Anda di halaman 1dari 22

SYARI’AH, FIKIH, USHUL FIKIH, QAWA’ID FIKIH

Disusun Oleh :

- Raih Rohania Hidayat (2207015107)


- Aisyah Basthoh (2207015122)

Mata Kuliah : Pengantar Ushul Fikih

Dosen Pengampu : Pa Arif Hamzah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim puji syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkat


kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan pada mata kuliah Pengantar Ushul Fikih dengan
judul makalah “Syariah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qowa’id Fiqih”

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar
Ushul Fikih, Bapak Arif Hamzah, yang telah memberikan ilmunya kepada kami semua
sehingga membantu dalam penyelesaian makalah yang kami buat. Makalah ini kami buat
dalam rangka memenuhi tugas dari mata kuliah Pengantar Ushul Fikih pada Program Studi
Pendidikan Agama Islam , Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa hasil pekerjaan kami masih jauh
dari kesempurnaan, baik dalam hal penulisan maupun pembahasan materi. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang diberikan pada kami untuk membantu
perbaikan makalah ini kedepannya.

Jakarta, 25 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................................... iii
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................................... iii
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................... iv
1.3 TUJUAN ............................................................................................................................... iv
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 1
2.1 Pengertian Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Kaidah Fiqih ............................................. 1
2.2 Perbedaan Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawaid Fiqhliyah (Kaidah Fiqih) ........... 6
2.3 Contoh Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawaid Fiqhliyah (Kaidah Fiqih)................. 8
2.4 Sumber Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawa’id Fiqhliyah (Kaidah Fiqih) ............ 11
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 14
3.1 KESIMPULAN ................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Agama Islam memiliki Al-Quran sebagai petunjuk dan pedoman bagi kehidupan seluruh
umatnya. Al-Quran sebagai penuntun umat secara garis besar mengandung dasar-dasar tentang
tauhid, akidah, akhlak, dan hukum-hukum syariat sebagai pedoman bagi keberlangsungan
hidup umatnya. Sudah sejak pada masa Nabi Muhammad SAW, berbagai permasalahan dan
hukum diselesaikan berdasarkan wahyu-wahyu yang diturunkan kepada beliau yang kemudian
telah disatukan menjadi sebuah kitab suci yang disebut Al-Quran.

Permasalahan-permasalahan hidup yang ada pada saat itu tidak hanya diselesaikan melalui
Al-Quran namun juga berdasarkan perkataan-perkataan belliau yang kemudian disebut sebagai
sunnahnya. Ilmu Fiqih yang memang sudah digunakan sejak masa Nabi Muhammad SAW
hingga kini ini merupakan suatu ilmu yang harus kita pahami dan harus dipelajari sebagai umat
islam. Mengapa demikian? Ilmu Fiqih mengatur segala hal tentang hukum dan permasalahan
hidup setiap orang, bisa dibayangkan apabila kita tidak mempelajari dan memahami apa yang
ada didalamnya maka kita bisa saja banyak melakukan kesalahan-kesalahan yang seharusnya
memang tidak diperbolehkan dalam agama.

Ilmu Fiqih ini adalah suatu ilmu yang menyertaki kita umat islam dari mulai bangun tidur,
melakukan aktifitas, dan kembali tidur. Itu berarti bahwa ilmu ini sangat berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari manusia. Ilmu Fiqih ini bukan berdasrkan pada hati atau perasaan
manusia namun merupakan ilmu pasti yang bersifat ilmiah dimana segala hal yang diatur
didalamnya adalah hukum yang benar adanya dan logis secara pemikiran dan memiliki kaidah-
kaidah tertentu. Oleh karena itu penulis akan membahas tentang Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih,
dan Qawa’id Fiqih secara lebih dalam pada makalah ini sehingga akan menjadikan pembakelan
materi yang baik dalam lingkup pendidikan dan membentuk pribadi yang mengerti hukum dan
syariat bagi pembaca.

iii
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apa itu Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawa’id Fiqih?
b. Bagaimana perbedaan antara Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawa’id Fiqih?
c. Apa contoh antara Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawa’id Fiqih?
d. Apa saja sumber antara Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawa’id Fiqih?

1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui pengertian dan maksud dari Syari’ah. Fiqih, Ushul Fiqih, dan
Qawa’id Fiqih.
b. Memahami perbedaan yang ada antara Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawa’id
Fiqih.
c. Mengetahui contoh antara Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawa’id Fiqih.
d. Untuk mengetahui apa saja sumber dari Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawa’id
Fiqih

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Kaidah Fiqih


A. Pengertian Syari’ah
Kata Syari’ah berasal dari kata syara’a. Kata ini menurut Ar-Razi dalam bukunya Mukhtar-us
Shihab bisa berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan) dan bayyan al-masalik
(menunjukkan jalan). Kata 'syari'ah' secara etimo- logis berarti 'sumber/aliran air yang
digunakan untuk minum'. Dalam perkembangan selanjutnya, kata syari'ah digunakan dengan
mengacu kepada jalan yang lurus/agama' (al-thariqah mustaqimah), dan kedua makna itu
berkaitan satu sama lain. Sumber atau aliran air merupakan kebutuhan pokok manusia untuk
memelihara keselamatan jiwa dan tubuh mereka, sementara jalan yang lurus merupakan
kebutuhan pokok yang akan menyelamatkan dan membawa kebaikan bagi umat manusia. Dari
akar kata ini, syari'ah diartikan sebagai agama yang lurus yang diturunkan Allah bagi umat
manusia. Dengan kata lain, syari'ah adalah ketentuan Allah bagi hamba-Nya yang meliputi
persoalan akidah, ibadah, akhlak, dan tata kehidupan umat manusia untuk mencapai kebaha-
giaan mereka di dunia dan akhirat.

Dilihat dari segi ilmu hukum, syari'at merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah,
yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik
dalam berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam
masyarakat. Hukum dasar-dasar ini dijelaskan dan atau dijelaskan lebih lanjut oleh Nabi
Muhammad saw. sebagai Rasul-Nya. Oleh karena itu, syari'at terdapat di dalam al-Qur'an dan
di dalam kitab-kitab Hadis.

B. Pengertian Fiqih
Pengertian secara bahasa atau etimologi, Fiqih berasal dari bahasa Arab pada kata fa, qa, ha.
Pada kata fa, qa, dan ha yang berharokat fathah (Faqaha) memiliki arti “telah memahami fiqh
lebih dulu daripada orang lain”, untuk fa, qa, dan ha, yang berharokat dhammah (fuqaha)
memiliki arti ahli fiqh, dan terkadang kata ini juga berharokat kashrah (faqiha) yang artinya
mengetahui. Dalam salah satu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan
bahwa: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisi-Nya niscaya
diberikan kepadanya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama.” Dari Hadits

1
tersebut, maka bisa kita ketahui bahwa Fiqih itu memiliki arti mengetahui, memahami dan
mendalami ajaran-ajaran agama secara keseluruhan.
Untuk pengertian secara istilah (terminologi), fiqih diartikan sebagai suatu ilmu yang berisi
tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah atau praktis yang digali dari berbagai dalil
yang terperinci. Menurut Ibnu Khaldun yang disebutkan dalam Muqaddimahnya pada
pembahasan tentang ilmu fiqih dan faraidh, tertulis bahwa fiqih adalah mengetahui hukum-
hukum Allah atas perbuatan mukallaf, baik itu hukumnya wajib, haram, sunnah, makhruh,
maupun mubah. Ia diperoleh dari Al-Qur’an dan Sunnah serta dalil yang dinisbatkan oleh
pembuat syariat (Allah SWT) untuk diketahuinya. Apabila ada hukum yang dikeluarkan dari
beberapa dalil yang telah sesuai dengan tersebut maka dinamakan fiqih. Jadi fiqih adalah
hukum syara yang meliputi wajib, sunnah, haram, makhruh, dan mubah yang bersifat amaliyah
dan digali dari dalil-dalil seperti Al- Qur’an dan Sunnah.1
C. Pengertian Ushul Fiqih
Kata ushul jika dilihat secara bahasa berasal dari bahasa Arab, yang merupakan bentuk jamak
dari kata ashlun yang berarti sesuatu yang dijadikan sandaran oleh sesuatu yang lain.
Contohnya pada kalimat bahasa Arab:
● Ashlu Asy-syajarah : Sandaran pohon, kata ashal di sini berarti akar.
● Ashlu Al-baiti : Sandaran rumah, kata ashal di sini berarti pondasi.
Sedangkan secara istilah atau terminology, kata ushul ini mempunyai beberapa pengertian2:
1. Ashal yaitu kaidah yang bersifat menyeluruh. Misalnya, dibolehkannya memakan bangkai
bagi mereka yang sedang berada dalam keadaan darurat. Hal ini tidak menyalahi hukum
ashal (kaidah kulliyah), yang berarti "semua bangkai itu hukumnya haram".
2. Ashal yang berarti hukum ashal (istishab). Contohnya ada kaidah yang berkaitan dengan
istishab yang artinya "hukum ashal/istishab ialah tetapnya apa yang telah ada atas sesuatu
yang telah ada". Misalnya, terdapat seseorang yang sudah berwudhu, namun kemudian ia
ragu apakah sebetulnya ia sudah batal atau belum. Maka kejadian seperti ini bisa
dikembalikan kepada hukum ashal, yakni dihukumi masih sah atau belum batal wudhunya.
3. Ashal yang berarti dalil. Contohnya pada ungkapan "ashal masalah ini adalah al - Qur'an
dan sunnah", maka yang dimaksud adalah dalilnya.

1
Dr. H. Darmawan, S.HI, M.HI, Kaidah-kaidah Fiqhiyah, (Revka Prima Media, 2020), hlm. 1.
2
Dr. H. Saipudin Shidiq, M.Ag, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 3.

2
Kata fiqih berasal dari bahasa Arab juga, yang merupakan bentuk masdar dari akar kata yaitu
faqiha, yafqahu, fiqhan yang jika diartikan secara bahasa, artinya adalah “pemahaman
mendalam yang dapat menangkap tentang asal, tujuan ucapan, dan perbuatan". Dalam
peristilahan syar`i, ilmu fikih dimaksudkan sebagai ilmu yang berbicara tentang hukum-hukum
syar’i amali (praktis) yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang mendalam
terhadap dalildalilnya yang terperinci (al-tafsili) dalam Alquran dan hadis.3
Kata fiqh yang merupakan bentuk masdar dari akar kata juga terdapat dalam Al-Qur'an surat
An-Nisa ayat 78 :
‫فَ َما ِل ٰٓھؤ ا ََُلءِ ۡالقَ ۡو ِم ََل يَكَاد ُۡونَ يَ ۡفقَ ُه ۡونَ َحد ِۡيثًا‬
Artinya : Mengapa orang - orang munafik hampir-hampir tidak memahami pembicaraan
sedikitpun. (QS. An-Nisa/3 : 78)
Kata fiqih juga terdapat dalam sebuah hadis yang memiliki arti "Siapa yang Allah kehendaki
kebaikan, maka ia diberikan pemahaman yang mendalam tentang perkara agama" (HR.
Bukhari Muslim).
Sedangkan menurut istilah, seperti yang sudah diuraikan diatas, kata fiqh bisa diartikan sebagai
ilmu halal dan haram, ilmu syariat dan hukum sebagaimana dikemukakan oleh Al-Kassani.4

Jadi, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Prof. Dr. TM. Hasbi Ash Shiddieqy, definisi
Ushul al-Fiqih ialah: kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-
dalinya, dan dalil-dalil hukum (kaidah-kaidah yang menetapkan dalil-dalil hukum). Dalil-
dalilnya yang dimaksud adalah undang-undang (kaidah-kaidah) yang ditimbulkan dari bahasa.
Maka dengan uraian di atas dapat dipahami bahwa yang dikehendaki dengan Ushul al - Fiqh
adalah dalil-dalinya seperti al-Qur’an, Sunnah Nabi, Ijma’, Qiyas.5

Definisi Ushul al - Fiqih merupakan suatu rangkaian dan gabungan kata-kata Ushul al-Fiqih.
Hasbi al-Shidiqi berpendapat bahwa Ushul al-Fiqih sebagai satu rangkaian kata-kata ialah:

● Kaidah-kaidah istinbat hukum (fiqih) yang diambil dari undang-undang bahasa Arab,
seperti kaidah‚ perintah‛ menunujkkan kewajiban‚ larangan‛ menunjukkan kepada haram,
dan seperti ‚penetapan-penetapan yang menerangkan keadaan-keadaan lafaz yang

3
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 2.

4
Tajuddin Abd. Wahhab bin Ali al-Subki, Jam'u al-Jawami'i fi Ushul al-Fiqh. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
2000), Cet. ke-2, hlm. 6.
5
Herfin Fahri, “Filsafat Hukum Islam dan Ilmu-ilmu Shariah Metodologis”, AL-HIKMAH Jurnal Studi Keislaman,
Vol. 6, No. 1 (2016), hal. 51.

3
memfaedahkan kepada umum. Ringkasnya kaidah-kaidah yang dipergunakan untuk
mengistimbatkan hukum dari dalil.

● Dalil-dalil hukum (fiqih), seperti perbutan Nabi saw menjadi hujjah, seperti‚ ijma menjadi
hujjah dan qiyas hujjah.

D. Pengertian Qawa'id Fiqih

Kaidah atau Qawa’id secara bahasa atau etimologi bisa diartikan sebagai suatu asas atau dasar
dan fondasi, sedangkan kata Fiqhiyah berarti penjenisan atau pngelompokan. Jadi Qawa’id
Fiqhiyah atau Kaidah Fiqih dapat di artikan sebagai dasar-dasar atau asas-asas yang berkaitan
dengan berbagai masalah atau jenis- jenis fiqih.

Pengertian Qawa’id Fiqhiyah menurut beberapa ulama dan ilmuwan:

● Mushthafa az-Zarqa
Qawa’id Fiqhiyah diartikan sebagai “Dasar-dasar fiqih yang bersifat bersifat umum dan
ringkas yang berbentuk undang-undang dan berisi hukum-hukum syara’ yang umum dan
terdapat berbagai peristiwa hukum yang termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.”
● Al-Taftazany
Qawa’id Fiqhiyah merupakan “Suatu hukum yang bersifat universal yang dapat diterapkan
kepada seluruh bagiannya agar dapat diidentifikasikan hukum-hukum bagian tersebut darinya.”
● Ali Ahmad al-Nadwi
Qawa’id Fiqhiyah adalah “Dasar fiqih yang bersifat menyeluruh yang mengandung hukum
hokum syara’ yang bersifat umum dalam berbagai bab tentang peristiwa peristiwa yang masuk
di dalam ruang lingkupnya.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya pada hakikatnya Qawa’id Fiqhiyah


merupakan sekumpulan kaidah fiqih yang berbentuk rumusan-rumusan yang bersifat umum
dalam berbagai bidang yang sesuai ruang lingkupnya.

Lima Kaidah Fiqih Utama

Berikut kelima Kaidah Fiqih pokok tersebut:

ِ َ‫اَلُٔ ُم ْو ُر بِمِ ق‬
١. ‫اص ِدھَا‬

Artinya: "Segala perkara tergantung maksud/tujuannya."

Dalilnya: Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan sahabat Umar bin Khattab RA:

4
‫إنما اَلٔعمال بالنيات ـ ـ ـ‬

‫رواه الشيخان‬.

Artinya (kurang lebih): "Setiap perbuatan bergantung pada niatnya ..." (H.R. Bukhari &
Muslim)
َّ ‫ِّاليَ ِقيْنُ ََل يُزَ ا ُل بِال‬
٢. ‫شك‬

Artinya: "Keyakinan tidak akan bisa dihilangkan oleh keragu-raguan."


Dalilnya: Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abi Said Al-Khudri

‫ ن الشيطان ليأتى احدكم وھو فى صالته فيقول له أحدثت فال ينصرف حتى يسمع صوتا أو يجد ريحإا‬.

‫ رواه إبن ماجه و أحمد‬.

Artinya (kurang lebih): "Sesungguhnya Setan akan mendatangi salah satu dari kalian yang
sedang melaksanakan shalat, lalu berkata kepadanya "Engkau telah hadats". (Jika itu terjadi)
Maka janganlah berpindah (membatalkan shalatnya) sampai dia (orang yang shalat)
mendengar suara atau mencium bau." (H.R. Ibnu Majah & Ahmad)

٣. ‫شقَّةُ تَجْ لِبُ التَّ ْي ِسيْر‬


َ ‫َال َم‬

Artinya: "Keadaan susah menunut kemudahan."

Dalilnya: Firman Allah SWT

‫ـ ـ ـ ھو إجتبكم وما جعل عليكم فى الدين من حرج ـ ـ ـ‬

‫سورة الحج‬: ٧٨

Artinya (kurang lebih): ".... Dia telah memilihmu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran
untukmu dalam agama ..." (Q.S. 22, Al-Hajj: 78)

Dalilnya: Firman Allah SWT

‫ـ ـ ـ يريد هللا بكم اليسر وَل يريد بكم العسر ـ ـ ـ‬

‫سورة البقرة‬: ١٨٥

Artinya (kurang lebih): ".... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan Allah tidaklah
menghendaki kesukaran bagimu ...." (Q.S. 2, Al-Baqarah: 185)

5
٤. ‫ض َر ُر يُزَ ال‬
َ ‫ُال‬

Artinya: "Kemadaratan harus dihilangkan"

Dalilnya: Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas RA

‫ رواه أحمد و ابن ماجه و الطبراني‬. ‫ َل ضرر وَل ضرار‬.

Artinya (kurang lebih): "Tidak boleh (ada) bahaya dan menimbulkan bahaya." (H.R. Ahmad,
Ibnu Majah, dan Thabrani)

٥. ‫ٌال َعادَة ُ ُم َح َّك َمة‬

Artinya: "Adat dijadikan rujukan hukum."

Dalilnya: Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud RA

‫ رواه أحمد‬. ‫سيى‬


ٔ ‫ ـ ـ ـ فما رأى المسلمون حسنا فهو عند هللا حسن و ما رأوا سيىٔا فهو عند هللا‬.

Artinya (kurang lebih): ".... apa yang kaum muslim anggap baik, maka baik pula menurut Allah.
Dan apa yang kaum muslim anggap buruk, maka buruk pula menurut Allah." (H.R. Ahmad). 6

2.2 Perbedaan Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawaid Fiqhliyah (Kaidah Fiqih)
1. Syariat bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas karena ke
dalamnya, oleh banyak ahli, dimasukkan juga akidah dan akhlak. Sedangkan fikih
bersifat instrumental, ruamg lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan
manusia, yang biasanya disebut sebagai perbuatan hukum.
2. Syariat adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, karena itu berlaku abadi
sedangkan fikih adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat berubah dari
masa ke masa.
3. Syariat hanya satu, sedangkam fikih mungkin lebih dari satu seperti (misalnya) terlihat
pada aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazahib atau mazhab-mazhab itu.
4. Syariat menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan fikih menujukkan
keragamannya.
5. Ushul fiqih muncul atau lahir setelah lahirnya fiqih, karena fungsi ushul fiqih adalah
menggali, mengeluarkan, serta menemukan hukum syara’ yang bersifat praktis dari
dalil-dalilnya yang terperinci. Sedangkan untuk Kaidah Fiqih atau Qawa’id fiqhiyah

6
Ibid

6
lahir setelah adanya fiqih, karena Qawa’id fiqhiyah diambil dari hasil generalisasi
terhadap kumpulan berbagai masalah hukum fiqih serupa yang memiliki kesamaan
illat, dan fungsinya untuk mendekatkan dan mengklasifikasi berbagai macam persoalan
yang berbeda sehingga memepermudah mengetahuinya. Sehingga untuk urutannya
yang pertama adalah fiqih, ushul fiqih, lalu qawaid fiqhiyah. Untuk urutan lebih
lengkap dan kompleksnya yaitu: Fiqh, Ushul Fiqh, Fiqh Generasi II, Qawaid Fiqhiyah,
Fiqh Generasi III (Fiqh Kontemporer).
6. Ushul fiqih merupakan suatu metode yang dijadikan sebagai standar pedoman primer
untuk menggali, menemukan, dan mengeluarkan (istinbath) hukum, objek bahasannya
berupa dalil-dalil dan hukum perbuatan mukallaf. Sedangkan Qawa’id fiqhiyah
merupakan kaidah-kaidah sekunder yang bersifat kebanyakan (aktsariyah) dan objek
bahasannya selalu hukum perbuatan mukallaf.7
7. Ushul fiqih menggali hukum dari al-quran dan hadits dan dirumuskan dalam bentuk
dalil atau kaidah secara global. Sedangkan fiqih, membahas ketentuan Allah yang
mengatur amal perbuatan manusia (mukallaf) yang bersifat praktis dan cabang.

1. Objek kajian ushul fiqih terkait dengan ketentuan syara’ (hakim, mahkum fih, dan
mahkum alaih), sumber-sumber dan dalil hukum, cara mengistinbat hukum, dan
ijtihad. Sedangkan fiqh objeknya perbuatan manusia yang bersifat praktis berupa
perintah, larangan, anjuran, pilihan, maupun ketentuan sebab akibat.

2. Ushul fiqih berisi metode untuk menetapkan hukum suatu amal ibadah atau
perbuatan lainnya. Sedangkan fiqih berisi perbuatan itu sendiri serta tata cara
pelaksanaannya.

7
Dr. H. Darmawan, S.HI, M.HI, Kaidah-kaidah Fiqhiyah, (Revka Prima Media, 2020), hlm. 3.

7
2.3 Contoh Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawaid Fiqhliyah (Kaidah Fiqih)
A. Contoh Syari’ah

1. Fardu (wajib)

Mendirikan shalat, membayar zakat, berpartisipasi dalam jihad, mematuhi hukum islam,
seorang muslimah memakai hijab dll.

2. Haram (terlarang)

Melakukan riba, berjudi, menyerukan nasionalisme dan demokrasi dll.

3. Mandub, mustahab, sunnah atau nafilah (dianjurkan)

menjenguk orang sakit, bersedekah kepada orang miskin, puasa senin kamis dll.

4. Makruh (tidak disukai)

Shalat diantara waktu subuh dan terbit matahari, makan bawang sebelum pergi ke mesjid,
membuang sampah dijalan.

5. Mubah (boleh)

Memakan domba atau ayam, menikah sampai empat istri, dll.

B. Contoh Fiqih
2.3.1.1 Ketika terkena najis, boleh membersihkan dengan memercikkan air atau berwudhu.
2.3.1.2 Gerakan shalat dilakukan berdasarkan yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
2.3.1.3 Tata cara berpuasa dilakukan berdasarkan perintah Allah SWT
C. Contoh Ushul Fiqih
2.3.1.3.1.1.1 Tidak membuang sampah sembarangan,
2.3.1.3.1.1.2 Tidak melakukan pemborosan dalam keuangan,
2.3.1.3.1.1.3 Tidak menebang sembarang pohon demi mendirikan bangunan, dan lain
sebagainya.
Masalah-masalah seperti ini adalah masalah-masalah aktual yang menjadi fokus dari aplikasi
kaidah ushul fiqih ini.
D. Contoh Qowa’id Fiqih
1. Semua perbuatan tergantung niatnya

Maksud kaedah ini adalah setiap perbuatan manusia, baik dalam hubungannya dengan Allah
maupun antara sesama makhluk ditentukan oleh niat dan tujuan dilakukannya.

8
Dalam ibadah yang kaitannya dengan Allah Azza wa Jalla, niat adalah rukun, sehingga
menentukan sah-tidaknya suatu amal. Sedangkan dalam perbuatan yang kaitannya dengan
sesama makhluk, seperti muamalah, munakahah (pernikahan), jinayat (tindak pidana), niat
merupakan penentu; apakah perbuatan tersebut mempunyai nilai ibadah atau sebaliknya, dan
apakah sebagai perbuatan yang membawa dosa atau tidak.

Niat juga merupakan pembeda antara ibadah yang satu dengan yang lain, seperti ibadah yang
fardhu dan yang sunah. Demikian juga merupakan pembeda antara ibadah atau sekedar amal
kebiasaan. Ini semua yang membedakannya adalah niat. Dan niat itu tempatnya di hati; bukan
di lisan.

2. Keyakinan tidak dapat disingkirkan oleh keraguan.

Maksud kaidah kedua adalah bahwa sesuatu yang telah meyakinkan tidak dapat digoyahkan
oleh sesuatu yang masih meragukan, kecuali yang meragukan itu naik menjadi yakin.

Contoh penerapan kaedah kedua adalah seorang yang telah berwudhu, kemudian datang
keraguan apakah ia telah berhadats, maka dalam hal ini ditetapkan yang telah diyakini, yakni
masih ada wudhu dan belum berhadats.

3. Kesulitan mendatangkan kemudahan.

Para ulama menerangkan, bahwa dari kaedah di atas keluar segala bentuk rukhshah atau
keringanan. Di antaranya:

Ketika safar, seseorang boleh mengqashar (mengurangi jumlah rakaat dari 4 menjadi 2), boleh
berbuka, boleh mengusap khuff lebih dari sehari-semalam, dsb.

Ketika sakit, boleh shalat sambil duduk atau berbaring ketika tidak sanggup berdiri, boleh
tayammum ketika berbahaya menggunakan air, boleh berbuka puasa, dsb.

Ketika lupa, bebas dari dosa karena lupa, seperti makan pada waktu puasa Ramadhan, atau
salam sebelum selesai shalat, kemudian berbicara dengan sengaja karena mengira shalatnya
telah selesai, maka dia tidak batal shalatnya.

9
Ketika terpaksa (darurat), seseorang boleh memakan makanan yang diharamkan agar dirinya
tidak binasa.

Ketika jahil (tidak tahu), seperti berbicara ketika shalat karena tidak tahu hukumnya, maka
shalatnya tidak batal.

Ketika sulit atau umumul balwa (keadaan yang sulit dihindari), seperti shalat dengan terkena
najis yang sulit dihindari, adanya kotoran burung yang tersebar di masjid, dsb.

4. Bahaya harus disingkirkan

Contoh penerapan kaedah ini dalam masalah muamalah adalah, diperbolehkan mengembalikan
barang yang telah dibeli jika ternyata ada cacat. Demikian pula dalam transaksi jual beli karena
terdapat perbedaan sifat yang tidak sesuai dengan yang telah disepakati, disyariatkannya hajr
(pencegahan melakukan transaksi pada harta) bagi orang yang safih (dungu/kurang akal), anak
yatim yang belum cerdas atau orang yang hilang akalnya. Dasar pertimbangan diberlakukan
ketentuan-ketentuan tersebut adalah untuk menghindarkan sejauh mungkin madharat (bahaya)
yang merugikan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.

Dalam masalah jinayat, Islam menetapkan qishas (membalas serupa). Juga ditetapkan
hukuman hudud agar tidak terulang lagi perbuatan berbahaya yang dilakukan, adanya kaffarat,
mengganti rugi kerusakan, mengangkat para penguasa untuk menumpas para pengacau
keamanan dan menindak para pelaku kriminalitas, dsb.

Dalam masalah munakahat (pernikahan), Islam membolehkan perceraian dalam situasi dan
kondisi rumah tangga yang sudah tidak teratasi agar kedua suami istri tidak mengalami
penderitaan batin terus-menerus. Demikian pula dizinkan faskh (pembatalan pernikahan)
karena aib.

5. Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum.

Maksud kaidah ini adalah bahwa adat dapat menjadi rujukan hukum dalam beberapa keadaan.

Adat merupakan perkara yang berulang-ulang dikerjakan oleh manusia, sehingga melekat pada
jiwa, diterima dan dibenarkan oleh akal dan tabiat yang masih sehat. Adat menjadi hujjah

10
adalah ketika bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syariat. Oleh karena itu, tidak
termasuk adat sama sekali hal-hal yang membawa kepada kerusakan, kemaksiatan, dan tidak
ada faedahnya sama sekali, seperti muamalah secara riba, berjudi, menyabung ayam, dan
sebagainya meskipun perbuatan-perbuatan itu menjadi kebiasaan dan bahkan mungkin sudah
tidak dirasakan lagi keburukannya.

Contoh penerapan kaedah di atas adalah tentang usia haidh dan baligh, batas minimal darah
haidh dan nifas, lamanya jeda yang bertentangan dengan muwalah (berurutan) dalam wudhu,
banyaknya gerakan menurut adat yang dianggap membatalkan shalat, dsb.

Dalam hubungannya dengan kaidah di atas, para Ahli Fiqih menyatakan,

‫ف‬ َ ‫ع ُم ْطلَقًا َولَ ضَا ِب‬


ِ ‫ط لَهُ ِف ْي ِه َولَ فِي اللغَ ِة يُ ْر َج ُع ِف ْي ِه ِإلَى ا ْلعُ ْر‬ ُ ‫كُل َما َو َر َد ِب ِه الش َّْر‬

“Semua yang datang dari syara secara mutlak, tidak ada ketentuannya dalam agama maupun
bahasa, maka dikembalikan kepada uruf (adat yang berlaku).”

Contohnya ukuran nafkah kepada istri dan bentuk ihsan kepada kedua orang tua, serta bentuk
silaturrahim.

2.4 Sumber Syari’ah, Fiqih, Ushul Fiqih, dan Qawa’id Fiqhliyah (Kaidah Fiqih)
Secara epistemologis, ushul fiqih lahir sebagai ilmu dengan bantuan ilmu bahasa Arab, ilmu
Tafsir, ilmu Hadits, dan ilmu Logika atau Manthiq. Dengan perangkat ilmu-ilmu tersebut
kemudian ushul fiqh mempunyai perspektif tersendiri tentang Al-Qur'an. Pemikiran ushul
fiqih tentang Al-Qur'an setidaknya mencakup hakikat Al-Qur'an, kedudukan Al-Qur'an dalam
syariat, prinsip-prinsip syariat dalam Al-Qur'an, tujuan syariat dalam tinjaun Al-Qur'an,
metode dan gaya bahasa Al-Qur'an dalam pensyariatan, cakupan hukum dalam Al-Qur'an,
dan ayat-ayat yang dinilai sebagai ayat-ayat hukum. 8

Semua madzhab ushul fiqih sepakat bahwa Al-Qur'an adalah sumber hukum Islam yang
pertama dan utama. Bahkan apa yang dilakukan, dikatakan, disetujui Rasulullah menyangkut
suatu hukum syariat tidak akan lepas dari ayat Al-Qur'an, baik itu sebagai penegasan terhadap
ayat-ayat yang sudah jelas, atau sebagai penafsiran terhadap yang belum jelas, atau sebagai

8
Al Futuhy, Syarh Kaukab al Munîr, (Riyad: Maktabah Al Abaykan, 1993), juz II, hal. 7- 8

11
rincian terhadap ayat yang masih mujmal, atau sebagai pembatasan terhadap ayat-ayat yang
bersifat umum, atau sebagai penetuan hukum yang berdiri sendiri sebagai kewenangan yang
diberikan Al-Qur'an kepada Rasul.9

Dalil-dalil hukum (fiqih), seperti perbutan Nabi saw menjadi hujjah, seperti ‚ijma’ menjadi
hujjah dan qiyas hujjah. Hasil-hasil ijtihad sahabat pada periode ini belum dibukukan sehingga
belum dapat dianggap sebagai ilmu, hanya sebagai pemecahan masalah terhadap kasus yang
mereka hadapi. Oleh sebab itu hasil ijtihad mereka belum disebut fikih/usul fikih. Pada
periode sahabat, sumber-sumber hukum Islam adalah Alquran, Sunnah dan ijtihad sahabat.10

Di dalam hukum Islam ada dua macam kaidah, yaitu: pertama, kaidah-kaidah ushul fiqih, yang
digunakan untuk mengeluarkan hukum (takhtij al-ahkam) dari sumbernya, Al-qur’an /Al-
hadis. Kedua, kaidah-kaidah fiqih, yaitu kaidah-kaidah yang disimpulkan secara general dari
materi fiqih dan kemudian digunakan pula untuk menentukan hukum dari kasus-kasus baru
yang timbul, yang tidak jelas hukumnya di dalam nash.11

Sumber Syariah

Sumber – sumber Syari’ah diambil dari dalil daripada dalil dalil syarak. Terdapat dua jenis dalil:
pertama dalil yang di sepakati, yaitu Al-Qur’an yang merupakan sumber yang paling utama,
kemudian sunnah, ijmak, dan qias.

Sumber Fiqih

Jika merujuk pada imam syafi’i, fiqih mempunyai sumber yang sesuai harikahnya adalah al-
Qur’an, sunnah nabi, ijma’ dan qiyas. Dua yang terakhir ini biasa di terjemahkan dengan
consensus dan penalaran melalui analogi. Logika fiqih lebih kepada suatu system perundang-
undangan agama menunjukkan dengan jelas bahwa ia adalah perundang-undangan agama
yang, pertama, di jabarkan langsung dari al-Qur’an, kedua, dari tradisi atau sunnah nabi, dan
terakhir dari Tindakan individu terpercaya dan terbimbing. Walaupun ijma’ dan qiyas tidak
disebutkan secara jelas dalam Al-Qur’an dan sunnah sebagai sumber fiqih namun

9
Abdulghany Abdulkhaliq, Hujjiyatus Sunnah, (Virginia: IIIT, tt.), hal. 496-498
10
Hasbi al-Siddiqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1968). hal 122.
11
Moh. Mufid, Kaidah Fiqh Ekonomi Syariah, 2017. Hal-14.

12
perkembangan kedua konsep tersebut sebagai sumber fiqih adalah produksi dari sumber
yang di sepakati.12

Sumber Ushul Fiqih

Ilmu ushul fiqih tumbuh pada abad kedua hijriah. Pada abad pertama hijriah ilmu ini belum
tumbuh, karena belum terasa diperlukan. Rasulullah SAW berfatwa dan menjatuhkan
keputusan (hukum) berdasarkan kepada Al-Qur’an dan hadis, dan berdasar naluriah yang
bersih tanpa memerlukan ushul atau kaidah yang dijadikan sebagai sumber istinbat hukum.
Adapun sahabat Nabi membuat keputusan hukum berdasarkan dalil nas yang dapat mereka
fahami dari aspek kebahasaan semampu mereka, dan untuk memahaminya secara baik
diperlukan kaidah bahasa.13

Sumber Qowa’id Fiqih

Sumber-sumber hukum Islam (asy-syarî’ah) yang dijadikan pegangan dan acuan oleh ulama
dalam menetapkan hukum banyak sekali, kurang lebih sampai dua puluh sumber. Di
antaranya adalah al-Qur’an, as-Sunah, Ijma’, Qiyas, Istihsan, Istishhab, Mashlahah Mursalah,
Mazhab Shahabi, Syar’u man Qablana, Uruf’ dan Saddu al-Dara’i’.14
Adapun redaksi kaidah fiqih terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, kaidah fiqih yang murni
berasal dari teks hadist. Kedua, kaidah fiqih yang merupakan hasil pemikiran fuqaha dengan
cara memahami kandungan Al-Qur’an dan hadist kemudian dijadikan suatu kaidah umum.
Ketiga, kaidah fiqih yang merupakan ijtihad fuqaha melalui metode induksi terhadap masalah-
masalah fiqih secara parsial, kemudian dijadikan suatu kaidah yang bersifat global.15

12
Akmal Bashori, Ruang Batin Fiqih Al-Ghazali Studi Atas Kitab Ihya’ Ulum al-Din. (Yogyakarta: Bintang Surya
Madani, 2020). hal 26.
13
Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqih. (Jakarta: Kencana, 2017). Hal 13.
14
Muhammad Mushthafa Syalbi, Ushûl al-Fiqh al-Islâmî, al-Dar al-Jam’iyah, hal, 74.
15
ibid

13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

Yang dimaksud dengan syariat atau yang ditulis dengan Syari’ah, Secara harfiah adalah jalan
ke sumber (mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap muslim, syariat merupakan
jalan hidup muslim, ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-nya. Baik berupa larangan
maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

Fiqih diartikan sebagai ilmu yang berisi tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah
atau praktis yang digali dari berbagai dalil yang terperinci. Ushul al-Fiqh ialah kaidah-kaidah
yang dipergunakan untuk mengeluarkan hukum dari dalil-dalinya, dan dalil-dalil hukum
(kaidah-kaidah yang menetapkan dalil-dalil hukum). Sedangkan Qawa’id Fiqhiyah merupakan
sekumpulan kaidah fiqh yang berbentuk rumusan-rumusan yang bersifat umum dalam berbagai
bidang yang sesuai dengan ruang lingkupnya. Salah satu hal yang membedakan antara fiqih
dan ushul fiqih adalah terletak pada objek kajiannya, ushul fiqih terkait dengan ketentuan
syara’, sumber-sumber dan dalil hukum, dll. Sedangkan fiqih objeknya perbuatan manusia
yang bersifat praktis berupa perintah, larangan, anjuran, pilihan, maupun ketentuan sebab
akibat.

Semua madzhab ushul fiqih sepakat bahwa Al-Qur'an adalah sumber hukum Islam yang
pertama dan utama. Jika merujuk pada imam syafi’i, fiqih mempunyai sumber yang sesuai
harikahnya adalah al-Qur’an, sunnah nabi, ijma’ dan qiyas. Untuk ushul fiqih, Rasulullah SAW
berfatwa dan menjatuhkan keputusan berdasarkan kepada Al-Qur’an dan hadis, dan berdasar
naluriah yang bersih tanpa memerlukan ushul atau kaidah yang dijadikan sebagai sumber
istinbat hukum. Sedangkan Qowa’id fiqih, sumbernya bisa mencapai 20 sumber atau bahkan
lebih.

14
Qawaid Fiqhiyah, Qawaid Ushuliyah, fiqih dan ushul fiqih tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya karena ke empat hukum ini selalu berkaitan antara satu dengan yang
lainnya. qawa’id al-fiqhiyyah terkadang selalu menopang qawaid ushuliyyah, begitu juga fiqih
dan ushul fiqih. Ilmu fiqih mempunyai hubungan erat dengan qawa’id al- fiqhiyah karena
kaedah al-fiqhiyah merupakan kunci berpikir dalam pengembangan dan seleksi hukum fiqih.
Dengan bantuan qawa’id al fiqhiyah semakin tampak jelas semua permasalahan hukum baru
yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat dapat ditampung oleh syari’at Islam dan dengan
mudah serta cepat dapat dipecahkan permasalahannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrauf. al-Qur’an dan Ilmu Hukum. Jakarta; Bulan Bintang, 1970.

Abu Zahra, al-Imam. Ushul al-Fiqhi. al-Qahirah: Dar al Fikr al- Arabi: 2006.

Ali, Mohammad Daud.. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam din
Indonesia. Cet. XVI; Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 2011.

Azzam, Abdul Aziz Muhammad. al-Qawaid al-Fiqhiyyah. al-Qahirah: Dar al-Hadits, 2005.

Bak, Ahmad Ibrahim. Ilmu Ushul al-Fiqh wa Yalihi Tarikh al-Tasyri al-Islami al-
Qahirah:Dar al-Ansahar, 1862.

Cahyani, Intan. Problematika Penerapan Produk Pemikiran Hukum Islam Sebelum dan
Sesudah Lahirnya UU Nomor 7 Tahun 1989, (Alauddin University Press), 2011.

Coulson, Noel . Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: P3M, 1987.

Hanafi, A. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1970

Abd. Wahhab, Tajuddin bin Ali al-Subki. 2000. Jamu’al al-Jawami’I fi Ushul al-Fiqh. Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.

Abdulghany Abdulkhaliq, Hujjiyatus Sunnah, (Virginia: IIIT, tt.)

Akmal Bashori, 2020, Ruang Batin Fiqih Al-Ghazali Studi Atas Kitab Ihya’ Ulum al-Din.
(Yogyakarta: Bintang Surya Madani)

Al Futuhy,1993, Syarh Kaukab al Munîr, (Riyad: Maktabah Al Abaykan)

Darmawan. 2020. Kaidah-kaidah Fiqhiyah. Surabaya: revka prima media.

Djalali, Basiq. 2010. Ilmu ushul fiqh. Jakarta: Kencana.

Fahri, Herfin. 2016. Filsafat Hukum Islam dan Ilmu-ilmu Shariah Metodologis. AL-
HIKMAH Jurnal Studi Keislaman, Vol. 6 (No. 1), Hal. 51.

Hasbi al-Siddiqy,1968, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang)

Hasbiyallah. 2014. Fiqh dan Ushul Fiqh Metode Istinbath dan Istidlal. Bandung: PT Remaja.

Imam musbikin,Qawa’id Al-fiqhiyah (Jakarta: PT Rajagrafindo persada)

16
Koto, Alaiddin. 2009. Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Moh. Mufid, 2017, Kaidah Fiqh Ekonomi Syariah, (Makassar: Zahra Litera Makassar)

Muhammad Mushthafa Syalbi, Ushûl al-Fiqh al-Islâmî, al-Dar al-Jam’iyah.

Saidus syahar, Asas-asas hukum Islam (Bandung:alumni , 1996)

Sapiudin Shidiq ,2017, Ushul Fiqih. (Jakarta: Kencana)

Shidiq, Saipudin. 2011. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana.

17

Anda mungkin juga menyukai