Dosen Pengampu :
Dr. Ismail Jalili,M.A.
Disusun Oleh :
Wina Denata (2011120002)
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT dengan segala kemudahan dan
nikmat yang telah diberikan-Nya sehingga penulis penyusun makalah dengan judul
“Pembidangan Fiqih Siyasah Dusturiyah”.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siyasah dusturiyah adalah bagian fiqh siyasah yang membahas
masalah perundang-undangan negara. Dalam hal ini juga dibahas antara lain
konsep-konsep konstitusi (undang-undang dasar negara dan sejarah
lahirnya perundang-undangan dalam suatu negara), legislasi (bagaimana
cara perumusan undang-undang), lembaga demokrasi dan syura yang
merupakan pilar penting dalam perundang-undangan tersebut. Di samping
itu, kajian ini juga membahas konsep negara hukum dalam siyasah dan
hubungan timbal balik antara pemerintah dan warga negara serta hak-hak
warga negara yang wajib dilindungi.
Permasalahan di dalam fiqh siyasah dusturiyah adalah hubungan
antara pemimpin disatu pihak dan rakyatnya di pihak lain serta
kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakatnya. Oleh karena
itu, di dalam fiqh siyasah dusturiyah biasanya dibatasi hanya membahas
pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal
kenegaraan dari segi persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan
merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Fiqih Siayasah Dan Ruang Lingkupnya?
2. Apa Pengertian Siyasah Dusturiyah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pengertian Fiqih Siyasah Dan Ruang Lingkupnya
2. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Siyasah Dusturiyah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqih Siyasah Dan Ruang Lingkup Fiqih Siyasah
a. Pengertian Fiqih Siyasah
Kata fiqh berasal dari faqaha-yafqahu-fiqhan. Secara bahasa,
pengertian fiqh adalah “paham yang mendalam”. Imam al-Tirmidzi,
seperti dikutip Amir Syarifuddin, menyebut “fiqh tentang sesuatu”
berati mengetahui batinnya sampai kepada kedalamannya. Fiqh
merupakan bentuk mashdar dari tashrifan kata fiqha-yafaqhu-fiqhan
yang berarti pemahaman yang mendalam dan akurat sehingga dapat
memahami tujuan ucapan dan atau tindakan tertentu.
Secara etimologis (bahasa) fiqh adalah keterangan tentang
pengertian atau paham dari maksud ucapan si pembicara, atau
pemahaman yang mendalam terhadap maksud-maksud perkataan
dan perbuatan.2Kata fiqh secara arti kata berarti: “paham yang
mendalam”. Semua kata “fa qa ha” yang terdapat dalam al-Quran.
Bila “paham” dapat digunakan untuk hal- hal yang bersifat lahirlah,
maka fiqh berarti paham yang menyampaikan ilmu zhahir kepada
ilmu batin. Karena itulah al-Tirmizi menyebutkan “fiqh tentang
sesuatu” berati mengetahui batinnya sampai kepada kedalamannya.
Lebih lanjut secara istilah, menurut ulama-ulama syara’
(hukuIslam), fiqh adalah pengetahuan tentang hukum-hukum yang
sesuai dengan syara’ mengenai amal perbuatan yang diperoleh dari
dalil- dalilnya yang tafshil (terici, yakni dalil-dalil atau hukum-
hukum khusus yang diambil dari dasar-dasarnya, al-Quran dan
Sunnah). Jadi fiqh menurut istilah adalah pengetahuan mengenai
hukum agama Islam yang bersumber dari al-Quran dan Sunnah yang
disusun oleh mujtahid dengan jalan penalaran dan ijtihad.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa fiqh
adalah upaya sungguh-sungguh dari para ulama (mujtahidin) untuk
menggali
2
hukum-hukum syara’ sehingga dapat diamalkan oleh umat Islam.
Fiqh disebut juga dengan hukum Islam. Karena fiqh bersifat
ijtihadiyah, pemahaman terhadap hukum syara’ tersebut pun
mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perubahan
dan perkembangan situasi dan kondisi manusia itu sendiri. 1
Menurut Prof Ahmad Sukardja, dalam Ensiklopedi Tematis
Dunia Islam: Ajaran, fikih siyasah adalah salah satu disiplin ilmu
tentang seluk beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada
umumnya dan negara pada khususnya, berupa hukum, peraturan,
dan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang
bernafaskan ajaran Islam.
‘’Dalam istilah dunia modern fikih siyasah ini disebut juga
sebagai ilmu tata negara yang berdasarkan ajaran Islam,’’ ujar Prof
Sukardja. Dalam Alquran terdapat sejumlah ayat yang mengandung
petunjuk dan pedoman hidup atau prinsip dan tata nilai etika tentang
cara hidup bermasyarakat dan bernegara.
Alquran mengajarkan antara lain prinsip tauhid,
permusyawaratan, ketaatan kepada pimpinan, persamaan, keadilan,
kebebasan beragama, dan sikap saling menghormati antarsesama
manusia. Tetapi Alquran tidak menetapkan satu sistem
pemerintahan yang baku yang harus dianut umat Islam, kapan dan di
mana pun mereka berada.
Kajian mengenai sistem dan tatalaksana pemerintahan itu
berkembang dan berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan dari
satu masa ke masa yang lain, sesuai dengan kondisi dan situasi yang
berbeda-beda.
Hal-hal yang menyangkut ketatanegaraan ini bisa ditemukan
dalam fikih (hukum) Islam, yang sumber utamanya adalah Alquran
3
dan sunah. Istilah yang digunakan untuk menyebut bidang ini adalah
fikih siyasah. Istilah lainnya adalah siyasah syar'iyyah al-khilafah
(pemerintahan), dan al-ahkam as-sultaniyah (hukum
pemerintahan).2
b. Ruang Lingkup Fiqih Siyasah
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam
menentukan ruang lingkup kajian fiqh siyâsah. Ada yang membagi
menjadi lima bidang. Ada yang membagi menjadi empat bidang, dan
lain-lain. Namun, perbedaan ini tidaklah terlalu prinsipil.
Menurut Imam al-Mâwardî, seperti yang dituangkan di
dalam karangan fiqh siyâsah-nya yaitu al-Ahkâm al-Sulthâniyyah,
maka dapat diambil kesimpulan ruang lingkup fiqh siyâsah adalah
sebagai berikut:
1. Siyâsah Dustûriyyah;
2. Siyâsah Mâliyyah;
3. Siyâsah Qadlâ`iyyah;
4. Siyâsah Harbiyyah;
5. Siyâsah `Idâriyyah.
4
1. Siyâsah Dustûriyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan tentang
peraturan perundang-undangan);
2. Siyâsah Tasyrî’iyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan tetang
penetapan hukum);
3. Siyâsah Qadlâ`iyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan
peradilan);
4. Siyâsah Mâliyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan ekonomi
dan moneter);
5. Siyâsah `Idâriyyah Syar’iyyah (kebijaksanaan
administrasi negara);
6. Siyâsah Dauliyyah/Siyâsah Khârijiyyah Syar’iyyah
(kebijaksanaan hubungan luar negeri atau internasional);
7. Siyâsah Tanfîdziyyah Syar’iyyah (politik pelaksanaan
undang-undang);
8. Siyâsah Harbiyyah Syar’iyyah (politik peperangan).
5
Ketiga (3): politik keuangan dan moneter (Siyâsah
Mâliyyah), yang antara lain membahas sumber-sumber keuangan
negara, pos-pos pengeluaran dan belanja negara, perdagangan
internasional, kepentingan/hak-hak publik, pajak dan perbankan3
B. Siyasah Dusturiyah
a. Pengertian Siyasah Dusturiyah
Siyasah dusturiyah merupakan bagian fiqh siyasah yang
membahas masalah perundang-undangan negara. Dalam hal ini juga
dibahas antara lain konsep-konsep konstitusi (undang-undang dasar
negara dan sejarah lahirnya perundang-undangan dalam suatu
negara), legislasi (bagaimana cara perumusan undang-undang),
lembaga demokrasi dan syura yang merupakan pilar penting dalam
perundang-undangan tersebut. Di samping itu, kajian ini juga
membahas konsep negara hukum dalam siyasah dan hubungan
timbal balik antara pemerintah dan warga negara serta hak-hak
warga negara yang wajib dilindungi.
Secara bahasa siyasah berasal dari kata ساس– يسوس – سياسة
( sasa, yasusu, siyasatan ) yang berarti mengatur, mengurus dan
memerintah atau pemerintahan, politik dan pembuatan
kebijaksanaan. Pengertian secara kebahasaan ini mengisyaratkan
bahwa tujuan siyasah adalah mengatur dan membuat
kebijaksanaan atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai
sesuatu. Secara terminologis, Abdul Wahhab Khallaf
mendefinisikan bahwa siyasah adalah pengaturan perundang-
undangan yang diciptakan untuk memelihara ketertiban dan
kemaslahatan.
Secara bahasa Dusturiyah berasal dari bahasa Persia dusturi.
Semula artinya adalah seorang yang memiliki otoritas, baik dalam
3 http://akitiano.blogspot.com/2011/10/fiqh-siyasah-pengertian-ruang-lingkup.html,
diakses pada tanggal 11 april 2022, pukul 14:12 WIB.
6
bidang politik maupun agama. Dalam perkembangan selanjutnya,
kata ini digunakan untuk menunjukkan anggota kependetaan
( pemuka agama ) zoroaster ( Majusi ). Setelah mengalami
penyerapan ke dalam bahasa Arab, kata dusturiyah berkembang
pengertiannya menjadi asas dasar/ pembinaan. Menurut istilah,
dusturiyah berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan
hubungan kerja sama antara sesama anggota masyarakat dalam
sebuah negara baik yang tidak tertulis ( konvensi ) maupun
yang tertulis ( konstitusi ).
Dapat disimpulkan bahwa kata dusturiyah itu adalah suatu
norma aturan perundang-undangan yang mendasar sehingga
dijadikan landasan utama dalam rujukan semua tata aturan dalam hal
bernegara agar sejalan dengan nilai-nilai syari„at. Dengan demikian
semua peraturan perundang-undangan haruslah mengacu pada
konstitusinya masing-masing setiap negara yang tercermin dalam
nilai-nilai Islam dalam hukum-hukum syari„at yang telah dijelaskan
oleh al-Quran dan Sunnah Nabi, baik mengenai akidah, akhlak,
ibadah, muamalah, ataupun lainnya. Dengan demikian, siyasah
dusturiyah adalah bagian fiqh siyasah yang membahas masalah
perundang-undangan negara agar sejalan dengan nilai-nilai
syari‟at.4
b. Ruamg Lingkup Siyasah Dusturiyah
4http://repository.uin-suska.ac.id/18845/8/8.%20BAB%20III__2018626JS.pdf, diakses
pada tanggal 11 april 2020, pukul 14:40 WIB.
7
4. Persoalan bai‟at
5. Persoalan waliyul ahdi
6. Persoalan perwakilan
7. Persoalan ahlul halli wal aqdi
8. Persoalan wizarah dan perbandingannya
8
Sesuai dengan tujuan negara menciptakan kemaslahatan bagi
seluruh manusia, maka negara mempunyai tugas-tugas penting
untuk merealisasikan tujuan tersebut. Ada tiga tugas utama yang
dimainkan oleh negara dalam hal ini.
Pertama, tugas menciptakan perundang-undangan yang
sesuai dengan ajaran Islam. Untuk melaksanakan tugas ini, maka
negara memiliki kekuasaan legislatif (al-sulthah al-tasyri‟iyyah).
Dalam hal ini, negara memiliki kewenangan untuk melakukan
interpretasi, analogi dan inferensi atas nash-nash Al-Qur‟an dan
Hadis. Interpretasi adalah usaha negara unttuk memahami dan
mencari maksud sebenarnya tuntutan hukum yang dijelaskan nash.
Adapun analogi adalah melakukan metode Qiyas suatu
hukum yang ada nash-nya, terhadap masalah yang berkembang
berdasarkan persamaan sebab hukum. Sementara inferensi adalah
metode membuat perundang-undangan dengan memahami prinsip-
prinsip syari‟ah dan kehendak syar‟i (Allah). Bila tidak ada nash
sama sekali, maka wilayah kekuasaan legislatif lebih luas dan besar,
sejauh tidak menyimpang dari prinsip-prinsip ajaran Islam tersebut.
Dalam realitas sejarah, kekuasaan legislatif ini pernah dilaksanakan
oleh lembaga ahl al-hall wa al ‟aqd. Kemudian dalam bahasa
modern sekarang, lembaga ini biasanya mengambil bentuk sebagai
majelis syura (parlemen).
Kedua, tugas melaksanakan undang-undang. Untuk
melaksanakannya, negara memiliki kekuasaan eksekutif (al-sulthah
al-tanfidziyah). Di sini negara memiliki kewenangan untuk
menjabarkan dan mengaktualisasikan perundang-undangan yang
telah dirumuskan tersebut. Dalam hal ini, negara melakukan
kebijakan baik yang berhubungan dengan dalam negeri, maupun
yang menyangkut dengan hubungan dengan negara lain (hubungan
internasional). Pelaksana tertinggi kekuasaan ini adalah pemerintah
(kepala negara) dibantu oleh para pembantunya (kabinet atau dewan
9
menteri) yang dibentuk sesuai kebutuhan dan tuntutan situasi yang
berbeda antara satu negara dengan negara Islam lainnya.
Sebagaimana halnya kebijaksanaan legislatif yang tidak boleh
menyimpang dari semangat nilai-nilai ajaran Islam, kebijaksanaan
politik kekuasaan eksekutif juga harus sesuai dengan semangat nash
dan kemaslahatan.
Ketiga, tugas mempertahankan hukum dan perundang-
undangan yang telah diciptakan oleh lembaga legislatif. Tugas ini
dilakukan oleh lembaga yudikatif (al-sulthah al-qadha‟iyah).
Dalam sejarah Islam, kekuasaan lembaga ini biasanya meliputi
wilayah al-hisbah (lembaga peradilan untuk menyelesaikan perkara-
perkara pelanggaran ringan seperti kecurangan dan penipuan dalam
bisnis, wilayah al-qadha‟ (lembaga peradilan yang memutuskan
perkara-perkara antara sesama warganya, baik perdata maupun
pidana) dan wilayah al- mazhalim (lembaga peradilan yang
menyelesaikan perkara penyelewengan pejabat negara dalam
melaksanakan tugasnya, seperti pembuatan keputusan politik yang
merugikan dan melanggar kepentingan atau hak-hak rakyat serta
perbuatan pejabat negara yang melanggar HAM rakyat). 5
c. Dasar Hukum Siyasah Dusturiyah
1. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an adalah sumber pokok aturan agama islam
yang utama dijadikan dasar dalam menentukan hukum. Al-
Qur‟an merupakan kalam Allah yang berisi firman-firman
Allah dalam bentuk ragam hukum di dalamnya. Karena al-
Quran diyakini berasal dari Allah dan teks-teksnya dianggap
suci, maka setiap muslim harus mengakuinya sebagai
pondasi segala macam superstruktur Islam. Para tokoh-tokoh
muslim banyak mencatat bahwasannya al Quran merupakan
10
satu-satunya sumber yang paling tinggi dalam menentukan
hukum-hukum lainnya, karena al-Quran tidak pernah
mengalami kondisi dan perubahan apapun walau
perkembangan zaman terus berjalan.
Adapun ayat al-Quran yang berkenaan dengan
pemimpin terkait dengan pembahasan siyasah dusturiyah
terdapat dalam surat an-Nisa ayat 59 :
از ْعت ُ ْمَ َالرسُ ْو َل َواُولِى ْاْلَ ْم ِر مِ ْنكُ ْۚ ْم فَاِنْ تَن َ ٰيٰٓاَيُّهَا الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٰٓوا اَطِ ْيعُوا ه
َّ ّٰللا َواَطِ ْيعُوا
َاْلخِ ِِۗر ٰذ ِلك
ٰ ْ اّٰلل َوا ْلي َْو ِم
ِ الرسُ ْو ِل اِنْ كُ ْنت ُ ْم ت ُؤْ مِ نُ ْونَ ِب ه ِ ش ْيءٍ فَ ُرد ُّْوهُ اِلَى ه
َّ ّٰللا َو َ فِ ْي
س ُن تَأْ ِوي ًْل
َ َْخي ٌْر َّواَح
11
Dalam hukum Islam, ijma‟ merupakan suatu
keputusan bersama untuk menentukan suatu hukum yang
baik demi kemaslahatan umat dengan cara musyawarah.
Musyawarah ini timbul dari pemikiran kalangan ulama,
mufti, ahli fikih maupun jajaran pemerintahan. apabila di
dalam musyawarah tersebut ada beberapa orang yang tidak
setuju dengan hasil keputusan mayoritas peserta
musyawarah, maka ijma‟ tersebut dinyatakan batal
4. Qiyas
Qiyas adalah metode logika yang digunakan untuk
memecahkan suatu masalah yang berkenaan dengan legalitas
suatu bentuk perilaku tertentu dengan cara menetapkansatu
kaitan positif atau negatif antara bentuk perilaku yang satu
dengan bentuk perilaku yang lainnya dengan suatu prinsip
umum. Metode qiyas ini biasanya dipergunakan untuk
menentukan hukum yang jelas ada berbagai permasalahan
yang banyak dan kompleks. Qiyas biasanya menggunakan
dalil-dalil al-Quran maupun hadist yang sekiranya sama
bentuk perbuatan hukum yang dihadapi.
5. Adat kebiasaan suatu bangsa yang tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip al-Quran dan Hadits.
Adat kebiasaan semacam ini tidak tertulis yang
sering di istilahkan dengan konvensi. Dan ada pula dari adat
kebiasaan itu diangkat menjadi suatu ketentuan yang tertulis,
yang persyaratan adat untuk dapat diterima sebagai
hukum yang harus diperhatikan.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Siyasah adalah pengaturan perundang-undangan yang diciptakan
untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan.
Lebih lanjut pengertian siyasah adalah segala perbuatan yang membawa
manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kemafsadatan,
sekalipun Rasululullah tidak menetapkannya dan (bahkan) Allah Swt tidak
menentukannya siyasah yaitu mengatur atau memimpin sesuatu dengan cara
membawa kepada kemaaslahatan manusia dengan membimbing mereka ke
jalan yang menyelamatkan. Dan siyasah adalah ilmu pemerintahan untuk
mengendalikan tugas dalam negeri dan luar negeri, yaitu politik dalam
negeri dan politik luar negeri serta kemasyarakatan, yakni mengatur
kehidupan atas dasar keadilan dan istiqomah.
Alquran mengajarkan antara lain prinsip tauhid, permusyawaratan,
ketaatan kepada pimpinan, persamaan, keadilan, kebebasan beragama, dan
sikap saling menghormati antarsesama manusia. Tetapi Alquran tidak
menetapkan satu sistem pemerintahan yang baku yang harus dianut umat
Islam, kapan dan di mana pun mereka berada.
Kajian mengenai sistem dan tatalaksana pemerintahan itu
berkembang dan berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu masa
ke masa yang lain, sesuai dengan kondisi dan situasi yang berbeda-beda.
Hal-hal yang menyangkut ketatanegaraan ini bisa ditemukan dalam
fikih (hukum) Islam, yang sumber utamanya adalah Alquran dan sunah.
Istilah yang digunakan untuk menyebut bidang ini adalah fikih siyasah.
Istilah lainnya adalah siyasah syar'iyyah al-khilafah (pemerintahan), dan al-
ahkam as-sultaniyah (hukum pemerintahan)
13
DAFTAR PUSTAKA
Zuraya, Nidia. Diakses Pada Tanggal 11 April 2022, Pukul 20:49 WIB.
Https://Www.Republika.Co.Id/Berita/Lzynbm/Fikih-Siyasah-Apaan-Sih,
http://repository.uin-suska.ac.id/18845/8/8.%20BAB%20III__2018626JS.pdf,
diakses pada tanggal 11 april 2020, pukul 14:40 WIB
http://akitiano.blogspot.com/2011/10/fiqh-siyasah-pengertian-ruang-lingkup.html,
diakses pada tanggal 11 april 2022, pukul 14:12 WIB.
14