MAKALAH
Oleh
AISA
KELAS : X IPA 1
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat limpahan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “KOSEP FIQIH” ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan
kepada junjungan kita, yakni Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan
kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan
menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada ibu Suhaibatul Aslamiyah,
S.Pd.I Selaku Guru pada Mata Pelajaran Fiqih yang telah memberikan bimbingan
dan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Serta semua
pihak yang memberikan inspirasi dan motivasi kepada kami dalam menulis
makalah ini. Makalah ini tentunya masih sangat jauh dari kesempurnaan yang
semestinya. Masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisannya mengingat
kemampuan penulis yang sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membagun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini serta sebagai acuan untuk pembuatan karya ilmiah
selanjutnya.
Aisa
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HAAMAN JUDUL...................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Pengertian Fiqih...........................................................................................3
B. Sumber Hukum Islam..................................................................................4
C. Ruang Lingkup Fiqih...................................................................................9
D. Syarat Diterimanya Ibadah.........................................................................10
BAB III KESIMPULAN........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mempelajari agama Islam terutama masalah ibadah ada tuntunan
yang harus diketahui yaitu fiqih ibadah. Sebelum membahas fiqih ibadah
dengan lebih dalam lagi, disini penulis akan memaparkan berbagai hal yang
berkaitan dengan fiqih. Didahului dengan wawasan tentang apa itu fiqih,
sumber-sumber hukum Islam maupun ruang lingkup pembahasan fiqih. Dari
ruang lingkup fiqih yang telah dibahas nanti kami khususkan dengan
pemaparan tentang fiqih ibadah. Sehingga dengan penjelasan bagaimana arti
ibadah dalam Islam maka nantinya akan bisa memahami dan bisa
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Juga syarat bagaimana ibadah
itu bisa diterima, akan memberikan wawasan yang berguna sehingga akan
terhindar dari perbuatan yang disangka ibadah ternyata termasuk yang tidak
diterima. Yang nantinya akan menghindarkan kita dari perbuatan yang sia-sia.
Persoalan ibadah menjadi salah satu bagian atau cabang ilmu fiqih.
Pengembangan suatu ilmu memerlukan proses pengkajian yang intensif atas
berbagai hal yang bersangkutan dengan ilmu tersebut. Demikian juga dengan
fiqih ibadah, tidak terlepas dari proses pengkajian yang teratur dan sistematis.
Suatu ilmu pengetahuan dapat dikatakan berguna bila disertai dengan
pengamalan ilmu tersebut kedalam kehidupan sehari-hari. Ibadah yang
mengantarkan seseorang menjadi manusia terhormat disisi Allah SWT
merupakan yang dibimbing oleh pengetahuan yang memadai tentang ibadah
itu sendiri dan ada tuntunannya dari Rasulullah. Sebagai mahasiswa Sekolah
Tinggi Agama Islam Muhammadiyah Tulungagung harus mampu menguasai
pengetahuan yang berkenaan dengan ibadah-ibadah pokok dan dapat
mengamalkannya secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Disamping itu
juga dituntut mampu membimbing masyarakat muslim nantinya agar
berpengetahuan yang memadai tentang ibadah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Fiqih Itu?
2. Apa Saja Sumber Hukum Islam Itu?
3. Bagaimana Ruang Lingkup Fiqih?
4. Bagaimana Syarat Diterimanya Ibadah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pengertian Fiqih.
2. Untuk Mengetahui Apa Saja Sumber Hukum Islam.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Ruang Lingkup Fiqih.
4. Untuk Mengetahui Syarat Diterimanya Ibadah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqih
Kata “fiqih”, secara etimologis berarti “paham yang mendalam”.
Bila “paham” dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriyah, maka
fiqih berarti paham yang menyampaikan ilmu zhahir kepada ilmu batin.
Karena itulah al-Tirmizi menyebutkan, “Fiqh tentang sesuatu,”berarti
mengetahui batinnya sampai kepada kedalamannya. Secara definitif, fiqh
berarti “Ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali
dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili”.
3
menemukan hukum Allah”. Kajian ilmu fiqh itu adalah mengetahui hukum
dari setiap perbuatan mukallaf, tentang halal, haram, wajib, mandub, makruh
atau mubahnya. Beserta dalil-dalil yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan
hukum tersebut, apakah dalilnya itu dinyatakan dalam Al-Qur’an atau As-
Sunnah.
1. Al-Qur’an
4
a. Aspek ibadah mahdhah, seperti shalat, puasa, zakat dan haji
sebanyak 140 ayat.
b. Aspek kehidupan keluarga, seperti perkawinan, perceraian, mawarits
dan yang sebagainya sebanyak 70 ayat.
c. Aspek perekonomian yang berkaitan dengan masalah perdagangan,
sewa-menyewa, kontrak dan hutang-piutang sebanyak 70 ayat.
d. Aspek kepidanaan yang berkaitan dengan norma-norma hukum
tentang pelanggaran kriminal sebanyak 30 ayat.
e. Aspek qadha yang berkaitan dengan persaksian dan sumpah dalam
proses pengadilan sebanyak 13 ayat.
f. Aspek politik dan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak-
hak warga negara dan hubungan pemerintah dengan warganya,
sebanyak 10 ayat.
g. Hubungan sosial antara umat Islam dengan non-Islam dalam negara
Islam, serta hubungan negara Islam dengan negara non-Islam
sebanyak 25 ayat.
h. Hubungan kaya-miskin, yakni peraturan-peraturan tentang
pendistribusian harta terhadap orang-orang miskin, serta perhatian
negara mengenai hal ini. Ayat-ayat yang mengatur persoalan ini
berjumlah 10 ayat.
2. Hadits Rasulullah SAW (Sunnah)
Secara etimologis, Hadits mempunyai arti kabar, kejadian,
sesuatu yang baru, perkataan, hikayat dan cerita. Secara terminologis,
hadits adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan dan ketetapannya setelah beliau diangkat
menjadi Nabi. Selain hadits ada ulama menggunakan Sunnah sebagai
sumber Islam. Pengertian Sunnah lebih umum daripada pengertian
Hadits.
Secara etimologis Sunnah berarti perjalanan hidup, jalan/cara,
tabi’at, syari’ah, yang jamaknya adalah al-sunan. Sedangkan secara
terminologis, sunnah menurut ulama Hadits yaitu setiap sesuatu yang
5
bersumber dari Rasul SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan,
sifat kemakhlukan, akhlak atau perjalanan hidupnya, baik hal tersebut
terjadi ketika beliau belum menjadi Rasul seperti bersemedi digua Hira
atau sesudah menjadi Rasul. Hadits merupakan sumber kedua bagi
hukum Islam, dan hukum-hukum yang dibawa oleh hadits ada tiga
macam:
6
yang mengetahuinya dengan ucapannya,”Saya melihat seorang
sahabat memakan daging dhab di dekat Nabi, Nabi mengetahui
tetapi Nabi tidak melarang perbuatan itu”
7
3. Ijma’
8
Artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah
jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-
orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam jahannam, dan
jahannam itu seuruk-buruk tempat kembali”.(Q.S.An-Nisa’:115)
Selain ayat tersebut diatas ada hadits Nabi SAW yang
diriwayatkan Ibnu Majah, yang artinya:”Dari Anas bin Malik ra, dia
berkata, Rasulullah SAW telah bersabda, umatku tidak akan melakukan
kesepakatan untuk sesuatu yang sesat”.(H.R.Ibnu Majah). Al-Ghazali
berpendapat bahwa alasan ini lebih kuat, karena secara eksplisit
menyatakan tentang ijma’ beserta tingkat kebenarannya. Menurutnya,
kalau para ulama telah menetapkan suatu keputusan hukum secara
kolektif, niscaya keputusannya itu benar dan terpelihara dari kesalahan.
C. Ruang Lingkup Fiqih
Ruang lingkup pembahasan fiqih sangat luas sekali, ia mencakup
pembahasan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia
dengan diri pribadinya atau manusia dengan masyarakat sekitar.Ilmu fiqih
mencakup pembahasan tentang kehidupan dunia hingga akhirat, urusan
agama ataupun negara serta sebagai peta kehidupan manusia di dunia dan di
akhirat. Untuk tujuan tersebut, hukum-hukum fiqih sangat terkait dengan
segala aktifitas yang dilakukan oleh seorang mukallaf, baik berupa ucapan,
tindakan, akad, atau transaksi lainnya. Secara garis besar dapat dikategorikan
menjadi:
1. Hukum Ibadah (fiqh ibadah) yang meliputi: tata cara bersuci, shalat,
puasa, haji, zakat nadzar, sumpah dan aktifitas sejenis terkait dengan
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya.
2. Hukum Muamalah (fiqih muamalah) yang meliputi tata cara melakukan
akad, transaksi, hukum pidana atau perdata dan lainnya yang terkait
dengan hubungan antar manusia atau dengan masyarakat luas.
9
D. Syarat Diterimanya Ibadah
Syarat-syarat diterimanya ibadah ada dua yaitu ikhlas dan sesuai
dengan petunjuk Rasulullah SAW. Dalil yang menunjukkan akan hal ini
adalah firman Allah Ta’ala dalam Q.S Al-Kahfi ayat 110:
Artinya: “Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:”Bahwa sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah
kepada Tuhannya”.(QS, Al-Kahfi:110).
1. Ikhlas, yaitu mengerjakan amal ibadah murni hanya kepada Allah Ta’ala
saja bukan kepada yang lain. Orang yang ikhlas tidak pernah suka dipuji
oleh manusia dan tidak akan pernah berharap apa yang ada ditangan
manusia. Amalan yang tidak ikhlas tidak akan diterima oleh Allah
Ta’ala. Sebagaimana firman Allah dalam surat Bayyinah ayat 5:
Artinya:”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan keta’atan pada-Nya dalam
(menjalankan)agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang
lurus.”
Nabi Muhammad SAW bersabda diriwayatkan oleh Muslim
yang artinya: “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Aku Maha tidak
butuh kepada sekutu, barangsiapa beramal suatu amalan yang dia
menyekutukan-Ku didalamnya, maka Aku tinggalkan amalan itu bersama
apa yang diasekutukan”.(HR.Muslim).
2. Mutaba’ah, yaitu amalan ibadah tersebut hendaklah sesuai dengan apa
yang diajarkan Rasulullah SAW. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
dalam Riwayat Muslim yang artinya:”Barangsiapa mengamalkan suatu
amalan yang tidak ada asalnya dari agama kita maka amalan
itutertolak”.(HR.Muslim).
10
Siapa yang beribadah menyelisihi petunjuk Rasulullah SAW, maka
ibadahnya akan melenceng dari kebenaran, seperti pendapat Ibnu
Taimiyyah: Barangsiapa yang menjauhi dalil maka ia telah sesat jalan,
dan tidak ada dalil kecuali dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW (dalam kitab Miftah Dar As Sa’adah).
11
BAB III
KESIMPULAN
DakwahSunnah.SyaratditerimanyaIbadah dalam http//www.dakwahsunnah.com/
artikel/aqidah/55-syarat diterimanya amal ibadah diunggah, 10 September
2022.