Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FIQIH

OBJEK KAJIAN FIQIH

Dosen Pembimbing:
Saputranur M,sos

Disusun Oleh:
Iqlima (2241912011)
Akmaluddin Annaba (2241912021)
Farid Kasman (2241912045)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH


JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIAR ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD
IDRIS SAMARINDA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas rahmat dan hidayah-nya sehingga tugas yang di amanahkan kepada
saya yaitu membuat makalah yang membahas tentang “Objek Kajian Fiqih” dapat
terselesaikan, berkat usaha dan doa untuk menyelesaikannya, di lain sisi juga ada
do’a orang tua yang telah di ijabah oleh tuhan untuk anaknya yang masih harus
melanjutkan pendidikan. Terima kasih kepada orang-orang yang telah mensupport
penyusun untuk segera menyelesaikan makalah ini tanpa harus ditunda-tunda.
Terima kasih juga kepada Bapak Saptranur M,sos yang telah membimbing
penyusun dalam membuat makalah ini dan membimbing dalam mata pelajaran
Fiqih ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah yang telah disusun ini sangatlah jauh
dari kata sempurna. Penyusun sangat membutuhkan kritik dan saran dari
seseorang yang telah membaca ini karena dengan saran dan kritik dari
pembaca,penyusun akan memaksimalkan lagi dalam meyusun makalah yang akan
datang dan penulis yakin bahwa manusia itu tidak pernah luput dari kesalahan,
dosa, serta kekhilafan.

Samarinda, 26 September 2022

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... I


DAFTAR ISI .................................................................................................... II
BAB I: PENDAHULUAN ............................................................................. III
A. Latar Belakang ...................................................................................... III
B. Rumus Masalah...................................................................................... IV
C. Tujuan .................................................................................................... IV
BAB II: PEMBAHASAN ................................................................................. 1
A. Hal Pokok Kajian Ilmu Fiqih................................................................. 1
B. Objek Pembahasan Ilmu Ushul Fiqih.................................................... 6
C. Objek Kajian Ilmu Fiqih......................................................................... 7
D. Sistematika Penyusunan Ilmu Fiqih...................................................... 9
BAB III: PENUTUP ....................................................................................... 11
A. Kesimpulan ............................................................................................. 11
B. Saran ....................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................12

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata “Fiqih” pada awalnya oleh orang-orang Arab bagi seseorang yang
ahli dalam mengawinkan Onta, yang mampu membedakan mana yang betina
dan mana yang jantan. Dengan sendirinya, ungkapan “Fiqih” di kalangan
mereka sudah lumrah digunakan. Dari ungkapan ini, dapat diberi pengertian
”pemahaman dan pengertian yang mendalam tentang suatu hal”. Al-Qur’an
menggunakan kata “Fiqih” dalam pengertian ”memahami” secara umum
sebanyak 20 kali. Ungkapan al-Qur’an (agar mereka melakukan pemahaman
dalam agama), menunjukkan bahwa pada masa klasik istilah “Fiqih” tidak
hanya digunakan dalam pengertian hukum saja, akan tetapi mempunyai arti
yang lebih luas mencakup semua aspek kehidupan dalam Islam, baik
theologis, ekonomis dan hukum. Pada periode awal kita temukan sejumlah
istilah seperti Fiqih, ‘ilm, iman, tauhid, tazkir dan hikmah, yang digunakan
dalam pengertian yang sangat luas, tetapi dikemudian hari arti yang banyak
itu menyatu dalam pengertian yang sangat sempit dan khusus.
Alasan terjadinya perubahan ini adalah karena masyarakat muslim semasa
hidup Rasul tidaklah komplek dan beraneka ragam sebagaimana tumbuh
berkembangnya Islam kemudian. Pada masa awal Islam istilah “Fiqih” dan
ilmu sering digunakan bagi pemahaman secara umum. Rasul pernah
mendoakan Ibnu Abbas dengan mengatakan (ya Allah berikanlah dia
pemahaman dalam agama). 2 Dari pendapat tersebut bisa kita tangkap bahwa
maksud dari pemahaman tersebut adalah bukan hanya bidang hukum semata,
melainkan juga pemahaman tentang Islam secara luas.
Dalam pemahaman yang luas itu, fiqih mempunyai hal pokok yang sangat
penting untuk di ketahui dan memiliki objek untuk mengkaji berbagai
hukum-hukum perbuatan yang di syari’atkan oleh islam.

III
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja hal pokok yang terdapat dalam kajian ilmu fiqih?
2. Apa saja objek kajian untuk mempelajari ilmu fiqih?

C. Tujuan
1. Mengetahui dengan jelas hal pokok di dalam kajian ilmu fiqih.
2. Mengetahui objek-objek kajian dalam mempelajari ilmu fiqih.

IV
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hal Pokok Kajian Ilmu Fiqih


Objek secara Garis besar,fiqih memuat dua hal pokok yang merupakan
ibadah kepada allah Pertama,tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang
hamba dalam hubungannya dengan Allah swt sang penciptanya atau disebut
dengan fiqih ibadah.secara langsung (ibadah mahdah,) sehingga sering
disebut dengan fiqih ibadah. Kedua, tentang apa yang Harus dilakukan oleh
seorang hamba dalam hubungannya dengan sesama manusia dan
lingkungannya, atau disebut ibadah tidak langsung (ibadah ijtima'iyyah)
sehingga sering disebut dengan fiqih muamalah.
Obyek pembahasan dalam ilmu fiqih adalah perbuatan mukallaf ditinjau
dari hukum syara' yang tetap bagi seseorang. Fiqih membahas tentang tharah,
shalat, zakat, puasa, haji, akad, jual beli, riba, mudharabah, gadai, wali nikah,
putusnya perkawinan, hudud, qishash taʼzir, imamah,ar rai'yah dan lain
sebagainya agar dapat mengerti tentang hukum syara' dalam segala perbuatan
ini.
Dalam kajian ilmu fiqih ini memiliki dua hal pokok, yaitu :
1. Fiqih ibadah
Ibadah mahdah atau fiqih ibadah berisikan kajian fiqih tentang apa
yang harus dilakukan oleh seorang hamba dalam hubungan dengan Allah
SWT sang penciptanya. Pada fiqih ibadah ini memuat semua perbuatan
yang berkaitan dengan thaharoh, shalat, puasa, zakat, haji, qurban, nadzar,
sumpah dan semua perbuatan manusia yang berhubungan dengan
Tuhannya.
Menjadi keniscayaan bahwa kita dalam beribadah harus menggunakan
ilmu atau menjadi syarat sebelum beribadah mencari ilmu terlebih dahulu
karena kedudukan ilmu itu laksana pohon, dan ibadah itu adalah buah dari
berbagai jenis buah pepohonan (ilmu). Wajib bagi kita yang pertama
untuk mengenal al-Ma`bud, karena bagaimana kita akan menjalankan

1
pengabdian kalau kita tidak mengenal dari Asma, Sifat Dzat-Nya, apa
yang mungkin dan apa yang tidak mungkin menyertai dzat-Nya agar
kita terhindar dari penisbatan pensifatan yang keliru terhadap-Nya.
‘Dan tidak ada amalan yang bisa memperdekat hambaKu denganKu
melebihi keaktifannya menjalankan kewajiban yang telah difardhukan.
Dan senantiasa hambaKu berusaha memperdekat dirinya kepadaKu
dengan melakukan yang sunnah-sunnah (nawafil) hingga Aku
mencintainya.’ (HR Bukhari). Salah satu hadist qudsi mengisaratkan
bahwa perintah Allah SWT ada yang bersifat Fardlu dan Nawafil. Fardlu
adalah perintah yang bersifat wajib dan menjadi dasar dari bentuk
penghambaan dan pengabdian. Sedang Nawafiladalah keuntungan dan
kemenangan yang memiliki derajat (Tingkatan).
Beberapa contoh kajian fiqih ibadah dalam kitab-kitab ulama salaf
adalah antara lain :
a. Thaharoh, para ulama sepakat terkait alat, media yang dapat digunakan
untuk bersuci adalah air/debu.
b. Shalat, salah satu tujuan dari diisyaratkannya sholat adalah untuk
mewujudkan rasa syukur terhadap banyaknya kenikmatan yang Allah
berikan, di samping itu shalat juga memiliki manfaat yang bersifat
diniyah yang fundamental adalah keshalihan mental/kejiwaan dan juga
memiliki manfaat secara ijtamiyah.
c. Haji, disamping pelaksanaan haji adalah kewajiban yang bersifat
mahdloh juga adanya persiapan, sarana yang dibutuhkan untuk
menunaikannya. Supaya mereka menghadiri hal-hal yang bermanfaat
bagi mereka, berupa: pengampunan bagi dosa-dosa mereka, pahala
mengerjakan manasik haji dan ketaatan mereka, serta perolehan
keuntungan dalam perniagaan mereka dan kepentingan-
kepentingan lain, dan agar mereka menyebut nama Allah ketika
menyembelih hewan (Nusuk),kurban yang mereka jadikan
pendekatan diri kepada Allah.

2
2. Fiqih muamalah
Fiqih muamalah yaitu semua bentuk kegiatan transaksional seperti;
deposito, jual beli, pidana, perdata antar sesama manusia baik secara
individu maupun lembaga bahkan negara. hal pokok kajian ini bermakna
hasil hasil ijtihad seseorang atau sekelompok orang tentang hukum bagi
bebrbagai macam transaksi/kegiatan manusia yang dilakukan sesuai
dengan ajaran islam. Salah satu kajian fiqih muamalah adalah ekonomi.
Pengertian dari ekonomi itu sendiri adalah salah satu ilmu sosial yang
mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi,
distribusi dan konsumsi terhadap barang dan jasa.
Dalam perkembangan pada kajian fiqih muamalah ini mengenalkan
tentang adanya modal sosial Modal sosial dapat didefinisikan sebagai
serangkaian nilai dan norma informal yang dimilki bersama diantara
para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan
terjadinya kerjasama diantara mereka (Francis Fukuyama, 2002: xii).
Tiga unsur utama dalam modal sosial adalah :
a. Trust (kepercayaan)
Trust (kepercayaan) dapat mendorong seseorang untuk
bekerjasama dengan orang lain untuk memunculkan aktivitas
ataupun tindakan bersama yang produktif.
b. Reciprocal (timbal balik)
Unsur penting kedua dari modal sosial adalah reciprocal
(timbal balik), dapat dijumpai dalam bentuk memberi, saling
menerima dan saling membantu yang dapat muncul dari interaksi
sosial (Soetomo, 2006: 87).
c. Interaksi Sosial
Social capital atau modal sosial juga berperan pemting dalam
menjalankan sebuah instusi hal ini merupakan modal yang berpengaruh
terhadap keberhasilan sebuah usaha atau kegiatan organisasi, tanapa
adanya modal sosial memungkinkan Kerjasama diantara suatu
kelompok atau masyarakat sosial di dalam sebuah

3
lembaga/perusahaan akan menjadi kendala tersendiri. Keberhasilan
individu, perusahaan, organisasidimungkinkan karena prinsip dasar
modal sosial yang menekankan pentingnya menjaga hubungan
baik dan kepercayaan baik antara sesama warga masyarakat.

3. Fiqih ibadah dan fiqih muamalah


Dalam artian fiqih ibadah berdampak pada urusan akhirat dan
fiqih muamalah berdampak pada kehidupan dunia.Karena
sesungguhnya setiap perbuatan manusiaakan memiliki implikasi baik di
dunia maupun di akhirat. Fakta yang perlu diperhatikan juga dalam
pelaksanaan ibadah haji dan umroh. Keduanya halini merupakan fiqih
ibadah namun menjadi sumber pendapatan bagi negara Arab Saudi.
Hasil kajian para ilmuwan disamping pengaruh ekonomi juga
banyak pengamat yang berkesimpulan, pemicu perilaku radikal
dan terorisme adalah faktor psikologis. Para ilmuwan terjebak pada
realitas yang ada tanpa melihat konstruksi berfikir awal yang
melakukan pemilahan fiqih ibadah dan fiqih muamalah.
Pada tafsir At-Tabari adalah realitas yang terjadi justru
memprihatinkan generasi muda Islam bahkan rela mengorbankan dirinya
untuk mencari kebahagiaan akhirat dengan bom bunuh diri dengan
menggunakan logika jihadnya.
Pemahaman ayat “wama kholaqtul jinna wall insa illa
liya`budun”(QS. adzariyat 56) harus difahami sebagai bentuk
pemberitahuan bahwa setiap aktifitas akan dinilai sebagai ibadah, jika baik
akan diberi imbalan berupa pahala dan akan berimplikasi pada surga
sebaliknya jika buruk akan diberi balasan dosa dan akan
berimplikasi pada neraka.
Dalam tafsir Ibn Katsir Pemahaman ayat “wama kholaqtul jinna
wall insa illa liya`budun”(QS. adzariyat 56) bahwa Allah menciptakan
mahluk tiada lain untuk melakukan penghambaan dan mengesakan-
Nya. Dia akan memberi balasan yang lebih sempurna dari amaliah

4
yang telah dilakukan hamba yang taat kepada-Nyadan memberi
hukuman bagi yang melanggar ketentuan-Nyadengan balasan
pedih lagi menyakitkan.
Munculnya penggunaan istilah fiqih muamalah dan fiqih ibadah
bisa jadi menyumbangkan banyak implikasi dimasyarakat, antara lain
adalah keengganan untuk melakukan aktifitas yang tidak
dikategorikan sebagai fiqih ibadah. padahal sesungguhnya fiqih ibadah
pasti melalui fiqih muamalah dan fiqih muamalah bersinggungan
dengan fiqih ibadah.

4. Fiqih munakahat
adalah hukum yang mengatur tata cara perkawinan atau pernikahan
dan segala hal yang berkaitan dengannya.
Fiqih munakahat harus diikuti dan diamalkan oleh umat Muslim
sebagai landasan dalam melakukan perkawinan demi mewujudkan
pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah.
Fiqih munakahat bersumber dari ajaran Alquran dan hadits sebagai
dalil naqlinya. Salah satu ayat yang menerangkan munakahat adalah Surat
Ar Ra'd ayat 38 yang artinya:
“Dan, sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum
Kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.
Dan, tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu ayat
(mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada kitab
(yang tertentu).” (QS. Ar Ra'd: 38).
Pokok Bahasan Fiqih Munakahat, yaitu :
1. Meminang
Meminang atau khitbah adalah langkah awal dalam pernikahan,
yaitu tahap di mana seorang lelaki menyampaikan kehendak, maksud,
dan tujuannya untuk menikahi jodoh yang telah didapatkan, lalu
menjadikannya istri yang sah dan halal.

5
2. Menikah
Setelah meminang, menikah adalah langkah selanjutnya sebagai
pembuktian nyata dari khitbah yang sudah dilaksanakan. Lingkup ini
membahas mengenai pernikahan itu sendiri, meliputi rukun dan
syaratnya serta hal-hal yang menghalangi pernikahan tersebut.
Selain itu, dalam lingkup ini pula dibahas bagaimana membangun
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah,
lengkap dengan hak-hak dan kewajiban dalam perkawinan.

3. Talak
Kehidupan rumah tangga tak selamanya indah, ada kalanya terjadi
suatu hal yang tidak terhindarkan dan membuat pernikahan tidak bisa
dipertahankan. Pemutusan hubungan ikatan pernikahan itulah yang
disebut dengan talak.
Untuk selanjutnya, diatur pula hal-hal yang menyangkut putusnya
perkawinan dan akibat-akibatnya, seperti hubungan anak dengan
orangtua dan pembagian harta selama pernikahan.

B. Objek Pembahasan Ilmu Ushul Fiqih


Al qur’an dan al sunnah sebagai dalil dalil syara’ yang mengangkat
berbagai ketentuan hukum, banyak yang mempergunakan kalimat perintah,
laranagan, umum, khusus, mutlak, dan muqayyat, serta mujmal dan
mubayyan. Kemudian ayat ayat al qur’an juga diantaranya ada yang memberi
isyarat tentang pemakaian metode qias serta maslahah al murslah dalam
kajian hukum hukumnya.
Dari himpunan masing masing bentuk klimat tersebut, dan dibantu puala
denagn hasil studi terhadap tradisi kebahasaan arab dan bangsa arab sendiri,
para ulama’ ushul melahirkan rumusan rumusan kaidah kulli, untuk
kemudiandipakai dalam pembahasan hukum dari nas nas alqur’an dan al
sunnah. Seperti setiap kalimat perintah menimbulkan hukum wajib, kalimat
larangan menimbulkan hukum haram, kalimat umummencakup seluruh afrad

6
yang ada di dalmnya, kalimat mujmla perlu penjelasan operasional, dan
kalimat mutlak melahirkan pengertian tidak terbatas.
Dengan demikian, objek kajian ushul fiqih itu adalah dali dalil syara’
secara keseluruhan, dari sudut ketetapan hukumnya yang bersifat kulli, untuk
kemduian di rumuskan kaidah kidahnya yang di pakai dlam mengkaji hukum
dari nash nash yang terinci dalam al qur’an dan al sunnah, agar ditemukan
pesan pesan hukum dari kedua sumber tersebut. Oleh sebab itu Abdu
Alwahhab Khalaf menyimpulkan bahwa objek kajian ushul fiqih itu adalah
dalil kulli untuk untuk menetapkan rumusan rumusan hukum hukum kulli
juga.

C. Objek Kajian Ilmu Fiqih


1. Objek Mtaterial
Syafi’i Karim mengemukakan, dengan mengetahui ilmu fiqih seorang
mukallaf akan dapat mengetahui mana yang diperintahkan untuk
dikerjakan dan mana pula yang dilarang untuk mengerjakannya. Dan mana
yang haram mana yang halal, mana yang sah mana yang batal, dan mana
pula yang fasid.
Adapun hasil pembahasan tersebut atau mahmul-nya adalah salah satu
dari hukum lima, seperti “perbuatan ini wajib”. Kelima hukum tersebut
yang dimaksud adalah hukum taklifi berikut; Ijab (wajib), nadb (sunah),
tahrim (haram), karahah (makruh), dan ibahah (mubah).
Pernyataan yang diungkapkan oleh Syafi’i Karim tersebut
mengisyaratkan bahwa obyek dari pembahasan ilmu fiqih adalah semua
ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama Islam. Hal ini sebagaimana
pernyataan Fuad Ihsan, bahwa obyek material adalah obyek yang
dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu atau obyek yang dipelajari
oleh suatu ilmu.
Untuk lebih jelasnya dalam mengetahui obyek material ilmu fiqih
adalah dengan memahami hakekat ilmu fiqih sebagaimana telah
dikemukakan oleh tokoh ilmu fiqih di atas, bawa ilmu fiqih adalah ilmu

7
yang menerangkan tentang aturan-aturan agama yang berhubungan dengan
segala perbuatan mukallaf. Maka, dari sini dapat dipahami bahwa obyek
material atau dari ilmu fiqih adalah ajaran-ajaran Islam itu sendiri, yakni
penjelasan-penjelasan syara’ itulah yang menjadi sasaran pembahasan dari
ilmu fiqih.
Dengan demikian, yang menjadi sasaran atau obyek dari ilmu fiqih
adalah semua ajaran-ajaran Islam yang juga dibahas atau menjadi obyek
bahasan selain ilmu fiqih. Karena obyek formal adalah obyek kajian dari
disiplin ilmu tertentu yang belum bisa dijadikan sebagai pembeda antara
satu bidang atau disiplin ilmu dengan ilmu yang lain. Misalnya seperti
obyek material berupa “ajaran agama”.
Ajaran agama di samping menjadi obyek material dari ilmu fiqih
ajaran agama juga menjadi obyek kajian dari ilmu yang lain, misalnya
ilmu tasawwuf dan ilmu kalam. Adapun yang dapat membedakan antara
satu disiplin ilmu dengan yang lain adalah obyek formal dari
masingmasing disiplin ilmu tersebut, karena obyek formal dari tiap-tiap
ilmu pasti tidak akan sama.
2. Objek formal
Objek formal adalah sudut pandang dari mana subyek menelaah
obyek materialnya. Setiap ilmu pasti memiliki obyek formal supaya dapat
dibedakan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain.Setelah
diketahui obyek material dari ilmu fiqih adalah ajaran Islam, maka ajaran
Islam dari aspek apanya yang dikupas atau dibahas oleh ilmu fiqih itulah
yang menjadi obyek formalnya.
Dengan demikian obyek formal ilmu fiqih yang merupakan aspek dari
obyek formal yang dikaji oleh subyek adalah ajaran-ajaran Islam yang
berhubungan dengan perbuatan mukallaf. Jadi, ajaran Islam yang tidak
berkaitan dengan perbuatan mukallaf tidak menjadi bahasan dari ilmu
fiqih. Ajaran agama yang ada hubungannya dengan perbuatan mukallaf
inilah yang membedakan antara ilmu fiqih dengan ilmu lainnya.

8
Melalui pembahasan mengenai fiqih dalam sudut pandang filsafat
ilmu ini tampak jelas bahwa fiqih adalah satu disiplin ilmu yang memiliki
kebenaran sebagaimana ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini juga
memberikan pembuktian bahwa fiqih bukan hanya produk pemikiran
semata, namun fiqih merupakan tatanan kehidupan sekaligus ilmu
pengetahuan yang dapat dibuktikan kebenarannya.

D. Sistematika Penyusunan Ilmu Fiqih


Hukum-hukum fiqih mencakup segala aspek kehidupan manusia. Dan
pembahasan mengenai sistematika Fiqih antara satu ulama dengan ulama lain
berbeda-beda. Adapun sistematika tersebut antara lain:
1. Sitematika Fiqih Hanafi; Fuqaha Hanafi membagi Fiqih ke dalam tiga
bagian
pokok:
a. Ibadah: shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad.
b. Mua’malah: transaksi materi berimbal, perkawinan, perselisihan,
amanah, dan harta peninggalan.
c. ‘Uqubah: qishash, hukuman pencurian, hukuman zina, qadzab, dan
murtad. Pembagian seperti ini tidak berarti melupakan topik thaharah,
karena thaharah itu adalah kunci pembuka sekaligus syarat shalat, jadi
secara implisit, ia sudah termasuk di dalamnya. Fiqih ibadah ini
diposisikan pada tingkat yang tinggi karena itulah tujuan pokok manusia
diciptakan. Mu’amalat dalam mazhab Hanafi meliputi nikah dan
penempatannya sesudah ibadah, di samping yang lain, hal ini
dikerenakan dalam nikah itu sendiri ada sisi ta’abudi-nya. Dikatakan
mu’amalat, ialah karena pernikahan itu mempunyai kaitan dengan harta,
yaitu imbalan kehormatan wanita (mahar), ada ijab dan qabul, dan
kesaksian dan ditambah lagi karena ia termasuk di bawah naungan
sistem peradilan.
2. Sistematika Fiqih menurut Maliki; ulama Mazhab Maliki membagi topik-
topik pembahasan Fiqih ke dalam empat bagian pokok:

9
a. Ibadah, mencakup satu perempat bagian yang pertama dari Fiqih.
b. Nikah, serta persoalan-persoalan yang berkaitan dengannya, seperempat
bagian kedua.
c. Jual beli, serta persoalan-persoalan yang berkaitan dengannya,
seperempat bagian ketiga.

d. Peradilan serta persoalan-soalan yang berkaitan dengannya, seperempat


bagian keempat. Dalam Mazhab Maliki, ada beberapa tambahan selain
yang disebutkan dalam Mazhab Hanafi yaitu thaharah, kurban, barang
yang boleh dimakan dan diminum dalam keadaan bebas, sumpah, dan
perlombaan. Musabaqah ini dimasukkan ke dalam ibadah dengan
melihat kepada hubungannya dengan itu bab jihad. Selain ada ayat yang
menyatakan berlomba-lombalah dalam kebaikan, dan setiap kebaikan
adalah ibadah. Pembahasan nikah menjadi bab tersendiri yang terlepas
dari mu’amalah, yang berbeda dengan Mazhab Hanafi. Perbedaan ini
dengan argumen bahwa perkawinan itu adalah taqarrub yang dianjurkan.
Selanjutnya bab mu’amalah dalam Mazhab Maliki disebut dengan jual
beli, meskipun pembahsannya adalah topik-topik yang terdapat dalam
bab mu’amalah pada Mazhab Hanafi. Adapun argumen mengapa jual
beli ditempatkan setelah nikah karena jual beli itu adalah dua transaksi
yang ada kaitannya dengan kelanggengan masyarakat dunia. Sistematika
ini diakhiri dengan peradilan serta persoalan-persoalan yang berkaitan
dengannya termasuk faraidh. Hal ini karena bagian-bagian yang
terdahulu, seperti nikah dan mu’amalah, merupakan bidang interaksi dari
anggota-anggota masyarakat, yang kadang kala menimbulkan beberapa
pertakaian dan penghapusan bagi pertikaian, yaitu mengenai peradilan.

3. Sitematika Fiqih Syafi’i; Ulama Syafi’i membagi topik-topik Fiqih ke


dalam empat bagian pokok:
a. Ibadat
b. Mu’amalat

10
c. Nikah
d. Jinayat

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu fiqih adalah ilmu yang penting dalam kehidupan sehari hari
dikarenakan ilmu fiqih adalah ilmu yang menuntun umat manusia terkhusus
umat muslim untuk tetap berada pada jalan yang benar dan dalam ilmu fiqih
pula umat muslim bisa belajar segala sesuatu yang berkaitan dengan Islam
secara benar Ilmu ini pula dapat dijadikan pedoman sebagai pegangan untuk
Dunia maupun akhirat karena didalam ini terdapat beberapa hal pokok ilmu
fiqih contou fiqih ibadah yang membahas mengenai cara melakukan perintah
allah dengan sesuai perintah yang kedua ada fiqih muamalah yang membahas
mengenai kehidupan yang benar saat berada didunia dan terakhir ilmu fiqih
ibadah dan fiqih muamalah yang berkaitan 1 sama lain yang membahas
bahwasannya ilmu fiqih ibadah dan ilmu fiqih muamalah sama pentingnya
karena jika kita belajar keduanya maka kita akan menjadi umat muslim yang
berada pada jalan yang benar karna mengikuti Ilmu fiqih yang sudah pasti
ilmu yang benar menuntun umat islam untuk jadi lebih baik. Jadi diharapkan
untuk semua umat muslim dapat mempelajari semua ilmu yang terkandung
dalam fiqih agar menjadi umat yang taat kepada allah dan rasulnya.
B. Saran
Dengan penyelesaian makalah ini kami mengharapkan masukan yeng
membangun bimbingan dalam penyempuaan penyajian selanjutnya. Semoga
dengan ini yang kami dapat memberi manfaat dan semoga umat Islam

11
senantiasa menjaga memelihara dan mengamalkan ajaran ilmu fiqih dengan
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayatullah, (2019). Objek Kajian Ilmu Fiqih. (http://eprints.uniska-


bjm.ac.id/96/1/BUKU%20FIQH_
%20HIDAYATULLAH.pdf)
Arif Shaifudin, (2019). Fiqih dalam Perspektif Filsafat Ilmu: Hakikat
dan Objek Ilmu Fiqih, Hukum dan Pranata Sosial Islam,
1(2),2019,197-206.
(https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanh
aj/article/view/170/148)
Fathul Aziz, (2019), Fiqih Ibadah Versus Fiqih Muamalah, Ekonomi
Islam, 7(1), 2019, 237-254.
(https://ejournal.uinsaizu.ac.id/index.php/eljizya/article/
view/3454/1956)

12
1
3

Anda mungkin juga menyukai