Anda di halaman 1dari 13

FILSAFAT HUKUM ISLAM DAN RUANG LINGKUPNYA

MAKALAH

Dosen pengampu :
Dr. HALIL HUSAIRI, M.Ag

Di susun oleh:
LUKMAN
NIM : 220023024

PASCASARJANA PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
2023 M/1445H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang.........................................................................................................
b. Rumusan masalah....................................................................................................
c. Tujuan dan manfaat.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian Filsafat Hukum Islam ...........................................................................
b. Dalil Filsafat Hukum Islam......................................................................................
c. Ruang Lingkup Filsafat Hukum Islam ....................................................................
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan..............................................................................................................
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya
sehingga makalah yang berjudul “FILSAFAT HUKUM ISLAM DAN RUANG
LINGKUPNYA” ini dapat tersusun hingga selesai.
Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menembah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kerinci, 05 September 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat hukum Islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam, sumber
asal muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya, serta manfaat hukum Islam bagi
kehidupan masyarakat yang melaksanakannya.1Pemikiran filosofis dalam hukum Islam
merupakan kajian penting dalam perumusan dan penerapan hukum Islam, terutama
dalam pengistinbatan hukum bagi para mujtahid atau siapa saja yang ingin menekuni
ilmu fikih dengan segala seluk beluknya.
Kalau dilihat dari segi kepentingannya dalam istinbath hukum, filsafat hukum Islam
memang tidak menempati urutan yang tinggi dibandingkan dengan ilmu usul fikih karena
ia lebih bersifat tambahan atau pembantu ilmu ushul. Suatu ilmu dengan gaya berpikir
yang filosofis akan menambah keyakinan umat Islam bahwa hukum Islam adalah hukum
yang memastikan maslahat dibalik sebuah istinbat hukum.
Akan tetapi keberadaannya punya peran penting dimana dengan mengetahui tatacara
dan filosofi hukum Islam seorang mujtahid akan terarah dan terfokus dalam menemukan
jawaban permasalahan fikih yang muncul dan menjadi motifasi baginya untuk
mengemalkannya. Jawaban yang diperoleh oleh mujtahid ini nantinya akan diperkuat lagi
dengan aplikasi usul fikih.
Oleh karena itu filsafat hukum Islam merupakan ilmu yang harus dimiliki seorang
calon mujtahid karena tanpa mengetahuinya seorang fakih nantinya akan dikeragui
eksistensi kefakihannya. Hal ini karena ilmu ini nanti akan berkaitan erat dengan ilmu
usul fikih.
B. Rumusan masalah
a. Apakah yang dimaksud dengan filsafat hukum Islam ?
b. Apa dalil yang menyebutkan filsafat hukum Islam ?
c. Apa saja ruang lingkup kajiannya?
C. Tujuan dan Manfaat
a. Mengetahui maksud dari filsafat huku Islam
b. Mengetahui dalil yang menjelaskan tentang filsafat hukum Islam
c. Mengetahui ruang lingkup kajiannya.

BAB II

1
Muhammad Syukri Albani Nasution, Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Rajawali Pers 2014), 4.
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Hukum Islam


Kalau dilihat filsafat hukum Islam terdiri dari tiga kata, yaitu filsafat, hukum dan
Islam. Lebih jelasnya akan diterangkan terlebih dahulu masing-masing dari ketiga
kata ini.
1. Pengertian Filsafat
Filsafat pada awalnya dikenal sekitar tahun 700 SM, di Yunani. Filsafat atau
Falsafah berasal dari Bahasa Yunani philosophia pada dasarnya terkontruksi dari dua
suku kata, philos dan sophos. Philos diartikan sebagai cinta persahabatan, sedangkan
shopos berarti hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman
praktis, dan intelegensia. Sehingga philosophia dapat diartikan sebagai cinta.
kebijaksanaan atau kebenaran.2Dalam sumber lain juga disebutkan makna yang sama
bahwa secara bahasa kata philos berarti kekasih atau bisa juga berarti sahabat,
sedangkan kata sophia berarti kebijaksanaan atau kearifan, bisa juga berarti
pengetahuan. Jadi secara harfiah, kata philosophia berarti mencintai kebijaksanaan
atau sahabat pengetahuan.3 Makanya maksud sebenarnya bukanlah hasil atau produk
pemikiran, akan tetapi proses berpikir itu sendiri.
Selanjutnya kata philosophia diserap ke dalam Bahasa Arab menjadi kata
falsafah. Ibn Manẓur memberi catatan, bahwa kata ini meupakan unsur asing (‘ajamī)
yang diserap ke dalam bahasa Arab dan sepadan dengan kata al-ḥikmah,bisa juga
diartikan ḥubb al-ḥikmah (cinta kebijaksanaan). Kemudian dari bahasa Arab, kata ini
diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata filsafat. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata filsafat berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal
budi mengenai hakikat segala sesuatu yang ada, sebab, asal dan hukumnya. Makna
etimologis ini juga menunjuk pada arti proses, bukan hasil atau produk. Makna
harfiah ini menunjukkan hakikat filsafat sebagai kegiatan atau perbuatan, yaitu
kegiatan akal dalam memikirkan tentang sesuatu.4
2. Pengertian Hukum
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hukum berarti aturan atau
undang-undang. Kata hukum berasal dari Bahasa Arab yang secara bahasa berarti
ilmu (al-‘ilm) atau pemahaman (al-fahm), namun secara istilah dimaknai sebagai
2
Darmawati, “ Filsafat Hukum Islam”, 2-3
3
Syahrizah Abbas,dkk, “Filsafat Hukum Islam”, hal. 7
4
Ibid, 8-9
pemberian norma terhadap sesuatu, baik berupa perbuatan atau sifat. Ketika
pemberian norma dilakukan secara syar‘ī, maka hukum disebut sebagai ḥukm al-
syar‘ī. Adapun pemberian norma oleh pemerintah (ulil amri) disebut qānūn. Para
fuqaha mengartikan qanun Dalam istilah fukaha, qanun didefinisikan sebagai
Kumpulan kaidah yang menata hubungan kemasyarakatan, yang mana jika
diperlukan, orang akan dipaksa mengikuti aturan tersebut oleh pemegang otoritas.5
3. Pengertian Islam
Para ulama tafsir beragam mengartikan kata islam ini. Namun dalam disimpulkan
bahwa kata Islam dimaknai sebagai nama bagi keseluruhan ajaran yang dibawa oleh
nabi Muhammad saw., baik itu akidah, syariat maupun akhlak yang beliau ajarkan.
Dalam konteks siyāsah syar‘iyyah, Rasulullah saw. telah memberi contoh dalam
pengelolaan negara Islam di Madinah, yaitu melalui penyusunan Piagam Madinah.
Oleh karena itu, kata Islam mengandung makna yang luas, mencakup ketentuan
hukum
Islam hasil ijtihad para ulama terhadap teks Alquran dan Sunah, termasuk pula aturan-
aturan dari pemerintah yang sejalan dengan tuntunan syariat dan dirumuskan berdasar
mekanisme musyawarah (syūrā). 6
Setelah mengetahui masing-masing pengertiannya maka baru dirumuskan
maksud dari filsafat hukum Islam itu sendiri. Filsafat dengan pengertian kegiatan
berpikir adalah kebutuhan manusia secara fitrah. Bahkan menurut Muḥammad Yusuf
Mūsā, kegiatan berpikir secara kefilsafatan justru mendapat dorongan dari Alquran.
Berdasar tiga kerangka filsafat, ketika yang disorot secara kefilsafatan adalah Islam,
maka didapat pengetahuan tentang tiga aspek Islam, yaitu ontology Islam (akidah),
epistemologi Islam (syariat) dan aksiologi Islam (akhlak).
Filsafat hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah, sistematis, dan dapat
dipertanggungjawabkan dan radikal tentang hukum Islam. Atau dengan kata lain
Filsafat Hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakekat, rahasia, dan tujuan
hukum Islam baik yang menyangkut materi maupun proses penetapannya. 7 Filsafat
Hukum Islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam, sumber asal-
muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya serta fungsi dan manfaat hukum Islam
bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya8.
5
Ibid, hal. 24
6
Ibid, hal. 29
7
Opcit, 4-5
8
Akhmad Shodikin, “Filsafat Hukum Islam dan Fungsinya dalam Pengembangan Ijtihad”, hal. 256
Filsafat hukum Islam seperti filsafat pada umumnya mempunyai dua tugas: tugas
kritis dan tugas konstruktif. Tugas kritis filsafat hukum Islam adalah
mempertanyakan kembali paradigma-paradigma yang telah mapan dalam hukum
Islam. Sementara tugas
kontruktif filsafat hukum Islam adalah mempersatukan cabang-cabang hukum Islam
dalam kesatuan sistem hukum Islam sehingga nampak bahwa antara satu cabang
hukum Islam dengan lainnya tidak terpisahkan. Dengan demikian filsafat hukum
Islam mengajukan pertanyaan-pertanyaan: apa hakikat hukum Islam, hakikat pembuat
hukum, tujuan hukum, sebab orang harus taat kepada hukum Islam dan sebagainya.9
Adapun guna atau manfaat dari filsafat hukum Islam itu adalahsebagai berikut:
1. Menjadikan filsafat sebagai pendekatan dalam menggali hakikat, sumber, dan tujuan
hukum Islam.
2. Dapat membedakan kajian Ushul Fiqih dengan Filsafat terhadap Hukum Islam.
3. Mendudukan filsafat hukum Islam sebagai salah satu bidang kajian yang penting
dalam memahami sumber hukum Islam yang berasal dari wahyu maupun hasil Ijtihad
para ulama.
4. Menemukan rahasia-rahasia syari’at diluar maksud lahiriahnya.
5. Memahami illat hukum sebagai bagian dari pendekatan analitis tentang berbagai hal
yang membutuhkan jawaban hukumnya sehingga pelaksanaan hukum Islam
merupakan jawaban dari situasi dan kondisi yang terus berubah dinamis.
6. Membantu mengenali unsur-unsur yang mesti dipertahankan sebagai kemapanan dan
unsur-unsur yang menerima perubahan sesuai dengan tuntunan situasional.

B. Dalil Filsafat Hukum Islam

Dalam Al-Qur’an maupun dalam as-sunnah, tidak terdapat kata filsafat, tidak berarti
bahwa Al-Qur’an dan As-sunnah tidak mengenal apa yang dimaksud dengan falsafah itu.
Dalam kedua sumber itu dikenal kata lain yang sama maksudnya dengan itu yaitu kata
hikmah. Pemikiran terhadap Hukum Islam telah lahir sejak awal sejarah umat Islam,
disebabkan oleh adanya dorongan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul agar manusia menggunakan
pikirannya dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup, lebih-lebihdalam persoalan yang
fundamental, menyangkut akidah atau keyakinan agama.10 Misalnya QS. Al-Isra/17 : 36

9
Muhammad Hasdin Has, “Kajian Filsafat Hukum Islam Dalam Al-Qur‟an”, 67-68.
10
Muhammad Hasdin Has, Kajian Filsafat Hukum Islam dalam Al-Qur’an, hal. 61
ٰٓ
ً ‫ص َر َوٱ ْلفَُؤ ا َد ُكل ُّ ُأ ۟ولَِئ َك َكانَ َع ْن ُه َم ْسـُٔول‬
َ ‫س ْم َع َوٱ ْل َب‬
َّ ‫س لَ َك ِبهِۦ عِ ْل ٌم ۚ ِإنَّ ٱل‬ ُ ‫َواَل َت ْق‬
َ ‫ف َما لَ ْي‬
Terjemahnya:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.””
Demikian pula QS. An-Nisa/4 : 82
ْ ‫َأ َفاَل َي َت َد َّب ُرونَ ا ْلقُ ْرآنَ ۚ َولَ ْو َكانَ مِنْ عِ ْن ِد َغ ْي ِر هَّللا ِ لَ َو َجدُوا فِي ِه‬
ً ‫اختِاَل ًفا َكث‬
‫ِيرا‬
Terjemahnya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”
Ayat Al-Qur’an tersebut dengan jelas memerintahkan agar dalam menghadapi ajaran-
ajarannya hendaknya dipergunakan akal pikiran, karena hanya dengan cara demikianlah
kebenaran mutlak Al-Qur’an dapat diyakinkan.
Dengan adanya perintah menggunakan akal pikiran untuk menyibak rahasia-rahasia
hukum dan lainnya, maka didapatilah bahwa dalil filsafat hukum Islam adalah sebagai
berikut:11
1. Ijtihad
Secara etimologi, ijtihad berarti (bahasa Arab ) Al-jahd atau al-juhd yang berarti al-
masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akththaqat (kesanggupan dan kemampuan).
Ijtihad berarti juga “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang
sulit. Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata “ijtihad” dipergunakan untuk
melakukan sesuatu yang mudah/ringan. Adapun pengertian ijtihad secara terminologi
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Abu Zahrah, ijtihad adalah pengerahan kemampuan seorang ahli fiqih akan upaya
kemampuannya dalam upaya menginstibathkan hukum yang berhubungan dengan amal
perbuatan dari satu persatu dalilnya. Bila penelusuran itu tanpa diiringi oleh dalil syara’
maka itu bukanlah suatu ijtihad.
b. Yusuf Qardhawi, Ijtihad adalah merupakan semua kemampuan dalam segala
perbuatan, guna mendapatkan hukum syara’ dan dalil terperenci dengan cara istinbat
(mengambil kesimpulan).
c. Al-Ghozali, Ijtihad adalah pengerahan kemampuan oleh Mujtahid dalam mencari
pengetahuan tentang hukum syara’.

11
Suparman Usman, dkk, Filsafat Hukum Islam, hal. 32
2. Ijma’
Ijtihad yang diupayakan oleh para ulama menghasilkan kesepakatan-kesepakatan, di
antaranya:
Ijma’ menurut bahasa artinya sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan menurut
istilah “Kebulatan pendapat semua ahli ijtihad Umat Nabi Muhammd, sesudah
wafatnya pada suatu masa, tentang suatu perkara (hukum). Ahmad Hanafi
berpendapat, Ijma’ ialah kebulatan pendapat Fuqoha Mujtahidin pada suatu masa atas
sesuatu hukum sesudah masa Rasulallah SAW.43 Dan merupakan salah satu dalil
syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif setingkat di bawah dalil-dalil
nash (al-Qur’an dan Hadits).
Pada referensi yang lain Ijma’ adalah mashdar (bentuk) dari ajma’a yang memiliki
dua makna
1. Tekad yang kuat
2. (sifulan bertekad kuat untuk melakukan perjalanan);
3. Kesepakatan seperti: kaum muslimin bersepakat tentang sesuatu.
Sedangkan makna Ijma’ menurut istilah adalah:“kesepakatan para mujtahid ummat
Muhammad saw setelah beliau wafat dalam masa-masa tertentu dan terhadap
perkara-perkara tertentu pula”.
Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma’ dalam menetapkan
suatu hukum, kerena segala persoalan dikembalikan kepada beliau, apabila ada hal-hal
yang belum jelas atau belum diketahui hukumnya.
3. Qiyas
Secara etimologi, qiyas berarti ukuran, atau diartikan mengetahui ukuran sesuatu,
membandingkan atau menyamakan sesuatu dengan yang lain. Seperti ungkapan “saya
mengukur penjangnya kertas itu dengan penggaris”. Adapun secara terminologi
terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ulama’ ushul mengenai qiyas,
yaitu sebagai berikut;
1. Muhammad Abdul Gani menyebutkan;
Qiyas ialah, menghubungkan sesuatu persoalan yang tidak ada ketentuan hukumnya
di dalam nash dengan suatu persoalan yang telah disebutkan oleh nash, karena
diantara keduanya terdapat pertautan (persoalan) ’’illat hukum.
2. Sadr al-Syari’ah, dari golongan ahli ushul Mazhab Hanafi
menyebutkan; Qiyas yaitu memberlakukan hukum ashl kepada hukum furu’
disebabkan kesatuan ‘‘illat yang tidak dapat dicapai melalui pendekatan bahasa saja.
3. Muhammad hudlari Beik mengemukakan; Qiyas ialah memberlakukan ketentuan
hukum yang ada pada pokok (ashl) kepada cabang (persoalan yang tidak disebutkan)
karena adanya pertautan ‘‘illat keduanya.
4. Mayoritas ulama’ Syafi ’iyah mendefi nisikan qiyas dengan; Qiyas ialah, membawa
(hukum) yang belum diketahui kepada (hukum) yang diketahui dalam rangka
menetapkan hukum bagi keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduanya,
disebabkan sesuatu yang menyatukan keduanya, baik hukum maupun sifat.
5. Abdul Wahab Khalaf menyebutkankan bahwa; Qiyas menurut ulama’ ushul ialah;
Qiyas adalah, menyamakan hukum atas kejadian-kejadian baru yang belum ada nash
hukumnya dengan kejadian-kejadian yang telah ada nash hukumnya, dalam hal
berlakunya hukum nash karena adanya ‘illah hukum yang sama di antara kedua
kejadian itu
C. Ruang Lingkup Kajian Filsafat Hukum Islam
Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, terutama berbagai definisi mengenai
filsafat hukum Islam, dapat diketahui ruang lingkup kajian dari Filsafat Hukum Islam
itu secara global diantaranya: kajian filsafat hukum Islam mencakup aspek ontologis,
epistemologis dan aksiologis dari hukum Islam, baik itu hukum Islam dalam arti fikih
maupun siyāsah. Selain topik-topik utama ini, kajian filsafat hukum Islam juga
menuntut adanya pembahasan tentang perkembangan pemikiran filsafat hukum Islam
itu sendiri. Oleh karena itu, setelah pembahasan tentang pengertian dan objek
material-formal filsafat hukum Islam, lalu dilanjutkan dengan materi tentang periode
dan pertumbuhannya.
Kajian filsafat hukum Islam tidak lepas dari pendapat para tokoh serta
pengikutnya yang dapat dikategorikan sebagai aliran pemikiran. Maka diperlukan
kajian tentang aliran pemikiran yang berkembang dalam filsafat hukum Islam. Aliran
pemikiran ini memiliki karakteristik tersendiri yang tidak bisa diidentikkan dengan
aliran pemikiran kalam. Oleh karena itu, identifikasi aliran-aliran pemikiran filsafat
hukum Islam tidak bisa dipadai dengan kategorisasi dalam ilmu kalam sehingga perlu
disajikan dalam pembahasan tersendiri.12
Memerhatikan lingkupnya, maka pembelajaran filsafat hukum Islam terkoneksi
dengan mata kuliah pendukung sebagai berikut:

12
Syahrizal Abbas, Op.cit, hal.6
1. Pengertian, objek material dan objek formal filsafat hukum Islam. Pembahasan ini
terkoneksi dengan kajian filsafat umum, filsafat ilmu, filsafat hukum dan ilmu
maqāṣid.
2. Periodisasi, macam aliran dan pertumbuhan pemikiran filsafat hukum Islam.
Pembahasan ini terkoneksi dengan kajian tārīkh tasyrī‘, sejarah peradaban Islam dan
Ilmu Kalam.
3. Hakikat hukum (ontologi) dan hubungannya dengan moral. Pembahasan ini
terkoneksi dengan kajian fikih, usul fikih, ilmu maqāṣid dan sejarah fikih.
4. Hubungan hukum dengan kekuasaan (epistemologi). Pembahasan ini terkoneksi
dengan kajian usul fikih, ilmu maqāṣid, sejarah usul fikih dan siyāsah syar‘īyyah.
5. Tujuan hukum (aksiologi) dan hubungannya dengan negara. Pembahasan ini
terkoneksi dengan ilmu maqāṣid, Sejarah usul fikih dan siyāsah syar‘īyyah.13

BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

13
Ibid, hal..7
Dari pembahasan tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Filsafat hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan
sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum
Islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya. Filsafat Hukum Islam adalah kajian
filosofis tentang hakikat hukum Islam, sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip
penerapannya serta fungsi dan manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang
melaksanakannya.
Adapun dalil dalam al-Qur’an sebenarnya tidak ada yang menyebutkan secara
langsung tentang filsafat hukum islam. Namun karena adanya perintah untuk
merenungkan dan memikirkan yang mana merupakan cara berfilsafat ditemukan ayat-ayat
yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal untuk memikirkannya. Kemudian
terhadap segala permasalahn yang tidak ditemukan jawabannya dalam al-Qur’an
diperbolehkan manusia untuk berijtihad, melakukan ijma’ dan menggunakan qiyas.
Kemudian melihat ruang lingkupnya, filsafat hukum Islam ini mencakup aspek
ontologis, epistemologis dan aksiologis dari hukum Islam, baik itu hukum Islam dalam arti
fikih maupun siyāsah. Di samping itu juga mempelajari pemikiran para tokoh filsafat.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Muhammad Syukri Albani. 2014. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Darmawati, 2019. Filsafat Hukum Islam. Makassar: Fakultas Ushuluddin & Filsafat
UIN Alauddin Makassar

Abbas, Syahrizal, dkk, 2021. Filsafat Hukum Islam. Arraniry Press: Banda Aceh.

Shodikin, Ahmad, Filsafat Hukum Islam dan Fungsinya dalam Pengembangan Ijtihad,

Mahkamah, vol.1 no.2 . 2016

Has, Muhammad Hasdin, Kajian Filsafat Hukum Islam dalam Al-Qur’an. Jurnal Al-‘Adl

Vol. 8 No. 2, Juli 2015.

Anda mungkin juga menyukai