Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KELOMPOK

KONSEP IJTIHAD DAN HULUL


MATA KULIAH AKHLAK TASAWUF
DOSEN PENGAMPU: Dr. RIANAWATI, S.Ag., M,Ag.

DISUSUN OLEH:
MUSYARATI (12210095)
MUHMUDATUN KHOTIMAH (12210100)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI PONTIANAK
2023 M/1444 H
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Konsep
Ijtihad dan Hulul ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Akhlak Tasawuf, Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang konsep Ijtihad dan Hulul bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kepada Ibu Dr. Rianawati, S.Ag., M.Ag. selaku
pengampu mata kuliah Akhlak tasawuf yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

i
................................................................................................. i
........................................................................................................................ 1
...................................................................................................... 1
................................................................................................ 1
............................................................................................ 2
............................................................................................... 2
....................................................................................................................... 3
......................................................................................................... 3
............................................................................................. 3
............................................................................................ 4
.............................................................................................. 4
............................................................................................. 5
....................................................... 6
...................................................................................................................... 7
................................................................................................................. 7
..................................................................................................... 7
............................................................................................................... 7
................................................................................................. 8

ii
Ijtihad merupakan proses penafsiran hukum Islam oleh sarjana agama Muslim
yang terampil dan berpengetahuan luas untuk memahami dan mengeluarkan
hukum-hukum baru yang relevan dengan zaman mereka. Sementara itu, hulul
adalah suatu pandangan teologis yang kontroversial dalam Islam yang
menyatakan bahwa Allah dapat turun atau bersemayam secara fisik di dalam
makhluk-Nya. Ijtihad memiliki latar belakang yang berakar dalam sejarah awal
Islam. Pada awal mula Islam, ketika Nabi Muhammad hidup, ia bertindak sebagai
sumber otoritas tunggal dalam menafsirkan dan mengeluarkan hukum-hukum
Islam. Setelah wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 632 Masehi, komunitas
Muslim menghadapi tugas untuk menjaga keutuhan dan kohesivitas umat Islam
tanpa kehadiran langsung Nabi sebagai pemimpin spiritual.

Dalam menghadapi tantangan ini, munculah konsep ijtihad. Ijtihad mengacu


para ulama untuk menerapkan metode penafsiran Al-Quran, Hadis (ucapan,
perbuatan, dan persetujuan Nabi), ijma (konsensus ulama), dan qiyas (analogi)
untuk memahami dan mengekstrak hukum-hukum Islam. Dengan menggunakan
pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip dasar Islam dan pengetahuan tentang
konteks sosial, budaya, dan zaman mereka, para ulama berusaha memahami
makna yang lebih dalam dari teks-teks agama untuk menghasilkan fatwa atau
pendapat hukum. Sementara itu, hulul mempuyai pandangan teologis yang berasal
dari sejarah pemikiran Islam. Pendukung hulul meyakini bahwa Allah dapat turun
secara fisik atau bersemayam di dalam makhluk-Nya, seperti manusia atau objek
tertentu. Pandangan ini telah menjadi sumber kontroversi dan perdebatan dalam
tradisi Islam, karena terkait dengan pertanyaan tentang sifat-sifat Allah, hubungan
antara Tuhan dan ciptaan-Nya, dan pemahaman tentang tauhid (keesaan Allah).

1
Beberapa kelompok atau individu dalam sejarah Islam mengajukan pandangan
hulul, namun pandangan ini secara luas dianggap sebagai bid'ah (inovasi agama)
atau ketidaksesuaian dengan ajaran Islam yang diakui secara luas. Mayoritas
ulama Islam menolak pandangan hulul, dengan menyatakan bahwa Allah tidak
terbatas oleh ruang dan waktu, dan Dia jauh di atas dan berbeda dari ciptaan-Nya.
Dalam perkembangan sejarah Islam, ijtihad terus berperan penting dalam
merumuskan hukum-hukum Islam yang relevan dengan zaman dan tantangan
kontemporer. Sementara itu, pandangan hulul masih dianggap sebagai pandangan
minoritas dan kontroversial dalam teologi Islam yang dominan.

1. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad?


2. Siapa yang menjadi tokoh sufi dalam ijtihad ?
3. Apa yang dimaksud dengan al-hulul?
4. Siapa yang menjadi tokoh sufi dalam al-hulul?
5. Bagaimana perbedaan dan kesamaan dalam ijtihad dan al-hulul?

1. Untuk mengetahui pengertian dari ijtihad


2. Unutuk mengetahui siapa tokoh sufi dalam ijthad
3. Untuk mengetahui pengertian al-hulul
4. Unutk mengetahui siapa tokoh sufi dalam al-hulul
5. Untuk mengetahui apa perbedaan dan persamaan dalam ijtihad dan juga
al-hulul

2
Menurut (Mustofa, 1999 : 269-270) mengatakan Kata Ittihad berasal dari kata
ijtahada yajttahidu ijtihadan yang berarti kebersatuan. Ittihad menurut Abu Yazid
Al Bustami, secara komperhensif maupun etimologis, berarti integrasi, menyatu
atau persatuan . Ittihad memiliki arti “bergabung menjadi satu”. Paham ini berarti
seorang sufi yang dapat bersatu dengan Allah setelah terlebih dahulu melebur
dalam sandaran rohani dan jasmani dan kemudian kembali dalam keadaan kekal
dan bersatu dengan Allah. Ittihād dalam ajaran tasawuf kata Ibrahim Madkur
adalah tingkat tertinggi yang dapat dicapai dalam perjalanan jiwa manusia.
Menurut Harun Nasution, ittihad adalah satu tingkatan seorang sufi yang telah
merasa dirinya bersatu dengan tuhan, satu tingkatan ketika yang mencintai dan
yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat
memanggil yang satu lagi dengan kata-kata, “Hai aku”.

Dalam pemahaman ini, seseorang untuk mencapai Ittihad harus melalui


beberapa tingkatan yaitu fana dan baqa’. Fana merupakan peleburan sifat-sifat
buruk manusia agar menjadi baik. Pada saat ini, manusia mampu menghilangkan
semua kesenangan dunia sehingga yang ada dalam hatinya hanya Allah (baqa’).
Inilah inti ittihad, “diam pada kesadaran ilahi”. Tokoh pembawa paham ittihad
adalah Abu Yazid Al-Bustami. Menurutnya manusia adalah pancaran Nur Ilahi,
oleh karena itu manusia hilang kesadarannya (sebagai manusia) maka pada
dasarnya ia telah menemukan asal mula yang sebenarnya, yaitu nur ilahi atau
dengan kata lain ia menyatu dengan Tuhan.

Menurut A.R. al-Badawi, dalam ittihad yang dilihat hanya satu wujud
sungguhpun sebenarnya ada dua wujud yang terpisah satu sama lain. Karena yang
dilihat dan dirasakan hanya satu wujud, maka dalam ittihad bisa terjadi pertukaran
peranan antara yang mencintai dan yang dicintai atau tegasnya antara sufi dan

3
Tuhan. Dalam ittihad, “identitas telah hilang, identitas telah menjadi satu”. Sufi
yang bersangkutan, karena fana’nya telah tak lagi mempunyai kesadaran lagi, dan
berbicara dengan nama Tuhan.

(Abuddin Nata, 2011 : 235-237) mengatakan bahea Tokoh yang Pencetus al-
ittihad adalah Abu Yazid al-Busthami. Nama lengkapnya adalah Thaifur Ibn isa
ibnu Sarusyan. Dia berasal dari Bustham. Kakeknya, Sarusyan sebelum masuk
Islam adalah seorang pemeluk agama Majusi yang selanjutnya masuk Islam. Abu
Yazid meninggal tahun 261 H (ada juga yang berpendapat dia meninggal th. 264
H). Terdapat berbagai pendapat yang berbeda mengenai Abu Yazid al-Busthami.
Sebagian ahli mengatakan bahwa ungkapan-ungkapannya bisa dikategorikan
sebagai ungkapan-ungkapan yang dikenal dengan syathahat. Dalam kenyataannya,
al-Busthami begitu didominasi keadaan fana. Karena itu banyak ungkapan yang
diriwayatkan dari dia, seperti: “Makhluk mempunyai berbagai keadaan, tetapi
seorang arif tidak mempunyai keadaan. Sebab dia mengabaikan aturan-aturannya
sendirt Identitasnya sirna pada identitas lainnya, dan bekas-bekasnya ghaib pada
bekas-bekas lainnya”. Hal ini mustahil terjadi kecuali dengan ketertarikan penuh
seorang arif kepada Allah, sehingga dia tidak menyaksikan selain-Nyadalam
tidurnya tidak melihat selain Allah, dan dalam jaganya pun tidak melihat selain
Allah. Dia tidak seiring dengan selain Allah, dan tidak menelaah selain Allah.

Secara harfish halul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia
tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya
melalui fana. (Abuddin Nata dikutip dari Qadir Malumad, 2011). Menurut
keterangan Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma sebagai dikutip Harun Nasution,
adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia
tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang ada
dalam tubuh itu dilenyapkan

al-hulul adalah salah satu tipe dari aliran tasawuf falsafi dan merupakan
perkembangan lanjut dari paham al-ittihad. (Rivavy Siregar dikutip dari james

4
hasting, 2000) Konsepsi al-hulul pertama kali ditampil kan oleh Husein Ibn
Mansur al-Hallaj yang meninggal karena dihukum mati di Baghdad pada tahun
308 H, karena paham yang ia sebarkan itu dipandang sesat oleh penguasa pada
masa itu.

Pengertian al-hulul secara singkat ialah, Tuhan me ngambil tempat dalam


tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat membersihkan dirinya
dari sifat- sifat kemanusiaannya melalui fana atau ekstase. (Rivavy S. dikutip dari
A. Kadir Mahmud, 2000). menurut al-Hallaj, manusia mempunyai sifat dasar
yang ganda, yaitu sifat ke-Tuhan-an atau lahut dan sifat kemanu- siaan atau nasut.
Demikian juga halnya Tuhan memiliki sifat ganda, yaitu sifat-sifat llahiyat atau
Lahut dan sifat insaniyah atau nasut. Apabila seseorang telah dapat
menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya dan mengembangkan sifat-sifat
Ilahiyatnya melalui fana, maka Tuhan akan mengambil tempat dalam dirinya dan
terjadilah kesatuan manusia dengan Tuhan dan inilah yang dimaksud dengan hulul
(Nicholson, R. A. 1966: 150)

Tokoh yang mengembangkan paham al-Hulul adalah al-Hallaj, Nama


lengkapnya adalah Husein bin Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun 244 H. (858 M.) di
negeri Baidha, salah satu kota kecil yang terletak di Persia. Dia tinggal sampai
dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar
pada seorang Sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Ab dullah al-
Tustur di negeri Ahwaz. Selanjutnya ia berangkat ke Bashrah dan belajar pada
seorang sufi bernama Amr al-Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota
Baghdad dan belajar pada al-Junaid yang juga seorang sufi Selain itu ia pernah
juga menunaikan ibadah haji di Mekkah selama tiga kali. Dengan riwayat hidup
yang singkat ini jelas bahwa ia memiliki dasar pengetahuan tentang tasawuf yang
cukup kuat dan mendalam. (Abuddin Nata, 2011 : 235-237)

Dalam paham al-Hulul yang dikemukakan al-Hallaj ter- sebut ada dua hal
yang dapat dicatat. Pertama, bahwa paham al-hulul merupakan pengembangan
atau bentuk lain dari pa ham mahabbah sebagaimana disebutkan dibawa Rabi'ah

5
al- Adawiyah. Hal ini terlihat adanya kata-kata cinta yang dikemu kakan al-Hallaj.
Kedua, al-Hulul juga menggambarkan adanyaittihad atau kesatuan rohaniah
dengan Tuhan. Namun Harun Nasution membedakan kesatuan rohaniah yang
dialami al Hallag melalui al-Hulul, dengan kesatuan rohaniah yang dialami Abu
Yazid dalam al-ittihad. Dalam persatuan melalui al-Hulul ini, al-Hallaj
kelihatannya tak hilang, sebagai halnya dengan diri Abu Yazid dalam ittihad.
Dalam ittihad diri Abu Yazid hancur dan yang ada hanya diri Tuhan. Dalam
paham al- Hallaj, dirinya tak hancur sebagai ternyata dari ungkapan syair- nya di
atas. (Abuddin Nata, 2011 : 245-246)

Menurut Putri Karuna Pencapaian tertinggi yang diidamkan bagi seorang sufi
adalah bersatunya sang pencinta dan yang dicinta. Konsep penyatuan ini bagi Abu
Yazid al-Bustami dikenal dengan istilah Ittihad, bagi al-Hallaj dikenal dengan
istilah Hulul dan lbnu Arabi menyebutnya dengan istilah wahdat al-wujud.

Perbedaan antara ittihad al-Bustami dengan hulul al-Hallaj adalah dalam hulul
diri al-hallaj tidak melebur atau hilang, sedangkan dalam ittihad diri Abu Yazid
hancur dan yang ada hanya diri Tuhan. Jadi dalam ittihad yang dilihat satu wujud,
sedang dalam hulul ada dua wujud tetapi bersatu dalam satu tubuh. Dalam
teorinya tentang wujud, Ibnu Arabi memprediksi terjadinya emanasi, yaitu Allah
menampakkan segala sesuatu dari ilmu wujud menjadi materi. Filosofi dari ketiga
konsep di atas (ittihad, hulul, dan wahdat al-wujud) adalah bahwa Allah ingin
melihat hamba-Nya di luar kendali hamba-Nya. Sehingga dijadikan-Nya alam ini
yang merupakan cermin bagi Allah di kala ingin melihat hamba-Nya.

Persamaan ajaran Hulul al-Hallaj dan ajaran Ittihad Abu Yazid sama-sama
mengajarkan tentang persatuan antara Tuhan dan Hamba. Dalam ittihad dan hulul
seorang sufi mengeluarkan syatahat. Adapun letak perbedaannya ialah pada
ittihad roh manusia naik dan menyatu kedalam diri Tuhannya (khaliq), sedangkan
ajaran Hulu,l roh ketuhanan telah turun dan masuk ke dalam tubuh atau jasad sang
hamba (makhluk).

6
jtihad adalah Suatu paham yang menyatakan bahwa Tuhan dan manusia dapat
mencapai kesatuan rohaniah setelah manusia melenyapkan sifat-sifat dirinya,
akhlak yang buruk dan dosa (fana'). Paham ini dibawa oleh Abu Yazid al-Bustami.

Sedangkan hulul adalag suatu pahan yang menyatakan bahwa Tuhan dapat
mengambil tempat pada diri manusia. Paham ini dibawa oleh al-Hallaj Hulul
terjadi apabila manusia terlebih dahulu melenyapkan sifat-sifat negatif, dosa dan
kemanusiaannya secara fisik (fana).

Perbedaan antara ijtihad al-Bustami dengan hulul al Hallaj, dalam ijtihad


yang dilihat satu wujud, sedang dalam hulul ada dua wujud, tetapi bersatu dalam
satu tubuh. Dengan ungkapan al-Hallaj yang demikian itu, kita dapat menilai,
bahwa pada saat al-Hallaj mengatakan ana al-hag sebenamya bukanlah roh al-
Hallaj yang mengucapkan demi- kian, tetapi roh Tuhan yang mengambil tempat
(hulul) dalam diri al-Hallaj

Penulis menyadari bahwa makalah diatas ini banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulisakan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedomankan pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan
makalahDalam kesimpulan diatas

7
Mustofa, H. A.(2014). Akhlak Tasawuf.Bandung, Indonesia: Penerbit
PUSTAKA SETIA Bandung
Abuddin Nata.(2011). Akhlak Tasawuf.Jakarta, Indonesia:PT
RAJAGRAFINDO PERSADA
Rivavy Siregar.(2000).Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-
sufisme.Jakarta, Indonesia:PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Nicholson, R.A.(1966).The Mystic of islam.London: Routledge&Kegan Paul
Ltd Putri karuna, 2020,05 November. Artikel Pengertian ijtihad dan Hulul dan
persamaan dan perbedaan ijtihad dan hulul.Jakarta, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai