Anda di halaman 1dari 14

EPISTEMOLOGI USHUL FIQH

Disusun oleh :
Muhammad Faruq (220701002)
Muhammad Raushan Fiqhri (220701035)
Yasykur Rifqi (220701003)

Dosen Pengampu :
Dr. Muhammad Ichsan, S.Pd.I., M.Ag.

PRODI ARSITEKTUR
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI AR-RANIRY
2023-2024
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan petunjuk
melalui agama Islam sebagai panduan hidup bagi umat manusia. Shalawat dan salam semoga
selalutercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, utusan Allah yang membawa ajaran Islam
kepada umat manusia. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan pemahaman
yang lebih dalam tentang Fiqh (Hukum Islam) dan perannya dalam Islam, serta untuk
menjelaskan hakikat Mahzab dalam konteks pemahaman hukum Islam.

Oleh karena itu pemakalah dengan senang hati menerima kritik dan saran demi
perbaikanmakalah ini di masa yang akan datang. Pemakalah berharap mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi pemakalah dan para pembaca pada umumnya.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

A. LATAR BELAKANG ..............................................................................

B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................

C. TUJUAN...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................................

A. EPISTEMOLOGI USHUL FIQH


B. PENGERTIAN FIQH DAN USHUL FIQH
C. FUNGSI EPISTEMOLOGI DALAM USHUL FIQH
D. SUMBER PENGETAHUAN DALAM USHUL FIQH

BAB III KESIMPULAN............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Epistemologi dalam terminologi arab disebut nadhariyyah al-ma’rifah atau teori ilmu
pengetahuan. Epistemologi ushul fiqh tak lain merupakan teori ilmu hukum dalam
Islam yang dibangun untuk mengkreasi diktum-diktum fiqh guna menata kehidupan
umat manusia sehari-hari. Pada masa-masa awal kelahiran Islam, performance ushul
fiqh belum terbentuk menjadi sebuah epistemologi lantaran semua persoalan
hukum langsung di-handle Rasulullah SAW dengan bimbingan wahyu. Demikian
pula sepeninggal Rasulullah SAW, para sahabat sejaman dengan beliau memahami
betul proses tasyri’ yang mengacu pada prinsip-prinsip luhur tujuan sebuah ketentuan
hukum dibangun. Prinsip asrar al-syari’ah atau rahasia sebuah ketentuan hukum
dapat ditangkap oleh para sahabat (fuqaga’ al-shahabah). Karena itu, pada era ini
proses istinbath al-ahkam atau penggalian hukum dilakukan tanpa memerlukan
sebuah teori yang rumit dalam bentuk sebuah epistemologi.

II. RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah pada pembahasan kali ini adalah:
a) Apa itu epistemologi ushul fiqh
b) Pengertian fiqh dan ushul fiqh
c) Hubungan fiqh dan ushul fiqh
d) Ruang lingkup Pembahasan
e) Urgensi

III. TUJUAN
Tujuan yang akan dicapai ilmu fiqh adalah penerapan hukum svariat pada semua amal
perbuatan manusia. Ilmu fiqh merupakan tempat pembalikan seorang qadhi/hakim dalam
memutuskan perkara, seorang mufti dalam memberikan fatwa dan setiap orang mukalaf
dalam mengetahui hukum-hukum syariat pada segala tindak dan tutur katanya.

Sementara itu, tujuan ilmu ushul fiqh ialah penerapan kaidah-kaidahnya dan pembahasan-
pembahasannya pada dalil-dalil yang terperinci untuk mencapai hukum-hukum syariat
yang ditunjuknya. Dengankaidah-kaidah dan pembahasan-pembahasan ini, maka nash-
nash syariat dapat dipahami dengan sempurna dan hukum-hukum yang ditunjukoleh
nash-nash itu dapat diketahui dengan saksama. Bahkan, peristiwaperistiwa yang tidak ada
ketentuan hukumnya dalam nash dapat ditetapkan hukumnya melalui qiyas, istihsan,
istishhab atau yang lain dan dapatdibandingkan hasil ijtihad pada mujtahid satu sama lain.
Hal-hal semacam ini tidak akan dapat dicapai secara sempurna jika tidak mengetahuiilmu
ushul fiqih.
BAB II

PEMBAHASAN

A. EPISTEMOLOGI USHUL FIQH


Epistemologi ushul fiqh tak lain merupakan teori ilmu hukum dalam Islam yang
dibangun untuk mengkreasi diktum-diktum fiqh guna menata kehidupan ummat manusia
sehari-hari.Selain mempunyai pijakan wahyu, ilmu ushul fiqh juga didasarkan pada
dalil-dalil logis-empiris dalam rangka memunculkan berbagai ketentuan hukum
operasional. Dalam proses pembentukannya menjadi sebuah epistemologi, ushul fiqh
memadukan unsur teks normatif berupa wahyu verbal di satu pihak dan logika formal
di pihak lain. Wahyu verbal yang menjadi pijakan ilmu ushul fiqh adalah berupa teks al-
Qur’an maupun al-Hadith yang memuat aturan-aturan hukum secara garis besar
(dalil-dalil kulli-ijmali).

Dari dalil ini kemudian dirumuskanlah kaidah-kaidah pengambilan kesimpulan


hukum (istinbath) untuk menelorkan hukum-hukum operasional sesuai dengan semangat
ajaran untuk menebar kemaslahatan. Sedangkan pijakan logika-empiris ushul fiqh tak lain
adalah dalil-dalil logis untuk menyusun kriteria bagaimana mengevaluasi suatu
argumen yang benar. Logika dengan pengertian ini, mempelajari metode-metode dan
prinsip-prinsip yang dipergunakan untuk membedakan penalaran yang lurus dan
penalaran yang menyimpang. Dalam membahas jalan pikiran, logika selalu
mendasarkan aktivitasnya pada patokan hukum pemikiran sehingga dapat
menghindarkan orang dari kesalahan dan kesesatan. Dalam konteks inilah logika
disebut juga sebagai .

a. Awal epistemologi

Epistemologi ini mula-mula dibangun oleh al-Syafi’I pada abad ke-2 hijriyah untuk
merespons alotnya perdebatan hukum antara kalangan ahl al-ra’y dan ahl al-hadith saat
itu. Dengan hadirnya epistemologi ini maka setiap perdebatan menyangkut hukum dalam
Islam bisa dibingkai secara akademik karena dapat merujuk pada kajian teori tertentu.
Struktur ilmu ushul fiqh memadukan unsur teks normatif berupa wahyu verbal di satu pihak
dan logika formal di pihak lain. Dengan struktur seperti ini tidak sedikit kalangan
menganggap bahwa ilmu ini merupakan falsafah Islam faktual yang berfungsi mengawasi
kehidupan manusia yang senantiasa beraktivitas di muka bumi. Tujuan ilmu ushul fiqh
adalah memunculkun ketentuan hukum agar manusia tidak menyimpang dari fitrahnya dan
terseret ke dalam berbagai ketimpangan. Karena itu, pemberdayaan ilmu ini secara optimal
dan proporsional diyakini dapat memaksimalkan proses istinbath al-ahkam yang dapat
berimplikasi pada dinamika hukum Islam sesuai tingkat perubahan masyarakat.

B. PENGERTIAN FIQH DAN USHUL FIQH

a. Pengertian Fiqh

Kata fiqh adalah bahasa Arab yang berasal dari kata faqiha-yafqahu- fiqhan yang
bermakna memahami atau memahami.¹ Asal kata tersebut juga digunakan Al-Qur'an dalam
surah at-Taubah (9): 122 yang berbunyi:

‫َو َم ا َك اَن ٱْلُم ْؤ ِم ُنوَن ِلَينِفُرو۟ا َك ٓاَّفًۭة ۚ َفَلْو اَل َنَفَر ِم ن ُك ِّل ِفْر َقٍۢة ِّم ْنُهْم َطٓاِئَفٌۭة‬

‫۞ِّلَيَتَفَّقُهو۟ا ِفى ٱلِّد يِن َو ِلُينِذ ُرو۟ا َقْو َم ُهْم ِإَذ ا َرَج ُع ٓو ۟ا ِإَلْيِهْم َلَع َّلُهْم َيْح َذ ُروَن‬
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)- Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara beberapa orang mereka untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika
mereka telah kembali kepada-nya, agar mereka dapat menjaga dirinya.”

Pernyataan yang ada dalam ayat tersebut adalah yatafaqqahu fi al-din bermakna agar
mereka memahami agama (Islam). Hal ini merupakan suatu suruhan Allah SWT supaya di
antara orang-orang beriman ada suatu kelompok yang berkenan mempelajari agama.

Sekalipun ditinjau dari segi kekhususan makna, ayat itu tidak menuju kekhususan
ilmu fiqh, tetapi pernyataan ayat itu telah menjaring pengertian ilmu fiqh itu sendiri. Artinya,
perintah mempelajari agama sudah mencakup suruhan mempelajari hukum-hukum yang ada
dalama ketentuan agama. Ketentuan hukum agama itu hanya bisa terlihat dalam kajian ilmu
fiqh yang merupakan bagian praktik kesempurnaan pelaksanaan agama disamping
tauhid dan akhlak.
Secara definitif, fiqh berarti "ilmu tentang hukum-hukum syar'i yang bersifat amaliah
yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili"Dalam definisi ini, fiqh diibaratkan
ilmu karena fiqh itu semacam ilmu pengetahuan. Memang fiqh itu tidak sama dengan ilmu
seperti disebutkandi atas, figh itu bersifat zhanni. Fiqh adalah apa yang dapat dicapai oleh
mujtahid dengan zhan-nya, sedangkan ilmu tidak bersifat zhanni sepertifiqh. Namun karena
zhan dalam fiqh ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu; karenanya dalam definisi ini ilmu
digunakan juga untuk fiqh.

Dalam definisi di atas terdapat batasan atau pasal yang di samping menjelaskan
hakikat dari fiqh itu, sekaligus juga memisahkan arti kata fiqh itu dari yang bukan fiqh. Kata
"hukum" dalan definisi tersebut menjelaskan bahwa hal-hal yang berada di luar apa yang
dimaksud dengankata "hukum", seperti zat, tidaklah termasuk ke dalam pengertian
fiqh.Bentuk jamak dari hukum adalah "ahkam". Disebut dalam bentuk jamak,adalah untuk
menjelaskan bahwa fiqh itu ilmu tentang seperangkat aturan yang disebut hukum.

b. Pengertian Ushul Fiqh

Adapun ushul fiqh terdiri dari dua kata, yaitu: ushul dan kata fiqh.Kata ushul merupakan
jamak (plural) dari kata ashl. Kata ushul secaraetimologis mempunyai arti: berakar, berasal,
pangkal, asal, sumber, pokok, induk, pusat, asas, dasar, semula, asli, kaidah, dan silsilah.s
Ushulfiqh adalah ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang membawakepada usaha
merumuskan hukum dari dalil-dalil yang terperinci.? Dalam artian sederhana ushul fiqh
adalah kaidah-kaidah yang menjelaskancara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-
dalilnya..

Umpamanya dalam kitab-kitab fiqh ditemukan ungkapan, “menger-jakan salat itu hukumnya
wajib”. Wajibnya melakukan shalat itu disebut "hukum syara". Tidak pernah disebutkan
dalam Al-Qur'an maupun Hadist bahwa shalat itu hukumnya wajib. Yang tersebut dalam Al-
Qur'an hanya- lah perintah mengerjakan salat yang berbunyi: aqiimuu al-shalah (kerja-
kanlah salat). Ayat Al-Qur'an yang mengandung perintah salat tersebut disebut "dalil syara".
Untuk menetapkan kewajiban shalat yang disebut "hukum syara" dari firman Allah:
aqiimuu al-shalah.ilmu pengetahuan
Dari penjelasan di atas dapat diketahui i bahwa ushul fiqh adalah pe-doman atau aturan-
aturan yang membatasi dan menjelaskan cara-carayang harus diikuti seorang fakih dalam
usahanya menggali dan mengelu-arkan hukum syara' dari dalilnya; sedangkan fiqh adalah
hukum-hukumyara yang telah digali dan dirumuskan dari dalil-dalil menurut aturanyang
sudah ditentukan itu. Adapun hal-hal yang diperbincangkan dalanushul fiqh adalah kaidah-
kaidah fiqhiyah, kaidah-kaidah ushuliyah, kaidah-kaidah bahasa, dan metode-metode
dalam berijtihad.

C. FUNGSI EPISTEMOLOGI DALAM USHUL FIQH

Epistemologi memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan hukum


Islam, yang dikenal sebagai Ushul Fiqh. Ushul Fiqh adalah cabang ilmu hukum Islam yang
bertanggung jawab untuk merumuskan prinsip-prinsip dasar dalam menentukan hukum Islam
(fiqh). Epistemologi, sebagai studi tentang sumber-sumber pengetahuan dan cara memperoleh
pengetahuan, membantu memahami landasan intelektual di balik pembentukan hukum Islam.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa epistemologi penting dalam Ushul Fiqh:

1. Menentukan Sumber Pengetahuan: Epistemologi membantu dalam mengidentifikasi


sumber-sumber pengetahuan yang sah dalam hukum Islam. Ini termasuk Al-Quran,
As-Sunnah (tradisi Nabi Muhammad), Ijma (konsensus), dan Qiyas (analogi).
Pengetahuan tentang sumber-sumber ini adalah kunci dalam pembuatan keputusan
hukum.

2. Mengukuhkan Kriteria Kepastian: Epistemologi membantu dalam mengukuhkan


kriteria yang digunakan untuk menilai kepastian dan kualitas pengetahuan dalam
konteks hukum Islam. Dengan pemahaman epistemologi yang baik, para ulama dan
fuqaha (ahli hukum Islam) dapat mengembangkan metodologi untuk memastikan
bahwa hukum-hukum yang dihasilkan memiliki dasar yang kuat dan sah.

3. Mengatasi Ketidakpastian: Hukum Islam sering kali dihadapkan pada situasi


ketidakpastian di mana sumber-sumber utama seperti Al-Quran atau As-Sunnah tidak
memberikan petunjuk yang jelas. Epistemologi membantu dalam merumuskan
prinsip-prinsip seperti istihsan (analogi) dan istislah (kepentingan umum) untuk
mengatasi situasi-situasi semacam ini.

4. Menghadapi Perubahan Kontemporer: Hukum Islam harus beradaptasi dengan


perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi yang terus berlangsung. Epistemologi
memainkan peran penting dalam mengembangkan konsep-konsep baru seperti
maslahah mursalah (kepentingan umum yang tidak terbatas) untuk menghadapi
tantangan-tantangan kontemporer.

5. Mendukung Proses Ijtihad: Ijtihad adalah usaha pemikiran hukum yang dilakukan
oleh ulama untuk memecahkan masalah hukum yang belum tercakup dalam sumber-
sumber utama. Epistemologi memberikan kerangka kerja bagi proses ijtihad,
memungkinkan ulama untuk merumuskan pendapat hukum yang kokoh.

6. Mendorong Keterbukaan Terhadap Pemikiran Baru: Melalui pemahaman


epistemologi yang baik, hukum Islam dapat lebih terbuka terhadap pemikiran baru
dan perspektif yang mungkin muncul dalam masyarakat. Ini dapat mendorong inovasi
dan pembaruan dalam pemahaman hukum Islam

D. SUMBER PENGETAHUAN DALAM USHUL FIQH


a. Alquran

Kitab yaitu kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dibacakan secara
mutawatir, artinya mengumpulkan- an wahyu, firman-firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad untuk menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia. Adapun yang
dipindahkan tidak secara mutawatir, tidak disebut Al-Qur'an, karena Al-Qur'an sesempurna-
sempuma seruan dan keadaannya Firman Allah SWT, yang mengandung hukum-hukum
syara' dan menjadi mu'jizat bagi Nabi, maka mustahil Al-Qur'an itu dipindahkan tidak secara
mutawatir. Al-Qur'an yang terdiri dari 30 juz dan 114 surat sedangkan bilangan ayatnya 6666
ayat menurut yang resmi dibuatkan dalam buku-buku lain. Menurut ketetapan Menteri Dalam
Negeri Mesir bilangan ayat Al-Qur'an yang terdapat dalam Mashhaf Usmaniy. adalah 6236
ayat, sedangkan bilangan kalimatnya 77.934, dan menurut pendapat ulama lain 77.437
kalimat. Dengan banyak hurufnya menurut Ibnu Abbas berjumlah 323.671 huruf beralasan
kepada sabda Nabi:

Dari Ibnu Mas'ud, Nabi bersabda: Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab
Allah (Al-Qur'an), maka dia mendapat kebaikan, yang kebaikan itu sepuluh kali lipat, jangan
kamu sangka bahwa alif, lam dan mim satu huruf tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan
mim satu huruf” (H.R. Tarmizi)

Jumlah surat Al-Qur'an yang terdiri dari 114 surat itu, 86 di antaranya turun di
Mekkah disebut ayat Makiyah, dan 28 surat turun setelah Hijrah ke Madinah disebut ayat
Madaniyah. Ciri-ciri ayat Makiyyah pendek-pendek tetapi penuh retorika dan dinamisme;
Dititikberatkan pada ajaran tauhid dan jihad, sesuai dengan taraf revolusi kaum muslimin
dalam perjuangan, sebaliknya ayat- ayat Madaniyah panjang-panjang dan lebih banyak
ditujukan kepada masyarakat dan undang-undang masyarakat.

b. Sunnah

Sunnah artinya cara yang dibiasakan atau cara yang dipuji..Sedangkan menurut istilah agama
yaitu kata Nabi, perbuat-annya dan taqririnya (yakni ucapan dan perbuatan sahabat yang
beliau diamkan dengan arti membenarkannya). Dengan demikian sunnah Nabi dapat berupa;
Sunnah Qauliyah (perkataan), Sunnah Fi'liyah (perbuatan), Sunnah Taqririyah (ketetapan).

c. Qias

Dasar hukum yang ketiga ialah Qias, qias dipergunakan.oruk menetapkan hukum suatu
masalah, jika tidak terdapat1-tetanannya dalam Al-Qur'an dan hadits dapat ditetapkan dengan
mempergunakan qias, seperti mengqiaskan wajib zakat padi kepada gandum karena gandum
dan padi adalah makanan pokok manusia (sama-sama mengenyangi). Untuk dapatnya
melakukan.gias itu terdapat dua pokok yang diperlukan yaitu:

a) Maqis 'alaih = Tempat mengqiaskan.


b) Maqis = yang diqiaskan.

Qias artinya perbandingan, yaitu membandingkan sesuatukepada yang lain dengan


persamaan illatnya. Menurut istilahagama, qias yaitu mengeluarkan (mengambil) suatu
hukum yangserupa dari hukum yang telah disebutkan (belum mempunyaiketetapan) kepada
hukum yang telah ada/telah ditetapkan olehKitab dan Sunnah, disebabkan sama 'illat antara
keduanya (asal dan furu').

Menurut jumhur ulama,bahwa qias adalah hukum syara’ yang dapat menjadi hujjah dalam
menentukan suatu hukum dengan alasan alsan:

Firman Allah SWT:

٢ ‫َفٱْع َتِبُرو۟ا َيٰٓـُأ۟و ِلى ٱَأْلْبَص ٰـ ِر‬


Artinya : “maka menjadi pandangan bagi orang-orang yang berfikir” (Q.S Al hasyr:2)

Contoh-contoh Penggunaan Qiyas: Sebagai contoh, ketika Al-Quran dan As-Sunnah


tidak secara eksplisit membahas masalah perjudian online, seorang fuqaha dapat
menggunakan Qiyas dengan mengidentifikasi persamaan antara perjudian konvensional dan
perjudian online untuk menentukan hukum perjudian online.

d. Ijma’

Di samping dasar-dasar hukum syara' yang menjadi sumber hukum dalam menetapkan
hukum suatu masalah, sering juga dipergunakan dasar hukumnya yang keempat yaitu Ijma'
(kesepakatan para ulama).

Ijma' artinya cita-cita, rencana dan kesepakatan. Firman Allah SWT:

‫َفَأْج ِم ُع ٓو ۟ا َأْمَر ُك ْم‬


Artinya : “maka cita citakanlah urusan mu” (Q.S Yunus : 71)

Sabda Rasulullah SAW :

“Tidak berpuasa bagi orang yang tidak berniat (rencana) puasa dimalam hari”
BAB III

KESIMPULAN

Pada masa-masa awal kelahiran Islam, performance ushul fiqh belum terbentuk
menjadi sebuah epistemologi lantaran semua persoalan hukum langsung di-handle
Rasulullah SAW dengan bimbingan wahyu. Pada abad ke-2 Hijriyah baru epistemologi
ushul fiqh lahir seiring kemunculan madzhab-madzhab besar dalam ilmu jurisprudensi
Islam. Mulanya ilmu ushul fiqh lahir untuk merespons kian meruncingnya perdebatan
pemikiran fiqh yang kemudian melahirkan kubu tradisionalis (ahl al-hadith) di satu pihak dan
kubu rasionalis (ahl al-ra’y) di pihak lain. Untuk membingkai secara akademik materi
perdebatan pemikiran kedua kubu di atas kemudian dirasa perlu kehadiran epistemologi ushul
fiqh. Dengan lahirnya epistemologi ini maka materi intellectual discourse yang bergulir
saat itu dapat dirujuk secara ilmiah lantaran mempunyai pijakan teori tertentu. Selain itu,
perdebatan pemikiran fiqh dapat dikembangkan secara lebih luas dan diakses secara
terbuka oleh para generasi berikutnya hingga era kita sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Nurhayati,M.Ag,dan Dr.Ali Imran Sinaga,M.Ag.Fiqh dan Ushul


Fiqh.Jakarta:Prenadamedia Group,2018.

Drs.Bakry,Nazar.Fiqh dan Ushul Fiqh.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,1993

Anda mungkin juga menyukai