Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

FIQIH IBADAH DALAM PERSPEKTIF IMAM MAHZAB


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata-kuliah Fiqih

Dosen pengampu:

Fitra Zula Taufan Jasa

Disusun oleh

KELOMPOK 3:

1. ARLINTAN WULANDARI (2251010025)


2. BAGAS DARMAWAN SAPUTRA (2251010031)
3. MUHAMMAD HIDAYAT AL FAUZAN (2251010272)
4. STEFHANI SAROJA MAISHANDRA (2251010157)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu

Bismilah

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini adalah “Mazhab-mazhab fikih ibadah”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata-
kuliah fiqih yang telah memberikan tugas kepada kami. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Kami jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi
yang sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami,
maka kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga
makalah ini dapat berguna bagi kami dan pihak lain yang berkepentingan pada
umumnya.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Definisi Fiqih Ibadah...................................................................................3


B. Defenisi Imam Mahzab...............................................................................5
C. Wilayah atau Ruang Lingkup Fiqih Ibadah.................................................7
D. Contoh Hasil Ijtihad....................................................................................8
E. Fiqih Kontemporer....................................................................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................12

A. Kesimpulan...............................................................................................12
B. Saran.........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Ketika zaman dulu sampai pada saat ini kita mungkin sudah mengetahui kewajiban
kita sebagai hamba Allah yang lemah, dan banyak yang tahu kewajiban kita di muka
bumi ini yakni hanya untuk beribadah kepada Allah Swt. Pendapat seperti ini memang
tidak salah karena sudah tertulis dalam Alquran.

Ibadah merupakan salah satu aktivitas atau kegiatan yang ada disetiap agama yang
ada di seluruh dunia. Di dalam agama Islam juga terdapat banyak ibadah yang harus di
laksanakan dan dipatuhi oleh setiap umatnya kepada Allah Swt. Salah satu kegiatan
ibadah yang sangat penting dan dijadikan tiang agama dalam agama Islam adalah salat.

Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan


hidupnya yang telah digariskan oleh Allah Swt. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah
SWT ialah beribadah kepada Allah Swt.

Adapun fiqih yaitu untuk agar dapat: Mengetahui dan memahami pokok-pokok
hukum islam dalam mengatur ketentuan dan tata cara menjalankan hubungan manusia
dengan Allah SWT yang diatur dalam fiqih ibadah, Melaksanakan dan mengamalkaan
ketentuan hukum Islam dengan benar dalam melaksanakan Ibadah kepada Allah SWT
dan Ibadah sosial. Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan
hukum islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi
maupun sosial.

Dalam Agama Islam terutama dalam hal fiqih mengenal adanya mahzab, Mazhab
yaitu sesuatu yang menjadi pendapat imam atau ahli agama tentang hukum suatu perkara
baik dalam urusan agama, masalah ibadah ataupun permasalahan lainnya. Ada banyak
Mazhab dalam perkembangannya, namun ada empat Mazhab yang paling masyhur, yaitu
Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.

Melalui materi fiqih ibadah ini diharapkan seseorang mampu mencapai


kesempurnaan dalam ibadah dan lebih memaksimalkan ibadahnya dengan istiqomah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Wilayah atau Ruang Lingkup Kajian Fiqih Ibadah?
2. Bagaimana Ijtihad Fiqih Yang Dilakukan Imam Mazhab?
3. Bagaimana Fiqih Kontemporer Yang Sedang Terjadi Di Masyarakat ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Wilayah atau Ruang Lingkup Kajian Fiqih Ibadah
2. Untuk Mengetahui Ijtihad Fiqih Yang Dilakukan Imam Mazhab
3. Untuk Memahami Fiqih Kontemporer Yang Sedang Terjadi Di Masyarakat

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Fiqih Ibadah
1) Fiqih

Dalam membicarakan mengenai hukum Islam, seringkali ditemukan istilah-istilah


seperti fiqih. Untuk mempermudah memahami istilah-istilah di atas, penulis akan
kemukakan satu persatu secara rinci.

Al-fiqih menurut bahasa berarti pengetahuan dan pemahaman terhadap sesuatu.


Maksudnya adalah pengetahuan dan pemahaman secara mendalam, mendetail dan
kontekstual, hal itu ditunjukkan dengan penggunaan kata ‘fiqih’ dalam Al Qur’an, di
antaranya surat Hud: 91, “Mereka (penduduk Madyan) berkata: hai Syu’aib, kami tidak
terlalu mengerti tentang apa yang kamu katakan.” Dan surat An Nisa’: 78, “Maka
mengapa orang-orang (munafik) itu hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?.”

Sedangkan secara istilah fiqih ialah ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat
amaliah yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terinci. Dengan kata lain fiqih adalah
hukum itu sendiri. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

 Mengetahui adalah Ilmu dan persangkaan. Karena mengetahui hukum-hukum


fiqih terkadang bersifat yakin dan terkadang bersifat persangkaan, sebagaimana
banyak dalam masalah-masalah fiqih.
 Hukum-hukum syari: adalah hukum-hukum yang diambil dari syariat, seperti
wajib dan haram, maka tidak termasuk hukum-hukum akal, dan adat
 Amaliah adalah apa-apa yang tidak berhubungan dengan aqidah, seperti shalat
dan zakat. Maka tidak termasuk darinya (amaliah) apa-apa yang berhubungan
dengan aqidah; seperti mentauhidkan Allah, dan mengenal namanama dan sifat-
Nya;
 Dalil-dalilnya yang terperinci: adalah dalil-dalil fiqih yang berhubungan dengan
masalah-masalah fiqih yang terperinci, maka tidak termasuk di dalamnya ilmu
ushul fiqih karena pembahasan di dalamnya hanyalah mengenai dalil umum.

Pengertian secara luas tentang fiqih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat
Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia

3
dengan Tuhannya. Beberapa ulama fiqih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fiqih
sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba
Allah.

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pembahasan fiqih berkisar pada
perbuatan mukallaf dari sisi konsekuensi hukumnya secara syar’i, bagaimana cara
beribadah, tentang prinsip rukun Islam (shalat, zakat, puasa, jual beli, dan lain
sebagainya) serta hubungan antar manusia sesuai dengan dalil-dalil yang terdapat dalam
Al-Qur'an dan Sunah.

2) Ibadah

Kata Ibadah (‫ )عبادة‬adalah berasal dari bahasa arab: ‫ عبادة‬- ‫يعبد‬- ‫ عبد‬yang secara
etimologi berarti; tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina, artinya menurut Yusuf
Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang Maha Kuasa. Dengan
demikian pemakaian bahasa arab "‫ "عبادة‬itu lebih ditunjukan kepada Allah, sementara "
‫ "عبد‬lebih ditujukan kepada selain Allah. Identik dengan pengertian Ibadah tersebut Hasbi
AsShiddiqi mengartikan Ibadah itu dengan: țaat, menurut, mengikut, tunduk dan juga
berarti do’a.

Secara terminology para ahli mendefinisikan arti Ibadah ini, dengan melihat dari
berbagai disiplin ilmunya masing-masing; Olehkarenanya maka rumusan-rumusan arti
ibadah dapat dikemukakan sebagai berikut: menurut Ikrimah, salah seorang ahli hadiś
mengatakan bahwa, Ibadah itu sama artinya dengan Tauhid. Lebih tegas lagi Ikrimah
mengatakan, bahwa “segala lafaz Ibadah dalam Alquran diartikan dengan tauhid”

Ulama Akhlak mengartikan Ibadah itu dengan definisi:

‫اَ ْل َع َملِبلطًا َع ِة ا ْلبَ َدنِيَّ ِة َوا ْلقِيَا ِمبلّش َراِئع‬

Artinya: Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan menyelenggarakan segala


syari’atnya (Hukum).

Menyimak definisi di atas, pengertian ini termasuk yang diwajibkan atas pribadi
seseorang, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat
secara keseluruhan (kelompok atau masyarakat sosial) sebagaimana sabda Nabi Saw:
Artinya: “Memandang kepada ibu Bapak (kedua orangtua) karena cinta kita kepada
mereka berdua, adalah Ibadah.

4
B. Defenisi Imam Mahzab

Menurut Bahasa, mahzab berarti pendirian (Al-Mu’taqad), jalan atau sistem


(Tariqah) dan sumber atau pendapat yang kuat (Al-Asl). Sedangkan, menurut menurut
istilah fiqih, mahzab berarti pendapat salah seorang imam. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa mahzab berarti hasil ijtihad seorang imam (mujtahid) tentang hukum
suatu masalah, atau tentang kaidah-kaidah istimbat.

Tokoh-tokoh yang hebat sekalipun, dalam ijtihadnya masih harus dikendalikan


dengan metode tertentu, kaidah-kaidah tertentu, yang disebut mazhab. Empat orang tokoh
mazhab yang paling tinggi nilai ijtihadnya yaitu, Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali
paling luas tersebar diseluruh dunia.

1) Imam Hanafi

Mazhab yang pertama adalah mazhab hanafi. Sesuai dengan namanya, mazhab hanafi
didirikan oleh Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit. Imam Abu Hanifah lahir pada
tahun 80 H di Kufah dan wafat pada tahun 150 H. Mazhab ini dikenal sebagai mazhab
ahli qiyas (akal) karena hadis yang sampai ke Irak hanya sedikit, sehingga Imam Abu
Hanafi lebih banyak menggunakan qiyas atau akal.

Imam Abu Hanifat termasuk ulama cerdas, pengasih, fasih membaca Al Quran dan
ahli ibadah tahajjud. Pada zaman Bani Umayyah, beliau diminta untuk menjadi hakim
namun ia menolak tawaran tersebut. Meskipun begitu, mazhab hanafi ini dapat
berkembang karena menjadi mazhab pemerintah pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid.

Pokok fiqih mazhab Hanafi bersumber pada tiga hal:

a) Sumber-sumber naqliyyah, yang meliputi Alquran, Al-Sunnah, ijma’, dan


pendapat para sahabat;
b) Sumber-sumber ijtihadnya, yaitu dengan menggunakan qiyas dan istihsan;
c) Al-A’raf, yakni adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan nas, terutama
dalam masalah perdagangan. Abu Hanfiah bahkan menganjurkan beramal
dengan ‘urf.

Mazhabnya berkembang di Syam, Iraq, India, Afganistan, Turki, dan Albania.

5
2) Imam Malik

Sebagai tokoh mazhab Maliki. Mazhab ini terkenal sebagai madrasah Ahlul-Hadis.
Beliau juga menyusun beberapa kitab, kitab yang terkenal adalah kitab Al-Muwatha.
Salah satu Dalil hukum yang sering digunakan oleh imam Malik lebih mengutamakan
ajma dan amal Madinah daripada qiyah, khabar ahad, dan qaul sahabat. Mazhab ini
dikenal sebagai mazhab ahli hadist yaitu hukum agama yang bersumber pada hadis-hadis.
Dalam hal ini, Imam Maliki lebih mengutamakan segala hal tindakan dan perbuatan
berdasarkan hadis Rasul. Sebab, menurutnya mustahil penduduk Madinah berbuat
sesuatu bertentangan dengan perbuatan Rasul yang menjadi tokoh besar di kota tersebut.

Mazhab Maliki mendasarkan fiqihnya pada 12 pokok:

a) Alquran: zdahirnya, dalilnya, mafhumnya, dan illt-nya;


b) Al-sunnah: al-mutawatirah dan al-masyhirah. Bila zdahirnya sunnah bertentangan
Alquran, didahulukan Al-sunnah;
c) Ijma’ penduduk Madinah ijma’ secara naql. Ijma’ sebelum terbunuhnya ‘Utsman,
ijma’ mutakhir: masing-masing dengan kekuatan hukum yang berbeda;
d) Fatwa sahabat;
e) Khabar Ahad;
f) Qiyas;
g) Istishan;
h) Mashalih mursalah;
i) Sadd Al-Dzara.i;
j) Mura’at khilaf al-mujtahid;
k) Istishab;
l) Sya’uman qoblana

Mahzabnya tersebar dan berkembang di Maroko, Algres, Tunisia, Libya dan sebagian
Irak, Hijas, dan Palestina.

6
3) Imam Syafi’i

Mazhab berikutnya adalah mazhab syafi’i. Sesuai dengan namanya, mazhab syafi’i
didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al-Quraisyi. Beliau lahir di
Ghuzzah pada tahun 150 H dan wafat di Mesir pada tahun 204 H. Dalam hal ini, Imam
Syafi’i banyak belajar kepada Imam Malik yang telah dikenal sebagai mahzabul hadist.
Kemudian, beliau pergi ke Irak dan belajar dari ulama Irak yang merupakan penganut
mazhab qiyas atau akal.

Di sini, Imam Syafi’i berusaha menggabungkan mazhab hadis dan mazhab qiyas.
Inilah yang menjadi keutamaan mazhab syafi’i dibandingkan mazhab lain.

4) Imam Hambali

Terakhir adalah mazhab hambali. Mazhab hambali didirikan oleh Imam Ahmad bin
Hanbal As-Syaebani. Beliau lahir di Baghdad tahun 164 H dan wafat tahun 248 H.

Imam Hambali merupakan murid dari Imam Syafi’i. Selama belajar dengan Imam
Syafi’i, Imam Hambali melahirkan mazhab yang digunakan untuk perbuatan-perbuatan
afdal bukan untuk menentukan hukum, yaitu tidak lain adalah hadist dla’if. Mazhab ini
sangat berguna dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

C. Wilayah atau Ruang Lingkup Kajian Fiqih Ibadah

Ruang lingkup ilmu Fiqh, meliputi berbagai bidang di dalam hukum-hukum syara’,
antara lain :

 Ruang lingkup Ibadat, ialah cara-cara menjalankan tata cara peribadatan kepada
Allah SWT.
 Ruang lingkup Mu’amalat, ialah tata tertib hukum dan peraturan hubungan antar
manusia sesamanya.
 Ruang lingkup Munakahat, ialah hukum-hukum kekeluargaan dalam hukum
nikah dan akibat-akibat hukumnya.
 Ruang lingkup Jinayat, ialah tindak pelanggaran atau penyimpangan dari aturan
hukum Islam sebagai tindak pidana kejahatan yang dapat menimbulkan bahaya
bagi pribad, keluarga, masyarakat, dan Negara.

7
Mempelajari ilmu fiqih besar sekali faedahnya bagi manusia. Dengan mengetahui ilmu
Fiqih menurut yang dita’rifkan ahli ushul, akan dapat diketauhi mana yang disuruh
mengerjakan dan mana pula yang dilarang mengerjakannya. Dan mana-mana yang
haram, mana yang halal, mana yang sah, mana yang batal, dan mana pula yang fasid.

Ilmu Fiqih juga memberikan petunjuk kepada manusia tentang pelaksanaan nikah,
thalaq, rujuk, dan memelihara jiwa harta benda serta kehormatan. Juga mengetahui segala
hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia.

Yang dibahas oleh fiqh ialah perbuatan orang-orang mukallaf, tentunya yang telah
diberati dari ketetapan-ketetapan hukum agama Islam, berarti sesuai dengan tujuannya.
Hukum mempelajari Fiqih, wajib keseluruhan, wajib sebagian orang, untuk keselamatan
dunia akhirat.

fiqih hanya terbatas pada pengetahuan tentang hukum syariat yang memerlukan
proses ijtihad untuk mengetahuinya, contoh-contoh penjelasan hal tersebut bisa kita
simak pada pemaparan Jalaluddin Al-Mahalli dalam kitab Syarh Al-Waraqat:

Artinya, “(Fiqih) adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang cara


mengetahuinya adalah dengan ijtihad. Salah satunya pengetahuan bahwa niat dalam
wudhu adalah wajib, witir (hukumnya) sunah, niat di malam hari merupakan syarat
(sah) puasa di bulan Ramadhan, zakat (hukumnya) wajib pada harta anak kecil, tidak
wajib (hukumnya) pada perhiasan yang diperbolehkan, dan membunuh dengan benda
berat bisa menyebabkan qishas, serta contoh-contoh permasalahan khilaf lainnya,”
(Lihat Jalaluddin Al-Mahalli, Syarh Al-Waraqat, Surabaya, Al-Hidayah, 1990, halaman
3).

Contoh-contoh yang dikemukakan oleh Imam Al-Mahalli di atas merupakan contoh-


contoh persoalan hukum syariat yang cara mengetahuinya perlu dengan melakukan
ijtihad terlebih dahulu.

D. Contoh Hasil Ijtihad

Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa


dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu
perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan
akal sehat dan pertimbangan matang.

8
Kita ambil contoh pertama. Niat dalam wudhu hukumnya adalah wajib. Awalnya,
muncul pertanyaaan dari umat tentang status hukum niat dalam berwudhu. Pertanyaan ini
kemudian memunculkan inisiatif para mujtahid untuk merumuskan jawaban dari
pertanyaan tersebut. Hal pertama yang dilakukan oleh para mujtahid ialah merujuk pada
dalil kewajiban wudhu pada Al-Maidah ayat 6

: ‫سحُوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم‬ ِ ِ‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬
َ ‫ق َوا ْم‬ َّ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى ال‬
‫ِإلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن‬

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.”

Dari pembacaan terhadap teks di atas, tidak disinggung tentang perintah niat ketika
kita akan melaksanakan wudhu. Hal ini membuat Imam Hanafi sang pendiri madzhab
Hanafiyah mengeluarkan fatwa bahwa niat dalam wudhu tidak wajib.

Berbeda halnya dengan Imam Syafi’i yang melanjutkan pembacaan terhadap teks
lainnya yakni An-Nisa ayat 43:

َ ‫فَتَيَ َّم ُموا‬


‫ص ِعيدًا طَيِّبًا‬

Artinya, “Maka bertayamumlah kalian (dengan) debu yang suci.”

Ketika membaca ayat ini, Imam Syafi’i mengartikan kata ‫ تيمم‬dengan pemaknaan
kebahasaan (lughawi), di mana secara kebahasaan kata tersebut bermakna “menyengaja”.
Artinya, ketika akan melaksanakan shalat, sementara hendak berwudlu tidak ditemukan
air, kita diperintahkan untuk “menyengaja” mencari debu suci dalam rangka
bertayammum. Dari “menyengaja” ini, bisa kita pahami bahwa dalam tayamum, kita
diwajibkan untuk niat. Sementara kita tahu, bahwa tayamum merupakan pengganti niat,
maka bila dalam tayamum (yang hanya pengganti) saja kita wajib niat, maka dalam
wudhu pun kita wajib niat. Dengan penyusunan argumen semacam ini, maka Imam
Syafi’i memfatwakan kewajiban niat dalam berwudhu.

Penyusunan argumentasi melalui proses ijtihad hingga mengeluarkan jawaban


hukum sebuah persoalan, itulah yang dinamakan sebagai fiqih. Dari sini bisa kita pahami
bahwa fiqih bekerja pada persoalan-persoalan yang sifatnya khilafiyah (persoalan yang
dalam menjawabnya berpotensi terjadinya perbedaan pendapat). Wajar bila terjadi
perbedaan pendapat antara satu madzhab dan lainnya, dan itu bukanlah masalah.

9
E. Fiqih Kontemporer

Fiqih Kontemporer adalah ilmu pengetahuan tentang hukum syari’at dalam bentuk
amaliah (perbuatan mukallaf) yang diambil dalilnya secara terperici untuk perkembangan
pemikiran fiqih masa kini.

Dalam situasi keprihatinan seperti pandemi Sars-Cov-2 atau Covid-19 qunut nazilah
menjadi salah satu amaliyah yang sangat dianjurkan dalam shalat maktubah yaitu Zuhur,
Asar, Maghrib, Isya, dan Subuh. Dari sini kemudian muncul pertanyaan kritis ketika
qunut nazilah juga diamalkan saat shalat Jumat. Lalu ditanyakan apakah dalam mazhab
Syafi’i memang dianjurkan pula mengamalkan qunut nazilah saat shalat Jumat? Imam
As-Syafi’i sendiri sebagai Shahibul Mazhab, telah membuat subbab khusus tentang
permasalahan ini.

Dalam Kitab Al-Umm dijelaskan:

‫ فَ َما‬،َ‫سلَّ َم ا ْل ُج ُم َعة‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ‫ َح َكى َع َد َد‬:‫ الشَّافِ ِع ُّي َر ِح َمهُ هللاُ تَ َعالَى‬:‫ قَا َل‬.‫اَ ْلقُنُوتُ في ا ْل ُج ُم َع ِة‬
َ ِّ‫صاَل ِة النِّبِي‬
‫ت ُكلِّ ِهنَّ حين قَنَتَ على‬ ِ ‫صلَ َوا‬َّ ‫ إاَّل َأنْ تَ ُكونَ د ََخلَتْ في ُج ْملَ ِة قُنُوتِ ِه في ال‬،‫َعلِ ْمتُ َأ َحدًا ِم ْن ُه ْم َح َكى َأنَّهُ قَنَتَ فِي َها‬
‫ت‬ َّ ‫ فَيَ ْقنُتُ في ال‬،ٌ‫ إاَّل َأنْ تَ ْن ِز َل نَا ِزلَة‬،‫الص ْب َح‬
ِ ‫صلَ َوا‬ ُّ َّ ‫ َواَل قُنُوتَ في ش َْي ٍء ِمنَ ال‬.َ‫قَتَلَ ِة َأ ْه ِل ِبْئ ِر َم ُعونَة‬
ِ ‫صلَ َوا‬
‫ت ِإاَّل‬
‫ُكلِّ ِهنَّ إنْ شَا َء اِإْل َما ُم‬

Artinya, “Qunut dalam shalat Jumat. Imam As-Syafi’i RA berkata, ‘Sejumlah ulama
menghikayatkan bilangan (jumlah) shalat Jumat yang dilakukan oleh Nabi SAW, lalu aku
tidak mengetahui satu pun dari mereka yang menghikayatkan bahwa Nabi SAW
melakukan qunut di dalam shalat Jumat. Hanya saja (qunut dalam) shalat Jumat tersebut
masuk dalam sejumlah qunut yang dilakukan oleh Nabi SAW dalam seluruh shalat
maktubah saat beliau mengamalkan qunut atas pembunuhan para utusan beliau di Bi’r
Ma’unah. Dan tidak ada anjuran qunut dalam shalat apapun kecuali shalat Subuh,
kecuali bila terjadi tragedi (bagi kaum muslimin atau sebagiannya), maka orang boleh
qunut dalam seluruh shalat (maktubah) bila imam menghendaki.” (Lihat As-Syafi’i, Al-
Umm, [Mansoura: Darul Wafa’: 1422 H/2001 M], juz II, halaman 424).

Di kemudian hari Imam An-Nawawi menegaskan pendapat shahih dalam mazhab


Syafi’i menyatakan, jika terjadi tragedi keprihatinan yang dialami kaum muslimin seperti
ketakutan (karena diserang musuh), paceklik, wabah, dan semisalnya, maka pembacaan

10
qunut sunnah dilakukan yang kemudian populer disebut qunut nazilah. Bila tidak ada
keprihatinan seperti itu, maka tidak ada sunnah.

Artinya: “Adapun selain shalat Subuh dari berbagai shalat maktubah, apakah
orang melakukan qunut di dalamnya? Dalam hal ini ada tiga pendapat yang
dihikayatkan oleh Imamul Haramain, Al-Ghazali, dan ulama lainnya. Pendapat
shahih dan masyhur yang telah diambil sebagai keputusan oleh Jumhur adalah,
bila terjadi tragedi keprihatinan pada kaum muslimin seperti ketakutan, paceklik,
wabah, wabah belalang dan semisalnya, maka orang melakukan qunut dalam
semua shalat maktubah. Bila tidak ada keprihatinan maka tidak qunut… Di
antara ulama ada yang pernyataannya mengarah pada kesunnahan. Aku katakan,
‘Ini lebih dekat pada sunnah. Sebab tetap nyata diriwayatkan dari Nabi
Muhammad SAW bahwa beliau melakukan qunut karena nazilah atau tragedi
keprihatinan yang menimpa kaum muslimin. Termasuk ulama yang terang-
terangan menyatakan bahwa perbedaan pendapat tentang qunut dalam selain
shalat subuh berkisar pada kesunnahan (atau tidaknya), adalah penulis Kitab
Al-‘Uddah yaitu Al-Imam Al-Qadhi Abu Nashr Ar-Ruyani (w 505 H/1112
M).”(An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Beirut: Darul Fikr: tth.], juz
III, halaman 494).

Syekh Wahbah Az-Zuhaili menegaskan bahwa qunut nazilah memang


disyariatkan namun tidak secara mutlak. Qunut dibaca dalam shalat jahriyyah
(yang disunnahkan dengan suara keras: Maghrib, Isya dan Subuh) menurut ulama
Hanafiyyah; dalam seluruh shalat maktubah oleh ulama Syafi’iyah; dan dalam
seluruh shalat maktubah kecuali shalat Jumat menurut ulama Hanabilah, karena
mencukupkan doa nazilah dalam khotbahnya. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul
Islami wa Adillatuh, [Damaskus: Darul Fikr: tth], juz II, halaman 179).
Pernyataan Syekh Wahbah yang hukum qunut nazilah saat shalat Jumat adalah
sunnah.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-fiqih menurut bahasa berarti pengetahuan dan pemahaman terhadap sesuatu.
Maksudnya adalah pengetahuan dan pemahaman secara mendalam, mendetail dan
kontekstual. Sedangkan secara istilah fiqih ialah ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang
bersifat amaliah yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terinci. Dengan kata lain fiqih
adalah hukum itu sendiri.

Pengertian secara luas tentang fiqih adalah salah satu bidang ilmu dalam syariat
Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia
dengan Tuhannya. Beberapa ulama fiqih seperti Imam Abu Hanifah mendefinisikan fiqih
sebagai pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba
Allah.

Kata Ibadah (‫ )عبادة‬adalah berasal dari bahasa arab: ‫ عبادة‬- ‫يعبد‬- ‫ عبد‬yang secara
etimologi berarti; tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina, artinya menurut Yusuf
Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang Maha Kuasa.

pengertian ini termasuk yang diwajibkan atas pribadi seseorang, baik yang
berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat secara keseluruhan
(kelompok atau masyarakat sosial).

Menurut Bahasa, mahzab berarti pendirian (Al-Mu’taqad), jalan atau sistem


(Tariqah) dan sumber atau pendapat yang kuat (Al-Asl). Sedangkan, menurut menurut
istilah fiqih, mahzab berarti pendapat salah seorang imam. Empat orang tokoh mazhab
yang paling tinggi nilai ijtihadnya yaitu, Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali paling luas
tersebar diseluruh dunia.

Ruang lingkup ilmu Fiqh, meliputi berbagai bidang di dalam hukum-hukum syara’,
antara lain :

12
•Ruang lingkup Ibadat, ialah cara-cara menjalankan tata cara peribadatan kepada Allah
SWT.

•Ruang lingkup Mu’amalat, ialah tata tertib hukum dan peraturan hubungan antar
manusia sesamanya.

•Ruang lingkup Munakahat, ialah hukum-hukum kekeluargaan dalam hukum nikah dan
akibat-akibat hukumnya.

•Ruang lingkup Jinayat, ialah tindak pelanggaran atau penyimpangan dari aturan hukum
Islam sebagai tindak pidana kejahatan yang dapat menimbulkan bahaya bagi pribad,
keluarga, masyarakat, dan Negara.

Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa


dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu
perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan
akal sehat dan pertimbangan matang.

Fiqih Kontemporer adalah ilmu pengetahuan tentang hukum syari’at dalam bentuk
amaliah (perbuatan mukallaf) yang diambil dalilnya secara terperici untuk perkembangan
pemikiran fiqih masa kini.

B. Saran

Dengan membahas tentang Fiqih ibadah dalam perspektif imam mahzab, maka penulis
menyampaikan beberapa saran yaitu,

1. Tingkatkan pengetahuan pembelajaran tentang ilmu fiqih, karena dengan begitu


dapat melaksanakan syari’at agama Islam lebih sempurna
2. Perbedaan pendapat tentang ilmu fiqih tidak dijadikan untuk menyalahkan orang
lain, jadikanlah perbedaan pendapat itu sebagai pengetahuan baru untuk
dipahami.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abror Khoirul, Fiqh Ibadah (Bandar Lampung: CV.ARJASA PRATAM: 2019)

Abidin Zainal, Fiqh Ibadah (Yogyakarta: CV.BUDI UTAMA: 2020)

Anshori Ma’sum, Fiqih Ibadah (Guepedia: 20221)

Wahhab Abdul Khallaf, Ijtihad (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar: 2015)

Syarifuddin Amir, Ushul Fiqh (Jakarta: Prenada Media Group: 2011)

Instititut Agama Islam AN NUR LAMPUNG, “Fiqih Kontemporer: Pengertian dan


Contoh-contohnya”, diakses pada 13 Oktober 2022, dari https://an-nur.ac.id/fiqih-
kontemporer-pengertian-dan-contoh-contohnya/

Ahmad Muntaha, ”Hukum Membaca Qunut Nazilah pada Shalat Jumat”, islam.nu.or.id,
diakses pada 13 Oktober 2022, dari https://islam.nu.or.id/shalat/hukum-membaca-qunut-
nazilah-pada-shalat-jumat-30iHL

14
15

Anda mungkin juga menyukai