Anda di halaman 1dari 4

NAMA: ZAINAB AZ ZAHRO NIM: 201810020311001 UTS FILSAFAT HUKUM ISLAM

KELAS: A Rabu, 24 November 2021

1. Peran filsafat dalam pemikiran hukum Islam cukup penting. Namun demikian, tidak sedikit
pemikir maupun kalangan masyarakat Muslim yang memandang filsafat sebagai bahaya bagi
aqidah Islam.
a. Jelaskan pendapat Anda tentang hubungan filsafat dan Islam, serta pandangan Anda
tentang anggapan filsafat sebagai ilmu yang berpotensi mendangkalkan aqidah.

Filsafat merupakan sebauh induk ilmu dengan menggunakan metode ilmiah yang
senantiasa mencari kebenaran yang sesungguhnya1. Sedangkan Agama merupakan
sebuah sistem yang mengatur tentang kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan2.
Contoh salah satunya ialah Islam. Lalu apa hubungan keduanya, jika kita melihat
dilapangan, orang cenderung yang beragama ataupun orang yang tidak beragama ketika
mencari sebuah kebenaran, maka hal itulah yang disebut berfilsafat. Atau mudahnya,
Islam yang mengajarkan hal yang benar atau bagaimana beraqidah dalam kehidupan
sehari-hari, kemudian seseorang selalu menayakan bagaimana kebenarannya yang
dibenarkan dalam islam, maka hal inilah menunjukkan bahwa filsafat dan islam selaing
berhubungan.
Filsafat juga bisa dikatakan sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah
satu pendekatan tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks keagamaan,
pemikiran tentang berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga dibicarakan
bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan kenabian, kedudukan dan fungsi akal
dan wahyu, penciptaan manusia serta ibadah yang dilakukan oleh manusia. Kemudian jika
ada yang mempertanyakan semisal terkait perbedaan makhluk hidup dengan yang tidak
hidup, apakah jiwa bisa musnah, dan lain sebagainya, maka sesungguhnya pengungkapan
pertanyaan-pertanyaan itu pada dasarnya, dalam Islam merupakan sesuatu yang dapat
menjadikan pemikir tersebut menjadi yakin akan keberadaan Tuhan. Dan semakin
berkeinginan untuk menjadikan hidupnya lebih bermakna.
Filsafat sendiri dalam islam memiliki lapangan-lapangan ilmu keislaman dan
mempengaruhi pembatasan-pembatasannya. Penyelidikan terhadap keilmuan meliputi
kegiatan filsafat dalam dunia Islam. Seperti halnya para ulama Islam memikirkan sesuatu
mengenai permasalahan permasalahan pun dilakukan dengan jalan filsafat. Ada yang
lebih berani dan lebih bebas daripada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal
dengan nama filosuf-filosuf Islam. Di mana perlu diketahui bahwa pembahasan ilmu
Kalam dan Tasawuf banyak terdapat pikiran dan teori-teori yang tidak kalah teliti daripada
filosuf-filosuf Islam3.
Lebih lanjut, mengenai hubungan filsafat dan islam dapat ditemukan dalam
pembahasan yang mengalami titik temu yakni Realitas (Dzat) yang memiliki posisi penting
bagi masalah kehidupan dan kematian manusia. Artinya, filsafat dalam islam merupakan
upaya untuk menjelaskan cara Allah menyampaikan kebenaran atau yang haq dengan

1
Patawari. 2012. Peranan Filsafat Islam dalam Pembentukan Hukum di Indonesia. (LEGAL PLURALISM :
VOLUME 2 NOMOR 2) dari file:///C:/Users/62812/Downloads/229022480.pdf, hlm. 269
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama
3
Abd. Wahid, Korelasi Agama, Filsafat dan Ilmu, Jurnal Substantia, Vol. 14, No. 2, Oktober 2012, hlm. 229-230
dari file:///C:/Users/62812/Downloads/4875-10489-1-SM.pdf
bahasa pemikiran yang rasional. Filsafat pun dalam Islam adalah merupakan hasil
pemikiran manusia secara radikal, sistematis dan universal tentang hakikat Tuhan, alam
semesta dan manusia berdasarkan ajaran Islam. 4
Filsafat sendiri, menurut pandangan saya dapat mendangkalkan aqidah jika tidak
memahami al-qura’n dan hadist terlebih dahulu. Jika seseorang mempelajari filsafat
dengan bebas, tanpa mengimbangi dengan disiplin ilmu lainnya, seperti halnya jika terkait
aqidah, maka sangat penting sudah mengetahui wawasan dalam al-Quran dan al-Hadits.
Adapun pendapat saya mengenai belajar filsafat dapat mendangkalkan aqidah, menurut
saya tergantung juga sub ilmu filsafat yang dipelajari. Hal tersebut dikarenakan konsep
seperti halnya filsafat islam dengan filsafat yunani berbeda.
Pertama, jika Filsafat yang merupakan sumber pemikiran ilmiah Yunani hanya di
dasarkan pada hipotesis-hipotesis dan pendapat-pendapat, sedangkan ilmu-ilmu Islam
mendasarkan penyelidikan mereka atas dasar pengamatan dan percobaan. Kedua,
adanya keyakinan bahwa dalam filsafat yunani menganggap bahwa pengetahuan indrawi
berkedudukan lebih rendah daripada pengetahuan rasio. Jadi, pengetahuan indrawi
kurang dapat diandalkan sehingga mereka tidak mendirikan laboratorium-laboratorium.
Ilmuwan-ilmuwan Muslim tetap mengandalkan pemikiran rasional, namun mereka
melakukan pembuktian melalui pengamatan dan percobaan. Oleh sebab itu, mereka
mendirikan laboratorium-laboratorium. Ketiga, pemikiran filsafat yunani hanya berfikir
secara deduktif. Sementara filsafat islam didasarkan oleh Al-Qur-an supaya berfikir
induktif dengan perintah dengan memperhatikan alam sekitarnya.5
Kemudian diperjelas bahwa kedudukan filsafat dalam Islam, sangat berbeda dengan
konsep filsafat Yahudi. Sehingga, harus dengan posisi yang berbeda itu, tampak dalam
sejarah bahwa filsafat dalam Islam telah diselamatkan oleh para filsuf muslim. Pada
gilirannya, justeru filsafat Islam juga telah meluas dan mempengaruhi berbagai adat
istiadat, kebudayaan, dan peradaban di segala penjuru. Ini berarti bahwa filsafat dalam
Islam telah mendapat tempat yang layak, dan sama sekali tidak bertentangan ajaran-
ajaran Islam itu sendiri. Justeru sebaliknya, dengan kembali merujuk pada ayat-ayat al-
Quran, akan ditemukan perintah-perintah Allah Swt untuk berfikir secara filosofis6.
Oleh karenanya, pendapat mengenai dapatnya memperdangkal aqidah ketika belajar
filsafat tergantung dari filsafat yang dipelajari dan kemudian tergantung dari bekal apa
yang dibawa seseorang ketika belajar filsafat, apakah diimbangi dengan disiplin ilmu
lainnya atau tidak.

b. Gambarkan hubungan filsafat dan hukum Islam, dan bagaimana peran filsafat dalam
pembentukan pemikiran hukum dalam Islam.
Hubungan filsafat dengan hukum islam dapat digambarkan dengan Filsafat ialah
pisau bedahnya, sedangkan hukum islam dalah yang menjadi objek dibedah. Jadi disini,
hukum islam akan diselidiki, di analisis, dinalar menggunakan instrumen filsafat secara
menyeluruh, sistematis, dengan cara cara rasional dan radikal7.

4
Masang, Azis, Kedudukan Filsafat dalam Islam (JURNAL PILAR Volume 11, No. 1, Tahun 2020), hlm. 32-52, dari
file:///C:/Users/62812/Downloads/4910-15264-1-PB.pdf
5
R. Aprianita, Lisna. 2014. Perbedaan Filsafat Yunani dengan Filsafat Islam, dari
https://www.academia.edu/12132605/Perbedaan_Filsafat_Yunani_dengan_Filsafat_Islam
6
Loc cit.
7
Tinjauan Umum Tentang Filsafat Hukum Islam, dari chrome-
extension://mhjfbmdgcfjbbpaeojofohoefgiehjai/index.html, hlm 21
Adapun peran filsafat dalam pembentukan pemikiran hukum dalam Islam ialah
sebagai berikut;
1) Membantu Menjadikan filsafat sebagai pendekatan dalam menggali hakikat,
sumber dan tujuan hukum Islam.
2) Dapat membedakan kajian ushul fiqih dengan filsafat terhadap hukum Islam.
3) Mendudukan Filsafat Hukum Islam sebagai salah satu bidang kajian yang
penting dalam memahami sumber hukum Islam yang berasal dari wahyu
maupun hasil ijtihad para ulama.
4) Menemukan rahasia-rahasia syariat diluar maksud lahiriahnya.
5) Memahami ilat hukum sebagai bagian dari pendekatan analitis tentang
berbagai hal yang membutuhkan jawaban hukumiyahnya sehingga
pelaksanaan hukum Islam merupakan jawaban dari situasi dan kondisi yang
terus berubah dinamis.
6) Membantu mengenali unsur-unsur yang mesti dipertahankan sebagai
kemapanan dan unsur-unsur yang menerima perubahan sesuai dengan
tuntunaan situasional8.

Dari ulasan diatas, bahwa hal itu tentu membantu dalam perkembangan pemikiran
hukum dalam islam yang mana pada setiap waktunya hukum islam pasti mengalami
dinamika hukum. Sehingga harus ada yang re-konruksi kembali, melakukan pembaharuan,
atau penambahan, bahkan memberlakukan hukum yang tidak berlaku. Filsafat sangat
berperan agar dalam perkembangan hukum islam tidak kaku.

2. Tujuan diturunkannya syariat bagi setiap umat adalah memberikan petunjuk bagi umat
manusia. Jelaskan dengan detail tujuan syariat Islam dan tujuan pengutusan Nabi Muhammad
sebagai pembawa risalah terakhir.

Tujuan diturunkannya syariat tidak hanya serta merta memberikan petunjuk bagi
umat, namun ada point-point penting didalamnya yakni sebagai berikut;
1) Maslahat utama
Adanya syariat dibertujuan untuk mewujudkan adanya kebutuhan pokok hidup
manusia, diantaranya bahwa manusia membutuhkan agama, jiwa, harta, akal, dan
keturunan. Sehingga diharapkan syariat dapat mengatur akan yang berkaitan dengan
kebutuhan tersebut agar jelas dan lebih teratur. Anggap saja manusia memiliki arah mana
yang dijadikan acuan dalam bertindak.
2) Maslahat penting
Adanya syariat memiliki tujuan untuk mengatasi berbagai masalah yang
dibutuhkan manusia agar hidup mereka dapat berjalan dengan mudah dan praktis.
Kalaupun masalah tersebut tak diatur, sebenarnya tak sampai membuat kehidupan
menjadi terkendala. Hanya saja bisa menimbulkan kesulitan. Misalnya diaturnya
ketentuan tentang rukhshoh (keringanan) dalam kondisi sulit, seperti boleh berbuka
puasa bagi orang yang sakit.
3) Maslahat penunjang

8
Shodikin, Akhmad. 2016. Filsafat Hukum Isalm dan Fungsinya dalam Pengembangan Ijtihad. Mahkamah:
Jurnal Kajian Hukum Islam Vol. 1, No. 2, Desember 2016 E-ISSN: 2502-6593). hlm. 258-259, dari
file:///C:/Users/62812/Downloads/1332-3335-1-PB.pdf
Adanya syariat memiliki tujuan untuk memberi kebutuhan manusia akan beberapa hal,
untuk menunjang kelangsungan hidup agar terasa indah dan nyaman. Seperti disyariatkan
hukum bersuci (Thaharah) bagi tubuh dan pakaian, menutup aurat dan memakai
perhiasan ke Masjid. Syariat melarang membeli barang yang sedang dalam proses tawar
menawar dengan orang sebelumnya. Syariat mengharamkan membunuh anak-anak dan
perempuan dalam keadaan perang sekalipun9.

Adapun dan tujuan pengutusan Nabi Muhammad sebagai pembawa risalah terakhir
ialah untuk memberikan rahmat dan kasih sayang kepada seluruh alam semesta. Ha
tersebut, secara eksplisit disebutkan dalam Al Qura’an yang artinya; “Dan tidaklah Kami
mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS.
a lAnbiya’: 107).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa agar Nabi Muhammad dapat menebar dan
menyampaikan rahmat atau kasih sayang Allah kepada seluruh alam semesta. Rahmat dan
kasih sayang mencerminkan Islam yang ramah, santun, toleran, dan penuh dengan cinta
damai. Islam tidak menebarkan kebencian dan permusuhan. Kehadiran risalah kenabian
tidak hanya ditujukan bagi mereka yang muslim saja, tetapi juga bagi mereka yang non
muslim.
Ala’uddin Ali dalam tafsirnya Tafsir Al-Khozin menyebutkan, dikatakan bahwa ayat ini
turun pada saat masyarakat kafir jahiliyyah dalam kesesatan, dan ahli kitab menghadapi
kebingungan dalam persoalan agamanya, karena jeda waktu turunnya wahyu yang lama dan
terjadi perselisihan dan perbedaan dalam di dalam kitab suci mereka. Sehingga Allah
mengutus Nabi Muhammad dalam kondisi dimana para pencari Tuhan tidak lagi
menemukan jalan kebahagiaan dan pahala, maka Nabi Muhammad mengajak mereka
kepada jalan Allah, menjelaskan kebenaran, dan menerapakan syariat. Ibnu Abbas dalam
menafsirkan ayat tersebut berpendapat bahwa rahmat yang dimaksud dalam ayat tersebut
bersifat umum, meliputi haknya mereka yang beriman dan juga mereka yang tidak beriman.
Untuk mereka yang beriman rahmat itu berupa kebahagiaan baik di dunia dan di akhirat.
Sedangkan bagi mereka yang tidak beriman rahmat itu hanya di dunia saja, yaitu dengan
ditundanya siksaan dari mereka di kehidupan dunia.
Artinya, tujuan diutuskannya Nabi tidak serta merta mendatangkan agama kemudian
mengislamkan umat didunia, sebagaimana pandangan kelompok radikal, yang selalu
berlindung dan berkedok menggunakan topeng agama untuk melancarkan segala tindak
kekerasan dalam seruan dakwahnya. Tujuan diutusnya Nabi Muhammad tidak lain adalah
untuk menebar kasih sayang dan perdamaian kepada alam semesta. Sehingga misi risalah
sebagai subtansi dari misi Islam yang rahmatan lil ‘alamin bersifat universal10.

9
DR. Daud Rasyid, MA. 2015. Indahnya Syariat Islam. (Jakarta: Usamah Press, 2015 ISBN: 979-96371-7-1). hlm.
48-54. dari Daud-Rasyid-Indahnya-Syariat-Islam.pdf (uia.ac.id)
10
Malaiha Dewi, Siti. 2015. Kontektualisasi Misi Risalah Kenabian Dalam Menangkal Radikalisme. (FIKRAH:
Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No. 2, Desember 2015). hlm. 355-357. dari
https://media.neliti.com/media/publications/61193-ID-kontektualisasi-misi-risalah-kenabian-da.pdf

Anda mungkin juga menyukai