HUKUM ISLAM
Disusun Oleh:
1. Mujib Zuhdi 1121082
2. Fatihatur Rohmah Ghufroni 1121091
Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang
telah memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Makna dan Substansi Qiyas Sebagai Dalil
Hukum Islam” dengan baik tanpa ada halangan.
Makalah ini telah kami selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam
penyelesaian makalah ini.
Demikian yang bisa saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat
luas.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
D. Syarat-Syarat Qiyas.......................................................................................7
E. Macam-Macam Qiyas...................................................................................8
A. Kesimpulan...................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam ditengah kemajuan dalam segala bidang sebagai hasil dari cipta,
rasa, serta karya manusia saat ini dituntut eksistensinya dalam memenuhi
perkembangan pengetahuan dan teknologi serta hukum yang mendasarinya.
Perkembangan sejarah telah memberikan wawasan kepada seluruh manusia
bahwa denganadanya transformasi nilai sosial, adat, budaya, perekonomian,
dan politik akan berdampak pengaruhnya pada perubahan hukum Islam.
Hukum islam bukanlah sebuah hukum yang kaku dan tidak dapat
diinterpretasikan. Hukum Islam bersifat dinamis sebagai sebuah kekuatan
normative yang memperlakukan kepentingan masyarakat sebagai substansi
dari posisi fleksibilitas asalkan tidak mengorbankan keleluhuran hukum Islam.
Oleh karenanya, interpretasi mengenai perkembangan kehidupan manusia
serta permasalahan umat dalam realitas social tidak dapat ditawar lagi.
Salah satu sumber hukum Islam yang disepakati oleh jumhur ulama
setelah Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ adalah Qiyas. Hal ini berarti bahwa,
apabila terjadi suatu peristiwa maka pertama kali yang harus dijadikan sumber
hukum adalah Al-Qur’an, kemudian Hadist, Ijma’, dan apabila melalui ketiga
sumber hukum tersebut tidak ditemukan sumber hukum yang dibutuhkan atas
suatu kejadian, maka qiyas akan digunakan sebagai sumber hukum
selanjutnya.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Qiyas dan Rukun Qiyas?
2. Bagaimana Urgensi Qiyas dalam Hukum Islam?
3. Bagaimana Kedudukan Qiyas sebagai Hukum Islam?
4. Bagaimana Syarat-syarat Qiyas?
5. Bagaimana Macam-macam Qiyas?
C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan definisi dan rukun qiyas.
2. Untuk menjelaskan urgensi qiyas sebagai hukum Islam.
3. Untuk menjelaskan kedudukan qiyas sebagai hukum Islam.
4. Untuk menjelaskan syarat-syarat qiyas.
5. Untuk menjelaskan macam-macam qiyas.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
’illat dalam hukumnya. Dengan demikian ketetapan hukum suatu
peristiwa yang tidak ada nashnya dapat dikategorikan sebagai qiyas.
2. Rukun Qiyas
Para ushul ulama fiqh menetapkan rukun qiyas ada 4, yaitu ashl,
far’u, i’llat, dan hukm al-ashl. berikut merupakan rukun qiyas, yakni:5
a. Ashl menurut ahli ushul fiqh, merupakan obyek yang telah ditetapkan
hukumnya oleh ayat al-Qur‟an, hadits Rasulullah atau Ijma’. 6 Contoh
Ashl: diharamkannya wisky atau minuman keras lainnya dengan
mengqiyaskannya kepada khamar, maka Al-Ashl itu adalah khamar
yang telah ditetapkan hukumnya yaitu haram melalui nash Q.S. Al-
Maidah (3) ayat 90-91.
b. Far’u, Far’u (cabang) adalah objek yang akan ditetapkan hukumnya,
yang tidak ada secara tegas hukumnya di nash (Al Qur,an dan Hadits)
maupun Ijma’. Al Far’u adalah kasus yang akan diketahui hukumnya
melalui qiyas.
c. I’llat, Secara etimologi ‘illat berarti nama bagi sesuatu yang
menyebabkan berubahnya keadaan sesuatu yang lain dengan
keberadaannya. Misalnya penyakit itu dikatakan ‘illat karena dengan
adanya penyakit tersebut tubuh manusia berubah dari sehat menjadi
sakit.7
d. Hukm al-ashl, yaitu hukum syara’ yang ada nashnya pada al-ashl
(pokok) nya dan ia dimaksudkan untuk menjadi hukun pada Far’u
(cabang) nya.8
4
Perkembangan sejarah telah memberikan wawasan kepada seluruh manusia
bahwa dengan adanya transformasi nilai social, adat, budaya, perekonomian,
dan politik akan berdampak pengaruhnya pada perubahan hukum Islam.
Hukum islam bukanlah sebuah hukum yang kaku dan tidak dapat
diinterpretasikan. Hukum Islam bersifat dinamis sebagai sebuah kekuatan
normative yang memperlakukan kepentingan masyarakat sebagai substansi
dari posisi fleksibilitas asalkan tidak mengorbankan keleluhuran hukum Islam.
Oleh karenanya, interpretasi mengenai perkembangan kehidupan manusia
serta permasalahan umat dalam realitas social tidak dapat ditawar lagi.
Salah satu sumber hukum Islam yang disepakati oleh jumhur ulama
setelah Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ adalah Qiyas. Hal ini berarti bahwa,
apabila terjadi suatu peristiwa maka pertama kali yang harus dijadikan sumber
hukum adalah Al-Qur’an, kemudian Hadist, Ijma’, dan apabila melalui ketiga
sumber hukum tersebut tidak ditemukan sumber hukum yang dibutuhkan atas
suatu kejadian, maka qiyas akan digunakan sebagai sumber hukum
selanjutnya.
Qiyas merupakan suatu prinsip hukum, ia memainkan peran yang sangat
penting dalam kajian hukum Islam.9
9
Edy Muslimin, “Qiyas Sebagai Sumber Hukum Islam,” Mamba’ul Ulum 15, no. 2 (2019): 242–
250.
10
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1 (Jakarta: Kencana, 2009), 177.
5
dan ijma’ ulama. Kelompok ini menggunakan qiyas dengan tidak
berlebihan.
2. Kelompok Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, kelompok ini menolak qiyas
secara penuh dan tidak mengakui illat nash, juga tidak berusaha
mengetahui sasaran dan tujuan nash, termasuk mengungkap alasan-alasan
guna menetapkan suatu kepastian hukum yang sesuai dengan illat.
3. Kelompok yang memperluas penggunaan qiyas, mereka berusaha
menggabungkan dua hal yang tidak terlihat kesamaan illat diantara
keduanya, bahkan menerapkan qiyas sebagai pembatas keumuman al-
Qur’an dan hadits.11
Alasan ketiga kelompok ulama tentang penggunaan qiyas dapat dibagi
lagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok yang menerima dan menolak
menggunakan qiyas, yang masing-masing mengemukakan dalil al-Qur‟an,
sunnah, ijma‟ ulama atau sahabat dan dalil akal.
Amir Syarifuddin menambahkan, kelompok ulama yang menolak
penggunaan qiyas dalam hukum syara’ adalah:
1. Kelompok Syi’ah Imamiyah yang membatalkan beramal dengan qiyas.
Mereka tidak membolehkan sama sekali penggunaan qiyas. Dalil yang
populer dikalangan mereka adalah: “agama Allah tidak dapat dicapai
melalui akal dan sunnah itu bila diqiyaskan akan merusak agama.
2. Kelompok al-Nazham, mengatakan bahwa illat yang tersebut dalam nash
mewajibkan adanya usaha menghubungkan hukum melalui lafaz yang
umum tidak melalui qiyas.
3. Kelompok zhahiriyah, pandangan mereka tentang qiyas sebanarnya
kelihatan dari tanggapan mereka atas argumentasi yang dikemukakan
jumhur ulama. Mereka tidak menggunakan qiyas, sebagai penggantinya
mereka menggunakan kaidah umum lafaz nash. Sebagai contoh jumhur
ulama menetapkan haramnya memukul orang tua diqiyaskan kepada
haramnya mengucap kata “uf” kepada orang tua. Ulama zhahiri tidak
menggunakan mengqiyaskan “uf” dengan memukul orang tua namun
11
Zahrah, Ushul Fiqh, 339-340.
6
menggunakan lafaz umum bahwa perintah Allah untuk berbuat baik
kepada orang tua.
Dengan demikian dapat dijelaskan diantara keraguan mereka yang
paling jelas pendapatnya bahwa qiyas didasarkan hanya pada dugaan, seperti
illat hukum nash.
D. Syarat-Syarat Qiyas
Untuk dapat melakukan qiyas terhadap suatu masalah yang belum ada
ketentuannya dalam al-Qur’an dan hadits harus memenuhi syarat-syarat
berikut:12
E. Macam-Macam Qiyas
Qiyas dapat dibagi menjadi beberapa segi dalam hal ini dapat dibagi tiga
yaitu sebagai berikut:13
12
Azar Bakry, Fiqh Dan Ushul Fiqh (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 48.
13
Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, 2.
7
1. Qiyas Awlawi, qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih kuat dari
pemberlakuan hukum pada ashal karena kekuatan illat pada furu’. Sebagai
contoh mengqiyaskan keharaman memukul orang tua kepada ucapan “uf”
(berkata kasar) terhadap orang tua dengan illat menyakiti.
2. Qiyas Musawi, qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ sama keadaannya
dengan berlakunya hukum pada ashal karena kekuatan illatnya sama.
Umpamanya mengqiyaskan membakar harta anak yatim kepada
memakannya secara tidak pantas dalam menetapkan hukum haramnya.
Firman Allah yang artinya: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim
(yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan
yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu.
Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa
yang besar.” Baik membakar harta anak yatim atau memakannya secara
tidak patut adalah sama-sama merusak harta anak yatim.
3. Qiyas Adwan, qiyas yang berlakunya hukum pada furu’ lebih lemah
dibandingkan dengan berlakunya hukum pada ashal meskipun qiyas
tersebut memenuhi persyaratan. Umpamanya mengqiyaskan apel kepada
gandum dalam menetapkan berlakunya riba bila dipertukarkan dengan
barang yang sejenis. Illatnya bahwa ia adalah makanan. Memberlakukan
hukum riba pada apel lebih rendah daripada berlakunya hukum riba pada
gandum karena illatnya lebih kuat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Qiyas adalah suatu metode penetapan hukum dengan cara menyamakan
sesuatu kejadian yang tidak tertulis hukumnya secara tekstual dengan
8
kejadian yang telah ditetapkan hukunya secara tekstual. Sedangkan rukun
qiyas ada 4, yaitu ashl, far’u, i’llat, dan hukm al-ashl.
2. Salah satu sumber hukum Islam yang disepakati oleh jumhur ulama setelah
Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ adalah Qiyas. Hal ini berarti bahwa,
apabila terjadi suatu peristiwa maka pertama kali yang harus dijadikan
sumber hukum adalah Al-Qur’an, kemudian Hadist, Ijma’, dan apabila
melalui ketiga sumber hukum tersebut tidak ditemukan sumber hukum
yang dibutuhkan atas suatu kejadian, maka qiyas akan digunakan sebagai
sumber hukum selanjutnya. Qiyas merupakan suatu prinsip hukum, ia
memainkan peran yang sangat penting dalam kajian hukum Islam.
3. Kedudukan qiyas sebagai hukum islam yaitu alasan ketiga kelompok
ulama tentang penggunaan qiyas dapat dibagi lagi kedalam dua kelompok
yaitu kelompok yang menerima dan menolak menggunakan qiyas, yang
masing-masing mengemukakan dalil al-Qur‟an, sunnah, ijma‟ ulama atau
sahabat dan dalil akal.
4. Syarat-syarat qiyas yaitu, hukum asalnya tidak berubah-ubah atau belum
dinasakhkan, asal serta hukumnya sudah ada ketentuannya menurut
agama, hukum yang berlaku pada asal berlaku pula pada qiyas, tidak boleh
hukum furu’ (cabang) terdahulu dari hukum asal, hendaklah sama illat
yang ada pada furu’ dengan illat yang ada pada asal, hukum yang ada pada
furu’ hendaklah sama dengan hukum yang pada asal, tiap-tiap ada illat ada
hukum dan tidak ada illat tidak ada hukum, tidak boleh illat itu
bertentangan menurut ketentuan-ketentuan agama.
5. Macam-macam qiyas yaitu, Qiyas Awlawi, Qiyas Musawi, dan Qiyas
Adwan.
DAFTAR PUSTAKA
Azka, Darul, Kholid Affandi, and Nailul Huda. Jam’u Al-Jawami’ (Kajian Dan
Penjelasan Ushul Fiqh Dan Ushuluddin). Lirboyo Kediri: Santri Salaff
Press, 2014.
Bakry, Azar. Fiqh Dan Ushul Fiqh. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh. Pamulang: PT. Logos Wacana Ilmu, 1997.
9
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqih. Semarang: Dina utama (Toha Putra
Group), 2014.
Muslimin, Edy. “Qiyas Sebagai Sumber Hukum Islam.” Mamba’ul Ulum 15, no.
2 (2019): 242–50.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, Jilid 1. Jakarta: Kencana, 2009.
Zahrah, Muhammad Abu. Al-Syafi’I: Hayatuhu Wa Asyaruhu Wa Fiqhuhu. Mesir:
Dar al-Fikr al-‘Arabi, n.d.
———. Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.
10