Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“FIQIH”
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH : FIQIH
Dosen Pengampu : Yudi Febrianda. SE.Sy. M.E

OLEH KELOMPOK 1:

1. AFRIWANDA (12110612258)
2. ANGGI CAHYANI (12110621376)
3. ANNISA PRATIWI (12110621809)

KELAS I B

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 15 September  2021

Penyusun

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH...................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih.....................................................................................................................2
B. Sejarah Fiqih..........................................................................................................................3
C. Ilmu Fiqih...............................................................................................................................6
D. Pembagian Hukum Fiqih.......................................................................................................7
E. Ruang Lingkup Fiqih ............................................................................................................7
F. Macam-macam Ilmu Fiqih.....................................................................................................7
G. Perbedaan Antara ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih..............................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................................11
B. Saran .....................................................................................................................................11

DAFTAR KEPUSTAKAAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-qur’an sebagai petunjuk bagi umat Islam secara garis besar mengandung dasar-
dasar tentang akidah, akhlak, dan syariah atau hukum bagi keberlangsungan kehidupan
makhluk dijagat raya ini. Pada masa nabi Muhammad segala permasalahan sesuatu hukum
dapat diketahui jawaban nya berdasarkan Nash Al-qur’an serta penjelasan beliau yang
kemudian dikenal dengan sunnah nya. Ketika zaman berkembang disinilah urgensi dari
ijtihad untuk mengkontekstualisasikan Al-qur’an dan sunnah nya sebagai pedoman hidup
manusia.
 Fiqih yang notabene sebagai ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat praktis
merupakan sebuah jendela yang digunakan untuk melihat perilaku budaya masyarakat
Islam. Fiqih itu melalui serangkaian proses yang umum kita kenal dengan  ijtihad yang
mengkaji dan memahami pokok-pokok fiqih agar tetap dinamis, maka ini pijakan dari Ushul
Fiqih. Sedangkan hukum-hukum yang didapati dengan jalan ijtihad yang termasuk dalam
ruang lingkup Fiqih itu disebut dengan Hukum Syara’.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pengertian Fiqih?
2. Bagaimana Sejarah Fiqih ?
3. Apa Sumber Ilmu Fiqih ?
4. Bagaimana Pembagian Hukum Fiqih ?
5. Apa Ruang Lingkup Fiqih?
6. Apa saja Macam-macam Ilmu Fiqih?
7. Apa Perbedaan Antara ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengertian Fiqih
2. Untuk mengetahui Sejarah Fiqih
3. Untuk mengetahui Ilmu Fiqih
4. Untuk mengetahui Pembagian Hukum Fiqih
5. Untuk mengetahui Lingkup Fiqih
6. Untuk mengetahui Macam-macam Ilmu Fiqih
7. Untuk mengetahui Perbedaan Antara ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih
Secara bahasa Fiqih artinya pemahaman yang benar tentang apa yang diharapkan.
Fiqh mashdar dari َ‫ ( يفقَ===هُ فقِ===ه‬Faqiha-Yafqahu) yang berarti paham. Al-Ghazali
mengungkapkan bahwa kata fiqih pada dasarnya adalah ilmu dan pemahaman.
Dengan demikian, bila dikatakan seorang sangat faqih atas kebaikan dan keburukan, itu
bermakna ia sangat memiliki ilmu atasnya dan memahaminya.
Secara istilah fiqih dapat diartikan sebagai satu bidang ilmu syariat yang khusus
membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia
melingkupi hubungannya dengan Allah dan hubungannya dengan sesamanya. Fiqh
adalah kitab-kitab yang menjelaskan tentang hukum-hukum ‘amali yang bersifat praktis
sebagai produk dari aktivitas ijtihad para ulama.
Hukum dalam kajian Fiqih harus berdasarkan dalil yang jelas dan terperinci
bukan berdasarkan ilham semata. Dalil yang ada hendaknya berasal dari sumbernya
yang akurat, baik dari al-Qur’an, hadits, Ijma maupun Qiyas (analogi) dilengkapi
dengan paparan yang jelas akan maksud dari dalil yang digunakan
Hukum-hukum syariat ada yang diketahui secara pasti dari dalil yang meyakinkan
dan ada yang diketahui secara dugaan. Masalah-masalah ijtihad yang menjadi bahan
perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah masalah dugaan karena jika diketahui secara
yakin, maka pasti tidak ada perbedaan pendapat.
Disisi lain, kajian fiqih membahas semua perilaku manusia dan menerangkan
hukumnya berdasarkan dalil yang shahih. Definisi di atas adalah definisi yang
diungkapkan oleh Imam Amidi dan merupakan definisi populer yang banyak
digunakan hingga saat ini.
Dalam prakteknya, Ulama Fiqih membagi hukum Fiqih dengan pembagian sebagai
berikut:
1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah mahdhah (khusus) atau hukum yang mengatur
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, seperti shalat, puasa, haji dan zakat.

2
2. Hukum yang berkaitan dengan interaksi manusia dengan sesamanya dalam upaya
memenuhi kebutuhan material dan haknya masing-masing, seperti jual beli
3. Hukum yang berkaitan dengan ahwal syakhsiyah atau kehidupan pribadi seseorang
dalam hal ini adalah kehidupan keluarga, seperti pernikahan, perceraian, rujuk, iddah dll
4. Hukum yang berkaitan dengan jarimah, jinayah atau uquubah atau tindak pidana dan
konsekuensinya, seperti pembunuhan, pencurian dll
5. Hukum yang berkaitan dengan persoalan peradilan dan penyelesaian perkara hak dan
kewajiban sesama manusia
6. Hukum yang berkaitan dengan masalah pemerintahan dan yang mengatur hubungan
antar penguasa dan rakyatnya
7. Hukum yang mengatur hubungan antar negara dalam keadaan perang dan damai
8. Hukum yang berkaitan dengan persoalan akhlak atau etika.

Keseluruhan hukum Fiqih di atas tidak hanya terkait dengan masalah keduniaan saja, namun
juga mengandung unsur spiritual. Dengan kata lain, suatu perbuatan manusia tidak akan
mendapatkan nilai perhitungan di dunia saja-seperti penghargaan dan hukuman, namun
juga nilai perhitungan di akhirat –seperti pahala dan dosa.

B. Sejarah Fiqih
1. Masa Nabi Muhammad
Masa Nabi Muhammad ini juga disebut sebagai periode risalah, karena pada masa-
masa ini agama Islam baru didakwahkan. Pada periode ini, permasalahan fikih
diserahkan sepenuhnya kepada Nabi Muhammad. Sumber hukum Islam saat itu adalah
wahyu dari Allah serta perkataan dan perilaku Nabi. Periode Risalah ini dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah lebih
tertuju pada permasalah akidah, karena disinilah agama Islam pertama kali disebarkan.
Ayat-ayat yang diwahyukan lebih banyak pada masalah ketauhidan dan keimanan.
Setelah hijrah, barulah ayat-ayat yang mewahyukan perintah untuk melakukan puasa,
zakat dan haji diturunkan secara bertahap. Ayat-ayat ini diwahyukan ketika muncul
sebuah permasalahan, seperti kasus seorang wanita yang diceraikan secara sepihak oleh
suaminya, dan kemudian turun wahyu dalam surah Al-Mujadilah. Pada periode Madinah
ini, ijtihad mulai diterapkan.

3
Pembentukan fikih di masa Nabi Muhammad menekankan pada tiga aspek utama
yang terkait dengan tugas kenabian beliau. Aspek-aspek tersebut antara lain:
 Memperbaiki kepercayaan dan agama masyarakat di zaman jahiliyah. Dalam misi ini,
Nabi Muhammad kemudian memperkenalkan Islam sebagai agama pembaharu, dan
memperbaiki sistem dengan menghidupkan tauhidMemperbaiki akhlak masyarakat
jahiliyah. Sebelum kedatangan Nabi Muhammad, masyarakat Arab jahiliyah memiliki
akhlak yang buruk, sehingga tugas Nabi Muhammad adalah untuk memperbaiki
akhlak dan moral masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Islam.
 Menetapkan aturan-aturan hidup sesuai dengan nilai dan prinsip Islam. Sebelum
kedatangan Nabi Muhammad, masyarakat Arab jahiliyah penuh ketidakadilan dan
kemerosotan, maka tugas inilah yang kemudian membuat Nabi Muhammad
merumuskan hukum-hukum di masyarakat demi terciptanya masyarakat madani. Di
sini pula Nabi Muhammad mulai menegakkan dan membina fikih Islami .
 Menetapkan aturan-aturan hidup sesuai dengan nilai dan prinsip Islam. Sebelum
kedatangan Nabi Muhammad, masyarakat Arab jahiliyah penuh ketidakadilan dan
kemerosotan, maka tugas inilah yang kemudian membuat Nabi Muhammad
merumuskan hukum-hukum di masyarakat demi terciptanya masyarakat madani. Di
sini pula Nabi Muhammad mulai menegakkan dan membina fikih Islami.

Pada masa ini, Nabi Muhammad menerapkan dan mengembangkan fikih Islam secara
perlahan-lahan kepada masyarakat Arab. Beliau menerapkan fikih berdasarkan kejadian-
kejadian atau perkara-perkara dengan memperhitungkan sebab dan akibatnya. Saat itu apa
bila masyarakat sedang menghadapi suatu perkara yang tidak ditemukan jalan keluarnya,
maka mereka bertanya kepada Nabi Muhammad. Kemudian Nabi Muhammad
memberikan solusinya berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis.

Dalam periode ini, para sahabat juga terkadang sebelum bertanya kepada Nabi
Muhammad, mereka berijtihad. Kemudian hasil ijtihad itu disampaikan kepada Nabi
Muhammad terkait ushul fikih-nya. Jika hasil ijtihad para sahabat disetujui oleh Nabi
Muhammad maka menjadi kebenaran dan jika ditolak maka Nabi Muhammad akan
menentukan hukumnya terkait perkara tersebut.

4
2. Masa Khulafaur Rasyidin
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, pemegang otoritas fikih adalah para sahabat,
yakni Khulafaur Rashidin. Para sahabat berpegang teguh pada dua sumber utama,
yakni Ajâtul Ahkâm yang bersumber dari Al-Qur'an dan Ahâdietsul Ahkâm yang berasal
dari Hadis.
Pada masa itu para sahabat mengumpulkan hadis-hadis Nabi Muhammad di berbagai
pelosok negeri dari para perawi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hadis-hadis yang
shohih. Para sahabt juga sangat berhati-hati dalam mengumpulkan hadis-hadis agar tidak
ditemukan para pemalsu hadis. Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab bahkan
benar-benar menyaring para perawi hadis, caranya adalah para perawi yang akan
menyampaikan hadis harus bisa menghadirkan sedikitnya dua orang saksi yang dapat
membenarkan riwayatnya. Jika para saksi membenarkan riwayat hadis dari perawi, maka
riwayat perawi tersebut diterima. Namun, jika pewari tidak mampu menghadirkan saksi,
maka riwayatnya ditolak.
Pada periode ini, para faqih mulai berbenturan dengan adat, budaya dan tradisi yang
terdapat pada masyarakat Islam kala itu. Ketika menemukan sebuah masalah, para faqih
berusaha mencari jawabannya dari Al-Qur'an. Jika di Al-Qur'an tidak
diketemukan dalil yang jelas, maka hadis menjadi sumber kedua. Dan jika tidak ada
landasan yang jelas juga di Hadis maka para faqih ini melakukan ijtihad.
Menurut penelitian Ibnu Qayyim, tidak kurang dari 130 orang faqih dari pria dan
wanita memberikan fatwa, yang merupakan pendapat faqih tentang hukum.

3. Masa Awal Pertumbuhan Fikih


Masa ini berlangsung sejak berkuasanya Mu'awiyah bin Abi Sufyan sampai sekitar
abad ke-2 Hijriah. Rujukan dalam menghadapi suatu permasalahan masih tetap sama
yaitu dengan Al-Qur'an, Sunnah dan Ijtihad para faqih. Tapi, proses musyawarah para
faqih yang menghasilkan ijtihad ini sering kali terkendala disebabkan oleh tersebar
luasnya para ulama di wilayah-wilayah yang direbut oleh Kekhalifahan Islam.
Mulailah muncul perpecahan antara umat Islam menjadi tiga golongan
yaitu Sunni, Syiah, dan Khawarij. Perpecahan ini berpengaruh besar pada ilmu fikih,
karena akan muncul banyak sekali pandangan-pandangan yang berbeda dari setiap faqih

5
dari golongan tersebut. Masa ini juga diwarnai dengan munculnya hadis-hadis palsu yang
menyuburkan perbedaan pendapat antara faqih.
Pada masa ini, para faqih seperti Ibnu Mas'ud mulai menggunakan nalar dalam
berijtihad. Ibnu Mas'ud kala itu berada di daerah Iraq yang kebudayaannya berbeda
dengan daerah Hijaz tempat Islam awalnya bermula. Umar bin Khattab pernah
menggunakan pola yang di mana mementingkan kemaslahatan umat dibandingkan
dengan keterikatan akan makna harfiah dari kitab suci, dan dipakai oleh para faqih
termasuk Ibnu Mas'ud untuk memberi ijtihad di daerah di mana mereka berada.

4. Perkembangan di Indonesia
Di Indonesia, Fikih, diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan keagamaan non
formalseperti Pondok Pesantren dan di lembaga pendidikan formal seperti di Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah

C. Sumber Ilmu Fiqih


Terdapat empat sumber hukum fiqih yaitu AL-QURAN,Hadist,ijma’,dan qiyas
sebagai berikut :
1. Alquran
Alquran adalah sumber utama bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika menjumpai suatu
permasalahan, seseorang harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya.
2. As-Sunnah
As Sunnah atau hadits menurut Al-Ghouri dalam Mu’jam al-Mushthalahat al-
Haditsah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan,
perbuatan, taqrir (keputusan), atau sifat.
Contoh hadits yaitu: “Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya
adalah kekufuran.” (Bukhari no. 46, 48, muslim no. 64, 97, Tirmidzi no. 1906,2558,
Nasa’i no. 4036, 4037, Ibnu Majah no. 68, Ahmad no. 3465, 3708)
3. Ijma
Ijma dapat dipahami sebagai sebuah kesepakatan ulama mengenai suatu perkara bila
tidak terdapat penjelasan yang spesifik dalam Alquran dan hadist. Ijma ini tidak boleh
bertentangan dengan Quran dan Sunnah.

6
4. Qiyas
Qiyas adalah salah satu metode untuk menentukan hukum sesuatu yang baru dan
belum dikenal sebelumnya, dengan cara mencari padanannya dengan hal yang
sebelumnya diketahui dan sudah diatur dalam Alquran dan Hadits.
D. Pembagian Hukum Fiqih
Pembagian hukum fiqih terdiri dari:
1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah mahdlah (khusus), yaitu hukum yang mengatur
ibadah manusia dengan Allah SWT seperti sholat, puasa, zakat, dan haji.
2. Hukum yang berkaitan dengan masalah muamalah, yaitu tentang hubungan sesama
manusia. Contohnya yaitu transaksi jual beli dan perserikatan dagang.
3. Hukum yang berkaitan dengan masalah keluarga (al ahwal asy syakhsiyah) seperti nikah,
talak, rujuk, iddah, dan lain-lain.
4. Hukum yang berkaitan dengan tindak pidana seperti zina, pencurian, perampokan, dan
masih banyak lagi.

E.  Ruang Lingkup Fiqih


Para ulama fiqih sesuai ruang lingkup bahasan menjadi dua bagian besar yaitu : fiqh
ibadah dan fiqh muamalah. Hal ini didasarkan pada ayat al-Qur’an yang membedakan dua
hubungan manusia itu pada umumnya.
“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada kecuali jika mereka berpegang pada
tali (agama) Allah dan tali (hubungan baik) dengan manusia.” (Q.S Ali Imran : 112)
Di jelskan bahwa ruang lingkup fiqih itu meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
antara:
1. Hubungan manusia dengan Allah SWT.
2. Hubungan manusia dengan sesama manusia, dan
3. Hubungan manusia dengan alam(selain manusia) dan lingkungan
F. Macam-macam Ilmu Fiqih
1. Fiqih Ibadah
Fiqih ibadah adalah norma-norma ajaran agama Allah yang mengatur hubungan
manusiadenganTuhannya.

7
Fiqh ibadah dibagi lagi menjadi dua, yaitu ibadah mahzhah dan ibadah ghairu
mahzhah. Ibadah mahzhah adalah ajaran agama yang mengatur perbuatan-perbuatan
manusia yang murni mencerminkan hubungan manusia itu dengan Allah. Sedang ibadah
ghairu mahzhah adalah ajaran agama yang mengatur perbuatan antar manusia itu sendiri.
2. Fiqh Muamalah
Fiqh muamalah adalah norma-norma ajaran agama Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan sesama dan lingkungannya (horizontal)
Norma-norma ajaran agama yang mengatur hubungan antar manusia  ini sangat luas
sehingga fiqh muamalah ini terbagi kedalam banyak bidang, yaitu:
a. Fiqh munakahat : pengetahuan tentang norma-norma ajaran Islam yang mengurai
tentang pernikahan sejak dari norma tentang melihat calon suami / istri (nazhar),
tata cara melamar (khithbah), mas kawin (mahat / shadaq), akad nikah, wali,
saksi, pencatatan nikah, perceraian (talak), iddah, hak nafkah bagi istri, hak
mengasuh anak (hadhanah), hak dab kewwajiban suami istri dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan suami istri.
b. Fiqh Jinayat : Pengetahuan tentang norma-norma ajaran Islam yang mengatur
mengenai tindak pidana yang dilakukan seseorang terhadap orang atau lembaga
lain, seperti melukai orang lain, menghina, atau memfitnah, mencuri, meminum
minuman keras atau membunuh.
c. Fiqh Siyasat : Pengetahuan yang membicarakan norma norma ajaran Islam yang
berkaitan dengan pemerintahan, misalnya tata cara pemilihan presiden dan wakil
presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota legislatif, pembuatan undang-
undang yang mengatur kepentingan rakyat, dll.
d. Fiqh Muamalat : Pengetahuan yang membicaraka norma-norma ajaran Islam yang
berkaitan dengan transaksi-transaksi yang dilakukan masyarakat manusia, baik itu
jual bel, hutang piutang, sewa menyewa, pinjam meminjam barang, dll.

G. Perbedaan Antara ilmu Fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih


Ilmu Fiqih berbicara tentang hukum dari sesuatu perbuatan, maka ilmu Ushul fiqih
bicara tentang metode dan proses bagaimana menemukan hukum itu sendiri. Atau jika dilihat
dari sudut aplikasinya, fiqih akan menjawab pertanyaan “apa hukum dari suatu perbuatan?”

8
dan Ushul fiqih “bagaimana cara atau proses menemukan hukum yang digunakan sebagai
jawaban permasalahan yang dipertanyakan tersebut”. Oleh karena itu, fiqih lebih bercorak
produk sedangkan ushul fiqih lebih bermakna metodologis. Dan oleh sebab itu, fiqih terlihat
sebagai koleksi produk hukum, sedangkan ushul fiqih merupakan koleksi metodis yang
sangat diperlukan untuk memproduk hukum.
Dilihat dari segi objek nya pun berbeda, yang menjadi objek pembahasan dalam ilmu
fiqh adalah perbuatan mukallaf yang dilihat dari sudut pandang Syara’. Perbuatan tersebut
dapat dikelompokan dalam tiga kelompok besar : ibadah (segala persoalan yang pada
pokoknya berkaitan dengan urusan akhirat dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada
Allah, seperti : sholat, puasa, zakat, dan lain-lain), mu’amalah (mencakup hal-hal yang
mengatur hubungan sesama manusia dalam masalah harta, seperti jual beli, sewa-menyewa,
pinjam meminjam, dan lain-lain) dan ‘uqubah (mencakup persoalan yang menyangkut tindak
pidana, seperti pembunuhan, pencurian, dan lain-lain). Sedangkan objek ilmu Ushul fiqih
adalah dalil-dalil syara’ itu sendiri dari segi bagaimana penunjukan nya kepada suatu hukum
secara ijmali.
Dilihat perbedaan nya dari segi tujuan Akhir yang hendak dicapai oleh Ilmu Ushul
fiqih dan ilmu Fiqih ini , sebagaimana yang dikutip oleh Alaidin koto dalam buku Abdul
Wahab khallaf mengatakan bahwa maksud akhir yang hendak dicapai dari Ilmu fiqih adalah
penerapan hukum syariat kepada amal perbuatan manusia, baik tindakan maupun
perkataannya. Dengan mempelajari nya orang akan tahu mana yang diperintahkan dan mana
yang dilarang, mana yang shah dan mana yang bathal, mana yang halal dan mana yang
haram. Sedangkan ilmu ushul fiqih tujuan akhir yang hendak dicapai ilmu ini adalah
penerapan kaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasannya ditunjuk oleh dalil-dalil tafshili
untuk sampai kepada hukum syariat yang ditunjuk oleh dalil-dalil tersebut. Dengan
pembahasan dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam ilmu ini dapat dipahami teks-teks syariat
dan dapat diambil hukum darinya. Ilmu ini juga berbicara tentang petunjuk pengambilan dalil
atau sesuatu yang terkuat dari dua dalil yang bertentangan serta ilmu ini juga membahas
metode penerapan hukum peristiwa atau tindakan yang tidak ditemukan  dengan jalan qiyas,
istishab, dll.
Jadi, bila ilmu fiqih bertujuan untuk member pelajaran, pengetahuan, atau petunjuk
tentang hukum : apa atau mana yang boleh dan yang dilarang serta menunjukan cara

9
pelaksanaan suatu perintah. Sedangkan ushul fiqih memberi pengetahuan kepada umat Islam
tentang system hukum dan pengambilan hukum itu sendiri. 

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu fiqih dalam waktu yang cukup lama menguasai percakapan dan diskursus
pemikiran Islam, hingga akhirnya ia menjadi sentral dan rujukan utama umat Islam. Fiqih
dianggap sebagai penjelasan paling otoritatif menyangkut Islam. Setiap aktivitas umat baik
yang personal maupun publik selalu dicari ketentuan hukumnya di dalam fiqih. Itu
sebabnya fiqih tidak hanya berbicara hal-hal yang terkait dengan ritus peribadatan, makanan
dan minuman yang halal, dan urusan keluarga. Pembicaraan fiqih bahkan bisa melebar ke
soalsoal politik, ekonomi dan sosial. Bahkan, tidak hanya berbicara tentang perkara empiris
yang riil terjadi masyarakat, fiqih juga memberi jawaban terhadap soal-soal yang
diandaikan terjadi. Fiqih merespons semua soal kehidupan sehingga harus di cek terus-
menerus apakah jawaban yang diberikannya itu sudah memadai atau justru menjadi
blunder, sebab jawaban fiqih kerapkali tak ditunjang dengan argumentasi yang kokoh.
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kam

11
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Al-'Utsaimin, Muhammad Shalih (1434 H). Syarḥ al-Uṣūl min ‘Ilm al-Uṣūl (dalam bahasa Arab).
Riyadh: Dar Ibnul Jauzi.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi (1962). Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Islam.

Iqbal, Mahathir Muhammad. 2017. Merumuskan Konsep Fiqh Islam Perspektif Indonesia. Jurnal
Ilmu Syari'ah Dan Hukum. Universitas Islam Raden Rahmat Malang.

Syamsul Arifin , Sari Narulita. 2013. Latar Belakang Mahasiswa Dalam Memahami Fiqih. Jurnal
Studi Al-Qur’an Membangun Tradisi Berfikir Qur’an Vol.9, No.1. Universitas Negeri Jakarta.

https://id.wikipedia.org/wiki/Fikih#Pengertian_bahasa

xii

Anda mungkin juga menyukai