Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim
Alhamdulillah puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT.
yang melimpahkan taufik dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik kendatipun sangat sederhana.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan limpahkan keharibaan
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. sebaik-baiknya insan lintang pemimpin
bagi umat manusia karena berkat beliaulah kita masih dapat merasakan nikmatnya
Islam.
Dalam makalah ini Saya membahas tentang “ Tentang hadhanah” (Hak asuh
anak dan Rodho’ah). Selanjutnya kami haturkan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini.
Namun pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan karena
tidak ada kesempurnaan sedikitpun di dunia ini. Dengan ini saya mengharap kritik
dan saran untuk lebih memotivasi saya kedepan, terutama untuk dosen
pembimbing. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin...

Bandung, 22 Agustus 2019

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………..………….…………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN

i
A. Latar Belakang………………………………………………….…………1
B. Rumusan Masalah……………………………………………….………..1
C. Tujuan Penulisan……………………………………………..….………..1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………..………2

A. Pengertian Hadhanah…………………..………………………...……….2
B. Dasar Hukum Hadhanah……………………………………..….………..2
C. Syarat-Syarat Hadhanah………………………………………….……….3
D. Yang berhak dalam hadhanah…………………………………….………4
E. Masa Hadhanah…………………………………………………………..7
F. Upah hadhana…………………………………………………………….8
G. Definisi Radha`Ah..........................................................................................9
H. Dalil Tentang Menyusui.................................................................................9
I. Syarat Radha`Ah..............................................................................................11
J. Rukun Radha`Ah.............................................................................................11
F. Hukum Radha`Ah...........................................................................................12
H. Mahram Sebab Radha`Ah..............................................................................12
I. Manfaat menyusui...........................................................................................13

BAB III PENUTUP………………………………………………………..……15


A. Kesimpulan.................................................................................................15

DAFTAR KEPUSTAKAAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pemeliharaan seorang anak sangat penting untuk dilaksanakan baik oleh


ibunya ataupun dari bapaknya, akan tetapi serig kali terjadi pendidikan anak
dinomer duakan dari sebuah pekerjaan yang di anggap lebih penting dan
merupakan tuntutan hidup untuk dirinya dan keluarganya, sehingga tidak jarang
terjadi pengasuhan, pendidikan seorang anak terlantar disebabkan karena keadaan
yang tidak memungkankan atau bahkan dengan sengaja dikesampingkan.
Sehingga untuk itu perlu adanya kewajiban dalam pengasuhan anak
tersebut, untuk itu kita sebagai insan yang berpengetahuan sangat penting kiranya
kita membahas tentang hadhana atau pemeliharaan anak sejak ia lahir sehingga
seorang dapat untuk tidak membutuhkan jasa orang lain dalam urusan
keperluannya sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian hadhanah?
2. Hukum – hukum hadhanah?
3. Syarat syarat Hadanah?
4. Orang yang berhak mengasuh ?

5. Apakah ada dalil yang menjelaskan mengenai radha`ah ?


6. Bagaimana hukum menyusui menurut para ulama ?
7. Apakah wanita lain selain ibu nya dapat menyusui bayi orang lain serta
apa hukum nya ?
8. Apa manfaat menyusui menurut pandangan ilmu pengetahuan ?

C. Tujuan Penulisan
Penulis makalah ini memilih beberapa tujuan antara lain:
Mahasiswa / Siswi dapat memahami tentang kaedah yang di anjurkan untuk di
terapkan.

1
Agar mahasiswa atau yang baca buku ini bisa berkontribusi dalam
kehidupan sehari-hari dan menambah pengetahuan serta wawasan bagi
Mahasiswa/Siswi AS pada khususnya dan kepada semua pembaca pada
umumnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadhanah
Hadhanah secara bahasa, berarti meletakkan sesuatu di dekat tulang rusuk atau
di pangkuan, karena Ibu waktu menyusukan anaknya meletakkan anak itu di
pangkuannya, seakan-akan Ibu disaat itu melindungi dan memelihara anaknya
sehingga “Hadhanah” dijadikan istilah yang maksudnya ; pendidikan dan
pemeliharaan anak sejak dari lahir dari lahir sampai sanggup berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh kerabat anak itu sendiri.
Para Ulama’ Fiqih mendifinisikan ;Hadhanah sebagai tindakan pemeliharaan
anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki atau perempuan atau yang sudah besar
tetapi belum Mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikanya,
menjaganya dari sesuatu yang menyakiti, mendidik jasmani dan rohani, agar
mampu berdiri sendiri serta bisa mengemban tanggung jawab.1
1. Dasar Hukum Hadhanah
Hadhanah (pengasuhan anak) hukumnya wajib, karena anak yang masih
memerlukan pengasuhan ini akan mendapatkan bahaya jika tidak mendapatkan
pengasuhan dan perawatan, sehingga anak harus dijaga agar tidak sampai
membahayakan. Selain itu ia juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari
segala hal yang dapat merusaknya
Dasar hukum ini disebutkan dalam Al-Qur’an surat At-Tahrim, sebagaimana
firman Allah yang berbunyi;
.‫ياايهاالدين امنو اقواانفسكم واهليكم ناراوقودهاالناس والحجارة‬

1 Prof. Dr.H.M.A.Tihami M.A. M.M, dan Drs.Sohami Sahrani,M.M. M.H, fiqih munakahat, cet ke 2 (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2010) hlm.,215-
216

2
artinya; hai orang-orang yan beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (QS. Al-Tahrim:
6).
Sudah jelas kiranya dalam ayat ini para orang tua diperintahkan Allah SWT.
untuk memelihara keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh
anggota keluarganya itu melaksanakan perintah-perintah tuhan dan menjauhi
larangannya, dan dalam ayat ini yang disebut keluarga adalah seorang anak.2
Seorang Hadhanah (Ibu) yang Menangani dan Menyelenggrakan Kepentingan
Anak Kecil yang Diasuhnya, yaitu Kecakapn dan Kecukupan.
Kecukupan dan kecakapn juga memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-
syarat tertentu ini tidak terpenuhi satu saja maka gugurlah kebolehan
menyelenggarakan Hadhanahnya.

2. Syarat-syarat itu ialah:


1. Berakal Sehat, jadi bagi orang yag kurang akal seperti gila, keduanya tidak
boleh menangani Hadhanah. Karena mereka tidak dapat mengurusi dirinya
sendiri, sebab itu ia tidak boleh diserahi mengurusi orang lain. Sebab orang yang
punya apa-apa tentulah ia tidak punya apa-apa untuk diberikan kepada orang lain.
2. Dewasa, sebab anak kecil sekalipun Mumayyiz, tetapi ia tetap membutuhkan
orang lain yang mengurusi urusannya dan mengasuhnya, karena itu dia tidak
boleh menangani urusan orang lain.
3. Mampu Mendidik, karena itu tidak boleh menjadi pengasuh orang yang buta
atau rabun, sakit menular atau sakit yang melemahkan jasmaninya untuk
mengurus kepentingan anak kecil, tidak berusia lanjut, yang bahkan ia sendiri juga
perlu diurus oleh orang lain.
4. Amanah dan Berbudi, sebab orang yang curang tidak aman bagi anak kecil
dan tidak dapat dipercaya akan dapat menunaikan kewajibannya dengan baik.
Bahkan nantinya si anak dapat meniru atau berkelakuan seperti orang yang curang
itu.

2 Ibid hlm.,216

3
5. Islam, anak Muslim tidak boleh diasuh oleh orang yang bukan Muslim,
sebab Hadhanan adalah masalah perwalian. Sedangkan Allah tidak membolehkan
orang mukmin dibawah perwalian orang kafir. Hal ini berdasar pada firman Allah
dalam surat Annisa’ ayat 141:
.‫ولن يجعل ا للكافرين على المؤمنين سبيل‬
“ dan Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang orang kafir menguasai
orang orang mukmin. (QS. Annisa’: 141).
Dalam riwayat lain juga ditegaskan dalam sebuah Hadist:
.‫كل مولوديولدعلى الفطرةإلأان ابويه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه‬
'‘setiap anak dilahirkan dalam keadaan Fitrah, hanya ibu bapaknyalah
yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani, atau Majusi.’’
6. Ibunya tidak kawin lagi, jika si ibu telah kawin lagi dengan laki-laki lain.
7. Merdeka, sebab seorang budak biasanya sangat sibuk dengan urusan-urusan
tuannya, sehingga ia tidak punya kesempatan untuk mengasuh anak kecil.3

3. Yang Berhak Dalam Hadhanah


Para Ulama’ berbeda pendapat tentang siapa yang berhak terhadap Hadhanah,
apakah yang berhak itu Hadhin atau Mahdhun (anak). Sebagian pengikut
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa Hadhanah itu merupakan hak anak,
sedangkan menurut Syafi;i, Ahmad, dan sebagian pengikut Madzhab Maliki
berpendapat bahwa yang berhak terhadap Hadhanah itu adalah Hadhin.
Jika memerhatikan maksud ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist, maka dapat
dipahami bahwa, Hadhanah itu disamping hak Hadhin, Hadhanah juga merupakan
hak Mahdhun (anak). Dari itu Hadhin berhak mendapatkan pahala dari anaknya
meskipun ia telah meninggal dunia, jika ia berhasil mendidik anaknya menjadi
orang yang taqwa dikemudian hari.
Dasarnya adalah Hadist sbegai berikut;
‫صببدقةجاريةاوعلم ينتفبع ببه‬.‫اذامبان السببنان إلفتطبع عملببه إلمبن ثلثا‬:‫قال رسول ا صلى ا عليه وسبلم‬
(‫وولدصابح يدعواله )رواه مسلم‬

3 Sayyid Sabid, Fiqih Sunnah, vol 8, (Bandung, PT.Al-Ma’arif, 1980), hlm.,179-184

4
Rasululla SAW. Bersabda “apabila seorang manusia meninggal dunia
putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, pahala dari shadaqah jariyah, atau
pahala dari ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang selalu
mendoakan”(HR. Muslim).4
Dasar urutan orang yang berhak melakukan Hadhanah dari empat Madhab
adalah;

Kalangan Madzhab Syafi’i


berpendapat bahwa hak anak asuh dimulai dari
Ibu kandung.
Nenek dari pihak ibu.
Nenek dari pihak ayah.
Saudara perempuan.
Bibi dari pihak ibu.
Anak perempuan dari saudara laki-laki.
Anak perempuan dari saudara perempuan.
Bibi dari pihak ayah.5

Kalangan Madzhab Hanafi


berpendapat bahwa orang yang palin berhak mengasuh anak adalah
Ibu kandungnya sendiri.
Nenek dari pihak ibu.
Nenek dari pihak ayah.
Saudara perempuan (kakak perempuan).
Bibi dari pihak ibu.
Anak perempuan saudara perempuan.
Anak perempuan saudara laki-laki.
Bibi dari pihak ayah.

Kalangan Madzhab Maliki


4 Ibid hlm., 222-223
5 Ibid hlm.,220

5
berpendapat bahwa urutan hak anak asuh dimulai dari
Ibu kandung.
Nenek dari pihak ibu.
Bibi dari pihak ibu.
Nenek dari pihak ayah.
Saudara perempuan.
Bibi dari pihak ayah.
Anak perempuan dari saudara laki-laki.
Penerima wasiat.
Dan kerabat lain (ashabah) yang lebih utama.

Kalangan Madzhab Hanbali


Ibu kandung.
Nenek dari pihak ibu.
Kakek dan ibu kakek.
Bibi dari kedua orang tua.
Saudara Perempuan Se Ibu.
Saudara perempuan seayah.
Bibi dari ibu kedua orangtua.
Bibinya ibu.
Bibinya ayah.
Bibinya ibu dari jalur ibu.
Bibinya ayah dari jalur ibu.
Bibinya ayah dari pihak ayah.
Anak perempuan dari saudara laki-laki.
Anak perempuan dari paman ayah dari pihak ayah.
Kemudian kalangan kerabat dari urutan yang paling dekat.
Urutan yang berhak dalam Hadhanah ini memang lebih dekat kepada
seorang ibu atau wanita berdasarkan sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh
Abu Dawud dan Hakim, yang bercerita bahwa seorang wanita telah datang

6
mengadukan masalahnya kepada Rasulullah SAW. Perempuan itu berkata, “saya
telah diceraikan oleh suami saya, dan anak saya akan diceraikannya dari saya.”
Sabda Rasulullah SAW. Kepada perempuan itu ;
(‫انت احق به مالم تنكحي )رواه ابوداودوالحاكم‬
“engkaulah yang lebih berhak untuk mendidik anakmu selama engkau belum
menikah dengan dengan orang lain.” (riwayat abu dawud dan hakim).6
Dan kenapa pengasuhan anak lebih di utamatan adalah seorang ibu, ini
didasarkan pada Hadits Nabi yang berbunyi:
.‫الما اعطف والطف وارحم واحني واخيروارأاف وهي احق بولدها‬
“ibu lebih lembut kepada anaknya, lebih halus, lebih pemurah, lebih baik dan
lebih penyayang. Ia lebih berhak atas anaknya selama ia masih belom menikah
dengan laki-laki lain.7

4. Masa Hadhanah
Dalam masalah masa atau waktu ini dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan secara
jelas, hanya saja terdapat isyarat-isyarat yang menerangkan ayat tersebut,
sehingga para Ulama’ berijtihad sendri-sendiri dalam menetapkan dengan
berpedoman kepada isyarat itu. Seperti menurut Imam Hanafi, masa Hadhanah
anak laki-laki berakhir ketika anak itu tidak lagi memerlukan penjagaan dan dapat
mengurus keperluannya sehari-hari, seperti makan, minum, mengatur pakaian,
dan lain sebagainya. Sedangkan untuk perempuan berakhir apabila sudah baligh
atau telah datang haid pertama.
Sedangkan pengikut pada generasi akhir menetapkan bahwa masa Hadhanah
itu berakhir umur 19 tahun bagi anak laki-laki. Dan 11 tahun umtuk seorang
perempuan.
Menurut Imam Syafi’i berpendapat bahwa masa Hadhanah itu berakhir setelah
anak itu sudah Mumayyiz, yakni berumur 5 tahun dan 6 tahun. Dengan berdasar
pada Hadits:
‫ خيرغلمابين ابيه وامه كماخيربنتابين ابيهاوامها‬:‫قال رسول ا صلى ا عليه وسلم‬

6 H.Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, cet 27, (Bandung, sinar Baru Al Gensindo, 1986),
hlm.,426
7 Ibid hlm.,219

7
Rasulullah SAW bersabda:”anak ditetapkan antara bapak dan ibunya
sebagaimana anak(anak yang belum mumayyiz) perempuan ditetapkan antara ibu
bapakbya.
Akan tetapi menurut undang-undang mesir tidak ada masalah dalam masa
Hadhanah selagi anak tersebut berada di antara ibu bapaknya, hanya saja masa
Hadhanah itu terjadi apabila terjadi perceraian dan terdapat perbedaan pendapat
antara keduanya, maka masa Hadhanah diserahkan kepada kebijakan hakim
dengan ketentuan minimal 7 tahun dan maksimak 9 tahu, akan tetapi meskipun
demikan kemaslahatan anak itu lebih diutamakan.8
Lain halnya dengan batas hadhanah menurut KHI pasal 98 yang menjelaskan
bahwa batas usia berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak itu
tidak cacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.9

5. Upah Hadhanah
Seorang ibu tidak berhak menerima upah Hadhanah dan menyusui, selama
ia masih menjadi istri dari ayah anak kecil itu, atau selama masih dalam masa
Iddah. Karena dalam keadaan tersebut ia masih mempunyai nafkah sebagai istri
atau nafkah masa Iddah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-
Baqarah ayat 233:
‫وعلببى المولببودله رزقهببن وكسببوتهني‬.‫والوالدت يرضعن اولد هن حولين كاملين لمن اراد ان يتم الرضبباعة‬
(233:‫)البقرة‬.‫بالمعروف‬
Artinya : para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama 2 tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf. (QS. AL-
Baqarah: 233).10
Adapun sesudah masa Iddahnya, maka ia berhak atas upah itu seperti
haknya kepada upah menyusui, Allah SWT, berfirman dalam surat At-Thalaq ayat
6:

8 Ibid hlm.,224-225
9 Rofiq Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998),
hlm., 235
10 Ibid hlm.,184-185

8
(6:‫ )الطلقا‬.‫فاتوهن اجورهن وأاتمروابينكم بمعروف وان تعاسرتم فسترضع له اخرى‬
Artinya: maka berikanlah upah kepada merreka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik, dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan anak itu, untuknya.
(QS. AT-Thalaq).11
Karena wanita yang sudah sampai masa Iddahnya, disamakan dengan seorang
yang bekerja untuk orang lainnya, dan ayah dari anak itu berkewajiban untuk
membayar upah tersebut.

B. Definisi Radha'ah
Radha'ah adalah penyusuan/menyusui bayi yang dilakukan oleh
perempuan selain ibu kandung. Hal ini terjadi karena banyak faktor. Seperti ibu
asli bayi tidak keluar ASI atau tidak mau menyusui atau ibu asli bayi
meninggal dunia atau memiliki penyakit yang menular sehingga dikuatirkan
menular ke anaknya apabila memaksa menyusui bayinya, dan lain sebagainya.

Radha'ah memiliki akibat hukum dalam Islam. Yakni, terjadinya hubungan


mahram antara bayi (radhi') dan ibu yang menyusui (murdhi'ah) serta anak-
anaknya ibu yang menyusui.

1.Dalil Radha'ah (Menyusui/Penyusuan)


Dalil-dalil yang berakaitan dengan radha'ah adalah sebagai berikut:
A. Dalil Quran :

1. QS Al-Baqarah 2:233
‫وإفنعأمردتت مأن تمستترفضعووااأمولمدركم فممل جمناح علميركم إفمذا سلممتم مما ءاتمتيتم فبالعمعرو ف‬
‫ف‬ ‫م عر م ع ر‬ ‫ر م م ع ع م عر‬ ‫عمع ر ع ع‬ ‫م م ع‬

11 Ibid hlm.,226

9
Artinya: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak
ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut.

2. QS An-Nisâ’ 4:23

‫ت‬ ‫ت معلمعيركعم أرملهترركعم موبمتمناترركعم موأممخلوترركعم مومعلممترركعم مولخ ل ترركعم موبمتمنا ر‬


‫ت اعلمفخ موبمتنمتتا ر‬ ‫رحرمم ع‬
‫ضععنمركعم موأممخلوترركم رممن المرلضمعفة‬ ‫لف‬ ‫اعلرخ ف‬
‫ت موأرملهترركرم المت أمعر م‬ ‫ع‬
Artinya : Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramuyang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan;

3. QS. Al - Hajj 22:2

(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua
wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah
kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam
keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab
Allah itu sangat kerasnya.

4. QS al-Qashash 28:12

Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang


mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: "Maukah
kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya
untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?".

10
5. QS ath-Thalaq 65:6

dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain bolehmenyusukan


(anak itu) untuknya.

B. Dalil Hadits :

1. Hadits Bukhari: ‫إن الرضاعة تحرم ما تحرمه الولداة‬. Mahram radha'ah sama
dengan mahram karena kelahiran.

2. Hadits Bukhari: ‫يحرم من الرضاعة ما يحرم من النسب‬. Mahram radha'ah sama


dengan mahram karena kekerabatan (nasab).

2. Syarat Radha'ah (Menyusui/Penyusuan)


1. Adanya air susu manusia (‫)لبن الدامية‬.

2. Air susu itu masuk ke dalam perut (bayi) (‫)وصول إلي جوف طفل‬

3. Bayi tersebut belum berusia dua tahun (‫)داون الحولين‬

3. Rukun Radha'ah (Menyusui/Penyusuan)


1. Anak yang menyusu (‫)ألرضيع‬

2. Perempuan yang menyusui (‫)المرضعة‬

3. Kadar air susu (‫ )مقدار اللبن‬minimal yaitu 3 isapan. Berdasarkan Hadits


Muslim dan Ahmad Nabi bersabda:

‫عن يأأم يالفضل يقالت يدخل يأأعراب يعل ينب يا يصل يا يعليه يو يسل يوهو يف يبيت يفقال يي ينب ي‬
‫ا يإان يكنت يل يامرأأة يفتوجت يعليا يأأخرى يفزعت يامرأأت ياألول يأأنا يأأرضعت يامرأأت يالدحث ي‬
‫ يل يترم ياإلملجاة يواإلملجتان‬:‫ يرضعة يأأو يرضعتي يفقال ينب يا يصل يا يعليه يو يسل ي‬

Dari Ummu Fadhl Mengatakan bahwa “Seorang Arab pedalaman datang kepada

11
Nabi yang ketika itu beliau ada dirumahku, lalu orang itu berkata, “Wahai Nabi!
Saya mempunyai seorang isteri, lalu saya menikah lagi. Kemudian Isteri ku yang
meyakini bahwa dia pernah menyusui isteriku yang muda dengan sekali atau dua
kali susuan?.” Nabi SAW bersabda: “ Sekali hisapan dan Dua kali Hisapan
tidaklah menjadikan mahram.”

4. Hukum Menyusui
1. Imam Malik RA: Wajib bagi seorang ibu menyusui anaknya jika:

a. Dia masih berstatus sebagai isteri;

b. Si anak tidak mau menyusu kepada selain ibunya;

c. Tidak ada ayahnya.

Adapun bagi wanita yang telah dicerai ba`in maka tidak ada kewajiban
menyusui, kalau pun terpaksa dia menyusui, maka dia berhak mendapatkan
upah atas apa yang telah dia kerjakan.
2. Mayoritas Ulama: Sunnah bagi seorang ibu menyusui anaknya, kecuali dalam
kondisi tertentu seperti jika

a. Anak tersebut tidak mau menyusu kepada selain ibunya atau suaminya
tidak mampu untuk membayar biaya penyusuan anaknya

b. Mampu namun tidak ada orang yang mau menyusui anaknya. Dalam
kondisi pengecualian tersebut maka hukum menyusui anak adalah wajib.

5. Mahram Sebab Radha'ah (Menyusui/Penyusuan)


Apabila terjadi radha'ah (persusuan) yang memenuhi syarat, maka terjadilah
hukum mahram (haram dinikah) antara bayi dan ibu yang menyusui
(murdhi'ah) dan keluarga dekat murdhi'ah sebagaimana mahram sebab nasab
(kekerabatan).

12
ibu yang menyusui (murdhi'ah) tidak ada hubungan mahram dengan
keluarga bayi yang disusui. Hanya si bayi (radhi') yang ada hubungan mahram
dengan seluruh keluarga dekat ibu susuan (murdhi'ah).

Yang mahram sebab radha`ah, rinciannya sebagai berikut:


1. Perempuan yang menyusui (murdhi'ah)
2. Suami ibu susuan
3. Ibu bapa dari murdhi'ah/ibu susuan
4. Ibu bapa dari suami ibu susuan
5. Adik beradik dari ibu susuan
6. Adik beradik dari bapa susuan
7. Anak-anak dari ibu dan bapa susuan
8. Anak-anak dari ibu susuan
10. Anak-anak dari bapa susuan.
Untuk mahram sebab kekerabatan lihat: Mahram Muhrim dalam Islam

6. Manfaat radha`ah
Manfaat untuk anak :
ASI menyediakan nutrisi lengkap bagi bayi, ASI mengandug protein,
mineral, air, lemak, serta laktosa. ASI memberikan seluruh kebutuhan nutrisi
dan energiselama 1 bulan pertama, separuhatau lebih nutrisi selama 6 bulan
kedua dalam tahun pertama dan 1/3 nutrisi atau lebih selama setahun kedua.
ASI juga menyediakan perlindungan terhadap infeksi dan penyembuhan yang
lebih cepat dari infeksi. Immunoglobulin A terdapat jumlah yang banyak
didalam kolostrum sehingga memberikan bayi tersebut kekebalan tubuh pasif
terhadap infeksi, terdapat faktor bifidus didalam air susu ibu yang
menyebabkan pertumbuhan dari lactobacillus bifidus yang terdapat
menurunkan kumpulan bakteri pathogen ( menyebabkan penyakit pada
anusia ) penyebab diare.

13
Berdasarkan penelitian dinegara maju, ASI dapat menurunkan angka infeksi
saluran pernapasan bawah, otitis media ( infeksi pada telinga tengah ).
Meningitis bakteri ( radang selaput otak ),
Infeksi saluran kemih, diare, dan necrotizing entercolitis. Karena protein
yang terdapat pada ASI adalah protein yang spesifik untuk manusia, maka
pengebalan lebih lama terhadap protein asing atau protein lain yang terdapat
disalam susu formula, dapat mengrangi dan memperlambat terjadinya energi.

Manfaat untuk ibu :


Hormon oksitosin dilepaskan selama menyusui yang menyebabkan
peningkatan kontrak rahim, mencegah involusi rahim dan menurubkan angka
kejadian pendarahan setelah melahirkan. Wanita yang menyusui menurunkan
angka kanker indung telur dan kanker payudara setelah menopause sesuai
dengan lamanya waktu dia menyusui. Wanita yang menyusui juga dapat
mengurangi angka kejadian osteoporosis dan patah tulang punggung setelah
menopause, serta menurunkan kejadian obesitas karena kehamilan. Menyusui
dapat menciptakan ikatan ibu dengan bayi yang juga dapat mengurangi biaya
dibandingkan dengan pemakai susu formula. Menyusui memperlabat ovulasi
( keluar dan matang sel telur ) setelah melahirkan sehingga menjadi suatu
bentuk KB alamiah.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Anak adalah seorang yang wajib untuk dilindungi dari segala yang dapat
menyulitkan dirinya, untuk dapat memberikan suatu kebaikan yang dilakukna
oleh kedua orang tuanya, dan dengan adanya Hadhanah sangat penting kiranya
Hadhanah ini diserahkan kepada pihak ibu, karena Hadhanah ini merupaka
pekerjaan yang membutuhkan sangat tanggung jawab dan ketelatenan dalam
melakukannya..
Dan kenapa sebabnya perempuan itu lebih berhak daripada laki-laki, karena
perempuan lebih pantas dalam hal urusan ini. Lebih pandai, lebih sabar dan lebih
cinta kepada anak-anaknya, sesuai dengan sabda-sabda Nabi yang telah dijelaskan
diatas. Dan semua yang tersebut diatas adalah apabila anak itu belum baligh yaitu
umur 15 tahun, apabila ia sudah baligh, maka lebih baik segala urusannya
diserahkan kepada dirinya sendiri.
Radha'ah adalah penyusuan/menyusui bayi yang dilakukan oleh
perempuan selain ibu kandung. Hal ini terjadi karena banyak faktor. Seperti ibu
asli bayi tidak keluar ASI atau tidak mau menyusui atau ibu asli bayi
meninggal dunia atau memiliki penyakit yang menular sehingga dikuatirkan
menular ke anaknya apabila memaksa menyusui bayinya, dan lain sebagainya.

Dalil-dalil yang berakaitan dengan radha'ah adalah sebagai berikut:


A. Dalil Quran : B. Dalil Hadits :

- QS Al-Baqarah 2:233 1. Hadits Bukhari


- QS An-Nisâ’ 4:23
- QS al-Qashash 28:12
- QS. Al - Hajj 22:2

15
- QS ath-Thalaq 65:6

Hukum Menyusui :
1. Imam Malik RA: Wajib bagi seorang ibu menyusui anaknya jika:
 Dia masih berstatus sebagai isteri
 Si anak tidak mau menyusu kepada selain ibunya
 Tidak ada ayahnya.
Adapun bagi wanita yang telah dicerai ba`in maka tidak ada kewajiban
menyusui, kalau pun terpaksa dia menyusui, maka dia berhak
mendapatkan upah atas apa yang telah dia kerjakan.

2. Mayoritas Ulama: Sunnah bagi seorang ibu menyusui anaknya, kecuali


dalam kondisi tertentu seperti jika
 Anak tersebut tidak mau menyusu kepada selain ibunya atau suaminya
tidak mampu untuk membayar biaya penyusuan anaknya
 Mampu namun tidak ada orang yang mau menyusui anaknya. Dalam
kondisi pengecualian tersebut maka hukum menyusui anak adalah
wajib.

Manfaat ASI :
ASI menyediakan nutrisi lengkap bagi bayi, selain itu bermanfaat pula
pada ibu yaitu hormon oksitosin dilepaskan selama menyusui yang
menyebabkan peningkatan kontrak rahim, mencegah involusi rahim dan
menurubkan angka kejadian pendarahan setelah melahirkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid,Sulaiman H : Fiqh Islam, Sinar Baru, Algensindo, 1994


Prof, Dr, H M A Tihami, dan Drs Sohari, MM M.H :Fikih Munakahat,
Raja wali Pers, Jakarta 2010
Sabiq, Sayid: Fiqh Sunnah, Jilid 8, PT Al Ma’arif, Bandung 1980
Rafiq, Ahmad ; Hukum Islam Di Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta 1998

Iskan, Dani. (2013). Menyusui dalam pandangan islam. Tersedia [ online ]


http://www.obatalamikolesterol.com/tag/menyusui-menurut-pandangan-islam/,
Selasa 8 Juni 2015 pukul 12.46 WIB.

Suparyanto.(2012). Konsep dasar dalam menyusui. Tersedia [online] http://dr-


suparyanto.blogspot.com/2012/02/konsep-dasar-menyusui-bayi.html, Senin 7 Juni
2015 pukul 16.02 WIB.

Syfa, Anissa. (2010). Keperawatan. Tersedia [online]


http://keperawatanreligionsrikandipuspaamandaty.wordpress.com/2010/12/17/bay
i-tabung-dalam-pandangan-islam/, Senin 7 Juni 2015 pukul 19.04 WIB.

17

Anda mungkin juga menyukai