Anda di halaman 1dari 15

KODIFIKASI DAN UNIFIKASI HUKUM ISLAM

MATA KULIAH
TARIKH TASYRI

Dosen Pengampu:
Mawardi S.Sy., M.H

Disusun Oleh:
Nama : Sarma Yani Hutabarat

JURUSAN HUKUM KELUARGA


INSTITUT AGAMA ISLAM LUKMAN EDY
PEKANBARU
1445 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kehadirat Allah subhanawata’ala yang maha kuasa karena telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas
rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Kodifikasi Dan Unifikasi Hukum Islam” makalah ini disusun guna
memenuhi tugas pada Mata Kuliah Tarikh tasyri, bapak Mawardi S.Sy., M.H di
Institut Agama Islam Lukman Edy. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah
ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca tentang Kodifikasi Dan Unifikasi
Hukum Islam.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, 22 Oktober 2023

Sarma Yani Hutabarat

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan....................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
A. Pengertian Kodifikasi Hukum Islam......................................... 3
B. Sejarah Kodifikasi Hukum Islam............................................... 4
C. Sistem Kodifikasi Terhadap Hukum Islam di Indonesia........... 5
D. Perbedaan Hukum Islam Dengan Hukum Barat........................ 7
BAB III PENUTUP.................................................................................... 9
A. Kesimpulan................................................................................ 9
B. Saran........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak periode awal perkembangan islam, perilaku kehidupan muslimin
dalam keseluruhan aspeknya telah diatur oleh hukum islam. Aturan-aturan ini
pada esensinya adalah religius dan terjalin inherent secara religius, oleh karena
itu dalam pembinaan dan pengembangan hukum islam selau diupayakan
berdasarkan al-qur’an sebagai wahyu illahi yang terakhir diturunkan kepada
manusia, yang aplikasinya sebagian besar telah diterangkan oprasionalnya
oleh rasulullah. Al-qur’an pada mulanya diwahyukan sebagai respon terhadap
situasi masyarakat saat itu yang kemudian tumbuh dan berkembang lebih luas
lagi.
Seiring dengan berkembangnya islam ke berbagai penjuru, maka muncul
pula persoalan-persoalan baru yang berbeda dengan persoalan yang dihadapi
kaum muslimin di masa Rasulullah SAW. Sedangkan Al-qur’an hanya
memuat sebagian hukum yang terinci, sementara sunah terbatas pada kasus
yang terjadi pada masa Rasulullah, maka untuk memecahkan persoalan-
persoalan baru maka diperlukan adanya ijtihad, Semangat ijtihad senantiasa
dihidupkan oleh para fuqahah, Namun tidak bisa dipungkiri para fuqahah
kadang memiliki perbedaan-perbedaan pendapat tentang suatu keputusan
hukum islam menurutnya. Agar tidak terjadi kesimpangsiuran putusan dan
tajamnya perbedaan pendapat tentang masalah-masalah hukum islam. Maka
diperlukan adanya pembukuan hukum islam yang dapat dijadikan pedoman
fiqh yang seragam dan hukum positif bagi warga Negara Indonesia yang
beragama islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Kodifikasi Hukum Islam?
2. Bagaimana Sejarah Kodifikasi Hukum Islam?
3. Bagaimana Sistem Kodifikasi Terhadap Hukum Islam di Indonesia?

1
4. Bagaimana Perbedaan Hukum Islam Dengan Hukum Barat?

C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa Pengertian Kodifikasi Hukum Islam
2. Untuk mengetahui bagaimana Sejarah Kodifikasi Hukum Islam
3. Untuk mengetahui bagaimana Sistem Kodifikasi Terhadap Hukum Islam
di Indonesia
4. Untuk mengetahui bagaimana Perbedaan Hukum Islam Dengan Hukum
Barat

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kodifikasi Hukum islam
Menurut kamus hukum, kodifikasi dapat diartikan dengan dua
pengertian: Pertama, penyatuan sejumlah peraturan, perundang-undangan dan
ketentuan-ketentuan dalam sebuah buku hukum atau buku, perundang-
undangan; Kedua, pengumpulan ketentuan-ketentuan hukum-hukum dalam
sebuah kitab secara sistematis dan teratur.1
Menurut Ichsan, Unifikasi adalah usaha untuk menyusun kembali
suatu bentuk aturan yang berbentuk buku yang tersusun secara sistematis
sehingga mudah untuk dipahami oleh masyarakat universal. Hal ini,
membuktikan bahwa Unifikasi dengan Kodifikasi adalah dua kalimat yang
berbeda dan juga memiliki makna yang berbeda pula, walaupun tujuan yang di
inginkan dari dua kalimat tersebut adalah sama-sama menginkan akan
hadirnya sebuah upaya untuk membukukan atau mengeneralisasikan hukum
yang ada untuk dapat diberlakukan pada semua lini dan juga penyeragaman
mengaplikasikannya.2
Hukum Islam adalah hukum yang mengatur kehidupan manusia di
dunia dalam rangka mencapai kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Karena
itu, hukum Islam mencakup aturan-aturan yang mengatur perilaku manusia di
dunia. Hukum Islam mencakup semua aspek kehidupan manusia, baik sebagai
individu maupun anggota masyarakat dalam hubungannya dengan diri sendiri,
manusia lain, alam lingkungan maupun hubungannya dengan Tuhan. Dalam
sejarah perkembangan hukum Islam, istilah hukum Islam sering menimbulkan
1
Mawardi, S.Sy., M.H., C.Ed., Sumantri Adenin, S.Ag., M.H., Dr.Firman Surya Putra,
Lc., D.E.S.A., Jusmiati, S,Sy., M.H., Agusman Saputra, S.HI., M,H., Wira Lestari, M.H.,
Dr.Muhammad Ichsan, Lc., MA., Erna Dewi, Lc.,MA., Finta Fajar Fadhillah., M.H.,Dr.Azuhhri
Al Bajuri, S.HI.,M.Alawi, M.H, (Ayrada Mandiri: Makassar), hlm. 96
2
Mawardi, S.Sy., M.H., C.Ed., Sumantri Adenin, S.Ag., M.H., Dr.Firman Surya Putra,
Lc., D.E.S.A., Jusmiati, S,Sy., M.H., Agusman Saputra, S.HI., M,H., Wira Lestari, M.H.,
Dr.Muhammad Ichsan, Lc., MA., Erna Dewi, Lc.,MA., Finta Fajar Fadhillah., M.H.,Dr.Azuhhri
Al Bajuri, S.HI.,M.Alawi, M.H, 2023, Sejarah Legislasi Hukum Islam, (Ayrada Mandiri:
Makassar), hlm. 96-97

3
pengertian rancu, hingga kini hukum Islam terkadang dipahami dengan
pengertian syariah dan terkadang dipahami dengan pengertian fiqh. Secara
bahasa, kata syariah berarti “jalan ke sumber air” dan “tempat orang-orang
minum”. Orang Arab menggunakan istilah ini khususnya dengan pengertian
“jalan setapak menuju sumber air yang tetap dan diberi tanda yang jelas
sehingga tampak oleh mata”. Dengan pengertian bahasa tersebut, syariah
berarti suatu jalan yang harus dilalui. Syariat Islam sesungguhnya meliputi
keyakinan spiritual dan ideologi politik. Bila mendefinisikan syariat dalam arti
hukum islam, maka terjadi pemisahan hukum sebagai disiplin ilmu hukum.
Sesungguhnya hukum islam tidak membedakan secara tegas antara wilayah
hukum privat dan hukum publik, seperti yang dipahami dalam pemahaman
ilmu hukum barat karena di dalam hukum privat terdapat segi-segi hukum
publik, dan begitupula sebaliknya. Ruang lingkup hukum islam dalam arti fiqh
meliputi: munakahat, warisan, muamalat dalam arti khusus, jinayat atau
uqubat, al akhsam as sulthaniyah (khilafah), syiar dan mukhasamat.3

B. Sejarah Kodifikasi Hukum Islam


Ide kodifikasi hukum pertama kali dicanangkan oleh Abu Muhammad
Ibnu alMuqaffa (102-139 H/720-757 M) ketika ia menjadi sekretaris negara
pada masa pemerintahan khalifah Abu Ja’far al-Mansur (754-775). Ia
mengajukan ide tersebut kepada khalifah kerena pengamatannya terhadap
kekacauan hukum dan peradilan ketika itu. Pada masa itu sentimen mazhab
sudah mulai merajalela, sehingga masingmasing mazhab hanya bertahan dan
bangga dengan mazhab imamnya. Akibatnya, taklid pun membabi buta, bukan
hanya dikalangan rakyat biasa melainkan juga dikalangan ulama, bahkan lebih
jauh di kalangan para hakim sendiri. Dari keadaan seperti itu muncul
pernyataan bahwa tidak ada lagi ulama yang mampu berijtihad dan para hakim
tidak perlu lagi berijtihad, tetapi cukup merujuk kepada kitab-kitab mazhab.

3
M. Rosyidi, Keutamaan Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1971, hlm. 25

4
Hal ini mendorong Ibnu al-Muqaffa untuk mengusulkan ide itu melalui
bukunya yang berjudul Risalah al Sahabah.4
Ide kodifikasi hukum Ibnu al-Muqaffa baru terealisasi pad tahun 1293
H/1876M di bawah pemerintahan Turki Usmani dengan lahirnya kodifikasi
hukum Islam pertama dalam mazhab Hanafi. Kodifikasi hukum yang disebut
sebagai Majallah al- Ahkam alAdliyyah diberlakukan ke seluruh wilayah yang
dikuasai oleh Turki Usmani pada saat itu sampai pertengahan abad ke-20. 5
Setelah perang dunia II bermunculan kodifikasi hukum di berbagai negara
Arab yang diawali oleh Mesir dan diikuti oleh Irak, Yordania, Libanon,
Maroko, Tunisia, Sudan, Kuwait dan Uni Emirat Arab. Dilihat dari waktu
kemunculannya, ide Ibnu al-Muqaffa tentang kodifikasi hukum baru
mendapatkan jawaban setelah negara-negara Islam dijajah oleh barat. Untuk
menghindari diri dari pengaruh hukum Eropa, para ulama dan pakar hukum di
berbagai negara tersebut berupaya untuk melakukan kodifikasi hukum Islam
walaupun hanya sebagian, khususnya di bidang hukum keluarga.
Meskipun ada kecemasan terhadap sisi-sisi negatif dari
pengkodifikasian hukum Islam tersebut, seperti kebekuan ijtihad dan tidak
berkembangnya hukum, akhirnya para ulama di zaman modern lebih banyak
mendukung ide tersebut di negeri masing-masing karena terdesak oleh situasi
dan kondisi sosio-kultural dan politik. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia
dengan telah diundangkannya beberapa kategori peraturan perundang-
undangan baik itu dalam bentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Instruksi Presiden dan peraturan turunannya. Berbagai peraturan perundang-
undangan tersebut mengakomodasi materi hukum Islam baik persoalan
peradilan, perkawinan, kewarisan, zakat, wakaf, perbankan dan lainnya.
C. Sistem Kodifikasi Terhadap Hukum Islam di Indonesia
Pembaharuan hukum Islam di Indonesia dilakukan dalam 3 (tiga)
periode perkembangan, yaitu periode awal tahun 1945 (pergeseran kedudukan

4
Tim Penyusun, Suplemen Ensiklopedi Islam I, PT Ikhtiar Baru Van Hoeven, Jakarta,
2003, hlm. 336.
5
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya , Jilid 1 Jakarta: Ul Press,
2008, hlm 18.

5
dalam system hokum yang berlaku), periode 1945-1985 (pergeseran menjadi
bentuk tertulis) dan periode 1985-1985 (pergeseran megarah pada periode
taqnin/perumusan kompilasi hukum islam). Pada awal tahun 1945,
pembentukan hukum nasional tidak terlepas dari campur tangan Jepang yang
pada akhirnya mereka mengubah arah politik dan membuka jalan bagi
kemerdekaan Indonesia serta mendukung tokoh-tokoh nasionalis Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan dewan penasehat dan BPUPKI yang diserahkan
kepada kubu nasionalis.6 Hingga Mei 1945, panitia ini beranggotakan 62
orang, dimana hanya 11 orang yang mewakili kelompok Islam. Perdebatan
panjang BPUPKI tentang pembentukan negara kemudian diakhiri dengan
lahirnya Piagam Jakarta yang memiliki klausula kompromi terpenting ialah
keputusan negara berdasarkan ketuhanan dan kewajiban menjalankan syariat
Islam atas nama pemeluknya. Kata-kata seperti itu mengarah pada
konsekuensi yang mengharuskan diundangkannya sebuah undangundang
"untuk menerapkan hukum Islam untuk kemaslahatan pemeluknya”. Akan
tetapi kalimat tersebut menyebabkan permasalahan sehingga gagal untuk
disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 dikarenakan adanya keberatan dari
golongan Kristen di Indonesia.
pembaharuan hukum Islam di Indonesia dilakukan secara institusional.
Pembaharuan dengan model ini dimaksudkan untuk membawa hukum Islam
turut memberi andil dalam legislasi di Indonesia. Sebagai Negara dengan
mayoritas penduduk beragama Islam, menjadi sebuah kewajaran jika hukum
yang berlaku diantaranya bersumber dari ajaran Islam. 7 Melalui cara ini,
hukum Islam dan pranata konkret yang dibangunnya diaharapkan mampu
berkiprah lebih riil dan memiliki daya ikat hukum, sehingga keberadaannya
menjadi efektif. Pada posisi ini lantas lahir UU tentang perkawinan maupun
Kompilasi Hukum Islam (KHI). Upaya kodifikasi hukum Islam dalam format
KHI maupun aturan normatif Negara lainnya, jika merujuk pada pendapat di

6
Aulia, E., & Effida, D. Q. (2018). Kodifikasi Hukum Islam Di Indonesia Dalam
Perspektif Kepastian Hukum. Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan, 2(2).
7
M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia, Pendekatan Fikih dalam
Politik, Gramedia, Jakarta, 1998, hlm. 3

6
atas, merupakan bagian dari upaya pembaharuan hukum Islam. Sedangkan
upaya yang lain, merupakan satu upaya yang sifatnya individual dan menjadi
cikal bakal pembaharuan dalam skala institusional. Menurut Hooker, KHI
yang lahir tahun 1991 merupakan dokumen paling penting mengenai Syariat
yang tersebar luas di Indonesia sekarang ini. KHI sendiri sesungguhnya
bukanlah undang-undang, tetapi merupakan petunjuk terhadap undangundang
yang dapat diterapkan oleh para hakim dalam yuridiksi peradilan agama dalam
memecahkan perkara-perkara yang mereka hadapi. Dalam pengertian hukum,
kompilasi merupakan sebuah buku hukum atau buku kumpulan yang memuat
uraian atau bahan- bahan hukum tertentu, pendapat hukum, atau aturan
hukum. Pengertiannya memang berbeda dengan kodifikasi, namun kompilasi
pada pengertian ini juga merupakan sebuah buku hukum.8
kodifikasi hukum Islam di Indonesia sudah ada sejak zaman
penjajahan, tetapi statusnya masih berada di bawah dominasi hukum adat
karena teori resepsi sangat berpengaruh dalam hukum saat itu. Karenanya
dapat dikatakan bahwa kodifikasi tersebut dimulai pada tahun 1974 dengan
munculnya kodifikasi Undang-Undang Perkawinan (UU No. 1/1974) dengan
peraturan pelaksanaannya (PP No. 9/1979 dan PP No. 10/1983). Kemudian
muncul lagi UndangUndang peradilan agama (UU No. 7/1989). Undang-
undang ini pada dasarnya merupakan tuntutan dari UU No. 14/1970,
Selanjutnya, keluar pula Inpres RI No. 1/1991 tentang Kompilasi hukum Islam
dibidang hukum perkawinan, perceraian, waris, wakaf, wasiat dan hibah.
Lahirnya kompilasi hukum Islam di Indonesia (KHI), merupakan rangkaian
lanjutan dalam upaya penyajian referensi materi hukum Islam yang seragam
bagi semua hakim di lingkungan peradilan Agama dan instansi terkait,
khususnya bidang Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, dan Hukum
Perwakafan. Dengan adanya KHI tersebut semua produk hukum yang keluar
dari lingkungan Peradilan Agama harus berpedoman dan mengacu kepada
KHI tersebut.

8
MB. Hooker, Islam Mazhab Indonesia, Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial, Teraju
Jakarta, 2002, hlm. 45

7
D. Perbedaan Hukum Islam Dengan Hukum Barat
Menurut J.N.D. Anderson, perbedaan hukum Barat dan hukum Islam
diantaranya: (1) hukum Barat pada dasamya bersifat sekuler sedangkan hukum
Islam bersifat keagamaan; (2) hukum barat merupakan hukum buatan
manusia, yang sifatnya parsial (hanya sebagai hukum yang dinyatakan berlaku
oleh badan-badan peradilan) dan dapat berubah, sedangkan hukum Islam
sifatnya adalah menyeluruh (memasukkan seluruh perbuatan manusia ke
dalam cakupannya) dan pokoknya tidak dapat berubah. 9 Dengan perbedaan
tersebut, pada akhirnya menunjukkan bahwasannya hukum Islam jauh lebih
dapat diterima dan diterapkan di dalam masyarakat.

9
Anderson, J. N. D., Hukum Islam di Dunia Moderen, terj. Machnun Husein, cet. ke-1, Surabaya:
C.V. Amarpress, 1991, hlm 2-4.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kodifikasi dapat diartikan dengan dua pengertian: Pertama, penyatuan
sejumlah peraturan, perundang-undangan dan ketentuan-ketentuan
dalam sebuah buku hukum atau buku, perundang-undangan; Kedua,
pengumpulan ketentuan-ketentuan hukum-hukum dalam sebuah kitab
secara sistematis dan teratur.
2. Unifikasi adalah usaha untuk menyusun kembali suatu bentuk aturan
yang berbentuk buku yang tersusun secara sistematis sehingga mudah
untuk dipahami oleh masyarakat universal.
3. Ide kodifikasi hukum pertama kali dicanangkan oleh Abu Muhammad
Ibnu alMuqaffa (102-139 H/720-757 M) ketika ia menjadi sekretaris
negara pada masa pemerintahan khalifah Abu Ja’far al-Mansur (754-
775).
4. Ide kodifikasi hukum Ibnu al-Muqaffa baru terealisasi pad tahun 1293
H/1876M di bawah pemerintahan Turki Usmani dengan lahirnya
kodifikasi hukum Islam pertama dalam mazhab Hanafi. Kodifikasi
hukum yang disebut sebagai Majallah al- Ahkam al-Adliyyah
diberlakukan ke seluruh wilayah yang dikuasai oleh Turki Usmani pada
saat itu sampai pertengahan abad ke-20. Setelah perang dunia II
bermunculan kodifikasi hukum di berbagai negara Arab yang diawali

9
oleh Mesir dan diikuti oleh Irak, Yordania, Libanon, Maroko, Tunisia,
Sudan, Kuwait dan Uni Emirat Arab.
5. Sisi positif yang dapat diambil dari adanya kodifikasi hukum Islam
adalah memudahkan untuk merujuk hukum yang sesuai dengan
keinginan. Karena, kitab-kitab fiqh yang tersebar di dunia Islam
dipenuhi oleh perbedaan-perbedaan pendapat yang kadang- kadang
membingungkan dan menyulitkan. Kodifikasi juga mengokohkan fiqh
Islam dengan mengemukakan pendapat yang paling kuat.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan
arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan
makalah berikutnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J. N. D., 1991. Hukum Islam di Dunia Moderen, terj. Machnun


Husein, cet. ke-1. Surabaya: Amarpress.

Aulia, E., & Effida, D. Q. 2018. Kodifikasi Hukum Islam Di Indonesia Dalam
Perspektif Kepastian Hukum. Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan
Keadilan, 2(2).

Harun Nasution. 2008. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid 1 Jakarta: Ul
Press.

M. Ali Haidar, Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia. 1998. Pendekatan Fikih
dalam Politik. Gramedia: Jakarta.

M. Rosyidi. 1971. Keutamaan Hukum Islam. Bulan Bintang: Jakarta

Mawardi, S.Sy., M.H., C.Ed., Sumantri Adenin, S.Ag., M.H., Dr.Firman Surya
Putra, Lc., D.E.S.A., Jusmiati, S,Sy., M.H., Agusman Saputra, S.HI.,
M,H., Wira Lestari, M.H., Dr.Muhammad Ichsan, Lc., MA., Erna Dewi,
Lc.,MA., Finta Fajar Fadhillah., M.H.,Dr.Azuhhri Al Bajuri,
S.HI.,M.Alawi, M.H. 2023. Sejarah Legislasi Hukum Islam. Ayrada
Mandiri: Makassar.

MB. Hooker. 2002. Islam Mazhab Indonesia. Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial.
Teraju: Jakarta.

11
Tim Penyusun. 2003. Suplemen Ensiklopedi Islam I. Ikhtiar Baru Van Hoeven:
Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai