Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGANTAR FILSAFAT HUKUM ISLAM

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah ; Filsafat Hukum Islam

Dosen pengampu: ACHMAD ABDILLAH, M.H

Di susun oleh:

M. fathur rozak

Muhammad iqbal

Wahyudianto

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH

MIFTAHUL ULUM

LUMAJANG

1
2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah…………………………………………………3

B.Rumusan Masalah………………………………………………………..4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian, Cakupan, Dan Batasan Filsafat Hukum Islam ……………..5

B. Pertumbuhan Dan Perkembangsn Filsafat Hukum Islam……………..7

C. Kegunaan Dan Metode Pengembangan Filsafat Hukum Islam……….9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………12
B. Saran…………………………………………………………………..12

DAFTAR PUSAKA…………………………………………....................13

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mengkaji tentang konsep pendidikan Islam perlu dibedakan dengan konsep


pendidikan umum (sekuler). Pembahasan pendidikan sekuler biasanya dilandasi
oleh pemikiran filsafat pendidikan dari pemikiran para filosof Yunani maupun
pemikiran-pemikiran dari filsafat pendidikan modern dari Barat, seperti filsafat
Progresivisme, Esensialisme, Perenialisme, dan Rekonstruksionisme1.

Dalam pandangan A. Munir Mukhan, memang disadari bahwa nenek moyang


ilmu berasal dari Yunani. Sehingga apa yang ditulis oleh para filosof Muslim dan
Barat merupakan pengembangan pemikiran dari filosof Yunani. Akan tetapi,
filsafat Islam berbeda dengan filsafat Yunani dan Barat. Filsafat Islam
berlandaskan ajaran Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan Hadis. Filsafat
Islam telah menyumbangkan pemikiran filsafat Peripathetik (Islam Andalusia)
untuk menguji kebenaran empiri lewat uji empirik-eksperimental dengan tujuan
untuk memnyempurnakan ibadah kepada Allah. Filsafat Yunani hanya
mengenalkan filsafat berpikir rasional yang dialogik spekulatif, sedangkan filsafat
Barat, yang dalam kemajuannya dipengaruhi oleh perkembangan peradaban
Islam, lebih menekankan filsafat yang meterialistik, sedangkan filsafat Islam lebih
menekankan pada penggunaan akal (nalar aqliyyah) untuk tujuan mendekatkan
diri kepada Allah (nalar naqliyyah)2.

Dalam merumuskan masalah konsep pendidikan Islam menurut pemikiran


para filosof Muslim atau filsafat Islam, bukan berarti terjebak pada pandangan
dikotomik keilmuan, yang ingin untuk memisahkan antara pemikiran pendidikan

1
Baca Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan Pendidikan,
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 84-123
2
Pembahasan tentang perbedaan filsafat Islam Andalusia dengan Filsafat Yunani dan filsafat Barat
serta kontribusinya dapat dibaca dalam Noeng Muhadjir, Ilmu Pendidikan Re-Interpretif
Phenomenologik, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2013), edisi VI, hlm. 8, 37, 69, 73, dan 99-113.

3
Islam dengan pendidikan sekuler, tapi mencoba mencari perbedaan pemikiran
pendidikan antara filosof Muslim dengan Filosof Barat. Apalagi sebagai umat
Islam ada keyakinan bahwa Islam merupakan agama yang sempurna dan memiliki
sumber ilmu pengetahuan yang mandiri.

Berdasarkan pada upaya untuk meletakkan dasar-dasar filosofis bagi praktik


pendidikan Islam, sudah semestinya dalam merumuskan konsep pendidikan Islam
beserta tujuan, kurikulum, metode dan sebagainya perlu berlandaskan pada
pemikiran filosof muslim atau filsafat Islam. Begitu pun dalam studi tentang
hierarkhi dan tahap-tahap pendidikan Islam perlu dirumuskan dari maqam-maqam
dalam tradisi mistisisme/sufisme3.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian, cakupan, dan batasan filsafat hukum Islam.
2. Pertumbuhan dan perkembangan filsafat hukum Islam.
3. Kegunaan dan metode pengembangan filsafat hukum Islam.

3
Menurut Harun Nasution, Sufisme ialah istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan
mistisisme dalam Islam. (Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-
Press, 1986), cetakan keenam, hlm.71

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian, Cakupan, Dan Batasan Filsafat Hukum Islam.


Filsafat Hukum Islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam,
sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya serta fungsi dan
manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya4.
Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia
merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam, jadi Filsafat
Hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan
sistematis sampai mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum
secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.
Menurut Azhar Basyir, Filsafat Hukum Islam adalah pemikiran secara ilmiah,
sistematis, dapat dipertanggung jawabkan dan radikal tentang hukum Islam,5
Filsafat Hukum Islam merupakan anak sulung dari filsafat Islam. Dengan
rumusan lain Filsafat hukum Islam adalah pengetahuan tentang hakikat, rahasia,
dan tujuan Islam baik yang menyangkut materinya maupun proses penetapannya,
atau filsafat yang digunakan untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara
hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah SWT
menetapkannya di muka bumi yaitu:
1) Tujuan untuk kesejahteraan umat manusia seluruhnya. Dengan filsafat ini
hukum Islam akan benar-benar “cocok sepanjang masa di semesta
alam”(salihun likulli zaman wa makan) Dan keberadaan Muhammad SAW
yang eksistensinya yang mungkin ada (mumkinah al-Maujudah).
2) Tentang sumber ajaran hukum Islam, berkaitan dengan kalamullah yang
tertulis atau quraniyah dan yang tidak tertulis berupa semua karya cipta-
Nya atau ayat-ayat Kauniyah.

44
Hasbi Ash-Shidieqie, Filsafat Hukum Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm.55

5
Ahmad Azhar Basyir, Pokok-pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam, (Yogyakarta: Perpustakaan
dan Penerbitan, FH UII, 1984) hal.2

5
3) Tentang orang yang menjadi subjek atau objek dari kalam ilahi yakni
orang Mukallaf, yang diperintah atau dilarang atau memiliki kebebasan
untuk memilih.
4) Tentang tujuan Hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf
dan balasan-balasan berupa pahala dari pembawa perintah.
5) Tentang metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-
dalil dari sumber ajaran hukum Islam, yakni al-Quran dan al-Hadits serta
pendapat para sahabat yang dijadikan acuan dalam pengamalan.

Maka para ahli Ushul Fiqih, sebagaimana ahli Filsafat Hukum Islam,
membagi Filsafat Hukum Islam kepada dua rumusan, yaitu Falsafat
Tasyri‟(Objek Teoritis) dan Falsafah Syari‟ah atau Asrar Al-Syari‟ah (Objek
Praktis).

1. Falsafat Tasyri‟: filsafat yang memancarkan hukum Islam atau


menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini bertugas membicarakan
hakikat dan tujuan penetapan hukumIslam. Filsafat tasyri terbagi kepada:

a. Da‟aim al-ahkam (dasar-dasar hukum Islam)

b. Mabadi al-ahkam (prinsip-prinsip hukum Islam)

c. Ushul al-ahkam (pokok-pokok hukum Islam) atau mashadir al-ahkam


(sumber-sumber hukum Islam)

d. Maqashid al-ahkam (tujuan-tujuan hukum Islam)

e. Qawaid al-ahkam (kaidah-kaidah Hukum Islam)

2. Falsafat Syariah: filsafat yang diungkapkan dari materi-materi hukum Islam


seperti ibadah, mu‟amalah, jinayah, „uqubah, dan sebagainya. Filsafat ini
membicarakan hakikat dan rahasia hukum Islam.

Menurut Hasbie as-Shiddique termasuk kedalam pembagian Falsafat


Syar’ah adalah:

a. Asrar al-ahkam (rahasia-rahasia hukum Islam)

6
b. Khasais al-ahkam (cirri-ciri khas hukum islam)

c. Mahasin al-ahkam atau mazaya al-ahkam (keutamaan-keutamaan


hukum Islam)

d. Thawabi al-ahkam (karateristik hukum Islam)

B. Pertumbuhan Dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam.

Kebangkitan peradaban dimulai dari kebangkitan kebudayaan. Kebudayaan


menguat dengan menguatnya tradisi keilmuan. Ilmu berkembang dengan
berkembangnya filsafat. Filsafat tumbuh subur dalam iklim kebebasan. Begitu
ilustrasinya.

Sebaliknya, filsafat susah berkembang dalam iklim kejumudan.


Konsekuensinya, pertumbuhan ilmu menjadi mandeg. Kebudayan beku. Dan
jangan bermimpi untuk terwujudnya peradaban.
Apa yang meyebabkan kejumudan? Iklim kejumudan pada umumnya selalu
dikawal oleh tradisi. Tradisi biasanya paralel dengan agama. Meskipun tidak
selalu demikian. Artinya, agama yang disalahpahami akan melanggengkan
kejumudan.
Eropa abad pertengahan sangat apik untuk mereprsentasikan kejumudan ilmu
pengetahuan. Di mana pengetahuan tidak bisa berkembang. Jika ada itupun disetir
oleh gereja. Segala diskurusus yang bertentangan dengan gereja tidak dibolehkan
untuk berkembang. Sangat bertentangan dengan prinsip perkembangan filsafat
maupun ilmu pengetahuan, yakni kebebasan. Dalam iklim kejumudan semacam
itu, filsafat, juga ilmu pengetahuan dalam lingkup kebudayaan dan bahkan
peradaban mustahil untuk berkembang.
Namun, Eropa sangat diuntungkan dengan adanya para martir ilmu
pengetahuan seperti Galileo Galilei yang mendukung teori Copernikus. Dan juga
Giordano Bruno yang mengembangkan teori tentang kesetaraan substansi dan
unlimited universe. Kedua tokoh ini memilih mengorbankan dirinya untuk
mendobrak kejumudan Eropa abad pertengahan.

7
Pasca mangkatnya kedua tokoh ini, Eropa menghirup semacam udara segar
kebebasan filsafat dan tentu ilmu pengetahuan. Kemudian, Eropa
mengembangkan kebudayaan dan kemudian juga peradabannya. Dalam catatan
sejarah dunia muslim juga berlaku pola yang sama. Dari kebebasan, filsafat, ilmu
pengetahuan dan akhirnya peradaban.
Peradaban Islam mencapai puncaknya ketika imperium Islam dinahkodai oleh
orang-orang yang cinta akan ilmu pengetahuan. Dan tentu, ilmu pengetahuan
membutuhkan iklim kebebasan untuk berkembang. Saya pikir, para nahkoda
imperium yang cinta akan ilmu pengetahuan itu sadar akan hal ini. Karena itu,
mereka menjamin iklim kebebasan agar filsafat dan selanjutnya ilmu pegetahuan
berkembang. Inilah bahan bakar peradaban.
Mungkinkah mengupayakan kebangkitan peradaban dunia Muslim dewasa
ini? Yang saya diskusikan di atas adalah konstruksi ruang. Itu mutlak diperlukan.
Namun, nampaknya untuk sampai pada kebangkitan dunia Islam masih banyak
hal yang harus terpenuhi.
Faktanya, untuk memulai kebangkitan, paling tidak pada level kebudayaan.
Selain iklim seperti di atas, kita perlu otak-otak cerdas yang kebal akan
kejumudan. Kita perlu otak-otak Muslim yang mampu menembus sekat-sekat
doktriner. Pikiran-pikiran yang multidisiplin dan universal. Melampaui berbagai
macam identitas-identitas lokal. Ingat, ilmu pengetahuan itu benda bebas. Siapa
saja berhak memilikinya.
Dunia Muslim harus mampu menyerap pikiran-pikiran dunia dari berbagai
kebudayaan dan selanjutnya mengkonstruksi pikirannya sendiri. Dalam bahasan
sederhananya, kalau anda ingin memberi manfaat, harus juga dirasakan semua
orang. Bukan hanya komunitas Muslim saja.
Apakah pikiran semacam itu cukup dengan hanya dimiliki beberapa gelintir
Muslim saja? Tentu tidak. Pikiran semacam itu harus menjadi tradisi. Filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam iklim kebebasan mesti menjadi tradisi masyarakat
Muslim. Menjadi bagian dari hidup masyarakat Muslim.

8
Kemudian apa? Tradisi keilmuan harus memproduksi llmu-ilmu yang
melampuai zaman. Itu yang sangat kentara dalam peradaban dunia Muslim masa
lalu. Yakni ilmu-ilmu yang melampuai zamannya.
Lalu, tradisi tulis-menulis juga penting. Seorang ilmuan Muslim klasik seperti
Ibnu Rusyd menuliskan buah pikirannya dalam sebuah buku yang kemudian
menjadi salah satu rujukan di Eropa. Dan bahkan berkontribusi menjadi tonggak
kebangkitan peradaban Eropa.
Untuk menyongsong kebangkitan peradaban, perlu ada jutaan buku-buku
semacam itu yang dihasikan dari masyarakat Muslim. Tidak hanya fenomenal,
tapi juga karya yang dokumenter. Mendokumentasikan pikiran brilian seorang
filsuf. Mendokumentasikan lompatan ilmu pengetahuan yang melampaui
zamannya.
C. Kegunaan Dan Metode Pengembangan Filsafat Hukum Islam.
Tujuan dari adanya hukum Islam adalah terciptanya kedamaian di dunia dan
kebahagiaan di akhirat. Tujuan dari hukum Islam tersebut merupakan manifestasi
dari sifa rahman dan rahim (maha pengasih dan maha penyayang) allah kepada
semua makhluk-nya. Rahmatan lil-alamin adalah inti syariah atau hukum islam.
Dengan adanya syariah tersebut dapat ditegakkan perdamaian di muka bumi
dengan pengaturan masyarakat yang memberikan keadilan kepada semua
orang6.Objek Kajian Filsafat Hukum Islam ada 5, yaitu:
1) Tentang Pembuat Hukum Islam (al-Hakim) yakni Allah SWT. Yang
telah menjadikan para nabi dan Rasul terutama nabi terakhir
Muhammad SAW yang menerima risalah-Nya berupa sumber ajaran
Islam yang tertuang di dalam kitab suci al-Quran. Dan keberadaan
Muhammad SAW yang eksistensinya yang mungkin ada (mumkinah al-
Maujudah)
2) Tentang sumber ajaran hukum Islam, berkaitan dengan kalamullah yang
tertulis atau quraniyah dan yang tidak tertulis berupa semua karya cipta-
Nya atau ayat-ayat Kauniyah.

6
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan UNISBA, 1995) hlm. 15

9
3) Tentang orang yang menjadi subjek atau objek dari kalam ilahi yakni
orang Mukallaf, yang diperintah atau dilarang atau memiliki kebebasan
untuk memilih
4) Tentang tujuan Hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf
dan balasan-balasan berupa pahala dari pembawa perintah.
5) Tentang metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-
dalil dari sumber ajaran hukum Islam, yakni al-Quran dan al-Hadits
serta pendapat para sahabat yang dijadikan acuan dalam pengamalan.

Dari kegunaan yang lain dari Diantara kegunaan memempelajari Filsafat


Hukum Islam:

1. Menjadikan filsafat sebagai pendekatan dalam menggali hakikat, sumber


dan tujuan hukum Islam.

2. Dapat membedakan kajian ushul fiqih dengan filsafat terhadap hukum


Islam.

3. Mendudukan Filsafat Hukum Islam sebagai salah satu bidang kajian yang
penting dalam memahami sumber hukum Islam yang berasal dari wahyu
maupun hasil ijtihad para ulama.

4. Menemukan rahasia-rahasia syariat diluar maksud lahiriahnya.

5. Memahami ilat hukum sebagai bagian dari pendekatan analitis tentang


berbagai hal yang membutuhkan jawaban hukumiyahnya sehingga
pelaksanaan hukum Islam merupakan jawaban dari situasi dan kondisi yang
terus berubah dinamis.

6. Membantu mengenali unsur-unsur yang mesti dipertahankan sebagai


kemapanan dan unsure-unsur yang menerima perubahan sesuai dengan
tuntunaan situasional7.

7
Beni Ahmad Saebani, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 62-63.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum islam. Ia
merupakan filsafat khusus dan objeknya adalah hukum Islam. Maka filsafat
hukum islam adalah filsafat yang menganalisis hukum islam secara metodis dan

11
sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis
hukum islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.

Filsafat hukum Islam mengkaji berbagai aspek yang terjadi di tengah


masyarakat. Dalam mengembangkan hukum Islam maka para mujtahid berijtihad
untuk menemukan berbagai solusi terhadap masalah yang terjadi di tengah
masyarakat. Maka dari itu filsafat hukum islam selalu berkembang baik dalam
bidang ibadah maupun mu‟amalah.

Filsafat Hukum Islam dalam proses berijtihad tidak bisa dibisa dipisahkan satu
sama lainnya, sehingga ia sangat berperan dalam proses pembaharuan Ijtihad.
Proses ijtihad dengan Filsafat hukum Islam akan menghasilkan suatu hukum yang
sesuai dengan tujuan hukum, dengan terlebih dulu memahami beberapa kaidah
indukdalam ushul Fiqh dan illat suatu hukum. Dan adanya upaya pembaharuan
hukum dalam Islam sama sekali tidak bisa lepas dari kegiatan Ijtihad dan Filsfat
Hukum.
B. Saran

Jadi dari segi permasalahan di atas membuat di dalam ke hidupan itu sangat
penting sekali oleh karenanya , pelajarilah ilmu kefilsafatan , hidup tanpa
berfilsafat maka sungguh ruginya bagi yang orang-orang di kalangan pelajar ilmu
terutamanya para mahasiswa/wi.

DAFTAR PUSAKA

Baca Jalaludin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat dan
Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 84-123
2
Pembahasan tentang perbedaan filsafat Islam Andalusia dengan Filsafat Yunani
dan filsafat Barat serta kontribusinya dapat dibaca dalam Noeng Muhadjir, Ilmu

12
Pendidikan Re-Interpretif Phenomenologik, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2013),
edisi VI, hlm. 8, 37, 69, 73, dan 99-113.
3
Menurut Harun Nasution, Sufisme ialah istilah yang khusus dipakai untuk
menggambarkan mistisisme dalam Islam. (Harun Nasution, Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 1986), cetakan keenam, hlm.71
4
Hasbi Ash-Shidieqie, Filsafat Hukum Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),
hlm.55

5
Ahmad Azhar Basyir, Pokok-pokok Persoalan Filsafat Hukum Islam,
(Yogyakarta: Perpustakaan dan Penerbitan, FH UII, 1984) hal.2
6
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan UNISBA,
1995) hlm. 15
7
Beni Ahmad Saebani, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007),
hlm. 62-63.

13
14

Anda mungkin juga menyukai