Anda di halaman 1dari 19

Prinsip, Asas-asas, dan Karakteristik Hukum Islam

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Hukum Islam

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Muflikhatul Khoiroh, M.Ag

NIP.19004161995032002

Disusun oleh:

1. Virna Aisyah Nur Angraini (05020421056)


2. Aisyah Zarah Azizah (05040421062)
3. Ardian Dwi Syahputra (05040421065)
4. Diva’ Natasya Permata Nur A’ina (05040421072)

PROGRAM STUDI HUKUM TATANEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena berkat Rahmat dan karunia-Nya
untuk kami mengerjakan tugas makalah ini yang berjudul ”Prinsip, Asas-asas, dan
Karakteristik Hukum Islam” hingga lancar dan selesai. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada
teman-teman yang berkontribusi, website, dan buku yang menunjang isi makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Akhir
kata sebagai penulis makalah, kami memohon maaf apabila ada kekurangan atau kesalahan
dalam menulis makalah ini karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Untuk itu
kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 21 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii

BAB I..........................................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................................................1

C. Tujuan..........................................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3

A. Prinsip-Prinsip Hukum Islam...................................................................................................3

1. Tauhid..........................................................................................................................................3

2. Keadilan.......................................................................................................................................3

3. Amar Ma’ruf Nahi Munkar..........................................................................................................4

B. Asas-Asas Hukum Islam...............................................................................................................4

A. Istilah Asas Hukum.........................................................................................................................4

C. Karakteristik Hukum Islam.........................................................................................................8

A. Sempurna.....................................................................................................................................8

B. Elastis..............................................................................................................................................9

C. Universal dan Dinamis..................................................................................................................10

D. Sistematis......................................................................................................................................11

E. Bersifat Ta’aqqul dan Ta’abbudiy.................................................................................................12

BAB III.....................................................................................................................................................14

PENUTUP................................................................................................................................................14
A. SIMPULAN..................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara sederhana, hukum pengertiannya diidentikan dengan sebuah aturan yang mengikat
dan mengandung paksaan dalam pelaksanannya.1 Hukum Islam adalah hukum yang berwatak, ia
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan ilmu hukum lainnya, Karakter tersebut
merupakan ketentuan-ketentuan yang tidak berubah-ubah, yaitu dimana hukum Islam bersifat
Takamul (sempurna).

Islam merupakan agama yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadist, yang menjadi pedoman
hidup manusia atau Way of life. Seluruh kehendak Allah tentang perbuatan manusia itu pada
dasarnya terdapat dalam al-Qur‟an dan penjelasan-Nya dalam sunnah Nabi. Tidak ada yang
luput satu pun dari al-Qur‟an. Namun al-Qur‟an itu bukanlah kitab hukum dalam pengertian ahli
fiqh karena di dalamnya hanya terkandung titah dalam bentuk suruhan dan larangan atau
ungkapan lain yang bersamaan dengan itu; dengan istilah lain, al-Qur‟an itu mengandung norma
hukum. 2Termasuk juga Hukum yang diatur dalam Islam, maka dari itu, perlu mengkaji lebih
banyak agar dapat mengetahui apa saja hukum-hukum yang mengatur kehidupan sebagai umat
agama Islam.

Dalam mengetahui hukum-hukum yang mengatur kehidupan masyarakat khususnya yang


beragama Islam, adalah sebuah prinsip, asas, dan karakteristik yang mendasari Hukum Islam.
Prinsip merupakan asas yang bermakna kebenaran yang dijadikan pokok dasar orang berfikir,
bertindak dan sebagainya, sedangkan prinsip hukum Islam yakni prinsip Hukum Islam diartikan
sebagai cita-cita yang menjadi pokok dasar dan landasan Hukum Islam. Kemudian asas sebagai
tempat untuk mengaktualisasikan diri dalam kehidupannya baik dalam konteks hubungan antar
individu maupun dengan kelompok. Karakteristik adalah pedoman Hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang diatas Adapun kami dapat mengambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut.

1
Enju Juanda. Hukum dan Kekuasaan, Jurnal Online Universitas Galuh 2017, Volume 5, (2).
2
Kutbuddin Aibak, Metodologi Pembaruan Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008), hal. 1.
1. Apa saja prinsip dalam Hukum Islam ?

2. Apa saja asas-asas dalam Hukum Islam ?

3. Bagaimana karakteristik dalam Hukum Islam ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui prinsip dalam Hukum Islam.

2. Untuk mengetahui asas-asas dalam Hukum Islam.

3. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik Hukum Islam.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Hukum Islam

Secara bahasa prinsip dimaknai sebagai permulaan, tempat, pemberangkatan, titik


tolak atau al-mabda. Prinsip merupakan asas yang bermakna kebenaran yang dijadikan
pokok dasar orang berfikir, bertindak dan sebagainya. Sedangkan prinsip hukum Islam
diartikan sebagai cita-cita yang menjadi pokok dasar dan landasan hukum Islam, baik
prinsip universal maupun khusus. Secara umum, prinsip-prinsip
hukum Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip
umum adalah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat universal, sedangkan
prinsip khusus adalah prinsip-prinsip setiap cabang hukum Islam, yaitu:

1. Tauhid
Tauhid merupakan suatu prinsip yang menghimpun seluruh manusia kepada
Tuhan. Inilah prinsip umum atau universal sebagai landasan prinsip-prinsip hukum
Islam lainnya. Prinsip ini ditarik dari firman Allah Swt. Dari prinsip tauhid ini
kemudian melahirkan berbagai prinsip-prinsip khusus, misalnya prinsip-prinsip
ibadah, yakni
prinsip berhubungan langsung dengan Allah Swt. tanpa perantara atau prinsip
berkomunikasi langsung dan prinsip beban hukum (taklifi) yang melahirkan prinsip-
prinsip; memelihara akidah dan iman, memelihara agama, penyucian jiwa (takziyat
an-nafs) dan pembentukan pribadi yang luhur.

2. Keadilan

Keadilan merupakan salah satu nilai universal yang dijunjung tinggi dan menjadi
dambaan dan harapan umat manusia kapan pun dan di mana pun mereka berada.
Keadilan sebagai moral yang sangat ditekankan dalam al-Qur’an.Al-Qur’an
menyebutkan ungkapan adil lebih dari seratus kali baik dalam kata-kata yang bersifat
langsung ataupun tidak langsung. Kebalikannya, peringatan untuk melawan
ketidakadilan disebutkan lebih dari dua ratus kali. Semua itu mencerminkan dengan
jelas komitmen Islam terhadap keadilan.
Penggunaan term adil/keadilan dapat dijumpai di dalam beberapa firma Allah
SWT. Salah satunya di dalam Q.S. al-Maidah ayat 8, yang memiliki kecenderungan
mengikuti hawa nafsu, adanya kecintaan dan kebencian memungkinkan manusia
tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam
berinteraksi).

3. Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Prinsip amar ma’ruf bermakna hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat
manusia menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki oleh Allah Swt. Amar
ma’ruf berfungsi sebagai social engineering. SedangkanNahi Munkarberfungsi
sebagai social control. Prinsip ini tampak terlihat darial-ahkam al-khams;
wajib,haram, sunat, makruh, dan mubah. Prinsip ini besar sekali peranan dan
faedahnya bagi kehidupan beragama, bermasyarakat, dan bernegara. Baik buruknya
kondisi kehidupan tersebut, sangat bergantung pada ada tidaknya prinsip itu.
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia untuk menuju tujuan
yang baik dan benar yang dikehendaki dan diridhai Allah SWT, dalam filsafat hukum
Barat diartikan sebagai fungsi social engineering hukum. Pengkategorian amar ma’ruf
nahi mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.

B. Asas-Asas Hukum Islam

A. Istilah Asas Hukum


Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) membutuhkan masyarakat
sebagai tempat untuk mengaktualisasikan diri dalam kehidupannya baik dalam konteks
hubungan antar individu maupun dengan kelompok. Secara biologis manusia
membutuhkan interaksi tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan makan dan minum,
hasrat membela diri dan mengadakan keturunan. Manusia mempunyai sifat, watak,
kehendak, dan keperluan sendiri, sehingga dapat menimbulkan perselisihan, pertikaian
bahkan perang.
Sebagai makhluk sosial yang tidak hidup sendirian, manusia membutuhkan
seperangkat aturan atau hukum dengan harapan dapat menjembatani relasi antar manusia,
sehingga tercipta harmonisasi dalam kehidupan. Harmonisasi merupakan idaman setiap
anggota masyarakat. Terwujudnya harmonisasi apabila aneka kepentingan yang berbeda
dari masing-masing anggota masyarakat tersebut tidak saling bertentangan. Pertentangan
kepentingan itulah yang menimbulkan persengketaan. Manusia mencari cara untuk
menghindari kemungkinan sengketa dengan mengadakan tata tertib dengan membuat
ketentuan atau kaedah hukum yang mengikat setiap anggota masyarakat agar dapat
mempertahankan hidup bermasyarakat secara damai. Hukum tidak jatuh begitu saja dari
langit, melainkan tumbuh dan berkembang bersama pertumbuhan masyarakatnya. Hukum
harus dikaitkan dengan masyarakat di manapun hukum itu bekerja 3.
Hukum merupakan cerminan solidaritas sosial yang nampak nyata di dalam
masyarakat. Tidak ada masyarakat yang dapat tegak dan eksis tanpa adanya solidaritas 4.
Hukum lebih diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat “tool of
social engeneering”. Diperlukan hukum yang dibentuk atas dasar keinginan dan
kesadaran tiap-tiap individu di dalam masyarakat agar tujuan hukum dapat terwujud.
Hukum mengehendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan hidup bersama di
dalam masyarakat. Masyarakat harus memiliki kesadaran hukum untuk mewujudkannya.
Hukum yang dibentuk melalui suatu proses harmonisasi sosial akan memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, sebagai yang menjanjikan akan memberikan ketertiban dan
keadilan kepada kehidupan masyarakat 5
. Hukum juga sebagai realita yang

3
Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum, (Bandung: Aditya Bakti 2000).
4
R.B. Soemanto. Hukum & Sosiologi Hukum; Lintasan Pemikiran, Teori dan Masalah, (Surakarta: Sebelas Maret
University Press, 2006).
5
Teguh dan Abdul Halim Barkatullah Prasetyo. Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum; Pemikiran Menuju Masyarakat
yang Berkeadilan dan Bermartabat, (Jakarta: PT. Raja Grafi ndo Persada 2012).
dinegosiasikan atau seperangkat kerja sistem sosial untuk mengintegrasikan berbagai
kepentingan anggota masyarakat sehingga tercipta suatu keadaan yang tertib 6.
Secara alami manusia pada dasarnya terikat oleh kaidah seperti norma kesusilaan,
norma kesopanan, dan norma adat sebagai aturan dalam kehidupannya. Manusia sadar
bahwa ketentraman hidup tidak akan tercapai tanpa kesadaran diri untuk mematuhi
kaidah dan norma tersebut. Apabila terjadi penyimpangan, maka akan timbul
ketidakstabilan kehidupan, kekacauan bahkan mungkin akan terjadi konflik antar sesama
anggota masyarakat, dan apabila konflik terjadi, ketentraman dan kenyaman hidup akan
terancam.
Norma dipahami sebagai sarana yang dipakai oleh masyarakatnya untuk
menertibkan, menuntut dan mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat dalam
hubungan satu sama lain. Untuk menjalankan fungsinya yang demikian, harus
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa. Pemaksaan ditujukan kepada anggota
masyarakat dengan tujuan untuk mematuhinya. Norma merupakan seperangkat persepsi
tentang baik dan buruk yang apabila dilanggar akan ada sanksi. Norma saja tidak cukup
untuk menjamin keberlangsungan kehidupan manusia karena tidak tegasnya sanksi bagi
yang melanggarnya sehingga kesalahan itu bisa terulang lagi. Disusunlah suatu norma
hukum yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya.
Norma hukum yang dijadikan salah satu pedoman dalam pergaulan hidup
masyarakat pada dasarnya bertujuan supaya pergaulan hidup berjalan stabil dan normal,
sehingga kepentingan- kepentingan individu yang beraneka ragam di dalam masyarakat
dapat diselaraskan satu sama lain. Norma hukum pada gilirannya mampu mengunifikasi
kepantasan-kepantasan perilaku di dalam masyarakat. Memang norma banyak jumlahnya.
Ada norma hukum, norma sosial, norma susila, dan norma agama.
Tujuan norma hukum adalah untuk mencapai suasana damai dalam masyarakat
melalui keserasian, ketertiban dan keadilan. Norma hukum umumnya lebih dipatuhi
dibandingkan dengan norma-norma lain dalam masyarakat, meskipun dalam keadaan
khusus ada sebagaian masyarakat yang lebih patuh terhadap norma agama dan norma
susila. Tidak menutup kemungkinan adanya sistem kombinasi dari norma-norma yang
dimiliki, berlaku dan yang sedang berkembang di dalam masyarakat. Pemahaman norma-
6
Ahmad Gunaryo. “Birokrasi dan Pertanggungjawaban Hukum di Indonesia”, dalam Ahmad Gunaryo (ed.),
Hukum Birokrasi dan Kekuasaaan di Indonesia, (Semarang: Walisongo Reasearch Institute 2001).
norma hukum merupakan petunjuk adanya kesadaran hukum yang telah tinggi dari pada
sekedar berpengetahuan tentang hukum. Masyarakat mulai menghayati isi aturan-aturan
yang berlaku, dan masyarakat juga mulai menganalisa tentang tujuan dan tugas hukum 7.
Hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan- aturan (rules)
tentang perilaku manusia. Hukum tidak menunjuk pada satu aturan tunggal (rules), tetapi
seperangkat aturan (rules) yang memiliki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai
suatu sistem. Konsekuensinya hukum tidak sulit dipahami apabila hanya memperhatikan
satu aturan saja. Ungkapan bahwa hukum adalah suatu tata aturan tentang perilaku
manusia tidak berarti bahwa tata hukum (legal order) hanya terkait dengan perilaku
manusia, tetapi juga dengan kondisi tertentu yang terkait dengan perilaku manusia 8.
Terwujudnya stabilitas pada setiap hubungan dalam masyarakat dapat dicapai
dengan adanya peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur (regelen/anvullen
recht) dan aturan yang bersifat memaksa (dwingen recht) setiap anggota masyarakat agar
taat dan mematuhi hukum.9 Suatu ketertiban hukum merupakan satu ketertiban paksa
(dwangorde); tindakan-tindakan tertentu tidak diperkenankan. Apabila tindakan itu
terjadi, maka yang melakukan tindakan tersebut akan dikenakan sanksi.
Prinsip dari aturan hukum adalah apabila dilakukan tindakan yang berlawanan dengan
hukum, akan dikenakan sanksi sebagai akibat dari tindakan yang berlawanan dengan
hukum tadi. Akibat dari tindakan yang berlawanan dengan hukum tadi hubungannya
dengan tindakan tersebut adalah tidak sama dengan misalnya hubungan antara pemanasan
sebatang besi dengan akibatnya bahwa besi tersebut menjadi lebih panjang 10
. Kasus
tindakan para pejabat dalam memberi hukuman pada pelanggar misalnya, tidak hanya
merupakan satu pelaksanaan hukum (application of law), akan tetapi merupakan satu
bagian dari penciptaan hukum11. Hukum merupakan suatu perintah (command) yang
sudah semestinya akan dipatuhi dan diinginkan oleh setiap orang untuk berbuat sesuai
dengan aturan hukum tersebut 12.

7
Sudarsono. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta 2001).
8
Hans Kelsen. General Theory of Law and State, Translated by: Anders Werberg, (New York: Russell 1961).
9
Sudarsono. Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Rineka Cipta 2001).
10
Soetiksno. Filsafat Hukum, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita 2008).
11
Ibid.
12
Muhammad Erwin dan Amrullah Aspan. Filsafat Hukum, (Palembang: Universitas Sriwijaya 2007).
C. Karakteristik Hukum Islam

Islam adalah ajaran Allah yang diturunkan melalui wahyu kepada Nabi
Muhammad untuk disampaikan kepada umat manusia, sebagai pedoman hidup demi
kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. Dalam ushl fiqh yang dimaksud dengan
hukum Islam ialah kitab (firman) Allah yang berkaitan dengan mukallaf, atau dengan
redaksi lain hukum ialah seperangkat aturan yang ditetapkan secara langsung dan tegas
oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokoknya untuk mengatur hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam semesta. Pada
dasarnya bahwa hukum Islam merupakan bagian totalitas ajaran Islam yang bersumber
dari wahyu. Jelas bahwa hukum Islam itu qadim, artinya telah ada sejak Juhaya Praja, S.
Filsafat Hukum Islam.
Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM sebelum manusia (masyarakat)
ada, karena ia adalah firman Allah atau kalam Allah yang nafs azali yang tidak berhuruf
dan tidak bersuara. Oleh karena hukum itu dibuat untuk manusia, Allah menurunkan
sesuatu yang berfungsi mengetahui hukum tersebut yang dalam usul fikih dikenal dengan
istilah dalil. Dalil hukum ini ada yang bersifat qath’iy dan ada yang bersifat zhanniy.
Oleh karena itu, hukum Islam yang ditetapkan secara langsung dari tugas oleh Allah
maksudnya ialah hukum-hukum yang diturunkan dari dalil yang Qath’iy. Hukum
semacam ini jumlahnya tidak banyak, dan hukum itulah yang dalam perkembangannya
dikenal dengan istilah syriah, kedua hukum yang ditetapkan pokok-pokoknya saja
maksudnya ialah hukum yang ditetapkan oleh dalil yang zhanniy. Hukum ini jelas
jumlahnya sangat banyak dan dapat atau perlu dikembangkan dengan istilah ijtihad. Hasil
pengembangannya itulah yang kemudian dikenal dengan fikih. Adapun sifat dan
karakteristik hukum Islam itu sebagai berikut :

A. Sempurna

Syriah Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dan garis besar
permasalahannya. Oleh karena itu hukum- hukumnya bersifat tetap, dan tidak berubah-
ubah lantaran berubahnya masa dan berlainannya tempat. Untuk hukum- hukum yang
lebih rinci, syari’ah Islam hanya menetapkan kaedah dan memberikan patokan umum.
Penjelasan dan rinciannya diserahkan pada ijtihad para mujtahid atau para ulama. Dengan
menetapkan patokan-patokan umum tersebut, syriah Islam dapat benar-benar menjadi
petunjuk yang universal, dapat diterima disemua tempat dan disetiap saat. Setiap saat
umat manusia dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan garis-garis kebijaksanaan al-
Quran sehingga mereka melenceng. Bahkan tidak akan bertentangan dengan petunjuk al-
Quran. Penetapan al-Quran tentang hukum dalam bentuk yang global dan simpel
itu, dimaksudkan untuk memberikan kebebasan pada umat manusia dalam melakukan
ijtihad yang sesuai dengan situasi dan kondisi zaman. Islam dapat berlalu sepanjang
masa. Hukum Islam kategori syri’ah bersifat tsabat (konstan, tetap) artinya tetap berlaku
universal disepanjang zaman, tidak mengenal perubahan dan tidak disesuaikan dengan
situasi dan kondisi. Situasi dan kondisilah yang harus menyesuaikan diri dengan syriah.
Sedangkan hukum Islam kategori fikih bersifat muru’ ah. Tidak harus berlaku universal,
bahkan ia mengenal perubahan serta dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Hukum-hukum yang diatur dalam al-Quran adalah prinsip-prinsip yang bersifat


universal, tiada ternilai maknanya dan abadi. penerapan prinsipprinsip itu berada dalam
tangan ahli-ahli hukum yang dalam melaksanakan tugasnya harus selalu tunduk kepada
prinsip-prinsip yang telah diatur dalam al- Quran.

B. Elastis
Hukum Islam juga bersifat elastis (lentur, luwes), ia meliputi segala bidang dan
lapangan kehidupan manusia. Permasalahan kemanusiaan, kehidupan jasmani dan rohani,
hubungan sesama makhluk dan khalik, serta tuntunan hidup dunia dan akhirat terkandung
dalam ajarannya. Hukum Islam memperhatikan berbagai segi kehidupan, baik bidang
muamalah, ibadah, jinayyah, dan lain-lain. Meskipun demikian, tidak memiliki dogma
yang kaku, keras dan memaksa. Ia hanya memberikan kaidah-kaidah umum yang
Syukur, Muhammad Amin. Epistemologi Syara’ Mencari Format Baru Fiqh Indonesia.
Meski dijalankan oleh manusia. Dengan demikian, yang diharapkan dari umat Islam
adalah tumbuh dan berkembangnya proses ijtihad, yang merupakan suatu teori yang aktif,
produktif dan konstruktif. Hak ijtihad diberikan kepada setiap muslim yang mampu ber-
ijtihad dan berpedoman kepada dasar-dasar kaidah yang telah ditetapkan. Ijtihad bukan
hanya (hak) imam-imam mujtahid seperti al- Syafi’i, Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad
bin Hambal. Bahkan setiap muslim dituntut untuk harus berusaha meningkatkan kualitas
diri untuk mendapati jenjang mujtahid. Sebagai bukti bahwa hukum Islam bersifat elastis,
dapat dilihat dalam kasus jual beli. Kita hanya mendapat empat ayat hukum yang
berhubungan dengan jual beli yang terkandung dalam al-Quran yaitu: QS. Al-
Baqarah/2:275, QS. Al-Nisa/4:29, QS. Al-Baqarah/2:282 dan QS. Al- Jum’ah/62:9.49
Dalam ayat-ayat tersebut diterangkan hukum bolehnya jual beli, persyaratan kerelaan
antara kedua belah pihak, larangan riba dan larangan jual beli pada waktu adzan jum’at.
Kemudiaan Rasul menjelaskan beberapa aspek jual beli yang lazim berlaku pada masa
beliau. Selebihnya tradisi atau adat masyarakat tertentu dapat dijadikan bahan penetapan
hukum jual beli yang sejalan dengan al-Quran dan hadis Rasulullah Saw. Dalam transaksi
jual beli modern, empat prinsip diatas harus dipegang teguh agar tidak terjerumus dalam
larangan-larangan Allah. Swalayan dan plaza merupakan contoh dari jual beli modern.
Prinsip- prinsip ‘an taradhin (kerelaan para pihak), larangan riba, dan larangan
melupakan hubungan vertikal. Meski ditegakkan untuk menghindari terjadinya
pelanggaran dalam praktek jual beli. Namun selebihnya manusia diberikan kebebasan
yang luas. Ijab qabul dalam jual beli adalah untuk menunjukkan pemberlakuan prinsip
antara lain, ketika prinsip tersebut telah dipenuhi meski tanpa ijab dan qabul seperti
ketika masuk plaza, maka hukum jual beli tersebut adalah sah. Karena telah memenuhi
prinsip rela sama rela.

C. Universal dan Dinamis


Ajaran Islam bersifat universal, ia meliputi seluruh alam tanpa tapal batas, tidak
dibatasi pada daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaran-ajaran Nabi sebelumnya, ia
berlaku bagi orang Arab dan orang ‘ajam (non Arab), kulit putih dan kulit hitam.
Universalitas hukum Islam sesuai dengan pemilik hukum itu sendiri yang kekuasaannya
tidak terbatas. Disamping hukum Islam mempunyai sifat yang dinamis (cocok untuk
setiap zaman).13

13
Lihat, H. Fathurrahman Djamil, Op.cit., h. 49.
Demikian pula halnya tidak memandang pangkat dan golongan darah serta status
sosial kehidupan seseorang. Boleh menunjukkan apakah hukum Islam memenuhi sifat
tersebut atau tidak, harus dikembalikan kepada al-Quran, karena al-Quran merupakan
wadah dari ajaran Islam yang diturunkan Allah kepada umat manusia dimuka bumi ini.
Al-Quran juga merupakan garis kebijaksanaan Tuhan dalam mengatur alam semesta
termasuk manusia didalamnya sebagaimana firman Allah swt., pada QS. Saba’ (34) : 28
berbunyi. Terjemahnya: Dan kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad),
melainkan kepada umat manusia seluruhnya, untuk membawa berita gembira dan berita
peringatan. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Demikian pula halnya
pada QS. Al-Anbiya’(21) :107 Allah Swt.,berfirman: Terjemahnya: Dan kami (Allah)
tidak mengutus kamu (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.
Namun demikian, ada pengamat hukum Islam yang menyatakan bahwa dalam prakteknya
hukum Islam tidak dapat berlaku secara universal. Pendapat ini lebih banyak melihat dari
kenyataan sejarah bahwa penguasa Islam tidak memberlakukan hukum Islam dikawasan
non muslim atau kepada non muslim yang ada diwilayahnya. Agaknya penilaian tersebut
kurang tepat kalau dihubungkan dengan fakta sejarah pada masa Rasul. Konstitusi negara
muslim pertama. Madinah, menyetujui dan melindungi kepercayaan non-muslim dan
kebebasan mereka untuk mendakwahkan ajaran agamanya.
Konstitusi ini merupakan kesepakatan antara muslim dan yahudi, serta orang-
orang Arab yang bergabung didalamnya. Non muslim dibebaskan dari keharusan
membela negara dengan membayar jizyah, yang berarti hak hidup dan milik mereka
dijamin. Istilah zimmiy, berarti orang (non-muslim) yang dilindungi Allah dan
Rasulullah. Kepada orang-orang non muslim itu diberikan hak otonomi yudical tertentu.
Warga negara dan kalangan ahli kitab dipersilahkan menyelenggarakan keadilan sesuai
dengan apa yang Allah wahyukan kepada hambanya. Kepada orang-orang non muslim itu
diberikan hak otonomi yudical tertentu. Warga negara dan kalangan ahli kitab
dipersilahkan menyelenggarakan keadilan sesuai dengan apa yang Allah wahyukan
kepada hambanya.14

D. Sistematis

14
Bustanul Arifin, Perkembangan Hukum Islam, Cet I, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996 hlm 65)
Arti dari pernyataan bahwa hukum Islam itu sistematis adalah bahwa hukum
Islam itu mencerminkan sejumlah doktrin yang berlainan secara logis. Beberapa lembaga
saling berhubungan satu dengan yang lainnya. 15
Perintah shalat dalam al-Quran senantiasa diiringi dengan perintah zakat. Bahkan
berulang-ulang Allah berfirman makan dan minumlah kamu tetapi jangan sekali-kali
berlebih- lebihan. Dari makna ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam tidak
mengajarkan spiritual yang mandul. Dalam hukum Islam seseorang dilarang hanya
bermuamalah dengan Allah dan melupakan dunia. Juga dalam hukum Islam manusia
diperintahkan mencari rezeki, tetapi hukum Islam melarang sifat inferial dan kolonial
melalui mencari rezeki tersebut. Demikian pula membangunnya, Pengadilan dalam Islam
tidak akan memberikan hukuman potong tangan kepada pencuri apabila keadaan
masyarakat sedang kacau dan terjadi kelaparan tidak akan memberikan hukuman rajam
bagi pezina kalau lokalisasi-lokalisasi pelacuran, buku dan film porno, kebiasaan
berpakaian belum ditetapkan seperti yang dikehendaki oleh Islam dan lembaganya kan
senantiasa berhubungan satu dengan yang lainnya. Hukum Islam tidak akan bisa
dilaksanakan apabila diterapkan hanya sebagian dan ditinggalkan atau di ingkari
sebahagian yang lain.

E. Bersifat Ta’aqqul dan Ta’abbudiy

Sebagaimana dipahami bahwa syar'iat Islam mencakup bidang muamalah dan


bidang ibadah. Dalam bidang ibadah terkandung nilai-nilai ta'abbudil ghairu ma'qulah al
ma'na (irasional), artinya manusia tidak boleh beribadah kecuali dengan apa yang telah
disyariatkan dalam bidang ini, tidak ada pintu ijtihad bagi umat manusia. Sedangkan
bidang muamalah, di dalamnya terkandang nilai-nilai ta'qauli/ma'aqaulah Al ma'na
(rasional). Artinya umat Islam dituntut untuk berijtihad guna membumikan syariat-syariat
tersebut.16 Dengan demikian Hukum Islam yang bersifat irasional, aturan-aturan hukum
Islam itu sah atau baik, karena semata-mata eksistensi kebajikan yang terkandung di
dalamnya bukan karena rasionalitasnya.

15
Lihat, H. Fathurrahman Djamil, Op.cit., h. 51

16
Lihat, H. Fathurrahman Djamil, Op.cit., h 52.
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Secara bahasa prinsip dimaknai sebagai permulaan, tempat, pemberangkatan, titik
tolak atau al-mabda. Prinsip merupakan asas yang bermakna kebenaran yang
dijadikan pokok dasar orang berfikir, bertindak dan sebagainya. Prinsip hukum Islam
juga dapat diartikan sebagai cita-cita yang menjadi pokok dasar dan landasan hukum
Islam, baik prinsip universal maupun khusus.
Sedangkan karakteristik hukum Islam terbagi menjadi lima yaitu : Sempurna,
Elastis, Universal & Dinamis, Sistematis, dan Hukum Islam ta’aquli/ma’aqulah al-
ma’na (rasional). Karakter tersebut merupakan ketentuan-ketentuan yang tidak
berubah-ubah, yaitu dimana Hukum Islam bersifat takamul (sempurna), wasatiyah
(seimbang, harmonis), harakah (bergerak dan berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman).
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdul Gani, 2004. Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia,
Jakarta: Gema Insani Press.

Aji, Ahmad Mukri, 2016. "Dinamisasi Hukum Islam", Mizan: Jurnal Ilmu Syari'ah, Volume IV,
(2).

Arifin, Bustanul. 1996. Perkembangan Hukum Islam, Cet I, Jakarta : Gema Insani Press.

Ash-Shiddieu, Hasbi M, 1993. Falsafah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

Djamil, H. Fathurrahman, 1997. Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos.

Erwin, Muhammad dan Amrullah Aspan, 2007. Filsafat Hukum, Palembang: Universitas
Sriwijaya.

Usman, H. Suparman, 2001. Hukum Islam Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam Dalam
Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama.

Gunaryo, Ahmad, 2001. “Birokrasi dan Pertanggungjawaban Hukum di Indonesia”, dalam


Ahmad Gunaryo (ed.), Hukum Birokrasi dan Kekuasaaan di Indonesia, Semarang: Walisongo
Reasearch Institute.

Juanda, Enju, 2017. “Hukum dan Kekuasaan”, Jurnal Online Universitas Galuh, Volume 5, (2).

Kelsen, Hans, 1961. General Theory of Law and State, Translated by: Anders Werberg, New
York: Russell.

Prasetyo, Teguh dan Abdul Halim Barkatullah, 2012. Filsafat, Teori dan Ilmu Hukum; Pemikiran
Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Jakarta: PT. Raja Grafi ndo Persada.

Rahardjo, Satjipto, 2000. Ilmu Hukum, Bandung: Aditya Bakti.

Soemanto, R.B., 2006. Hukum & Sosiologi Hukum; Lintasan Pemikiran, Teori dan Masalah,
Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Sudarsono, 2001. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Soetiksno, 2008. Filsafat Hukum, Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Anda mungkin juga menyukai