Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu asas perkawinan yang disyari'atkan adalah perkawinan untuk
selama-lamanya yang diliputi oleh rasa kasih sayang dan saling mencintai.
Dalam sebuah perkawinan kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan
yang diharapkan semua manusia, dan semua itu akan terasa disaat sebuah
keluarga menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan hak masing-masing
baik suami ataupun isteri dalam sebuah keluarga.

Melaksanakan kehidupan suami isteri kemungkinan terjadi salah paham


antara keduanya, ataupun tidak saling mempercayai antara suami isteri
tersebut. Keadaan itu adakalanya dapat diselesaikan sehingga hubungan suami
isteri baik kembali dan adakalanya tidak dapat di selesaikan atau didamaikan,
bahkan kadang-kadang menimbulkan kebencian, pertengkaran yang terus
menerus antara keduanya, hal tersebut bisa terjadi karena peran dan fungsi
mereka khususnya bagi suami ataupun isteri sudah tidak melaksanakan apa
yang menjadi tanggung jawab mereka masing-masing.

B. Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud syiqaq ?
 Apa akibat pembatalan perkawinan ?
 Apa akibat putusnya perkawinan ?
 Apa yang dimaksud dengan Dhaman ?
 Apa yang dimaksud dengan Wadhi’ah ?
C. Tujuan Pembahasan
 Untuk mengetahui ‘Ariyah
 Untuk mengetahui Dhaman
 Untuk mengetahui Wadhi’ah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Syiqaq
1. Pengertian Syiqaq
Kata Syiqaq berasal dari bahasa arab ”al-syaqq” yang berarti sisi,
perselisihan (al-khilaf), perpecahan, permusuhan (al-adawah), pertentangan
atau persengketaan. Syiqaq secara bahasa berarti perselisihan, percekcokan,
dan permusuhan. Perselisihan yang berkepanjangan dan meruncing antara
suami dan istri. Menurut istilah adalah perselisihan antara suami dan istri
yang menyebabkan keretakan hubungan antara suami istri yang didamaikan
oleh dua orang hakam. Syiqaq merupakan perselisihan yang terjadi pada
kedua belah pihak suami dan istri secara bersama-sama.1

Untuk mengatasi kemelut rumah tangga yang meruncing antara suami


dan istri agama Islam memerintahkan agar diutuskan dua orang hakam (juru
damai). Pengutusan hakam ini bermaksud untuk menelusuri sebab-sebab
terjadinya syiqaq dan berusaha mencari jalan keluar guna memberikan
penyelesaian terhadap kemelut rumah tangga yang dihadapi oleh kedua
suami istri tersebut.2

2. Dasar Hukum Syiqaq

‫َّللاُ بَ ْي َن ُه َما ۗ إِ هن‬


‫ق ه‬ ْ ِ‫َوإِ ْن ِخ ْفت ُ ْم ِشقَاقَ بَ ْينِ ِه َما فَا ْبعَثُوا َح َك ًما ِم ْن أ َ ْه ِل ِه َو َح َك ًما ِم ْن أَ ْه ِل َها إِ ْن ي ُِريدَا إ‬
ِ ِ‫ص ََل ًحا ي َُوف‬
ً ِ‫َّللاَ َكانَ َع ِلي ًما َخب‬
‫يرا‬ ‫ه‬

Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,


maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri

1
http://repository.uin-suska.ac.id/7325/4/BAB%20III.pdf
2
Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 1997), hlm.1708

2
itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S.
An-Nisa: 35)3

Berdasarkan firman Allah SWT tersebut, jika terjadi kasus syiqaq


antara suami istri, maka diutus seorang hakam dari pihak suami dan seorang
hakam dari pihak isteri untuk mengadakan penelitian dan penyelidikan
tentang sebab musabab tentang terjadinya syiqaq serta berusaha
mendamaikannya. Atau mengambil prakarsa putusnya perkawinan kalau
sekiranya jalan inilah yang sebaik-baiknya.4

Mengenai masalah kewenangan yang dimiliki oleh kedua hakam, para


ulama' berselisih pendapat bahwa tugas kedua hakam tersebut hanya sebagai
juru damai saja, bukan berwenang untuk menceraikan ikatan perkawinan.
Sedang menurut pendapat Imam Maliki karena keduanya telah ditunjuk oleh
pengadilan agama, kedua hakam tersebut juga mempunyai kewenangan
dimana kekuasaannya sebagaimana yang dimiliki oleh pengadilan agama,
yaitu berwenang untuk menceraikannya, baik dalam bentuk memaksakan
untuk perceraian dalam bentuk talak ataupun dalam bentuk Khulu' (talak
tebus).5

3. Bentuk-Bentuk Syiqaq
a. Istri tidak memenuhi kewajiban suami.
Standar utama mencapai keharmonisan dan cinta kasih serta sayang
adalah kepatuhan istri dalam rumah tangganya. Allah menggambarkan
perempuan yang sholeh dengan perempuan yang patuh terhadap
suaminya serta menjadi wali bagi suaminya. Dalam hal ini seorang istri
harus menta’ati perintah dari seorang suami, asalkan perintah tersebut
tidak melenceng dari jalan Islam.
b. Tidak memuaskan hasrat seksual suami, melakukan pisah ranjang
dan menolak untuk menanggapi panggilannya.

3
https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-35
4
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm.41
5
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam, (Jakarta: PT Karya Unipress, 1974), hlm.78

3
Seks adalah kebutuhan pria dan wanita, karena itu para istri adalah
pakaian bagi kamu (suami) dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.8
Hubungan seks dalam rumah tangga ternyata bukan sebatas sarana
melainkan sebagai satu tujuan. Terpenting yang harus dijaga oleh kaum
perempuan agar kepuasan seks suaminya tetap terjaga. Dari ungkapan itu
istri wajib memuaskan seks suami selagi masih dalam batas-batas
kewajaran dan tidak menyalahi hukum syariat Islam. Istri wajib
memenuhi tugas seksualnya terhadap suami. Istri tidak boleh menolak
kecuali karena alasan-alasan yang dapat diterima atau dilarang hukum.
c. Keluar dari rumah tanpa seizin suami atau tanpa hak syar’i.
Keluarnya istri dari rumah tanpa seijin suami walaupun untuk
menjenguk orang tua adalah merupakan kedurhakaan istri terhadap
suami, karena hal itu bisa menyebabkan kerusakan dan kehancuran
rumah tangga.
d. Tidak mampu mengatur keuangan.
Disamping istri wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya, istri
juga wajib memelihara harta suaminya. Dengan kata lain tidak boros,
berlaku hemat demi masa depan anak-anaknya dan belanja secukupnya
tidak hura-hura. Kalau istri boros, itu merupakan kesalahan istri dalam
mengatur keuangan keluarga, karena hal itu sama halnya dengan seorang
istri yang tidak dapat menjaga harta kekayaan suami yangdipercayakan
kepadanya. Bila hal ini dilakukan terus maka akan mengakibatkan
munculnya keretakan dalam rumah tangga.
e. Meninggalkan kewajiban-kewajiban agama atau sebagainya.
Suami atau istri tidak menjalankan kewajiban dalam tuntutan agama
seperti shalat, puasa, dan zakat serta kewajiban yang lain.
f. Seorang Suami tidak memenuhi kewajiban istri.
Dalam rumah tangga tidak hanya istri yang selalu memenuhi
kewajibannya sebagai istri, suami pun harus memenuhi kewajibannya
sebagai suami terhadap istri. Karena kedua belah pihak sudah melakukan

4
ikatan pernikahan. Maka kedua-duanya harus menjalankan kewajibannya
masing-masing.
g. Ketidakmampuan suami menafkahi keluarganya.
Setiap suami harus memahami bahwa istri adalah amanah yang
dibebankan di pundak suami dan merupakan keharusan baginya untuk
memberikan nafkah sejauh kemampuannya. Suami harus memberikan
nafkah lahir batin pada istrinya dengan kemampuannya, suami memberi
makan, minum dan pakaian serta menggaulinya dengan sebaik mungkin
dan dengan kemampuannya asalkan tidak menzalimi istrinya.
h. Suami tidak pengertian kepada istri.
Banyak sang suami yang tidak mengetahui gangguan-gangguan
kodrati yang dialami istri, seperti sedang hamil, haid, nifas, dan lainlain.
Apalagi disaat istri sedang mengidam sang suami harus pengertian pada
sang istri. Mengidam adalah keinginan sang istri yang sangat mendesak
terhadap sesuatu disaat dalam keadaan hamil. Boleh jadi mengidam itu
diingini oleh semangat ketidaksukaannya terhadap sesuatu, sehingga ia
tidak bisa melihat atau menciumnya, kadang juga membenci sang suami
dan rumah. Dalam keadaan ini suami istri harus mengerti kondisi yang
dialami sang istri.6
4. Sebab-Sebab Syiqaq

Sebab-sebab terjadinya syiqaq antara lain, adanya kemungkinan


timbulnya kasus dimana suami dipenjarakan seumur hidup dalam jangka
waktu yang lama atau dia hilang dan tidak diperoleh kabar apapun
tentangnya. Sehingga tidak bisa memberi nafkan kepada isterinya, maka
dalam keadaan demikian dapat terjadi syiqaq. Jika seorang istrinya
menginginkan perceraian, tetapi jika tidak, maka ikatan perkawinan itu tetap
berlangsuang. Apabila salah seorang dari pasangan itu murtad, keluar dari
Islam, maka secara hukum perkawinan itu dapat dipisahkan dengan
perceraian. Tetapi berdasarkan pendapat para ulama' lain, perkawinan itu

6
http://repository.uin-suska.ac.id/7325/4/BAB%20III.pdf

5
secara otomatis ada perceraian. Sedangkan jika suatu pasangan itu bukan
muslim, lalu memeluk Islam, maka perkawinan mereka dapat diteruskan.
Namun apabila hanya seorang dari mereka yang menerima Islam, maka
perkawinannya dapat dipisahkan walau tanpa perceraian.

Bila isteri yang memeluk Islam kalau perkawinannya batal dan dia
mulai melakukan masa iddah, kemudian andaikan mantan suaminya ikut
memeluk Islam sesama masa iddahnya itu, maka suaminya lah yang berhak
menikahinya, jika suaminya memeluk Islam, sedangkan isterinya seorang
Nasarani, maka suaminya boleh mengizinkan isteriya untuk tetap menganut
agamanya. Tetapi bila suaminya menerima Islam sedangkan isterinya Tuang
Sihir, akan tetapi seorang isteri tersebut segera memeluk Islam mengikuti
suaminya, maka mereka dapat terus berdampingan sebagai suami isteri.
namun apabila wanitanya tidak menerima Islam, maka segera saja
pernikahan mereka bubar

Syiqaq atau biasanya di sebut perselisihan yang tajam dan terus


menerus antara suami istri sehingga pernikahan tidak dapat dipertahankan
lagi. Alasan mengapa syiqaq ini banyak terjadi menurut hukum Islam dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah karena komulasi dari
permasalahan-permasalahan yang ada dirumah tangga, adanya perbedaan
watak yang amat sukar dipertemukan, masing-masing suami istri bertahan
pada pada wataknya, sama-sama tidak mau mengalah sehingga kehidupan
rumah tangga penuh dengan ketegangan-ketegangan yang tidak kunjung
reda.7

B. Akibat Pembatalan Pernikahan


Sehubungan dengan sahnya perkawinan, selain harus memenuhi syarat-
syarat dan rukun perkawinan, perlu diperhatikan juga ketentuan-ketentuan
yang ada dalam hukum perkawinan islam. Apabila di kemudian hari ditemukan
penyimpangan terhadap syarat, rukun sah, serta ketentuan-ketentuan yang ada

7
http://dokumengolum.blogspot.com/2011/06/pengertian-syiqoq.html

6
dalam perkawinan maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Batalnya
perkawinan menjadikan ikatan perkawinan yang telah ada menjadi putus. Ini
berarti bahwa perkawinan tersebut dianggap tidak ada bahkan tidak pernah ada,
dan suami istri yang perkawinannya dibatalkan di anggap tidak pernah kawin
sebagai suami istri.

Di dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan


dengan tegas : “Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak
memenuhi syaratsyarat untuk melangsungkan perkawinan.” Di dalam
penjelasannya kata “dapat” dalam pasal ini bisa diartikan bisa batal atau bisa
tidak batal, bilamana menurut ketentuan agamanya masing-masing tidak
menentukan lain. Perkawinan dapat dibatalkan berarti sebelumnya telah terjadi
perkawinan lalu dibatalkan karena adanya pelanggaran terhadap aturan-aturan
tertentu.

Pembatalan perkawinan membawa akibat yang lebih jauh, tidak hanya


terhadap suami istri tetapi juga terhadap anak, kekayaan, dan pihak-pihak yang
berkepentingan hukum terhadap perkawinan mereka, maka masalah
pembatalan perkawinan adalah wewenang dari suatu pengadilan, yang bagi
masyarakat yang beragama Islam di Indonesia wewenang dari Pengadilan
Agama hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya pembatalan perkawinan oleh instansi di luar pengadilan.8
C. Fasakh
1. Pengertian Fasakh
Fasakh artinya putus atau batal. Yang dimaksud memfasakh akad nikah
adalah memutuskan dan membatalkan ikatan hubungan antara suami dan
istri.
Menurut Amin Syarifuddin, fasakh berarti putusnya perkawinan atas
kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada

8
http://eprints.undip.ac.id/17355/1/ELISA_ADHAYANA.pdf

7
suami dan/atau pada isteri yang menandakan tidak dapatnya hubungan
perkawinan itu dilanjutkan.9
2. Syarat-Syarat Fasakh
a. Fasakh (batalnya perkawinan), karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi
ketika akad nikah.
1) Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istrinya adalah saudara
kandung atau saudara sesusuan pihak suami,
2) Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayah
atau datuknya. Kemudian setelah dewasa, ia berhak memutuskan
untuk meneruskan atau mengakhiri perkawinannya.
b. Fasakh karena hal-hal yang datang setelah akad.
1) Bila salah seorang dari suami istri murtad atau keluar dari agama
islam dan tidak mau kembali sama sekali ke agama Islam,
2) Jika suami yang tadinya kafir masuk islam, tetapi istri masih tetap
dalam kekafirannya yaitu tetap menjadi musyrik, maka akadnya batal
(Fasakh).10
3. Dasar Hukum Fasakh
Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh, tidak disuruh
dan tidak pula dilarang; namun bila melihat kepada keadaan dan bentuk
tertentu hukumnya sesuai dengan keadaan dan bentuk tertentu. Allah Swt.
berfirman:

‫ارا‬
ً ‫ض َر‬ ِ ‫س ِر ُحوه هُن بِ َم ْع ُروفٍ ۚ َو ََل ت ُ ْم ِس ُكوه هُن‬ َ ‫سا َء فَبَلَ ْغنَ أَ َجلَ ُه هن فَأ َ ْم ِس ُكوه هُن ِب َم ْع ُروفٍ أ َ ْو‬
َ ِ‫طله ْقت ُ ُم الن‬
َ ‫َوإِذَا‬
‫َّللاِ َعلَ ْي ُك ْم َو َما أ َ ْنزَ َل‬
‫َّللاِ ه ُُز ًوا ۚ َواذْ ُك ُروا نِ ْع َمتَ ه‬
‫ت ه‬ ِ ‫سهُ ۚ َو ََل تَت ه ِخذُوا آيَا‬ َ ْ‫ِلت َ ْعتَد ُوا ۚ َو َم ْن َي ْفعَ ْل َٰذَلِكَ فَقَد‬
َ ‫ظلَ َم نَ ْف‬
‫ش ْيءٍ َع ِليم‬ ‫َّللاَ َوا ْعلَ ُموا أ َ هن ه‬
َ ‫َّللاَ ِب ُك ِل‬ ‫ظ ُك ْم ِب ِه ۚ َواتهقُوا ه‬ ُ ‫ب َو ْال ِح ْك َم ِة يَ ِع‬
ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم ِمنَ ْال ِكت َا‬

9
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.197
10
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.142

8
Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati
akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu
rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu
menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-
hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As
Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang
diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah
bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah:
231)

4. Pelaksanaan Fasakh
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas, dan
dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan putusan
pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih saudara kandung,
saudara susuan, dan sebaginya.

Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti berikut, maka pelaksanaanya adalah:

a. Jika suami tidak memberi nafkah bukan karena kemiskinannya sedang


hakim telah pula memaksa ia untuk itu. Dalam hal ini hendaklah
diadukan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, seperti: Qadi
nikah di Pengadilan Agama, supaya yang berwenang dapat
menyelesaikannya sebagaimana mestinya.
b. Setelah hakim memberi janji kepadanya sekurang-kurangnya tigan hari
mulai dari hari istri mengadu. Bila masa perjanjiann itu telah habis,
sedangkan si suami tidak juga dapat menyelesaikannya, barulah hakim
memfasakhkan nikahnya. Atau dia sendiri yang memfasakhkan di muka
hakim setelah diizinkan olehnya.

9
Di Indonesia, masalah pembatalan perkawinan diatur dalam kompilasi
hukum islam sebagai berikut:

a. Seorang suami dan isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan


pernikahan apabila pernikahan dilangsungkan di bawah ancaman yeng
mwlanggar hukum.
b. Seorang suami dan istri dapat mengajukan permohonan pembatalan
pernikahan apabila pada waktu berlangsungnya pernikahan terjadi
penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isteri.
c. Apabila ancaman telah berhenti, maka bersalah sangka itu menyadari
keadaannya, dan dalam jangka waktu enam bulan setelah itu masih tetap
hidup sebagai suami isteri, dan tidak menggunakan haknya untuk
mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

Adapun yang berhak mengajukan permohonan pembatalan pernikahan


adalah:

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari
suami atau isteri.
b. Suami atau isteri
c. Pejabat yang berwenang mengatasi pelaksanaan pernikahan menurut
undang-undang.
d. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam
rukun dan syarat pernikahan menurut hukum Islam dan Peraturan
Perundang-Undangan.

Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam juga dijelaskan hal-hal sebagai


berikut:

a. Permohonan pembatalan pernikahan dapat diajukan kepada Pengadilan


Agama yang mewilayahi tempat tinggal suami atau isteri, atau tempat
pernikahan dilangsungkan.

10
b. Batalnya suatu pernikahan dimulai setelah Putusan Pengadilan Agama
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak
berlangsungnya pernikahan.11
5. Sebab-Sebab Fasakh
a. Tidak terpenuhinya syarat-syarat akad nikah, semisal seseorang yang
menikahi wanita yang ternyata adalah saudara perempuannya. Suami istri
masih kecil, dan diadakan akad nikah oleh selain ayah atau datuknya.
Kemudian setelah dewasa dia berhak meneruskan ikatan perkawinannya
yang dahulu atau mengakhirinya. Cara seperti ini disebut khiyar baligh.
Jika yang dipilih mengakhiri ikatan suamu istri, maka hal ini disebut
fasakh bailgh.
b. Munculnya masalah yang dapat merusak pernikahan dan menghalangi
tercapainya tujuan pernikahan, sebagaimana beberapa hal berikut:
1) Murtadnya salah satu dari pasangan suami istri.
2) Hilangnya suami dalam tempo waktu yang cukup lama.
3) Miskinnya seorang suami hingga tidak mampu memberi nafkah
keluarga.
4) Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang
menghambat maksud perkawinan (bersetubuh).12
6. Akibat Fasakh
Akibat hukum yang ditimbulkan akibat putusnya perkawinan secara
fasakh adalah suami tidak boleh ruju’ kepada mantan istrinya selama
istrinya masih menjalani masa iddah, hal ini disebabkan karena perceraian
yang terjadi secara fasakh ini berstatus ba’in sughra. Apabila mantan suami
dan mantan istri berkeinginan untuk melanjutkan perkawinannya kembali,
mereka harus melakukan akad nikah yang baru, baik dalam waktu mantan
istri sedang dalam masa iddah maupun setelahnya.

Akibat yang lain dari fasakh itu adalah tidak mengurangi bilangan
thalaq. Hal ini menunjukkan bahwa hak si suami untuk men-thalaq istrinya

11
http://junaedie-juns.blogspot.com/2011/01/fasakh.html
12
https://www.bacaanmadani.com/2017/09/pengertian-fasakh-dan-sebab-sebab-fasakh.html

11
maksimal adalah tiga kali, maka tidaklah berkurang dengan adanya fasakh.
Dalam bahasa sederhana, fasakh boleh terjadi bekali-kali tanpa batas.13

Pada dasarnya fasakh itu dilakukan oleh hakim atas permintaan dari
suami atau dari istri. Namun adakalanya fasakh itu terjadi dengan sendirinya
tanpa memerlukan hakim, seperti suami istri ketahuan senasab atau
sepersusuan.14

Akibat hukum yang ditimbulkan setelah terjadi fasakh adalah hukum


thalaq ba’in sughra, dimana si suami boleh melanjutkan perkawinannya
kembali dengan mantan istrinya dengan akad nikah yang baru tanpa
memerulukan muhallil, baik dalam masa iddah si istri maupun tidak.

Sebagaimana yang telah dijabarkan di atas, maka dapat ditarik


kesimpulan bahwa setelah terjadinya pemutusan perkawinan secara fasakh,
maka tidak dikenai hukum thalaq raj’i dan tidak pula dikenai thalaq bid’iy.
hal ini disebabkan karena apabila thalaq raj’i, si suami diberi hak untuk
kembali kepada istrinya tanpa melakukan nikah yang baru, sedangkan pada
fasakh, si suami boleh kembali dengan mantan istrinya harus dengan akad
yang baru.

Begitu pula halnya dengan thalaq bid’iy, yaitu thalaq yang dijatuhkan ketika
istri dalam keadaan berhadats, hal ini sebenarnya adalah hal yang dilarang
dalam agama Islam, sehingga apabila hal ini terjadi maka wajib hukumnya
bagi suami untuk ruju’ kembali dengan istrinya. Sedangkan pada fasakh,
tidak adanya ketentuan yang demikian, karena fasakh memerlukan akad
baru dalam hal melanjutkan ikatan perkawinan antara suami dan mantan
istrinya.

13
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.253
14
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.135

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

13
DAFTAR PUSTAKA

Al-jazairi, Abu bakar. 2004. Ensiklopedia Muslim, Bab 5 : Muamalah. Jakarta:


Rajagrafindo
Ghazaly, Abdul Rahman. 2010. Fiqih Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada

Helmi, Karim. 1997. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Muslich, Ahmad Wardi. 2013. Fiqih Muamalat. Jakarta: Amzah

Rasyid, Sulaiman. 2015. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Syafe'i, Rachmat. 2004. Fiqih Muamalah. Bandung: CV. Pustaka Setia


http://nailufarah.blogspot.co.id/2016/03/dhaman-menurut-al-quran.html

http://santriblogger7.blogspot.co.id/2017/01/makalah-wadiah.html

http://tugasmakalahmuamalah.blogspot.co.id/2012/07/makalah-wadiah.html

https://arienurdiansyah.wordpress.com/2012/01/03/pinjam-meminjam-ariyah-
dalam-islam/

14

Anda mungkin juga menyukai