Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Hukum Islam
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Nama Guru/Dosen

Disusun Oleh
MUHAMMAD TEGAR
HASBI FADILLAH

ARSITEKTUR
INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA
TAHUN AJAR 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmatnya,
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung. Makalah ini berjudul
“Hukum Islam”. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber bacaan yang  dapat digunakan untuk
memperdalam pemahaman dari materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Namun penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmatnya,
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung. Makalah ini berjudul
“Hukum Islam”. Dengan tujuan penulisan sebagai sumber bacaan yang  dapat digunakan untuk
memperdalam pemahaman dari materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam. Namun penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………….…...……...……………....1
Daftar Isi………………………………………………………………………………………….2

BAB I             PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………...………….………..…3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………….…………...……………….……4
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………….………...…………...………4
1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………….……...…………………….4

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Hukum Islam ……………………………..………………………………………5
2.2  Ruang Lingkup Hukum Islam …………………………………………………….…….……7
2.3 Tujuan Hukum Islam…………………………………………………………………………8
2.4 Sumber Hukum Islam………………………………………………………………….……10
2.5 Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakan Hukum di Indonesia ………….14

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….…16
3.2 Saran………………………………………………………………………………………...16
3.3 Daftar Pustaka………………………………………………………………………….....…17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hukum Islam adalah seperangkat kaidah-kaidah hukum yang didasarkan pada wahyu
Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani
kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluk agama Islam. Mulai
dari fiqh, bagaimana persamaan dan perbedaan fiqh dengan syari’ah, bagaimana latar belakang
lahirnya fiqh dan ulama-ulama fiqh Islam yang terkenal, apa saja ruang lingkup kajian fiqh, dan
bagaimana menyikapi perbedaan pendapat dalam fiqh, serta manfaatnya bagi kehidupan manusia
dalam aktivitas sehari-hari.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Apa itu Fiqh, Ushul Fiqh, Kaidah Fiqiyah dan Syari’ah?


Apa saja Perbedaan dan Persamaan Syari’ah dan Fiqh?
Jelaskan Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqh?
Sebutkan Ulama Fiqh, Madzhab dan Karyanya?
Jelaskan Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh?
Menyikapi Perbedaan dalam Fiqh?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan ini selain untuk memenuhi tugas yang dibeban oleh() selaku
dosen pembimbing mata kuliah Agama islam , kami juga akan memberikan gambaran
tentang hukum islam menurut fiqh, ushul fiqh, kaidah fiqiyah dan syari’ah. Serta
menjelaskan sejarah perkembangannya.

1.4 MANFAAT PENULISAN

1.      Dapat menambah pengetahuan tentang hukum dalam islam


2.      Dapat mengetahui tentang apa saja hukum dalam islam
3.      Dapat mengetahui ruang lingkup hukum islam
4.      Dapat membedakan hukum islam dengan yang lainnya
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fiqh,

Fiqh secara harfiah berarti "memahami". Fiqh digunakan untuk pemahaman dan pengetahuan
umum. Dalam perkembangan selanjutnya, fiqh menjadi istilah teknis yang mengacu pada disiplin ilmu
yang membahas hukum Syariah dalam kaitannya dengan tindakan para mualaf, seperti halal, tempat suci,
hadits, dan hal-hal serupa. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah antara lain:
a) Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah (fiqh ibadah), meliputi: membahas
hal-hal seperti wudhu, salat, puasa, haji dan yang lainnya.
b) Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan (fikih al-ahwal assakhsiyah),
meliputi pernikahan, talak, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yanglainya.
c) Hukum fiqh muamalah yakni hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan
diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dan yang lainnya.
d) Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala negara) (fiqh
siasah syar’iah), meliputi penegakan keadilan, penerapan hukum-hukum syari’at, dan lain-lain.
e) Hukum-hukum berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan, serta penjagaan
keamanan dan ketertiban yang disebut juga dengan fikih al-ukubat.
f) Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya, hukum ini disebut
juga dengan fikih as-siyar.Hukum ini membahas tentang perang atau damai dan yang lainnya.
g) Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik maupuun buruk(Fiqh adab
dan akhlak)

2.2 Pengertian Ushul Fiqh

Kata ushul fiqh gabungan dari dua kata, yaitu ushul yang berarti fondasi, dasar, atau pokok dan
fiqh yang berarti paham yang mendalam. Definisi ushul fiqh menurut ulama266
a) Abdul Wahab Khalaf, ushul fiqh yaitu pengetahuan tentang kaidah dan pembahasannya yang
digunakan untuk menetapkan hukum-hukum syara’, Peraturan Allah yang berupa ketentuan-
ketentuan dan aturan tentang tingkah laku manusia yang berlaku dan bersifat mengikat bagi
seluruh umat Islam yang berhubungan dengan perbuatan manusia dari dalil-dalil terperinci.
b) Al-Ghazali, ushul fiqh yaitu ilmu yang membahas tentang dalil-dalil hukum syara’ dan bentuk-
bentuk penunjukkan dalil terhadap hukum syara’.
c) Asy-Syaukani, ushul fiqh yaitu ilmu untuk mengetahui kaidah-kaidah yang dapat digunakan
untuk mengeluarkan hukum syara’, berupa hukum cabang dari dalil-dalil yang terperinci.
d) Asy-Syafi’i, ushul fiqh adalah cara untuk mengetahui dalil-dalil fiqh secara global, cara
menggunakan, dan keadaan orang yang menggunakannya.
Dilihat dari sisi dalil maupun asasnya, ushul fikih berasal dari beberapa sumber diantaranya :
1. Alquran dan sunah.
2. Riwayat dari sahabat dan tabiin.
3. Konsensus ulama salafussaleh.
4. Kaidah bahasa Arab dan keterangan penguat yang dinukil dari bangsa Arab.
5. Fitrah dan akal yang sehat.
6. Ijtihad ulama yang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa ushul fiqh yaitu kaidahkaidah yang
digunakan dalam usaha untuk memperoleh hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan mukallaf dari dalil-
dalil yang terperinci

2.3 Pengertian kaidah fiqiyah

Kaidah fiqhiyah, dari bahasa Arab yakni, qai’dah yang berarti ‘dasar’ atau ‘asas’, dan kata fiqhiyah
yang berasal dari kata fiqh yang berarti paham. Kaidah Fiqhiyah adalah salah satu metodologi yang digunakan
dalam merumuskan ilmu fiqih. 268 Kaidah fiqhiyah diperoleh secara induktif, yaitu berasal dari penyelidikan
penyelesaian kasus-kasus fiqih, baru kemudian disimpulkan kaidahnya.

Kaidah fiqhiyah dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

1. Lima kaidah dasar yang mempunyai skala cakupan menyeluruh, lima kaidah ini memiliki ruang
lingkup furi’iyyah yang sangat luas, komprehensif, dan universal, sehingga hampir menyentuh semua
elemen hukum fiqh.

2. Kaidah-kaidah yang mempunyai cangkupan furu’ cukup banyak, tetapi tak seluas yang pertama, kaidah
ini biasa disebut sebagai al-qawa’id al-aghlabiyah.

3. Kaidah yang mempunyai cangkupan terbatas (al-qawa’id al-qaliliyah) bahkan cenderung sangat sedikit.

2.4 Persamaan dan perbedaan fiqh dan Syariah

Secara bahasa syariah berarti jalan air di sungai, dalam bahasa Arab diartika sebagai ‘jalan yang
lurus’. Menurut Fuqaha, syariah berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT melalui rasul-Nya untuk
hamba-Nya. Fiqih dan syariah memiliki hubungan yang erat, dapat dibedakan, tetapi tidak mungkin
dipisahkan. Syariah adalah landasan fiqih, fiqih adalah pemahaman tentang syariah.

Seorang ahli hukum Islam harus dapat membedakan mana hukum Islam yang disebut syariah dan
mana pula hukum Islam yang disebut fiqih.Hal ini dikarenakan agar tidak menimbulkan salah pengertian
jika kedua istilah ini dirangkum kedalam satu perkataan.

Beberapa perbedaan dan persamaan diantara keduanya adalah sebagai berikut:

1. Syariah terdapat di dalam Alquran dan kitab-kitab hadist. Fiqih terdapat dalam kitabkitab fiqih.
2. Syariah bersifat fundamental, ruang lingkup lebih luas meliputi akidah dan akhlak. Fiqih bersifat
instrumental, ruang lingkup terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia.
3. Syariah adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, karena itu berlaku abadi. Fiqih adalah
ijtihad manusia yang tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke masa.
4. Syariah hanya satu, sedang fiqih mungkin lebih dari satu seperti yang disebut dengan mazhab-
mazhab fiqh.
5. Syariah menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan fiqih menunjukkan keragamannya.

2.5 Sejarah pengertian ilmu fiqh

ilmu fiqih adalah ilmu yang membahas hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan manusia, dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya, apakah hubungan tersebut wajib,
sunnah, haram, makruh atau boleh. Hubungan manusia dengan Tuhan misalnya dalam masalah ibadah
seperti sholat, do’a, puasa, haji dan hal-hal yang terkait lainnya. Sedang hubungan manusia dengan
sesama manusia meliputi pernikahan, jual beli, perjanjian, perdamaian, dan lain sebagainya. Adapun
hubungan manusia dengan makhluk lainnya berupa etika, adab, sopan santun, tata krama dalam pergaulan
dan perlakuan.

Ilmu fiqh dengan berbagai ruang lingkup kajiannya bersifat ijtihadiyah, berada dalam rentang
waktu yang cukup panjang. Hal ini dapat ditelusuri dari sejarah perkembangan fiqh. Sejarah
perkembangan fiqh dapat dibagi ke dalam lima periode yaitu periode Nabi Muhammad SAW, periode
Khulafaur Rasyidin (sahabat), periode Umayyah dan Abbasiyah, periode taqlid (penutupan pintu ijtihad),
dan periode kebangkitan.
1. Ilmu Fiqh pada Periode Nabi Muhammad SAW
Periode ini dimulai sejak kerasulan Muhammad SAW sampai wafatnya Nabi SAW (11
H./632 M.). Periode awal ini juga dapat dibagi menjadi periode Makkah dan periode
Madinah. Pada periode Makkah, risalah Nabi SAW lebih banyak tertuju pada masalah
aqidah.
Pada periode Madinah, ayat-ayat tentang hukum turun secara bertahap. Pada masa ini
seluruh persoalan hukum diturunkan Allah SWT, baik yang menyangkut masalah ibadah
maupun muamalah. Oleh karenanya, periode Madinah ini disebut juga oleh ulama fiqh
sebagai periode revolusi sosial dan politik.

2. Ilmu Fiqh pada Periode Khulafaur Rasyidin (Sahabat)


Periode ini dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Pada periode ini, untuk
pertama kali para fuqaha berbenturan dengan budaya, moral, etika dan nilai-nilai
kemanusiaan dalam suatu masyarakat majemuk.
Dalam menyelesaikan persolan hukum yang demikian berat, luas, para sahabat
menggunakan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai rujukan utama. Penggunaan Al-Qur’an
sebagai rujukan utama dalam menyelesaikan persolan fiqh tidak mengalami masalah yang
berarti karena Al-Qur’an telah dihafal oleh para sahabat dan telah dibukukan pada zaman
Abu Bakar R.A. Akan tetapi berbeda halnya dengan masalah As-Sunnah. Penggunaan AS-
Sunnah sebagai rujukan utama dalam menyelesaikan masalah fiqh bukanlah suatu hal yang
mudah.
Hal ini disebabkan karena sunnah tidak dihafal dan belum dibukukan pada waktu itu.
Untuk menyelesaikan persoalan yang tidak dijumpai dalam kedua sumber hukum ini, maka
khalifah dan para sahabat mengadakan ijtihad. Dalam hal ini, khalifah tidak memutuskan
sendiri mengenai ketentuan hukumnya tetapi terlebih dahulu bertanya kepada para sahabat.
Keputusan yang diambil dengan suara bulat (konsensus) dipandang lebih kuat dari pada
keputusan yang dibuat oleh satu atau beberapa orang saja.

3. Ilmu Fiqh pada periode Umayyah dan Abbasiyah


Pada periode ini, disebut sebagai periode ijtihad. Persoalan hukum semakin bertambah
kompleks dan luas. Wilayah Islam semakin luas, hingga mencapai Afrika, Spanyol, dan Asia
Tengah. Pada masa ini kegiatan pengumpulan, penyeleksian hadis, dan pembukuan hadis
dilakukan Masalah hukum yang dihadapi umat makin beragam pula.
Untuk mengatasi keadaan ini, para ulama semakin meningkatkan ijtihadnya dengan
berdasarkan pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan ijma’ Sahabat. Pada periode inilah lahir para
ahli hukum (mujtahid), dikenal sebagai imam atau faqih. Empat mazhab yang dikenal saat ini
yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali lahir pada periode ijtihad ini.

4. Ilmu fiqh pada periode taqlid atau penutupan pintu ijtihad


Periode ini disebut periode kemunduran dalam sejarah kebudayaan Islam, dimulai sejak
abad ke empat hijriah (ke sebelas masehi). Pada masa ini, mazhab yang empat telah memiliki
kedudukan yang stabil dalam masyarakat dan perhatian bukan lagi ditujukan kepada Al-
Qur’an, As-Sunah, dan sumber-sumber hukum Islam tersebut, melainkan pada buku-buku
fiqh yang ditulis oleh para ulama fiqh.
Ulama-ulama pada waktu itu merasa cukup dengan pengumpulan karya-karya mazhab
saja dan membatasi diri dalam ijtihad pada soal-soal furu’ . Setelah jatuhnya Baghdad pada
pertengahan abad ke tujuh hijriah (13 M), ulama-ulama fiqh sepakat untuk menutup pintu
ijtihad karena rasa kekhawatiran dengan adanya perselisihan pendapat.
Pada masa itu, ulama-ulama sehebat Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam
Hanbali sudah tidak terdapat lagi. Ijtihad yang dijalankan oleh ulama-ulama yang belum
mencapai derajat mujtahid telah membawa kekacauan dalam bidang hukum di masyarakat.

5. Ilmu fiqh pada Periode Kebangkitan (Modern)


Pada masa itu, yakni abad ke-14 Masehi, terdapat sejumlah ulama yang tidak menerima
taqlid dan berpandangan bahwa berbagai pendapat dari berbagai mazhab fiqh sebagai satu
kesatuan yang tidak dipisahkan.
Di zaman modern, fiqh muqaran dibahas ulama fiqh secara komprehensif dan utuh,
dengan mengemukakan inti perbedaan, pendapat, dan argumentasi (baik dari nash maupun
rasio), serta kelebihan dan kelemahan masing-masing mazhab, sehingga pembaca (khususnya
masyarakat awam) dengan mudah dapat memilih pendapat yang akan diambil.

Di zaman modern pula, suara yang menginginkan kebangkitan fiqih kembali semakin
vokal, khususnya setelah ulama fiqh dan ulama bidang ilmu lainnya menyadari ketertinggalan
dunia Islam dari dunia Barat. Bahkan banyak diantara sarjana muslim yang melakukan studi
komparatif antara fiqh Islam dan hukum produk Barat. Selanjutnya pada abad ke-19 Hijriah,
lahirlah Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh yang menyerukan kepada dunia
Islam untuk meninggalkan taqlid. Gerakan membuka kembali pintu ijtihad dengan merujuk
langsung kepada Al-Qur’an dan Sunnah ini dilakukan oleh dunia Islam yang bersentuhan
dengan peradaban modern. Munculah tokoh-tokoh pembaharu dari berbagai belahan dunia
Islam seperti Turki, India, Mesir, dan Indonesia. Tokoh pembaharu Islam dari Turki seperti
Zia Gokalf dan Sultan Mahmud II. Di India terdapat nama Ahmad Khan dan Sayyid Ameer
Ali. Di Mesir terdapat Muhammad Abduh danRasyid Ridha sedangkan di Indonesia terdapat
KH.Ahmad Dahlan dan Ahmad Syurkati.

2.6 Ulama fiqh, Madzhab, dan Karyanya

A. Abu Hanifah al- Nu’man Nama lengkapnya adalah Abu Hanifah Al-Nu’man Ibn Sabit.

Beliau lahir di Kufah pada 700 M dan berasal dari keturunan Persia.Beliau meninggal
dunia pada 767 M, Usia Abu Hanifah sekitar 67 tahun. Abu Hanifah Pernah berkata
“Pertama-tama saya mencari dasar hukum dalam Al-Qur’an, kalau tidak ada saya cari dalam
Sunnah nabi, dan kalau tidak ada saya cari dalam fatwa-fatawa sahabat, dan saya pilih mana
yang saya rasa terkuat, dan kalau orang mengadakan ijtihad maka saya mengadakan ijtihad
pula.” Abu Hanifah dikenal sangat hatihati dalam menggunakan sunnah sebagai sumber
hukum.

. Sumber hukum yang digunakan Abu Hanifah yaitu Al- Qur’an, As-sunnah (secara
selektif), al- Ra’yu, qiyas, istihsan, dan syar’u man qablana (agama sebelum kita). Qiyas
adalah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya
dengan membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah
ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena adanya persamaan‘illat. Sedangkan istihsan
adalah menetapkan hukum terhadap suatu masalah yang menyimpang dari ketetapan hukum
yang diterapkan pada masalahmasalah yang serupa karena ada alasan yang lebih kuat.

Berikut adalah karya-karya dari Abu Hanifah:

a. Kitab fiqih Akbar.

b. Kitab Al-A'lim Wal-Mutaa'lim.

c. Kitab Musnad.

B. Malik Ibn Anas al-Asbahi Malik Ibn Anas


lahir di Madinah pada 713 H dan berasal dari Yaman. Berdasarkan informasi beliau tidak
pernah meninggalkan Yaman kecuali untuk melaksanakan ibadah haji ke kota Mekkah. Malik
Ibn Anas meninggal dunia di 795 Hijriah dalam usia 82 tahun. Dalam pemikiran hukumnya,
Imam Malik bin Anas banyak berpegang pada sunnah Nabi dan sunnah sahabat.
Imam Malik menulis sebuah kitab terkenal ‘al-Muwatta’, yang merupakan kitab hadis
dan fiqh. Dalam kitab ini, hadis diatur di dalamnya sesuai dengan bidang-bidang yang
terdapat dalam buku fiqh. Mazhab Maliki sendiri banyak dianut di Hejaz, Marokko, Tunis,
Tripoli, Mesir Selatan, Sudan, Bahrain, dan Kuwait, serta berbagai negara lain yang berada di
sebelah Barat. Sedangkan di dunia Islam bagian Timur mazhab Maliki ini kurang diminati.

C. Muhammad bin Idris al-Syafi’i Imam Syafi’i


memiliki nama lengkap Muhammad ibn Idris al-Syafi’i lahir di Ghazza pada tahun 767
M dan berasal dari suku bangsa Quraisy. Ia pernah belajar pada Sufyan Ibn Uyaynah dan
Muslim Ibn Khalid di Mekkah, dan ketika pindah ke Madinah, ia belajar pada Malik ibnAnas
hingga Imam Maliki ini meninggal dunia. Dalam pemikirannya, al-syafi’i dikenal
meninggalkan dua bentuk mazhab, yaitu mazhab lama (qaul qadim), dan mazhab baru (qaul
jadid).
Dalam menetapkan produk hukum, al-Syafi’i berpegang pada lima sumber yaitu
AlQur’an, Sunnah Nabi, ijma’ atau konsensus, pendapat sebagian sahabat yang tidak
mengandung perselisihan di dalamnya, serta qiyas atau analogi. Sebagai pemikir hukum,
Imam Syafi’i berpendapat: “maa qultu wa kaana al-nabiyya saw qaala bi khilafi qauliy famaa
shahha anin nabiyyi saw aula wa laatuqalliduny”. Artinya: apa yang telah ku katakana
padalah bertentangan dengan perkataan Nabi, maka apa yang shahih, dari Nabi itulah yang
lebih patut kamu ikuti, janganlah kamu taklid kepadaku.”

D. Ahmad bin Hanbal Ahmad Ibn Hanbal


lahir di Baghdad pada tahun 780 M dan berasal dari keturunan Arab. Beliau meninggal
dunia di Baghdad tahun 855 M dalam usia sekitar 75 tahun.
Ahmad Ibn Hambal dalam pemikirannya di bidang hokum menggunakan lima sumber,
yaitu: Al-Qur’an, As-Sunnah, pendapat sahabat yang diketahui tidak mendapat tantangan dari
sahabat lain, pendapat seorang atau beberapa sahabat, dengan syarat sesuai dengan Al-Qur’an
serta Sunnah, hadits mursal, dan qiyas, tetapi dalam keadaan terpaksa.
Ahmad Ibn Hambal pernah berkata “laa tuqallidniy wa laa maalikan wa laa alsyafi’iya
wa laa al-tsauriyya wa khuz min haitsu akhazuu. Artinya: Janganlah kamu taklid (mengikuti
seseorang tanpa mengetahui dasar yang digunakan seseorang itu dalam berpikir), jangan pula
kepada Malik, jangan kepada Syafi’i, jangan pada al-Tsaury. Ambillah dari sumber mana
mereka mengambil”.
Berikut adalah karya dari Ibn Hambal:
1) Kitab Al-Masnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari
dua puluh tujuh ribu hadits.
2) Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
3) Kitab at-Tarikh
4) Kitab Hadits Syu'bah
5) Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an.

2.7 Sejarah Perkembangan Ushul Fiqh

Anda mungkin juga menyukai