Disusun oleh :
Sandy Alif Rizqiawan 2022340035
Muhammad Bayu Widura 2022330021
Zahrotun Nisa 2022520066
Misnandani 2022560076
Rafid Ali 2022330035
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit, bumi, beserta isinya yang telah
menganugrahkan rahmat dan pertolongan- Nya.Hanya kepada Allah lah kami beriman dan
hanya kepada Allah lah kami beribadah. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada Nabi akhirul zaman Nabi Muhammad Saw yang telah membawa manusia
dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti yang dirasakan saat ini.
Disusunya makalah ini, ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas Pendidikan Agama
Islam dalam proses perkuliahan semester ganjil yang sedang berlangsung. Dengan dosen
pengampu Anis Trianawati, S.Pd.I., M.Pd.I.
Adapun isi dari makalah ini membahas tentang ”Al-Qur‟an dan As-Sunnah”. Dan
segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasan tersebut.
Penyusun menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penyusun telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karenanya, penyusun dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
sendiri khususnya, dan umumnya untuk pembaca sekalian. Terima kasih.
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii
C. Tujuan ......................................................................................................................... 1
D. Metode ........................................................................................................................ 1
1. Al-Qur‟an .................................................................................................................... 2
2. Sunah ............................................................................................................................ 11
2. Kehujahan Sunah dan Pandangan Ulama Mazhab terhadap Hadits Ahad ............... 11
5. Sebab-sebab Perbedaan Pendapat dan Kedudukan Hadits Ahad dengan Qiyas ... 14
iii
a. Kesimpulan ............................................................................................................... 17
b. Saran ......................................................................................................................... 17
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Qur’an dan As-Sunah
Sumber Hukum Islam menurut Effendi (2009, p. 77) adalah Al-Qur‟an dan Sunnah
Rasulullah. Dua sumber tersebut disebut juga dalil-dalil pokok hukum Islam karena keduanya
merupakan petunjuk (dalil) utama kepada hukum Allah. Ada juga dalil-dalil lain selain Al-
Qur‟an dan Sunnah seperti qiyas, istihsan dan istishlah, tetapi tiga dalil tersebut terakhir ini
hanya sebagai dalil pendukung yang hanya merupakan alat bantu untuk sampai kepada
hukum-hukum yang dikandung oleh Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah.
1. Al-Qur’an
a. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur‟an dalam kajian Ushul Fiqh merupakan objek pertama dan utama pada
kegiatan penelitian dalam memecahkan suatu hukum. Al-Qur‟an menurut bahasa berarti
“bacaan” dan menurut istilah Ushul Fiqh Al-Qur‟an berarti “kalam (perkataan) Allah yang
diturunkan-Nya dengan perantaraan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan
bahasa Arab serta dianggap beribadah membacanya.”
Al-Qur‟an telah mewajibkan ittiba‟ dan menaati hukum-hukum dan peraturan-
peraturan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW (Rahman, 1974, p. 61). Dalam
beberapa ayat antara lain: Al-Hasyr ayat 7
ۤ
السبِْي ِِۙل ِ ْ اّلل َع هلى ر ُس ْولِوٖ ِم ْن اَ ْى ِل الْ ُق هرى فَلِ هلّ ِو ولِ َّلر ُس ْوِل ولِ ِذى الْ ُقرهٰب والْيَ ت ههمى والْم هس ِك
َّ ْي َوابْ ِن َ َ َ ْ َ َ َ ه
ُّ َ ََمآ اَف
ء ا
ۚ
ه ْۗ ِ ِ ۤ ِ
الر ُس ْو ُل فَ ُخ ُذ ْوهُ َوَما نَ ههى ُك ْم َعْنوُ فَانْتَ ُه ْوا َواتَّ ُقوا
َّ ُمكُ ى ه
ت ا ا
ٓ م
َ َ ْ ْي ْاَلَ ْغنيَاء مْن ُك
و م َ ْ ََك ْي ََل يَ ُك ْو َن ُد ْولَةً ۢ ب
ِ اّلل َش ِديْ ُد الْعِ َق ِ ه
اب َّاّللَ ْۗا َّن ه
ّ
Artinya : “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-
orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-
orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan
2
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.” (QS.
Al-Hasyr [59] : 7)
Al-Qur‟an mulai diturunkan di Makkah, tepatnya di Gua Hira pada tahun 611 M, dan
berakhir di Madinah pada tahun 633 M, dalam jarak waktu kurang lebih 22 tahun beberapa
bulan. Ayat pertama diturunkan adalah ayat 1 sampai dengan ayat 5 Surat Al-„Alaq:
ِۙ ِ ا۲ اَلنْسا َن ِمن علَ ٍۚق ۚ
الَّ ِذ ْي َعلَّ َم ِِبلْ َقلَ ِِۙم ٗ َعلَّ َم۳ ك ْاَلَ ْكَرُم ب
ر
ُّ و
َ ََ َ ْ
أ
ر ق
ْ ِ
َ ْ َ َ َ َ َك الَّذ ْي َخل
ْ قل
َ خ ۱ ق ِ ِاِقْ رأْ ِِبس ِم رب
َ َّ ْ َ
ْۗ ِْ
٘ اَلنْ َسا َن َما ََلْ يَ ْعلَ ْم
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-„Alaq [96] :1-5)
Sedangkan tentang ayat yang terakhir diturunkan ulama berbeda pendapat, dan dari
sekian pendapat ulama, pendapat yang dipilih oleh Jalaluddin As-Suyuti (w.911 H) seorang
ahli ilmu Al-Qur‟an, dalam kitanbya al-Itqam fi ulum Al-Qur‟an yang dinukilnya dari Ibnu
Abbas adalah ayat 281 Surat Al-Baqarah:
3
ِ
ت َ اْلبِ ِل َكْي
ْ ف ُخل َق ِْ أَفَ ََل يَنظُرو َن إِ ََل
ُ
ِ السم ِاء َكي
ت َ ْ َ َّ َوإِ ََل
ْ ف ُرف َع
ِ ُاْلِب ِال َكيف ن
ت
ْ َصب َ ْ َ ْ َوإِ ََل
ت ِ ِ َوإِ ََل ْاْل َْر
ْ ف ُسط َح
َ ض َكْي
Artinya : “Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, dan
langit, bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan? dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasiyyah [88] :
17-20).
Di samping itu ayat-ayat Makkiyah juga berbicara tentang kisah umat-umat masa
lampau sebagai pelajaran bagi umat Nabi Muhammad SAW. Dalam masalah hukum belum
banyak ayat-ayat hukum diturunkan di Mekah kecuali beberapa hal, antara lain kewajiban
menjaga kehormatan (faraj) kecuali terhadap pasangan suami istri seperti firman Allah:
فَ َم ِنٙ ۚۚ ْيۡ والَّ ِذ ۡين ى ۡم لِفر ۡوِج ِه ۡم ح ِفظ ۡو ِۙن ٘ اََِّل ع هلٓى ا ۡزو ِاج ِه ۡم ا ۡو ما مل ك ۡت ا ۡۡيان ه ۡم فاِنَّه ۡم غ ۡي ر مل ۡوِم
َ َُ ُ َ ُ َ ُ ُ َ َ َ ََ َ َ ََ َ َُ ه ُُ ُ َ َ
ۡ
ٚ ۚۚ ك ُى ُم ال هع ُد ۡو َن
َ ك فَاُوهلِٕٓى
ِ ۡ
َ اب تَ غهى َوَرآءَ هذ ل
Artinya : “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki[994]; Maka Sesungguhnya mereka dalam
hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka
Itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Mu‟minun [23] : 5-7)
4
menghindarkan diri dari hal-hal yang membawa kepada kehinaan (doktrin
akhlak).
3. Hukum-hukum amaliyah, yaitu ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan
amal perbuatan mukalaf (doktrin syari‟ah/fikih). Dari hukum-hukum amaliyah
inilah timbul dan berkembangnya ilmu fikih. Hukum-hukum amaliyah dalam Al-
Qur‟an terdiri dari dua cabang, yaitu hukum-hukum ibadah yang mengatur
hubungan manusia dengan Allah, dan hukum-hukum mu‟amalat yang mengatur
hubungan manusia dengan sesamanya.
Hukum-hukum yang berkaitan dengan bidang ibadah dan bidang al-Ahwal al-
Syakhsyiyah (ihwal perorangan atau keluarga) disebut lebih terperinci di banding dengan
bidang-bidang hukum yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memerlukan
bimbingan lebih banyak dari Allah dalam hal beribadah dan pembinaan keluarga. Banyak
manusia yang menyekutukan Allah, ini perlu diluruskan dan ditegur, sedang keluarga
merupakan unsur terkecil dalam masyarakat dan akan member warna terhadap yang lainnya.
5
ۡ ۡ ۤي اي ها الَّ ِذ ۡين اهمن ۡوا َل ت ۡس ل ۡوا ع ۡن ا ۡشيآء اِ ۡن ت ۡبد ل ك ۡم تس ۡؤك ۡم ۚۚ واِ ۡن ت ۡس ل ۡوا ع ۡن ها ِح
ْي يُنَ َّزُل ال ُق ۡراه ُن تُ ۡب َد
َ َ َ َُ َ َ ُ ُ َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َُ َ َ ُ َ َ َ َُّ ه
ۡ ه
ٔٓٔ اّللُ َغ ُف ۡوٌر َحلِ ۡي ٌم
ّاّللُ َعن َها ٖ َو ه
ّ لَ ُكم ٖ َع َفا
ۡ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu)
hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu
menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan
kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyantun.” (QS. Al-Maidah [5] :101)
Selain itu ayat Al-Qur‟an yang berjumlah 6342 ayat (menurut sebagaian pendapat)
hanya sekitar 500 ayat saja yang berkaitan dengan hukum. Bahkan sebagaian pendapat
menyebutkan kurang dari 500 ayat. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur‟an menyedikitkan
tuntutan. Demikian juga misalnya: perintah zakat, hanya bagi orang yang mampu saja, ibadah
haji juga hanya bagi orang yang istitha saja.
6
ۡ ۡ ۤ
الص هلوَة َواَن تُ ۡم ُس َك هارى َح هّّت تَ ۡعلَ ُم ۡوا َما تَ ُق ۡولُ ۡو َن َوََل ُجنُبًا اََِّل َعابِ ِر ۡى َسبِ ۡي ٍل ۡ
َّ يه اَيُّ َها الَّ ِذي َن اه َمنُ ۡوا ََل تَقَربُوا
ۡ ۡ ۤ ۡ ۡ ۡ
َح هّّت تَغتَ ِسلُ ۡوا ٖ َواِن ُكن تُ ۡم َّم ۡر هضى اَ ۡو َع هلى َس َف ٍر اَ ۡو َجآءَ اَ َح ٌد ِّمن ُك ۡم ِّم َن الغَآ ِٕٮ ِط اَ ۡو هل َم ۡستُ ُم النِّ َسآءَ فَلَ ۡم
7
َّك َزيَّنَّا لِ ُك ِّل اَُّم ٍة َع َملَ ُه ۡم ُُث ِوََل تَسبُّوا الَّ ِذ ۡين ي ۡدع ۡو َن ِم ۡن د ۡو ِن هاّللِ فَيسبُّوا هاّلل ع ۡد ۢوا بِغَ ۡ ِۡي ِع ۡل ٍم ٖ َك هذل
َ ً َ َّ ُ َ ّ ُ ُ ََ ُ َ
ٔٓٛ اِ هَل َرّّبِِ ۡم َّم ۡرِجعُ ُه ۡم فَيُنَ بِّئُ ُه ۡم ِِبَا َكانُ ۡوا يَ ۡع َملُ ۡو َن
Artinya : “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik
pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia
memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-
An‟am [6] : 108)
Dalam ayat ini ada larangan memaki-maki berhala, karena bila kita memaki berhala,
merekapun akan memaki-maki Allah. Al-Isra ayat 32
Dalam ayat tersebut dilarang mendekati perbuatan yang akan mendorong pada zina.
Zina itu termasuk pada perbuatan yang keji dan menuju pada kehancuran akhlak manusia.
Oleh karena itu dalam hukum Islam tindak pidana zina bukan delik aduan akan tetapi delik
biasa.
8
ۡ ۡ
ِاخ ُذ ُك ۡم ِِبَا َع َّق ْد ُُّّتُ اَلَ ۡۡيَا َن ۚ فَ َكفَّارتُوٖ ۤۚ اِط َع ُام َع َشرة ِ اخ ُذ ُكم هاّلل ِِبللَّ ۡغ ِو ِ ّۡۤف اَۡۡيَانِ ُك ۡم وهل ِك ۡن يُّؤ
ِ
َ َ َ َ ُّ ُ ََل يُ َؤ
ِ َم هس ِك ْۡي ِم ۡن اَ ۡوس ِط ما تُ ۡطعِم ۡو َن اَ ۡىلِ ۡي ُك ۡم اَ ۡو كِ ۡسوتُه ۡم اَ ۡو َ َۡت ِرۡي ر رقَب ٍة ٖ فَم ۡن ََّۡل ََِي ۡد ف
صيَ ُام ثَ هلثَِة اََّٰيٍم ٖ هذ َ ََ ُ َُ ُ َ َ َ َ
ۡ
ٜٛ اّللُ لَ ُك ۡم اه هيتِوٖ لَ َعلَّ ُك ۡم تَش ُك ُر ۡو َن ِ ۡ ۡ ۤۡ ۡ ۡ ۡ ِ ۡ ۡ لِك َكف
ّْي ه َ َّارةُ اَۡيَانِ ُكم ا َذا َحلَفتُم ٖ َواح َفظُوا اَۡيَانَ ُكم ٖ َك هذل
ُ ِّ َك يُب َ َ
Artinya : “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-
sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah
memberi Makan sepuluh orang miskin, Yaitu dari makanan yang biasa kamu
berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau
memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah
kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan
jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-
Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).”(QS. Al-Maidah [5] : 89)
Adapun ayat-ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafal-lafal yang dalam Al-
Qur‟an mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk dita‟wilkan.
Misalnya lafal musytarak (mengandung pengertian ganda) yaitu lafal quru yang terdapat
dalam surat Al-Baqarah ayat 228.
ۡ ۡ ۡ ۡ
ّف اَ ۡر َح ِام ِه َّن اِن ُك َّن ت يَتَ َر بَّ ۡص َن ِِبَ ۡن ُف ِس ِه َّن ثَ هلثَةَ قُ ُرۡٓوٍء ٖ َوََل ََِي ُّل ََلُ َّن اَن يَّكتُ ۡم َن َما َخلَ َق ّه
ٓۡ ِ ُاّلل ه
ُ ُ َو
ق َّ
ل َطم ال
ۡ ۡ ِ ِ ِِ ِۡ ه ۡ ِۡ ۡ ِ
ك اِن اََر ُادۡٓوا اِ ِۡ ََل ًحا ٖ َوََلُ َّن ِمث ُل الَّ ِذ ۡى َ ل ذ ّف ن ى درب ق
ُّ ح ا ن ه ت
َّ ّ َ َ َ َّ ُ ُ ُ ُ َ ل
َو ۡ اَل ِخ ِرٖ وب ع ه يُ ۡؤِم َّن ِِب هّّلل َواليَ وم
ٕٕٛ اّللُ َع ِزۡي ٌز َح ِك ۡي ٌم ِۚ َولِ ِّلر َج ِال َعلَ ۡي ِه َّن َد َر َجةٌ ٖ َو ّه ِ علَ ۡي ِه َّن ِِب ۡلم ۡعر ۡو
َُ َ
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru'[142]. tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai
9
satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[143]. dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah [2] : 228).
Kata quru di atas merupakan lafal musytarak yang mengandung dua makna, yaitu suci
dan haid. Oleh karena itu, apabila kata quru diartikan dengan suci sebagaimana yang dianut
ulama Syafiyyah adalah boleh. Dan jika diartikan denganhaid juga boleh sebagaimana yang
dianut ulama Hanafiyah.
10
2. Sunah
1. Pengertian Sunah
Menurut (Rachmat Syafe'i, 2010, pp. 59-67) mengatakan bahwa dilihat secara
etimologi (bahasa) sunah merupakan jalan yang biasa dilalui atau suatu cara yang
senantiasa dilakukan, tanpa mempermasalahkan, apakah cara tersebut baik atau buruk.
Makna tersebut bisa ditemukan dalam sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :
Artinya : “Barangsiapa yang membiasakan sesuatu yang baik di dalam Islam maka
ia menerima pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkan.” (HR. Muslim).
Secara terminologi (istilah), pengertian sunah bisa dilihat dari tiga disiplin ilmu :
1. Ilmu hadits, para ahli hadits mengidentikkan sunah dengan hadits, yaitu segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik perkataan, perbuatan,
maupun ketetapannya.
2. Ilmu Ushul Fiqh, menurut ulama ahli Ushul Fiqh, sunah adalah segala yang
diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan,
yang berkaitan dengan hukum.
3. Ilmu Fiqh, pengertian sunah menurut para ahli fiqh hampir sama dengan pengertian
yang dikemukakan oleh para ahli Usuhul Fiqh. Akan tetapi, istilah sunah dalam fiqh
juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi, yang berarti suatu perbuatan yang
akan mendapatkan pahala apabila dikerjakan dan tidak berdosa apabila ditinggalkan.
11
3. Kehujjahan Hadits Ahad
Para ulama telah sepakat tentang kehujjahan hadits ahad jika benar dan yakin berasal
dari Rasulullah SAW dan telah disepakati oleh para sahabat, tabi‟in dan para ulama
setelahnya.
Pernyataan di atas telah disepakati oleh para ulama dari semua golongan, kecuali
golongan mu‟tazilah. Pendapat kaum mu‟tazilah tersebut bisa dipandang sebagai pendapat
yang keliru, karena mereka telah mengingkari berbagai ketetapan yang berkembang dan
sesuai dengan Al-Qur‟an. Mereka juga telah mengingkari kesepakatan para sahabat dan
para ulama yang menerima hadits ahad dan mengamalkannya apabila benar-benar datang
dari Rasulullah SAW.
13
5. Sebab-sebab Perbedaan Pendapat dan Kedudukan Hadits Ahad dengan Qiyas
Penyebab perbedaan pendapat dari hadits ahad, di antaranya adalah perbedaan dalam
menentukan persyaratan perawi hadits. Adapun tentang persayaratan perawi yang dapat
diterima riwayatnya, ada yang disepakati dan ada juga yang diperselisihkan oleh para
ulama. Di antara persyaratan yang diperselisihkan oleh para ulama adalah ma‟ruf dan
majhul perawi.
Yang ma‟ruf pun terbagi menjadi dua yaitu : Pertama : yang ahli di bidang fiqh,
kedua : yang tidak ahli di bidang fiqh.
Hadits riwayat pertama dapat dijadikan hujjah dan didahulukan bila bertentangan
dengan qiyas, kecuali menurut pendapat Imam Malik, yang mendahulukan qiyas daripada
hadits ahad. Sedangkan hadits riwayat kedua (yang tidak faqih) menurut jumhur ulama,
masih tetap dapat diterima, baik hadits itu sejalan dengan qiyas maupun menyalahi qiyas.
Akan tetapi, menurut Hanafiyah dan Malikiyah, hadits riwayat kedua ini tidak dapat
diterima. (Al-Bukhari, I : 377).
Sehubungan dengan masalah ini, Abu Hasan Al-Basari lebih jauh menjelaskan
bahwa hadits ahad yang bertentangan dengan qiyas itu, apabila illat yang ada dalam qiyas
itu mansusah (diperkuat) dengan nash qath‟i, maka mereka sepakat tentang wajibnya
mengamalkan qiyas tersebut, karena nash atas illat tersebut bagaikan nash atas hukumnya.
Sedangkan apabila illat-nya itu mansusah dengan nash zhanni, maka mereka sepakat,
wajib mengamalkan hadits ahad, sebab hadits itu secara tegas (sarih) menunjukkan suatu
hukum (Al-Basari, II, 1983 : 263).
Menurut jumhur ulama hadits, Asy-Syafi‟i dan Al-Karakhi, kefaqihan seorang rawi
tidaklah menjadi syarat dalam mendahulukan hadits pada qiyas.
Adapun perawi majhul apabila diriwayatkan oleh ulama salaf dan mereka
menguatkan atas kesahihan haditsnya, maka ia dipandang sebagai perawi yang ma‟ruf dan
haditsnya dapat diterima. Sebaliknya, apabila tidak, maka haditsnya tertolak.
6. Dilalah (petunjuk) Sunah
Ditinjau dari segi petunjuknya, hadits sama dengan Al-Qur‟an, yaitu bisa qath‟iah
dilalah dan bisa zhanniyah dilalah. Demikian juga dari segi tsubut, ada yang qath‟i dan ada
yang zhanni. Kebanyakan ulama menyepakati pembagian tersebut, namun dalam
aplikasinya berbeda-beda.
Dalam kaitannya antara nisbat As-Sunah terhadapa Al-Qur‟an, para ulama telah
sepakat bahwa As-Sunah berfungsi menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan
juga sebagai penguat. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai kedudukan As-
14
Sunah terhadap Al-Qur‟an apabila As-Sunah itu tidak sejalan dengan zhahir ayat Al-
Qur‟an.
7. Kedudukan Sunah terhadap Al-Qur’an
Sunah merupakan sumber kedua setelah Al-Qur‟an. Karena sunah merupakan
penjelas dari Al-Qur‟an, maka yang yang dijelaskan berkedudukan lebih tinggi daripada
yang menjelaskan. Namun demikian, kedudukan Sunah terhadap Al-Qur‟an sekurang-
kurangnya ada tiga hal berikut ini :
a. Sunah sebagai ta‟kid (penguat) Al-Qur‟an
Hukum Islam disandarkan kepada dua sumber, yaitu Al-Qur‟an dan Sunah. Tidak
heran kalau banyak sekali sunah yang menerangkan tentang kewajiban zakat,
puasa, larangan musyrik, dan lain-lain.
b. Sunah sebagai penjelas Al-Qur‟an
Sunah adlah penjelasa (bayanu tasyri‟) sesuai dengan firman Allah surat An-Nahl
[16] ayat 44 :
ِ َّالزب ُِرٖ َوا َ ۡنزَ ۡلن َۤا اِلَ ۡيكَ الذّ ِۡك َر ِلتُبَيِّنَ ِللن
٤٤ َاس َما نُ ِ ّز َل اِلَ ۡي ِه ۡم َولَعَلَّ ُه ۡم يَت َ َف َّك ُر ۡون ِ بِ ۡالبَيِّ ٰن
ُّ ت َو
Artinya : “Telah kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berpikir.”
(QS. An-Nahl [16] : 44).
Diakui bahwa umat Islam tidak mau menerima Sunah, padahal dari mana
mereka mengetahui bahwa shalat Zhuhur itu empat raka‟at, Magrib tiga raka‟at, dan
sebagainya kalau bukan dari sunah. Maka jelaslah bahwa sunah itu berperan penting
dalam menjelaskan maksud-maksud yang terkandung dalam Al-Qur‟an, sehingga dapat
menghilangkan kekeliruan dalam memahami Al-Qur‟an.
Penejelasan sunah terhadap Al-Qur‟an dapat dikategorikan menjadi tiga bagian :
1. Penjelasan terhadap hal yang global, seperti yang diperintahkannya shalat dalam Al-
Qur‟an tidak diiringi penjelasan mengenai rukun, syarat dan ketentuan-ketentuan
shalat lainnya. Maka hal itu dijelaskan oleh sunah sebagaimana sabda Rsulullah
SAW : Artinya : “Shalatlah kamu semua, sebagaimana kamu melihat saya shalat.”
2. Penguat secara mutlaq. Sunah merupakan penguat terhadap dalil-dalil umum yang
ada dalam Al-Qur‟an.
3. Sunah sebagai takhsis terhadap dalil-dalil Al-Qurán yang masih umum.
15
8. Sebagai Musyar’i (pembuat syari’at)
Sunah tidak diragukan lagi merupakan pembuat syari‟at dari yang tidak ada dalam
Al-Qur‟an, misalnya diwajibkannya zakat fitrah, disunahkan aqiqah, dan lain-lain. Dalam
hal ini, para ulama berbeda pendapat :
1. Sunah itu memuat hal-hal yang baru yang belum ada dalam Al-Qur‟an.
2. Sunah tidak memuat hal-hal baru yang tidak ada dalam Al-Qur‟an, tetapi hanya
memuat (Rachmat Syafe'i, 2010)hal-hal yang ada landasannya dalam Al-Qur‟an.
16
Disamping itu, Allah menilai bahwa orang yang menaati Rasulullah adalah sama
dengan menaati Allah seperti dalam ayat :
ۡ ۡ ۤ ۚ ۡ ه ۡ
ٛٓ ٖ هك َعلَ ۡي ِه ۡم َح ِف ۡيظًا ل اع ّه
َ اّللَ ۚ َوَمن تَ َوَّل فَ َما اَر َس
ن َ ط
َ ا
َ د الر ُس ۡوَل فَ َق ۡ
َّ َمن يُّ ِط ِع
Artinya : “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati Allah. dan
Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak mengutusmu
untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An-Nisa [4] : 80)
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Qur‟an merupakan firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril yang
diawali dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Dengan demikian Al-Qur‟an
merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama dibandingkan dengan sumber
hukum Islam yang lainnya. Sedangkan As-Sunnah merupakan segala sesuatu yang datangnya
dari diri Rasulullah SAW baik ucapan, perbuatan dan tingkah laku beliau. Dengan demikian
As-Sunnah disebut sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur‟an.
Adapun hukum-hukum yang terkandung didalam Al-Qur‟an diantaranya mengenai
aqidah, akhlaq, dan juga perbuatan-perbuatan amaliyah. Begitupun dengan As-Sunnah tidak
jauh berbeda dengan Al-Qur‟an hukumnya karena apabila tidak dijelaskan hukum dalam Al-
Qur‟an maka akan dijelaskan dalam As-Sunnah. Sehingga hukumnya saling berkaitan antara
Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
Al-Qur‟an dan As-Sunnah dalam menetapkan hukum yaitu untuk memudahkan,
menyedikitkan tuntutan, bertahan dalam menerapkan hukum, Al-Qur‟an memberikan hukum
Sejalan dengan kemaslahatan manusia.
b. Saran
Makalah yang kami buat sangat jauh dari sempurna, maka dari itu Kritik dan saran yang
membangun kami tunggu agar ada perbaikan di kemudian harinya .
17
DAFTAR PUSTAKA
18