pada cabang lebih utama daripada yang terdapat
pada ashal. Contoh meng-qiyas-kan hukum haram memukul kedua orangtua
kepada hukum haram mengatakan “ah”.

9
Suparman Usman, Hukum Islam, h. 57.
10
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 336.
11
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, h. 336.

9
2. Qiyas musawi : qiyas di mana illat terdapat pada cabang sama bobotnya dengan
yang terdapat pada ashal. Contoh illat hukum haram membakar harta anak yatim,
sama bobotnya dengan illat haramnya memakan harta anak yatim.
3. Qiyas adna : qiyas dimana illat terdapat pada cabang lebih rendah bobotnya
disbanding dengan illat yang terdapat pada ashal. Contoh : khamar.

10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-quran adalah kalam Allah swt., yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.,
melalui Malaikat Jibril dan diajarkan kepada umatnya, dan membacanya merupakan
ibadah. Al-quran adalah sumber hukum utama, oleh karena itu semua ketentuan hukum
yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-
quran.

B. Saran
Merealisasikan dan menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan akan
membawa manfaat besar bagi manusia. Semua aturan atau hukum yang bersumber dari
Allah Swt., dan Rasul-Nya merupakan suatu aturan yang dapat membawa kemaslahatan
hidup di dunia dan akhirat.

11
DAFTAR PUSTAKA
Darmawati. Ushul Fiqih. Jakarta : Prenamedia Group, 2019.

Efendi, Satria. Ushul Fiqh, Cet. VII. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2017.

Mughsit, Abdul. Kritik Nalar Pesantren, Cet. I. Jakarta : Kencana, 2008.

Usman, Suparman. Hukum Islam : Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dan
Transformasi Pemikiran. Cet. I. Semarang : Dina Utama, t.t.th..

Zagrah, Muhammad Abu. Ushul Fiqh, Cet. IV. Jakarta : Pustaka Firdaus, 2000.

12

Anda mungkin juga menyukai