Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Tuhan Semesta Alam yang telah
memberikan kita berbagai macam nikmat, khususnya nikmat kesehatan serta kesempatan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
tak lupa kami haturkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW.
Selanjutnya ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dosen yang telah
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunannya. Untuk itu kami
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
kami selanjutnya.
Akhirnya, kami mengucapkan terima kasih dan semoga Allah senantiasa meridhoi
Metro, 13 November 2020
Penyusun
DAFTAAR ISI
KATAPENGANTA
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Munculnya madzhab dalam sejarah terlihat adanya pemikirah fiqih dari zaman
sahabat, tabi'in hingga muncul madzhal madzha bfiqih pada periode ini. Seperti contoh
hukum yang dipertentangkan oleh Umar bin Khattab dengan Ali bin Abi Thalib ialah masa
iddah wanita hamil yang ditinggalkan mati oleh suaminya. Golongan sahabat berbeda
pendapat dan mengikuti salah satu pendapat tersebut, sehingga munculnya madzhab-madzhab
yang dianut.
Pada zaman Rasulullah SAW "madzhab" belum dikenal dan digunakan karena pada
zaman itu Rasul masih berada bersama sahabat, jadi jika mereka mendapatkan permasalahan
maka Rasul akan menjawab dengan wahyu yang diturunkan kepadanya, tetapi setelah
Rasulullah meninggal dunia, para shahabat telah tersebar diseluruh penjuru negeri Islam,
sementara itu umat islam dihadirkan dengan berbagai permasalahan yang menuntut para
shahabat berfatwa untuk menggantikan kedudukan Rasul, tetapi tidak seluruh shahabat
mampu berfatwa dan berijtihad, sebab itulah terkenal dikalangan para sahabat yang berfatwa
ditengah sahabat-sahabat Rasul lainnya, sehingga terciptanya Mazhab Abu bakar, Umar,
Utsman, AH, Sayyidah 'Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah Bin Umar, Abdullah Bin Mas'ud
dan yang lainnya, kenapa shahabat-sahabat yang lain hanya mengikuti sahabat yang telah
sampai derajat mujtahid, karena tidak semua sahabat mendengar hadits Rasul dengan jumlah
yang banyak, dan derajat kefaqihan mereka yang berbeda-beda, sementara Allah telah
menyuruh mereka untuk bertanya kepada orang yang 'Alim diantara mereka.
Hendaklah kamu bertanya kepada orang yang mengetahui jika kamu tidak mengetahui
Pada zaman Tabiin timbul pula berbagai macam madzab yang lebih dikenal dengan madzhab
Fuqaha Sab'ah ( Madzhab tujuh tokoh Fiqih) di kota Madinah, setalah itu bermunculanlah
madzhab yang lainnya dinegeri islam, seperti madzhab Ibrahin an-Nakha'l, asy-Syukbi,
sehingga timbulnya madzhab yang masyhur dan diikuti sampai sekarang yaitu Madzhab
Madzhab ini diturunkan dengan sanad yang Shahih dan dapat dipegang
Madzhab ini telah dibukukan sehingga aman dari penipuan dan perobahan
Madzhab ini berdasarkan al-Qur'an dan al-Hadits, selainnya para empat madzhab
berbeda pendapat dalam menentukan dasar-dasar sumber dan pegangan Ijma' nya
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
Islam merupakan Agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Hukum-hukum
islam diperuntukkan bagi kemaslahatan umat. Begitu banyaknya hukum islam, hingga
banyak Ulama yang memberikan penjelasan tentang hukum-hukum itu. Akhirnya, hukum
islam ini terbagi dalam beberapa madzhab yang kita kenal sekarang.
Mazhab secara bahasa berarti jalan yang dilalui dan dilewati sesuatu yang menjadi
tujuan seseorang. Sedangkan menurut para Ulama dan ahli Agama Islam, mazhab adalah
metode (manhaj) yang dibuat setelah melalui pemikiran dan penelitian sebagai pedoman yang
Menurut Ulama’ fiqih yang dimaksud dengan mazhab adalah sebuah metodologi fiqih
khusus yang dijalani oleh seorang ahfi fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli Fiqih lain
Di kalangan umat Islam, sekarang ini ada empat mazhab yang sangat dikenal yaitu;
mazhab Hanafi (80-150 H), mazhab Maliki (93-179 H), mazhab Syafi’I (150-204 H), dan
mazhab Hambali (164-241 H). Selain empat mazhab itu masih banyak mazhab lain misalnya,
mazhab Ja’fari, Syi’ah Imamiah, Syi’ah Zaidiyah Hasan Basyri, as-Tsauri, Daud ad-Dhahiri,
dan sebagainya. Masing-masing mazhab mempunyai aturan-aturan dan tata cara hukum
tersendiri yang kadang-kadang berbeda dengan mazhab yang lain, terutama mengenai soal-
soal furu’iyah.
1
Sofyan, Kedudukan Mazhab Dalam Pembinaan Hukum. http://sofyanmasuku.blogspot.com/2013/01/html
Sampai saat ini, realitasnya ikhtilaf masih tetap berlangsung di kalangan mazhab.
Mereka berselisih paham dalam masalah furu’iyah, akibat keanekaragaman sumber dan aliran
Perselisihan itu terjadi antara kelompok yang memperluas dan yang mempersempit wilayah
ijtihad, antara yang memperketat dan memperlonggar persyaratan ijtihad, antara yang
cederung rasional dan yang cenderung tekstual berpegang pada zhahir nash, antara yang
Seorang mujtahid bebas berijtihad, asal tidak membatalkan hasil ijtihad orang lain.
Berbeda halnya bila seorang mujtahid membatalkan hasil ijtihadnya sendiri (meralat pendapat
lama) karena situasi dan kondisi yang berbeda, atau menemukan dalil yang lebih kuat
sebagaimana yang terjadi pada seorang mujtahid besar, Imam Syafi’i. Bagaimana beliau
meralat hasil ijtihadnya ketika masih tinggal di Irak (qaul qadim) dengan ijtihad baru (qaul
jaded) setelah migrasi ke kota metropolis Mesir, karena tuntutan kondisi kondisi yang
Dalam menetapkan hukum, tidak jarang terjadi perbedaan pendapat diantara imam
mazhab itu. Walaupun mereka sama-sama merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah,
disamping sumber hukum lainnya, baik sumber hukum yang muttafaq ‘alaih (disepakati
semua mazhab) maupun sumber hukum yang mukhtalaf fih (masih diperselisihkan).
Jalan pikiran para imam mazhab inilah yang perlu kita telaah dan kemudian
dibandingkan dengan melacak kekuatan dalil yang digunakan. Tentu saja, komparasi ini
dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu latar belakang seorang mujtahid dan dasar
Perbedaan pendapat (masalah khilafiyah) imam mazhab dalam lapangan hukum (fiqh
Islam) sebagai hasil penelitian, tidak perlu dipandang sebagai factor yang melemahkan
kedudukan hukum Islam. Bahkan sebaliknya, bisa memberikan kelonggaran kepada umat
Islam dalam melaksanakan semua perintah Allah dan Rasul-Nya sesuai situasi dan kondisi
yang dihadapinya. Hal ini sekaligus sebagai indicator, umat Islam bebas memilih salah satu
pendapat imam mazhab fiqh menurut keyakinannya, dan bukan menjadi keharusan agar
taqlid atau terpaku hanya pada satu pendapat imam mazhab saja.
Kalau ada sikap toleran dan saling pengertian antara pihak yang satu dengan lainnya,
tentu perbedaan ijtihad itu tidak perlu dikhawatirkan. Karena hal-hal yang diperselisihkan itu
dapat dipertemukan ada jalan keluar yang dapat ditempuh, dan kalau sampai mengalami jalan
buntu, masing-masing pihak mampu menghargai pendapat orang lain yang berbeda.
Sebaliknya, kalau kurang lapang dada, masalah kecil dapat menjadi besar. Karena masing-
masing mempertahankan egoisme, walaupun hati kecilnya mengakui kelemahan pendapat itu.
Akibat fanatik mazhab yang dianut, keterbatasan ilmu, atau karena dipengaruhi faktor politis
lainnya.
Perbedaan pendapat sebaiknya tidak harus terjadi dalam umat Islam. Perbedaan
pendapat seharusnya dapat disatukan. Sebenarnya bukan idealisme seperti ini yang dituntut.
Tetapi tenggang rasa, saling pengertian, dan menghargai pendapat yang berkembang..
Seseorang tidak boleh mengklaim, hanya pendapatnya sendiri yang benar sedang pendapat
sesuatu yang wajar dan alamiyah. Ralitas semua itu justeru menandakan bahwa pikiran
seseorang itu tidak beku, tidak mandek, dan selalu berkembang secara kreatif. Mengapa kita
tidak mengambil contoh nyata, Imam Syafi’i? Imam mazhab ini pernah berbeda pendapat
kita, tidak ada seorang pun yang berkomentar sinis, Imam Syafi’I itu plin-plan dan tidak
konsisten. Malahan disitu terlihat bagaimana keluesan dan keluasan pandangan beliau dalam
merespon realitas yang terjadi. Tidak rigid dan jumud, tetapi bersikap responsive, kreatif, dan
Berkata imam Dahlawi dalam kitabnya al-insof halaman 53 dan kitab Mujjatul
balighoh 1-132, yang artinya: “Sesungguhnya ummat telah sepakat bahwa empat madzhab
yang telah dibukukan secara autentik boleh diikuti sampai sekarang. Dalam mengikuti
madzhab-madzhab tersebut jelas ada maslahatnya lebih-lebih pada sekarang ini dimana
kemauan sudah menjadi lemah sekalu dan hawa nafsu telah mencampuri jiwa seseorang dan
Imam syafi’i, abu hanifah, ahmad dan malik adalah merupakan kelompok para
mujtahidin dimana orang-orang awam boleh taklid kepada mereka, sebagaimana orang-orang
awam dari pada sahabat taklid kepada mujtahid yang sezaman dengan mereka seperti ibnu
Bukanlah semua ulama ahli sejarah dan sejarah perundang-undangan islam telah
sepakat, bahwa pada tabi’in ada dua madzhab yang besar yaitu madzhab ahli Ra’yu di Irak.
Dan umumnya ahli Hijaz taklid kepada madzhab yang utama bagi mereka, demikian juga ahli
irak taklid kepada madzhab yang utama menurut mereka. Baik madzhab ahli hijaz maupun
Para imam madzhab telah meletakkan dasar-dasar metode untuk melakukan istinbath,
yang mereka serap dari dalil-dalil kitab dan sunnah. Dengan metode itu mereka membuat
batasan-batasan mana qiyas dan ra’yu yang sehat dan mana yang batal, sehingga antara dua
nadzhab ahli ra’yu dan madzhab ahli hadits ada pendekatan sehingga sedikit demi sedikit
bidang pembahasan ijtihad dan mendapat sambutan dari berbagai golongan dan tingkatan
serta diikuti dan diperangi oleh mereka. Bermadzhab dengan arti melaksanakan dan
mengamalkan hasil ijtihad para imam mujtahid seperti imam maliki, syafi’i, dan lain-
lain hukumnya adalah wajib bagi setiap umat islam yang belum mampu melakukan ijtihad.
Sebab madzhab-madzhab yang mereka bina itu adalah merupakan hasil ijtihad yang mereka
milki dengan sepenuhnya. Padahal sudah jelas bahwa yang disebut ijtihad ialah semata-mata
menggali isi al-qur’an dan hadits untuk mendapatkan sesuatu hukum yang konkrit dan positif.
Jadi berijtihad berarti langsung menggunakan pedoman qur’an dan hadits, dan hasil ijtihad
yang tersebut orang madzhab itu berarti pula seratus persen berdasarkan al-qur’an dan hadits.
Al-qur’an dan hadits telah mereka kaji dan teliti secermat-cermatnya. Buah pengkajian dan
penelitian terhdap dua kitab tersebut telah menghasilakan ratusan bahkan ribuan kitab
undang-undnag hukum islam atau ilmu fiqh atau disebut juga kitab-kitab madzhab.
Kitab-kitab madzhab itu sudah dipenuhi ribuan materi hukum islam yang kmplit dan
meliputi persoalan hidup manusia yang ada sangkut pautnya dengan urusan agama. Mereka
telah mebahas soal-soal ibadah seperti sholat, zakat, puasa, hajji, dll. Juga mereka
ekonomi yang kesemuanya ini telah mereka rumuskan dalam kitab-kitab fiqh pada bab-bab
ibadah, muamalah, munakahah dan jinayah, sehingga lantaran kitab-kitab fiqh tulah umat
islam kemudian dengan mudah dan oraktis dapat melaksanakan segala macam bentuk ibadah
Oleh karena itu mengamalkan isi madzhab berarti juga mengamalkan qur’an dan
hadits dengan cara yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah agama. Mamang banyak
yang belum menyadari persoalan madzhab ini, sehingga beranggapan bahwa madzhab itu
adalah hasil karya manusia semata-mata dan ilmu fiqh adalah kumpulan hukum yang
dikarang oleh orang alim, tanpa menyadari bahwa dasar penyusunan madzhab al-qur’an dan
al-hadits juga.2
Gerakan anti madzhab Nampak berhasil dalam menanamkan rasa kebanggaan pada
kelompok modern, lebih-lebih bila di kaitkan dengan masalah kebangkitan umat islam.karena
berfikir secara bebas, adalah symbol dari kemajuan berfikir, sedangkan berpegang teguh
syariat islam sejak awal mula hingga kini, ternyata gerakan anti madzhab belum melahirkan
budaya baru dalam masalah pembinaan hukum islam. Dan masih berputar-putar dalam arena
yang sudah dipagari tembok madzhab yang kokoh dan kuat, dan belum mampu menciptakan
Barang siapa mempelajari fiqh islam atau ilmu hukum islam yang di tulis oleh
kelompok anti madzhab, kemudian menekuninya dengan sadar dan insyaf maka akan
Nampak tiada satupun masalah fiqih yang lepas dari tilikan madzhab empat. baik yang
menyangkut masalah ibadah, muamalah, munakahat, jinayah dll. Kalau masalah itu tidak
sesuai dengan madzhab syafi’i maka ia akan sesuai dengan madzhab hanafi. Dan kalau tidak
sesuai dengan madzhab hanafi dan syafi’I, maka akan sesuai dengan madzhab maliki atau
hambali, demikian akan berputar di kalangan madhab yang empat. dan bila mana tidak sesuai
dengan madzhab yang empat. maka ada indikasi yang kuat kalau fiqih itu lepas dari rumpun
fiqih ahlusunnah wal jamaah, dan boleh jadi masuk kelompok fiqihnya,kaum syiah atau
mu’tazilah atau kaum ekstrimis dhohiriah,seperti ibnu hazm dan ibnu thaimiyah yang
2
Drs. M. Hamdani Yusuf, loc. cit. Hlm 24-27.
Kelompok anti madzhab khususnya di Indonesia hampir seratus persen di serap dari kitab-
kitab madzhab yang ada dengan fariasi,komentar yang bermacam-macam. Sedangkan materi
yang di bahas berkisar pada masalah hukum islam yang telah di bahas secara tuntas oleh
ulama-ulama madzhab ratusan tahun yang lalu sejauh usaha yang mereka capai ialah
melakukan perbandingan disana-sini kemudian di pilih mana yang paling cocok menurut
penilaian si pembahas.inilah yang disebut ilmu baru dalam dunia hukum islam sekarang dan
popular dengan sebutan ilmu “maqaranatul madzhab” atau ilmu perbandinagn madzhab.
Kalau kita perhatikan dengan seksama usaha ini sebenarnya adalah merupakan
pengembangan dari apa yang dirintis oleh para ulama madzhab dahulu kala, meskipun selalu
disebut-sebut bahwa sponsor ilmu ini adalah syekh Al-Maraghi dan Mahmud Syaltout.
Barang siapa menela’ah kitab Al Maa-Majmu syarah Muhazzab (12 jilid besar) karangan
imam nawawi yang bermadzhab syafi’I maka dia pasti merasakan bahwa kitab muqaranatul
Madzhahib fil fiqhi karangan Prof. Mahmut Syaltout dan Prof. Ali Syais adalah merupakan
sebagian kecil saja dari apa yang dikandung oleh kitab Al-Majmu’.3
3
Ibid., hlm. 27-29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berbeda pendapat dalam menetapkan dalil yang sifatnya ijtihadi. Ulama sepakat
bahwa Al-Qur'an dan Al-Sunnah al-Shahihah adalah sumber hukum. Tetapi berbeda
pendapatnya tentang istihsan, al-maslahah al-mursalah, pendapat sahabat, dan lain-lainnya
yang digunakan dalam era berijtihad. Sering pula terjadi, disepakati tentang dalilnya, tetapi
penerapannya berbeda-beda. Sehingga mengakibatkan hukumnya berbeda pula. Misalnya
tentang Qiyas: Jumhur ulama berpendapat bahwa Qiyas adalah dalil yang bisa digunakan.
Tetapi dalam menetapkan illat hukum sering berbeda. Karena adanya perbedaan dalam
menentukan illat hukumnya, maka berbeda pula dalam hukumnya.
Peran dan kedudukan madzhab dalam pembinaan hukum islam memiliki peran yang
sangat tinggi, seperti keempat madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan Hambali menempati
posisi yang tinggi dalam bidang pembahasan ijtihad dan mendapat sambutan dari berbagai
golongan dan tingkatan serta diikuti dan diperangi oleh mereka.
Bermadzhab dengan arti melaksanakan dan mengamalkan hasil ijtihad para imam
mujtahid seperti imam maliki, syafi’i, dan lain-lain hukumnya adalah wajib bagi setiap umat
islam yang belum mampu melakukan ijtihad. Sebab madzhab-madzhab yang mereka bina itu
adalah merupakan hasil ijtihad yang mereka miliki dengan sepenuhnya. Padahal sudah jelas
bahwa yang disebut ijtihad ialah semata-mata menggali isi al-qur’an dan hadits untuk
mendapatkan sesuatu hukum yang konkrit dan positif. Jadi, barang siapa yang meninggalkan
madzhab sedangkan ia belum mampu melakukan ijtihad, maka termasuk bid’ah yang sesat.
B. Saran
Perbedaan pendapat sebaiknya tidak harus terjadi dalam umat Islam. Perbedaan
pendapat seharusnya mapat disatukan. Sebenarnya bukan idealisme seperti ini yang dituntut.
Tetapi tenggang rasa, saling pengertian, dan menghargai pendapat yang berkembang.
Seseorang tidak boleh mengklaim, hanya pendapatnya sendiri yang benar sedang pendapat
orang lain salah dan dicampakkan.