Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM


(AQIDAH, SYARIAH dan AKHLAK)

Disusun oleh :
1. Wisnu Rafli Azis Nugraha (6520123034)
2. Pipih Nurpadilah (6520123028)
3. Yasyfa fajri (6520123037)
4. Yasagita Maura Nurputri (6520123036)

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)


BINA PUTERA BANJAR
Jl. Gerilya Sumanding wetan No. 32 Kota Banjar
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ungkapkan kepada Allah swt atas segala rahmat dan
hidayah yang telah dilimpahkan-Nya kepada kita, sehingga makalah ini dapat kami
selesaikan dengan baik yang membahas tentang kerangka dasar dalam Islam yang
meliputi aqidah, syariah dan akhlak. Selanjutnya, salawat dan salam kami
sanjungkan kepada Rassulullah saw dan para sahabat beliau yang telah membawa
umat manusia dari alam kebodohan ke alam penuh ilmu pengetahuan. Kami
ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Anwar Musadad, S.Ag., M.Mpd,
selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas
ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita tentang kerangka dasar dalam Islam yang meliputi
aqidah, syariah dan akhlak. Semoga makalah sederhana ini dapat berguna bagi
siapapun yang membacanya. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan.

Banjar, Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................


1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................


2.1 Aqidah, Syariah dan Akhlak ......................................................... 2
A. Aqidah ................................................................................. 2
B. Syariah ................................................................................ 4
C. Akhlak ................................................................................ 10
2.2. Agama Islam dan Ilmu – ilmu keislaman .................................... 12
A. Agama Islam ............................................................................. 12
B. Ilmu – Ilmu Keislaman.............................................................. 14
2.3.Filsafat, Tasawuf dan Pembaharuan dalam Islam ............................. 19
A. Filsafat ....................................................................................... 19
B. Tasawuf ..................................................................................... 20
C. Pembaharuan dalam Islam ........................................................ 23
D.
BAB III PENUTUP ..............................................................................................
3.1. Kesimpulan ................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam merupakan ajaran yang sempurna, lengkap dan universal yang
terangkum dalam 3 hal pokok; Aqidah, Syariah dan Akhlak. Artinya seluruh ajaran
Islam bermuara pada tiga hal ini. Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya
merupakan satu kesatuan dalam ajaran Islam. Ketiga unsur tersebut dapat
dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan, karena ketiga unsur tersebut merupakan
pondasi atau kerangka dasar dari Agama Islam.
Ajaran Agama Islam yang seharusnya bersumber pada Al-Qur’an dan as
Sunnah telah banyak yang melenceng. Hal itu dapat dilihat dengan banyaknya
bermunculan aliran-aliran sesat atau yang sifatnya bid’ah. Selain itu, kasus-kasus
kriminalitas yang semakin merajalela pada saat sekarang ini merupakan suatu
cerminan keruntuhan akhlak pada umat Islam saat ini. Untuk itulah, kita selaku
umat Rasulullah SAW perlu mengetahui serta mempelajari tentang Ilmu yang
membahas ketiga unsur yang menjadi kerangka dasar ajaran agama Islam tersebut
agar kita tidak tersesat dan tetap berada di jalan yang benar.
Oleh sebab itu, dalam makalah kali ini kami membahas tentang ketiga unsur
tersebut yaitu Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq. Dengan mempelajari dan mengambil
esensi dari ketiga unsur ini, semoga Allah memberikan kita petunjuk agar selamat
di dunia dan di akhirat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Aqidah, Syariah dan Akhlak?
2. Apa Itu Agama Islam ?
3. Bagaimana perkembangan Ilmu – ilmu keislaman?
4. Apa yang disebut filsafat, tasawuf dan pembaruan dalam Islam?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian Aqidah, Syariah dan Akhlak.
2) Untuk lebih mendalami Agama Islam dan ilmu – ilmu keislaman.
3) Untuk mengetahui hubungan filsafat dan tasawuf serta pembaharuan dalam
islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aqidah, Syariah dan Akhlak
A. Aqidah
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (bahasa Arab) aqidah berasal dari kata al-
'aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan
yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu
biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat, at-tamaasuk (pengokohan) dan al-
itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan)
dan al-jazmu (penetapan). "Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu
(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu"
"Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah.
Allah ta’ala berfirman :

Artinya : “ Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang


tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan
sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah
memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu
berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau
memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang
demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah
kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan
jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-
Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)” (Al-Maa-idah : 89)

2
Sedang secara teknis aqidah berarti iman, kepercayaan dan keyakinan. Dan
tumbuhnya kepercayaan tentunya di dalam hati, sehingga yang dimaksud aqidah
adalah kepercayaan yang menghujan atau tersimpul di dalam hati. Sedangkan
menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa
merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang tidak
tercampur oleh keraguan.
Adapun aqidah menurut para ahli seperti berikut :
a) M Hasbi Ash Shiddiqi mengatakan aqidah menurut ketentuan bahasa (bahasa
arab) ialah sesuatu yang dipegang teguh dan terhunjam kuat di dalam lubuk jiwa
dan tak dapat beralih dari padanya.
b) Syaikh Mahmoud Syaltout adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan
terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang
tidak boleh dicampuri oleh syakwasangka dan tidak dipengaruhi oleh keragu-
raguan. Aqidah atau keyakinan adalah suatu nilai yang paling asasi dan prinsipil
bagi manusia, sama halnya dengan nilai dirinya sendiri, bahkan melebihinya.
c) Syekh Hasan Al-Bannah menyatakan aqidah sebagai sesuatu yang seharusnya
hati membenarkannya sehingga menjadi ketenangan jiwa, yang menjadikan
kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keragu-raguan.
Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Aqidah dalam agama
islam adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala
pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-
malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk
dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama
(Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang
menjadi ijma'(konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i
(pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut
Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.
Upaya Memperkokoh Aqidah
Salah satu cara untuk memperkokoh aqidah adalah dengan memurnikan keimanan
kepada Allah. Iman kepada Allah merupakan rukun iman yang pertama. Rukun ini
sangat penting kedudukannya dalam Islam. Sehingga wajib bagi kita untuk

3
mengilmuinya dengan benar supaya membuahkan aqidah yang benar pula tentang
Allah SWT.
Fungsi Aqidah
Sebagai hal yang sangat fundamental bagi seseorang, aqidah oleh karenanya disebut
sebagai titik tolak dan sekaligus merupakan tujuan hidup. Atas dasar itu maka
aqidah memiliki peran yang sangat penting di dalam memunculkan semangat
peningkatan kualitas hidup seseorang. Fungsi tersebut antara lain:
1. Akidah Dapat Menimbulkan Optimisme Dalam Kehidupan.
2. Akidah Dapat Menumbuhkan Kedisiplinan.
3. Aqidah Berpengaruh Dalam Peningkatan Etos Kerja.

B. Syariah
Syariah ialah apa-apa yang disyariatkan atau dimestikan oleh agama atau
lainya itu bagi seseorang untuk dilaksanakan ,berupa peraturan-peraturan dan
hukum-hukum sebagai manifestasi atau konsekuensi dari akidah yang dianut.
Demikian arti syariah secara umum. Apa pula yang dikatakan syariah islam?
Syariat islam adalah apa-apa yang disyariatkan Allah terhadap semua hamba-Nya,
berupa sunnah atau peraturan-peraturan dan hukum-hukum untuk dilaksanakan dan
diamalkan debagai perwujudan, manifestasi dan konsekuensi dari akidah yang
dianut,yaitu akidah islam yang sebenarnya menurut peraturan, tidak sah pemakaian
syariah itu kepada yang bukan peraturan Islam, karena kata syariah itu hanya
terdapat dalam islam yang tertera dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Syariah (berarti jalan besar) dalam makna generik adalah keseluruhan ajaran
Islam itu sendiri. Dalam pengertian teknis-ilmiah syariah mencakup aspek hukum
dari ajaran Islam, yang lebih berorientasi pada aspek lahir (esetoris). Namum
demikian karena Islam merupakan ajaran yang tunggal, syariah Islam tidak bisa
dilepaskan dari aqidah sebagai fondasi dan akhlaq yang menjiwai dan tujuan dari
syariah itu sendiri.
Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri
manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban
(masyarakat madani).

4
Syariah meliputi 2 bagian utama :
1. Ibadah (dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah
(vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan
Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa
2. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan
lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar.
Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.
Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqih. Dalam
menjalankan syariah Islam, beberapa yang perlu menjadi pegangan:
a. Berpegang teguh kepada Al-Quran dan as Sunnah (24:51, 4:59) menjauhi
bid'ah (perkara yang diada-adakan)
b. Syariah Islam telah memberi aturan yang jelas apa yang halal dan haram (7:33,
156-157), maka : Tinggalkan yang subhat (meragukan). Ikuti yang wajib,
jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele.
c. Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan
menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan yang
tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai
kemampuan.
d. Hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syari’ah
(3:103, 8:46). Syari’ah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh
(jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar.
Perbedaan Syari’ah dan Fiqh
Sepintas kita melihat bahwa syari’ah dan Fiqh tidak jauh berbeda, Ilmu Fiqh
memang membahas tentang tata cara beribadah yang termasuk dalam syari’ah.
Keduanya ada untuk saling melengkapi. Namun, tetap ada perbedaan diantara
keduanya. Berikut ulasannya, Syari’ah terdiri dari dua bagian yaitu:
1. Ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
2. Muamalah yang mengatur hubungan dengan sesama dan makhluk lainnya
(binatang dan tumbuhan). Sedangkan Fiqh menurut bahasa berarti ‘paham’ dan
secara istilah adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syari’ah yang
berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf dan mengkaji secara

5
mendalam ilmu Syari’ah yang terdiri dari ibadah, baik yang bersifat mahdhah
maupun ghairmahdhah.
Syari'ah memiliki pengertian yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum
Islam, makna Syari'ah adalah Aturan yang bersumber dari nash yang qat'i.
Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang bersumber dari nash yang zanni.
Fungsi Syariah
Syari’ah Islam berfungsi membimbing manusia dalam rangka mendapatkan
ridha Allah dalam bentuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Diturunkannya Syariat
Islam kepada manusia juga memiliki “tujuan” yang sangat mulia.
Pertama, memelihara atau melindungi agama dan sekaligus memberikan
hak kepada setiap orang untuk memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak
ada paksaan dalam memeluk agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia
diberi kebebasan mutlak untuk memilih, “...Maka barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS. Al
Kahfi, 18:29). Pada hakikatnya, Islam sangat menghormati dan menghargai hak
setiap manusia, bahkan kepada kita sebagai mu’min tidak dibenarkan memaksa orang-
orang kafir untuk masuk Islam. Berdakwah untuk menyampaikan kebenaran-Nya adalah
kewajiban. Namun demikian jika memaksa maka akan terkesan seolah-olah kita
butuh dengan keislaman mereka, padahal bagaimana mungkin kita butuh keislaman
orang lain, sedangkan Allah SWT saja tidak butuh dengan keislaman seseorang.
Yang kedua, “melindungi jiwa”. Syariat Islam sangat melindungi
keselamatan jiwa seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat,
contohnya hukum “qishash”. Di dalam Islam dikenal ada “tiga” macam
pembunuhan, yakni pembunuhan yang “disengaja”, pembunuhan yang “tidak
disengaja”, dan pembunuhan “seperti disengaja”. Hal ini tentunya dilihat dari sisi
kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya berbeda. Jika terbukti
suatu pembunuhan tergolong yang “disengaja”, maka pihak keluarga yang terbunuh
berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum qishash/mati atau
membayar “Diyat”(denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali
menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda dengan
kasus pembunuhan yang “tidak disengaja” atau yang “seperti disengaja”, di mana

6
Hakim harus mendahulukan tuntutan hukum membayar “Diyat” (denda) sebelum
qishash. Bahwasanya dalam hukum qishash tersebut terkandung jaminan
perlindungan jiwa, kiranya dapat kita simak dari firman Allah SWT: “Dan dalam
qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya
kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah, 2:179).
Yang ketiga, “perlindungan terhadap keturunan”. Islam sangat melindungi
keturunan diantaranya dengan menetapkan hukum “Dera” seratus kali bagi pezina
ghoiru muhshon (perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon
(suami/istri, duda/jand) (Al Hadits). Firman Allah SWT : “Perempuan yang berzina
dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-
orang yang beriman” (An Nuur, 24:2). Ditetapkannya hukuman yang berat
bagi pezina tidak lain untuk melindungi keturunan. Bayangkan bila dalam 1 tahun
saja semua manusia dibebaskan berzina dengan siapa saja termasuk dengan
orangtua, saudara kandung dan seterusnya, betapa akan semrawutnya kehidupan
ini.
Yang keempat, “melindungi akal”. Permasalahan perlindungan akal ini
sangat menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw
menyatakan, “Agama adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal),
maka tiadalah agama baginya”. Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan benar
mempergunakan akalnya. Seseorang yang tidak bisa atau belum bisa menggunakan
akalnya atau bahkan tidak berakal, maka yang bersangkutan bebas dari segala
macam kewajiban-kewajiban dalam Islam. Misalnya dalam kondisi lupa, sedang
tidur atau dalam kondisi terpaksa. Kesimpulannya, bahwa hukum Allah hanya
berlaku bagi orang yang berakal atau yang bisa menggunakan akalnya. Betapa
sangat luar biasa fungsi akal bagi manusia, oleh karena itu kehadiran risalah Islam
diantaranya untuk menjaga dan memelihara agar akal tersebut tetap berfungsi,
sehingga manusia bisa menjalankan syariat Allah dengan baik dan benar dalam
kehidupan ini. Demikian pula, agar manusia dapat mempertahankan eksistensi

7
kemanusiaannya, karena memang akallah yang membedakan manusia dengan
makhluk-makhluk Allah yang lain. Untuk memelihara dan menjaga agar akal tetap
berfungsi, maka Islam mengharamkan segala macam bentuk konsumsi baik makanan,
minuman atau apa pun yang dihisap misalnya, yang dapat merusak atau mengganggu fungsi
akal. Yang diharamkan oleh Islam adalah khamar. Yang disebut khamar bukanlah
hanya sebatas minuman air anggur yang dibasikan seperti dizaman dahulu, tapi
yang dimaksud khamar adalah, “setiap segala sesuatu yang membawa akibat
memabukkan” (Al Hadits).
Keharaman Khamar sudah sangat jelas, di dalam QS. Al Maidah ayat 90
Allah SWT menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan
panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (QS. Al Maa-
idah,5:90) Ayat ini mengisyaratkan, bahwa seseorang yang dalam kondisi mabuk,
berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib maka tergolong syaitan,
karena sifat syaitani sedang mengusai diri yang bersangkutan.
Yang kelima, “melindungi harta”. Yakni dengan membuat aturan yang jelas
untuk bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan
menetapkan hukum potong tangan bagi pencuri. “Laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana” (Qs. Al Maa-idah, 5:38). Juga peringatan keras sekaligus
ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang memakan harta milik orang lain dengan
zalim, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk
kedalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam) (QS. An Nisaa, 4:10).
Yang keenam, “melindungi kehormatan seseorang”. Termasuk melindungi
nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi
kehormatannya dimata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah,
misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa
luar biasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau

8
“Dera” delapan puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran
tuduhan zinanya kepada orang lain. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang
menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan
empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) dengan delapan puluh kali dera, dan
janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-
orang yang fasik” (QS. An Nuur, 24:4). Juga dalam firman-Nya: “Sesungguhnya
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi
beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat. Dan bagi mereka
azab yang besar” (QS. An Nuur,24:23). Dan larangan keras pula untuk kita
berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan menggunjing terhadap sesama
mu’min (QS. Al Hujurat,49:12).
Yang ketujuh, “melindungi rasa aman seseorang”. Dalam kehidupan
bermasyarakat,seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang
pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar
masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu “tidak mengalami kelaparan dan
ketakutan”. Allah SWT berfirman: “Yang telah memberi makanan kepada mereka
untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Al
Quraisy, 106:4).
Yang kedelapan, “melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara”.
Islam menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan
“kudeta” terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh umat Islam “dengan
cara yang Islami”. Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib
atau dipotong secara bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah,
5:33). Juga peringatan keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi
Saw menyatakan, “Apabila datang seorang yang mengkudeta khalifah yang sah
maka penggallah lehernya”.

9
C. Akhlak
Kata akhlak berasal dari kata akhlaaqun, jamak taksir dari kata khuluqun yang
berarti perangai atau kesopanan. Menurut istilah Akhlak adalah perbuatan manusia
yang bersumber dari dorongan jiwanya.
Imam Al-Ghazali mengatakan : Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam
dalam jiwa(manusia ), yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang
dilakukan, tanpa melalui maksud untuk memikirkan(lebih lama). Maka jika sifat
tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma
agama, dinamakan akhlaq yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang
jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.
Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jama’nya
adalah akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq berakar
dari kata khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta),
makhluk (yang diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan
prilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap
orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika
tindakan atau prilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari pengertian
etimologi tersebut diatas akhlaq merupakan tata aturan atau norma prilaku yang
mengatur hubungan antar sesama manusia, dan juga yang mengatur hubungan antar
manusia dengan Tuhan dan dengan alam semesta.
Apabila kata akhlak dikaitkan dengan kalimat Islam,yang disebut al-Akhlak
Islamiyah atau al-Akhlak al-Karimah maka artinya adalah perbuatan dan tingkah
laku yang terbaik dan terpuji, sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan as Sunnah.
Secara terminologis, Imam Ghazali mendefinisikan bahwa akhlaq adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan
mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sementara menurut Imam
Qurthubi akhlaq adalah adab atau tata krama yang dipegang teguh oleh seseorang
sehingga adab atau tata krama itu seakan menjadi bagian dari penciptaan dirinya.

10
Akhlaq terbagi menjadi dua yaitu akhlakul al-karimah (terpuji) dan akhlakul
al-madzmumah (tercela). Menurut objek atau sasarannya, akhlaq juga dapat terbagi
menjadi dua bagian yaitu akhlaq terhadap Khalik atau Pencipta yaitu Allah SWT
dan akhlaq terhadap makhluk. Makhluk adalah segala yang diciptakan Allah, yang
dibagi menjadi dua bagian yaitu manusia dan bukan manusia. Akhlaq terhadap
manusia terdiri dari akhlaq terhadap Nabi dan Rasul, akhlaq terhadap diri sendiri,
akhlaq terhadap keluarga, terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan hubungan
antar bangsa.
Akhlaq terhadap selain manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu terhadap benda
mati, terhadap alam nabati atau flora, dan terhadap alam hewani atau fauna. Ajaran
tentang dasar-dasar agama Islam ini, terjalin rukun agama yang disebut Hadis Nabi
yaitu Hadis Jibril (Iman, Islam, dan Ihsan).
Jenis-jenis akhlaq
Ulama Ahklaq menyatakan bahwa akhlaq yang baik merupakan sifat para Nabi dan
orang-orang Shiddiq ,sedangkan akhlaq yang buruk merupakan sifat syaitandan
orang-orang yang tercela. Maka pada dasarnya ,akhlaq itu menjadi dua macam
jenis:
1. Akhlaq baik atau terpuji yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan ,sesame manusia
dan makhluk-makhluk lain;
2. Akhlaq buruk atau tercela yaitu perbuatan buruk terhadap Tuhan ,sesama
manusia dan makhluk-makhluk lain.
Sumber Akhlaq
Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau
mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlaq adalah
Al-Qur’an dan as Sunnah, bukan akal fikiran atau pandangan masyarakat
sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena baik atau buruk
dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu’tazilah.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji atau tercela,
semata-mata karena Syara’ (Al-Qur’an dan as Sunnah) menilainya demikian.
Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah, jujur misalnya dinilai baik?tidak lain
karena syara’ menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga sebaliknya, kenapa

11
pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya dinilai buruk? Tidak
lain karena Syara’ menilainya demikian.
hidup

2.2. Agama Islam dan Ilmu – ilmu keislaman


A. Agama Islam
Islam adalah sebuah agama yang berpusat terutama di sekitar Al-Qur'an,
sebuah teks agama yang diimani oleh umat Muslim sebagai kitab suci (kitābullāh)
dan firman langsung dari Tuhan (muslim menyebutnya sebagai Allāh) seperti yang
diwahyukan kepada Muhammad, nabi Islam yang utama dan terakhir. Pada 2020,
Islam diperkirakan dianut oleh 1,9 miliar orang di seluruh dunia sehingga menjadi
agama terbesar kedua setelah Kekristenan.
Muslim percaya bahwa Islam adalah versi lengkap dan universal dari
iman primordial yang diturunkan berkali-kali melalui nabi-nabi sebelumnya
seperti Adam, Ibrahim, Musa, dan Isa (Yesus).[7] Wahyu sebelumnya ini dikaitkan
dengan Yudaisme dan Kristen, yang dianggap dalam Islam sebagai agama
pendahulu spiritual.[8] Mereka juga menganggap Al-Qur'an, ketika disimpan
dalam bahasa Arab Klasik, sebagai wahyu Tuhan yang tidak berubah dan terakhir
bagi umat manusia. Seperti agama Abrahamik lainnya, Islam juga mengajarkan
tentang Penghakiman Terakhir, di mana orang yang saleh akan dimasukkan
ke surga (Jannah) dan orang yang jahat akan dihukum di neraka (Jahannam).
Konsep dan praktik keagamaan termasuk Rukun Islam —dianggap sebagai
ibadah wajib— dan mengikuti hukum Islam (syarīʿah), yang menyentuh hampir
setiap aspek kehidupan, dari perbankan dan keuangan dan kesejahteraan hingga
peran perempuan dan lingkungan. Kota Makkah, Madinah, dan Yerusalem adalah
rumah bagi tiga situs paling suci dalam Islam, dalam urutan menurun: Masjidil
Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsa, masing-masing.

"Islam" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata benda infinitif kuadri-literal
(maṣdar rubā‘ī). Bentuk kata kerja sempurna aktif triliteralnya (fi‘l māḍi ṡulaṡī
mabnī ma‘lūm) adalah salima (‫سلم‬, "selamat"). Arti semantik dari bentuk kuadri-

12
literalnya ini adalah tunduk dan patuh (khadha‘a wa istaslama), berserah diri,
menyerahkan, memasrahkan (sallama), mengikuti (atba‘a), menunaikan,
menyampaikan (addā), atau masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurnian
(dakhala fi al-salm au al-silm au al-salām).[12] Semua istilah yang seakar kata
dengan “islām” berhubungan erat dengan makna keselamatan, kedamaian, dan
kemurnian.
Secara istilah, Islam bermakna penyerahan diri; ketundukan dan kepatuhan
terhadap perintah Allah serta pasrah dan menerima dengan puas terhadap ketentuan
dan hukum-hukum-Nya. Pengertian “berserah diri” dalam Islam kepada Tuhan
bukanlah sebutan untuk paham fatalisme, melainkan sebagai kebalikan dari rasa
berat hati dalam mengikuti ajaran agama dan lebih suka memilih jalan mudah dalam
hidup. Seorang muslim mengikuti perintah Allah tanpa menentang atau
mempertanyakannya, tetapi disertai usaha untuk memahami hikmahnya.
Istilah "Islam" juga dapat diartikan sebagai agama yang diberikan oleh
Allah kepada Muhammad sebagai jalan keselamatan di dunia dan akhirat yang
ajarannya dilandasi oleh tauhid dan diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan
manusia. Islam sebenarnya juga dipakai untuk menyebut keyakinan monoteistik
yang diyakini bersama oleh agama – agama samawi (saat
ini Judaisme dan Kekristenan); lihat QS al-Maidah ayat 44, QS Ali Imran ayat 67
dan 52. Namun, Islam lebih populer digunakan untuk agama yang dibawa
oleh Muhammad sebagaimana terdapat dalam sebuah ayat Al-Qur'an yang
diturunkan di akhir-akhir masa kenabiannya:
Muslim adalah orang yang memeluk ajaran Islam dengan cara menyatakan
kesaksiannya tentang keesaan Allah dan kenabian Muhammad.[19] Bentuk
jamaknya adalah muslimin, muslimun, atau umat Islam.
Konsep dasar mengenai ketuhanan di dalam Islam dijelaskan dalam satu
surah bernama Surah Al-Ikhlas yang hanya terdiri dari empat ayat. Ayat pertama
dari surah ini menyebutkan bahwa Tuhan yang Maha Esa bernama Allah. Ayat
kedua menjelaskan tentang kemampuan yang dimiliki-Nya sebagai Tuhan, yaitu
sebagai tempat meminta segala sesuatu. Kemudian, pada ayat ketiga disebutkan

13
sifat-Nya ialah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Ayat keempat juga
menyebutkan sifat-Nya yaitu tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya.
Dalam ajaran Islam. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak
disembah, memiliki nama-nama terbaik, dan memiliki sifat dan karakter
tertinggi. Ajaran monoteisme Islam disebut tauhid, yang didefinisikan sebagai
pengesaan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan Tuhan dan yang Dia
wajibkan. Pengesaan Allah dalam hal-hal kekhususan Tuhan dibagi menjadi dua
bahasan: tauhid rububiyah dan tauhid asma' wash-shifat, sedangkan pengesaan
Allah dalam hal-hal yang Dia wajibkan dibahas dalam tauhid uluhiyah.

B. Ilmu – Ilmu Keislaman


Kata ilmu (Arab), secara etimologi berarti “al-Ma‟rifat” atau pengetahuan.
Keislaman dari kata dasar Islam mendapat konfiks ke-an, dalam bahasa Indonesia
berfungsi sebagai pembentuk kata benda atau kata kerja. Islam itu sendiri secara
berasal dari kata Masdar “Aslama”, artiya ketundukan, kepatuhan dan juga berarti
agama Islam. Secara etimologi Islam adalah, agama yang berdasarkan pada
kepasrahan (taslim) terhadap kehendak Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt. Dan
berdasarkan pada pengetahuan tentang Keesaan-Nya. Istilah lain biasa digunakan
kata “al-Din” yaitu ajaran yang mencakup seluruh sisi kehidupan manusia, tak
menyisakan apapun di luar wilayahnya.
Dari beberapa rangkaian istilah tersebut, dapat dirumuskan yang dimaksud
dengan ilmu฀ilmu keislaman adalah, ilmu-ilmu yang dikembangkan oleh orang
Islam, baik ilmu yang bersifat fisik maupun metafisik yang terikat pada ajaran
Islam.
Bila diteliti secara cermat, sesungguhnya dalam Islam tidaklah mengadakan
pemisahan antara ilmu pengetahuan (Sains) dengan ilmu-ilmu agama, seperti dalam
satu sisi adanya ilmu kedokteran, matematika, fisika, mekanika, botanika, optika,
astronomika disamping juga filsafat dan logika.
Dan sisi yang lain ada ilmu fiqih, ilmu tafsir, ilmu hadits, dan lain-lain.
Walaupun beberapa ulama muslim tetap menggolongkan ilmu-ilmu pengetahuan
itu ke dalam beberapa klasifikasi, di antaranya:

14
1. Al-Farabi, dalam bukunya yang berjudul “Klasifikasi Ilmu”, membagi ilmu itu
meliputi : Ilmu Bahasa, Ilmu Logika yang menghasilkan pengetahuan pasti,
ilmu-ilmu pendahuluan seperti ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu tentang langit dan
music, serta ilmu fisika dan matematika.
2. Ikhwan al-Safa mengklasifikasikan ilmu itu ke dalam tiga kelas, yakni : ilmu
matematika, fisika dan ilmu metafisika.
3. Hasan Hanafi membagi ke dalam tiga dimensi : a. Ilmu-ilmu yang berdimensi
rasional-tektual (Aqliyah-Naqliyah) b. Ilmu yang berdimensi tektual murni
(Naqliyah) c. Ilmu yang berdimensi rasional murni (Al-Aqliyah - Al-Khasanah),
seperti: matematika, Fisika, Ilmu Kemanusiaan, dsb.
Tantangan Ilmu-Ilmu Keislaman di Tengah Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Modern Perjalanan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, semula
adalah muncul di Yunani pada abad ke enam sebelum masehi. Ilmu pengetahuan
yang banyak berkaitan dengan dunia materi pada waktu itu masih bersatu dengan
dunia filsafat yang banyak memusatkan perhatiannya pada dunia metafisika (dunia
dibalik materi). Ilmu dan Filsafat masih berada dalam satu tangan. Phytagoras,
Aristoteles, Ptolemy, Galen, Hyppocrates misalnya, mereka adalah disamping
seorang filsof juga seorang ilmuan.
Ketika ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani di ambil alih oleh para
ilmuwan Muslim melalui penerjemahan karya-karya klasik Yunani secara besar-
besaran ke dalam Bahasa Arab dan Persia di “Darul Hikmah” (Rumah Ilmu
Pengetahuan) Bagdad pada abad ke VIII hingga abad ke- XII Masehi, Seperti : Abu
Yahya al-Batriq berhasil menterjemahkan ilmu kedokteran dan filsafat Yunani
karya besar Aristoteles dan Hyppocrates. Hunain Ibn Ishaq berhasil
menterjemahkan buku : “Timacus” karya Plato, “Prognotik” karya Hyppocrates,
dan buku “Aphorisme” karya penting dari Galen dan juga Tsabit Ibn Qurra al-
Harrani (826-900) berhasil menterjemahkan ilmu-ilmu kedokteran dan matematika
Yunani karya besar dari : Apoloonius, Archimedes, Euclid, Theodosius, Ptolemy,
Galen dan Eutocius.20 Pada masa periode Islam ini, kematerian ilmu pengetahuan
yang semula hanya bersatu dengan dunia filsafat, akhirnya masuk pula kesatuan
agama di dalamnya.

15
Hal ini dapat pada para tokoh muslim seperti : Ibn Rusyd, Ibn Sina, al-
Ghazali, al-Biruni, al-Kindi, al-Farabi, al฀Khawarizmi dan yang lainnya, mereka
adalah disamping sebagai seorang filsof, ilmuwan juga seorang agamawan (teolog
maupun ahli dalam bidang hukum Islam).
Perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, adalah terjadinya kilas balik
dari Timur (Islam) ke dunia Barat (Eropa). Hal itu terjadi berkat kerja keras orang-
orang Eropa yang belajar di Universitas-universitas Andalusia, Cordova dan Toledo
(Spanyol slam), seperti : Michael Scot, Robert Chester, Adelard Barth, Gerard dan
Cremona dan Cremona dan yang lainnya.
Terjadinya kerja sama Islam – Kristen di Sicilia yang pernah dikuasai Islam
tahun 831 hingga tahun 1091, dimana Ibu Kota Sicilia pernah dijadikan tempat
penterjemah buku-buku karya ulama Muslim ke dalam bahasa Latin, sehingga
melahirkan renaissans di Italia. 22 Juga terjadinya kontak Islam – Kristen selama
perang salib. Sejak peristiwa ini, ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah dikuasai
oleh dunia Islam dibawa kembali ke dunia Barat (Eropa) dan sebagai akibatnya,
Eropa keluar dari masa kegelapan dan memasuki masa renaisans selanjutnya
memasuki abad modern dengan kemajuan teknologinya yang cepat dan spektakuler.
Sifat ilmu pengetahuan yang semula masih bersatu dalam kesatuan filsafat dan
agama, pada masa renaissans Eropa hingga memasuki zaman modern seperti saat
ini. Ilmu pengetahuan hanya memusatkan perhatiannya kepada dunia materi.
Terlepas nilai filsafat maupun agama, sehingga kemudian muncul suatu paham apa
yang disebut dengan “Humanisme” yang mengakui bahwa manusia dengan segala
kemampuannya merupakan sumber kekuatan yang melebihi kekuatan - kekuatan
lainnya sehingga menyisihkan peranan dan kedaulatan Tuhan.
Dari pengaruh faham materi inilah yang mendorong bangsa-bangsa Eropa
seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan Perancis berlomba-lomba merebut
wilayah Islam yang membentang dari Atlantik hingga Pasifik. Dunia Islam harus
mengakui akan kekuatan Barat (Eropa) baik secara, ekonomi, militer maupun
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuannya. Terlebih lagi setelah menyadari
kekalahannya atas peristiwa invasi Mesir oleh Napoleon pada tahun 1789.

16
Kesadaran atas ketertinggalannya terhadap Barat timbul karena dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan di kalangan muslim selama ini :
1. Masih banyak menggunakan logika deduktif, maksudnya dalam hal
mengembangkan ilmu pengetahuan masih bertolah pada pengetahuan fakta-
fakta yang bersifat umum kemudian ditarik ke dalam kesimpulan-kesimpulan
yang bersifat khusus. Sehingga ilmu pengetahuan yang dihasilkan kebanyakan
masih bersifat teoritism abstrak dan masih bersifat idealis. Hal itu sangat berbeda
dengan pengembangan ilmu pengetahuan dimasa keemasan Islam abad ke IX
sampai dengan abad ke- XI, yang mana Jabir Ibn Hayyan (721-815) misalnya,
menurut pengakuan barat adalah orang pertama yang menggunakan metode
ilmiah secara induktif dalam penelitiannya di bidang al-kemi yang oleh ilmuan
barat disebut ilmu kimia. Jabir dengan nama latinnya menjadi Geber, adalah
orang pertama yang mendirikan bengkel denan menggunakan tungku pemanas
untuk mengolah mineral dan mengektradisi mineral-mineral itu menjadi zat
kimiawi kemudian mengklasifikasikannya. Demikian juga Mahmud Ibn Zakaria
ar-Razi (865-925) yang namanya dilatinkan menjadi Razes, adalah orang
pertama yang menggunakan alat khusus untuk melakukan proses penelitian
kimia sebagaimana lazimnya dilakukan oleh para ahli kimia, seperti adanya
destilasi, kristalisasi, kalsinasi dan lain sebagainya. Yang pada akhirnya buku-
buku al-Razi tentang ilmu kimia dianggap sebagai manual atau buku pegangan
laboratorium kimia yang pertama di dunia yangbanyak dipergunakan oleh
sarjana-sarjana barat setelah menyelesaikan studinya di Universitas - Universitas
Islam Toledo maupun Cordova
2. Dikalangan Islam masih banyak yang menekankan studi pustaka daripada studi
atas realitas sosio-kultural. Akibatnya terjadi kurang berkembangnya literatur-
literatur tentang ilmu-ilmu empiris Islam, seperti : sosiologi Islam, antropologi
Islam, psikologi Islam, ekonomi Islam dan sebagainya. Hal ini sangat berbeda
dengan ilmu pengetahuan empiris Islam yang pernah dikembangkan oleh ilmuan
Muslim di abad renaissans Islam, dimana hasil karya ilmuan muslim banyak
yang dijadikan sumber rujukan dalam studi pustaka, hal ini dapat dilihat seperti
pada buku Al-Fihrist (index of the science) karya besar Ibn Ya‟qub an-Nadim,

17
berisi tentang ensiklopedis monumental yang masih signifikan hingga abad ini.
Termasuk bidang Zoologi oleh ad-Dinawari, Book of Animals oleh al-Jahiz,
book of roads and provinces oleh Ibn Khurdadbih dan dalam Book of the
countries oleh al-ya'qubi dan masih banyak yang lainnya.
3. Belum adanya paradigma yang jelas tentang posisi nilai normatif, eksistensi dan
struktur keilmuan Islam. Sebagai misal dalam menyikapi problematika
tantangan modernisasi yang ditandai oleh pesatnya perkembangan
industrialisasi, transformasi, canggihnya alat-alat informasi, dan kuatnya paham
rasionalisme yang apabila dihadapkan kepada agama, di kalangan muslim belum
mampu menyelesaikan dengan cara dialektis tetapi masih bersifat normatif.29
Dan para peneliti muslim masih kurang siap menghadapi atau menolak gagasan
asing, karena tidak adanya persiapan secara memadai untuk melawan mereka
melalui telaah mendalam dan penolakan terhadap promis-promis palsu. 30
Akibat yang ditimbulkan tentang posisi nilai normative, eksistensi dan struktur
keilmuan Islam menjadi tidak jelas. Ada yang datang dari Barat, seperti
westernisasi, rasionalisme, sekularisme, gagasan filsafat Barat dan semua yang
berbau ke barat-baratan ditolak bahkan dikafirkannya.
Dari uraian pembahasan sebagaimana keterangan di atas dapatlah dirumuskan
disini, bahwa pada dasarnya tantangan utama ilmu-ilmu keislaman ditengah-tengah
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan modern, di antaranya adalah :
a. Di kalangan muslim dalam mengembangkan ilmu pengetahuan umumnya
masih banyak menggunakan logika deduktif.
b. Lebih menekankan pada studi pustaka dari pada studi atas realitas sosio-
kultural masyarakat.
c. Akibat point kedua diatas menyebabkan kurangnya literature tentang ilmu-
ilmu yang bernuansa empiris, seperti : Sosiologi Islam, Antropologi Islam,
Psikologi Islam, Ekonomi Islam dan sebagainya.
d. Belum adanya paradigm yang jelas tentang posisi nilai normatik Islam,
eksistensi dan struktur kelimuan yang ada di dalamnya.

18
2.3. Filsafat, Tasawuf dan Pembaharuan dalam Islam
A. Filsafat
Filsafat Islam adalah salah satu cabang filsafat yang dilakukan oleh umat
Islam yang berhubungan erat dengan ajaran-ajaran dalam agama Islam. Filsafat
Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan filsafat ilmu. Pengertian Filsafat
Islam Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan
“shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya kearifan
atau kebijakan sehingga filsafat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan. Secara
umum pengertian filsafat adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah dasar
dan umum tentang masalah-masalah seperti keberadaan, pengetahuan, nilai, akal,
pemikiran, dan bahasa. Filsafat memiliki berbagai macam cabang yang dibedakan
dari kajian dan pemikirannya.
Salah satu cabang filsafat adalah filsafat Islam. Menurut Elvi Damayanti
dalam bukunya yang berjudul History Of Filsafat Islam, filsafat Islam adalah suatu
ilmu yang di dalamnya terdapat ajaran Islam dalam membahas hakikat kebenaran
segala sesuatu.
Filsafat Islam itu adalah filsafat yang berorientasi pada Alquran, mencari
jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah. Filsafat
Islam sendiri merupakan filsafat yang diterapkan berdasarkan hukum dan ajaran
yang berlaku dalam agama Islam. Filsafat Islam lahir dari aktivitas usaha
penerjamahan naskah-naskah ilmu filsafat Yunan ke dalam bahasa Arab. Aktivitas
ini berjalan selama masa khalifah Abbasiyah berkuasa. Meskipun demikian,
filsafat Islam disebut tidak terpengaruhi oleh pemikiran filsafat Yunani sebab
konsep pemikiran dan ajarannya bersumber dari Alquran dan hadis yang dijadikan
rujukan dalam ajaran Islam. Alquran sendiri banyak membahas tentang konsep
ketuhanan, manusia, alam semesta, moralitas, etika dan estetika, sehingga filsafat
Islam lahir sebagai ajaran filsafat yang baru.
Berdasarkan beberapa penjelasan, dapat disimpulkan bahwa filsafat Islam
adalah berpikir secara sistematis, radikal dan universal tentang segala sesuatu
berdasarkan ajaran Islam.

19
Karakteristik Filsafat Islam
Salah satu karakteristik filsafat islam adalah filsafat yang bersifat religius
dan spiritual. Filsafat Islam memiliki karakteristik tertentu yang membedakan
filsafat ini dengan cabang filsafat lainnya.
Sebagai Filsafat Religius-Spiritual Filsafat Islam disebut sebagai religius
karena filsafat ini berasal dari ajaran Islam. Tokoh pemikirnya merupakan umat
Islam yang hidup dengan kebudayaan Islam. Filsafat Islam juga hadir sebagai
lanjutan dari pembahasan-pembahasan keagamaan dan teologi yang ada
sebelumnya. Oleh sebab itu, topik-topik pembahasan dalam Islam yang bersifat
religius dan mengesakan Tuhan.
Bersifat Rasional Meskipun bersifat religius dan spiritual, filsafat Islam juga
masih mengemukakan akal dan menafsirkan problematika di alam semesta
berdasarkan akal dan logika.
Penyatuan rasional dan spiritual terlihat jelas dalam berbagai diskursus yang dikaji
oleh para filosof muslim. Teori Emanasi yang dikembangkan al-Kindi, al-Farabi dan
Ibnu Sina membuktikan hal tersebut, dikatakan bahwa al-Farabi, merasa kecewa
atas buku Metafisika Aristoteles. Dengan cara religius dan spiritual ini, filsafat Islam
bisa mendekati filsafat skolastik, bahkan sejalan dengan filsafat kontemporer.
Bersumber dari Alquran dan Hadis Filsafat Islam berlandaskan pada prinsip
agama Islam dalam hal ini Alquran dan hadis. Maka sumber ilmu dalam filsafat
Islam adalah dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil rasional (‘aqli).
Secara umum, seluruh sarjana baik timur ataupun barat meyakini bahwa
Alquran dan hadis berperan penting dalam perkembangan pemikiran filsafat dalam
Islam. Hal ini terlihat dari beberapa ide yang disampaikan oleh filsuf muslim,
seperti al-Kindi yang membagi lapangan filsafat Islam menjadi tiga bagian, yakni
ilmu fisika, ilmu matematika, dan ilmu ketuhanan.

B. Tasawuf
Tasawuf adalah salah satu upaya atau usaha yang dilakukan oleh seseorang
untuk menyucikan jiwa dengan cara menjauhi pengaruh kehidupan yang bersifat
kesenangan duniawi dengan cara mendekatkan diri kepada Allah sehingga

20
kehadiran Allah senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan (Pemadi,
2004).
Tasawuf merupakan cabang imu yang menekankan dimensi rohani daripada
materi, akhirat daripada dunia fana, dan bathin daripada lahir. Nilai spiritual seperti
keikhlasan ibadah dan kerinduan kepada Allah merupakan tujuan pokok tasawuf.
Para sufi berzuhud, menerima kepurusan Allah SWT dengan hati lapang dan
berdzikir hingga mencapai kesatuan wujud (Armando, 2005).
Berikut pengertian tasawuf berdasarkan etimologi atau asal bahasanya:

1. Ahlu suffah, yaitu sekelompok orang pada masa Rasulullah yang hidupnya
diisi dengan banyak berdiam di serambi-serambi masjid, dan mereka
mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.
2. Shafa, yaitu nama bagi orang-orang yang bersih atau suci. Makna tersebut
sebagai nama dari mereka yang memiliki hati yang bersih atau suci,
maksudnya adalah bahwa mereka menyucikan dirinya di hadapan Allah
SWT.
3. Shaf, yaitu orang-orang yang ketika salat berada di barisan yang paling
depan. Makna shaff ini dinisbahkan kepada para jemaah yang selalu berada
pada barisan terdepan ketika solat, sebagaimana solat yang berada di barisan
pertama maka akan mendapat kemuliaan dan pahala.
4. Sufi, istilah ini berasal dari bahasa Yunani yang disamakan artinya dengan
hikmah, yang berarti kebijaksanaan.
5. Shaufanah, yaitu sebangsa buah-buahan kecil yang berbulu-bulu, yang
banyak sekali tumbuh di padang pasir di tanah Arab, dan pakaian kaum sufi
itu berbulu-bulu seperti buah itu pula, dalam kesederhanaannya.
6. Shuf, yang berarti bulu domba atau wol. Mereka disebut sufi karena
memakai kain yang terbuat dari bulu domba. Pakaian yang terbuat dari bulu
domba menjadi pakaian khas kaum sufi, bulu domba atau wol saat itu
bukanlah wol lembut seperti sekarang melainkan wol yang sangat kasar,
itulah lambang dari kesederhanaan pada saat itu. Berbeda dengan orang
kaya saat itu yang memakai kain sutra.

21
7. Shuffah, yaitu serambi Masjid Nabawi yang ditempati sebagian sahabat
Rasulullah. Makna tersebut dilatarbelakangi oleh sekelompok sahabat yang
hidup zuhud dan konsentrasi beribadah kepada Allah SWT serta menimba
ilmu bersama Rasulullah yang menghuni serambi Masjid Nabawi.
Sedangkan pengertian tasawuf berdasarkan pendapat para ahli sufi antara lain
sebagai berikut:
a. Menurut Al-Junaid Al-Bagdadi (Pemadi, 2004), tasawuf adalah
membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan
akhlak yang fitri, menekan sifat basyariah (kemanusiaan), menjauhi hawa
nafsu, memberikan tempat bagi kerohanian, berpegang pada ilmu
kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar
keabadianNya, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji
terhadap Allah SWT, dan mengikuti syariat Rasulullah SAW.
b. Menurut Abu Qasim Abdul Karim Al-Qusyairi (Pemadi, 2004), tasawuf
adalah menjabarkan ajaran-ajaran Al Quran dan Sunnah, berjuang
mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bidah. mengendalikan syahwat,
dan menghindari sikap meringankan ibadah.
c. Menurut Abu Yazid al-Bustami (Pemadi, 2004), tasawuf mencakup tiga
aspek yaitu takhalli (melepaskan diri dari perangai yang tercela), tahalli
(menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (mendekatkan diri
kepada Tuhan).
d. Menurut Syekh Abdul Qadir al-Jailani (Alba, 2012), tasawuf adalah
menyucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya dengan khalawt,
riyadloh, taubah dan ikhlas.
e. Menurut Syaikh Ibnu Ajibah (Alba, 2012), tasawuf merupakan ilmu yang
membawa seseorang agar bisa bersama dengan Allah SWT melalui
penyucian jiwa batin dan mempermanisnya dengan amal saleh dan jalan
tasawuf tersebut diawali dengan ilmu, tengahnya amal dan akhirnya adalah
karunia Ilahi.
f. Menurut H. M. Amin Syukur (Alba, 2012), tasawuf adalah latihan dengan
kesungguhan (riya-dloh, mujahadah) untuk membersihkan hati,

22
mempertinggi iman dan memperdalam aspek kerohanian dalam rangka
mendekatkan diri manusia kepada Allah sehingga segala perhatiannya
hanya tertuju kepada Allah.
Tujuan Tasawuf
Menurut Rivay (2002), tujuan tasawuf adalah sebagai berikut:
a. Pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa
yang berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga
manusia konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral. Tasawuf
yang bertujuan moralitas ini bersifat praktis.
b. Ma'rifatullah melalui penyingkapan langsung atau metode al-kasyaf al-
hijab. Tasawuf jenis ini sudah bersifat teoritis dengan seperangkat ketentuan
khusus yang diformulasikan secara sistematis analitis.
c. Membahas bagaimana sistem pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah
secara mistis filosofis, pengkajian garis hubungan antara Tuhan dengan
makhluk, terutama hubungan manusia dengan Tuhan.

C. Pembaharuan dalam Islam


Dalam tradisi khajanah intelektual Islam, istilah pembaruan (dalam konteks
ini, pembaruan Islam) dianggap sebagai terjemahan dari kata Arab tajdid, dan juga
modernism dalam terminologi Barat. Menyadari atas kandungan makna negatif,
sudah barang tentu di samping kandungan makna positifnya, dalam istilah
modernisme, kemudian Harun Nasution memberikan saran terutama kepada umat
Islam (Indonesia) sebaiknya agar menggunakan istilah “pembaruan” saja untuk
menunjuk pembaruan dalam Islam, termasuk di Indonesia. Dengan ungkapan lain,
kata “pembaruan” dianggap lebih tepat dipergunakan oleh umat Islam untuk
menunjuk pembaruan dalam Islam ketimbang kata modernisme.
Di samping term tajdid, terkait dengan pembaruan keagamaan dalam Islam,
sebenarnya dikenal pula istilah ishlah dengan makna perubahan (dalam konteks
perbaikan), yang pada level operasional di lapangan lebih menampakkan dalam
bentuk gerakan purifikasi atau pemurnian Islam. Berpangkal pada pemaknaan
ontologis terhadap dua term ini, tajdid dan ishlah, kemudian di kalangan pemikir

23
Islam terjadi perbedaan dalam memberikan arti konsepstual terhadap istilah
pembaruan Islam itu: di satu pihak ada sebagian yang melakukan pemilahan secara
ketat antara konsep pembaruan (tajdid) dengan ishlah (perubahan, perbaikan dalam
makna pemurnian), tetapi ada pula sebagian lainnya yang mengiklusikan makna
perbaikan-pemurnian (ishlah) ke dalam konsepsi pembaruan Islam.
Berdasarkan pemaknaan tersebut selanjutnya dapat ditegaskan adanya tiga
hal berikut yang inheren pada pembaruan Islam.
Pertama, pembaruan dalam Islam menunjuk pada usaha melakukan
perubahan. Usaha ini dilakukan setelah adanya kesadaran dan keprihatinan umat
Islam atas kondisi internal kemunduran yang dialaminya.
Kedua, ajaran agama Islam, khususnya hasil ijtihad dan pemikiran para
ulama terdahulu, adalah merupakan sasaran pembaruan Islam. Dengan lain kata,
sesungguhnya pembaharuan Islam sama sekali tidaklah berpretensi memperbarui
atau melakukan perubahan terhadap al-Qur’an dan asSunnah, karena kebenarannya
mutlak shalih likulli zaman wa makan (benar untuk setiap waktu dan tempat).
Ketiga, subjek pembaruan dalam Islam adalah para pembaru dari kalangan
insider (internal) umat Islam, bukan dari kalangan outsider (eksternal, non-
Muslim), meskipun dalam banyak hal pembaruan Islam itu tidak dapat dilepaskan
dari pemikiran makro pada umumnya.
Keempat, latar belakang pembaruan dalam Islam secara eksternal tidak
terlepas dari adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern di satu
pihak, tentu secara internal lahir setelah adanya kesadaran dan keprihatinan akan
kondisi internal kemunduran dunia Islam tersebut.
Sungguh pun demikian penting ditegaskan, bahwa gerakan pembaruan
Islam, merujuk Voll, merupakan bagian asli dan sah dari penjabaran Islam di
panggung sejarah, karenanya bukan hal yang unik dalam Islam. Berkaitan dengan
hal tersebut, pembaruan dalam Islam sama sekali tidak berpretensi melakukan
perubahan terhadap hal-hal yang prinsip dan fundamental dari ajaran Islam.
Ditinjau dari konteks kategorisasi ayat al-Qur’an atas qath’i addilalah dan
dhanni ad-dilalah, pembaruan Islam hanyalah masuk ke dalam wilayah ayat-ayat
al-Qur’an yang berkategori dhanni ad-dilalah. Meskipun demikian, yang

24
diperbarui, sekali lagi, bukanlah ayat-ayat al-Qur’an atau hadisnya, melainkan
interpretasi ulama terhadap ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis
tersebut, khususnya yang berkategori dhanni ad-dilalah.
Dan itulah sebabnya jikalau digunakan teori kategorisasi M. Amin Abdullah
yang membuat klasifikasi Islam atas normatif dan historis, maka sasaran pembaruan
dalam Islam hanyalah bisa masuk pada ranah Islam historis, hasil kreasi intelektual
para ulama, dan sama sekali tidak diperbolehkan memasuki ranah Islam normatif
(al-Qur’an dan as-Sunnah).
Dengan perkataan lain, sesungguhnya sasaran pembaruan dalam Islam
bukanlah merubah dan memperbarui Islam normatif yakni al-Qur’an dan al-hadis,
melainkan pembaruan terhadap hasil ijtihad pemikir Islam dalam melakukan
interpretasi dan elaborasi terhadap alQur’an dan al-hadis tersebut.

25
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pengertian Aqidah Secara Bahasa (bahasa Arab) aqidah berasal dari
kata al-'aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-
rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat, at-tamaasuk (pengokohan)
dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin
(keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
Syariat islam adalah apa-apa yang disyariatkan Allah terhadap semua
hamba-Nya, berupa sunnah atau peraturan-peraturan dan hukum-hukum untuk
dilaksanakan dan diamalkan debagai perwujudan, manifestasi dan konsekuensi dari
akidah yang dianut,yaitu akidah islam yang sebenarnya menurut peraturan, tidak
sah pemakaian syariah itu kepada yang bukan peraturan Islam, karena kata syariah
itu hanya terdapat dalam islam yang tertera dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Pengertian akhlaq secara etimologi berasal dari kata khuluq dan jama’nya
adalah akhlaq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku. Kata akhlaq berakar
dari kata khalaqa yang berarti menciptakan, seakar dengan kata khaliq (pencipta),
makhluk (yang diciptakan) dan khalaq (penciptaan).
Kesamaan akar kata diatas mengiyakan bahwa dalam akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan
prilaku makhluk (manusia). Atau dengan kata lain, tata prilaku seseorang terhadap
orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang haqiqi jika
tindakan atau prilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq. Dari pengertian
etimologi tersebut diatas akhlaq merupakan tata aturan atau norma prilaku yang
mengatur hubungan antar sesama manusia, dan juga yang mengatur hubungan antar
manusia dengan Tuhan dan dengan alam semesta.
Islam adalah sebuah agama yang berpusat terutama di sekitar Al-Qur'an,
sebuah teks agama yang diimani oleh umat Muslim sebagai kitab suci (kitābullāh)
dan firman langsung dari Tuhan (muslim menyebutnya sebagai Allāh) seperti yang
diwahyukan kepada Muhammad, nabi Islam yang utama dan terakhir.

26
Filsafat Islam adalah salah satu cabang filsafat yang dilakukan oleh umat
Islam yang berhubungan erat dengan ajaran-ajaran dalam agama Islam. Filsafat
Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan filsafat ilmu. Pengertian Filsafat
Islam Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan
“shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya kearifan
atau kebijakan sehingga filsafat diartikan sebagai cinta kebijaksanaan. Secara
umum pengertian filsafat adalah ilmu yang mempelajari masalah-masalah dasar
dan umum tentang masalah-masalah seperti keberadaan, pengetahuan, nilai, akal,
pemikiran, dan bahasa. Filsafat memiliki berbagai macam cabang yang dibedakan
dari kajian dan pemikirannya.
Tasawuf adalah salah satu upaya atau usaha yang dilakukan oleh
seseorang untuk menyucikan jiwa dengan cara menjauhi pengaruh kehidupan yang
bersifat kesenangan duniawi dengan cara mendekatkan diri kepada Allah sehingga
kehadiran Allah senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan (Pemadi,
2004).

27
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Islam
http://repository.iainkediri.ac.id/19/10/BAB%20VIII.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai