PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu asas perkawinan yang disyari'atkan adalah perkawinan untuk
selama-lamanya yang diliputi oleh rasa kasih sayang dan saling mencintai.
Dalam sebuah perkawinan kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan
yang diharapkan semua manusia, dan semua itu akan terasa disaat sebuah
keluarga menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan hak masing-masing
baik suami ataupun isteri dalam sebuah keluarga.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud syiqaq ?
Apa akibat pembatalan perkawinan ?
Apa akibat putusnya perkawinan ?
Apa yang dimaksud dengan Dhaman ?
Apa yang dimaksud dengan Wadhi’ah ?
C. Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui ‘Ariyah
Untuk mengetahui Dhaman
Untuk mengetahui Wadhi’ah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syiqaq
1. Pengertian Syiqaq
Kata Syiqaq berasal dari bahasa arab ”al-syaqq” yang berarti sisi,
perselisihan (al-khilaf), perpecahan, permusuhan (al-adawah), pertentangan
atau persengketaan. Syiqaq secara bahasa berarti perselisihan, percekcokan,
dan permusuhan. Perselisihan yang berkepanjangan dan meruncing antara
suami dan istri. Menurut istilah adalah perselisihan antara suami dan istri
yang menyebabkan keretakan hubungan antara suami istri yang didamaikan
oleh dua orang hakam. Syiqaq merupakan perselisihan yang terjadi pada
kedua belah pihak suami dan istri secara bersama-sama.1
1
http://repository.uin-suska.ac.id/7325/4/BAB%20III.pdf
2
Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 1997), hlm.1708
2
itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S.
An-Nisa: 35)3
3. Bentuk-Bentuk Syiqaq
a. Istri tidak memenuhi kewajiban suami.
Standar utama mencapai keharmonisan dan cinta kasih serta sayang
adalah kepatuhan istri dalam rumah tangganya. Allah menggambarkan
perempuan yang sholeh dengan perempuan yang patuh terhadap
suaminya serta menjadi wali bagi suaminya. Dalam hal ini seorang istri
harus menta’ati perintah dari seorang suami, asalkan perintah tersebut
tidak melenceng dari jalan Islam.
b. Tidak memuaskan hasrat seksual suami, melakukan pisah ranjang
dan menolak untuk menanggapi panggilannya.
3
https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-35
4
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm.41
5
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam, (Jakarta: PT Karya Unipress, 1974), hlm.78
3
Seks adalah kebutuhan pria dan wanita, karena itu para istri adalah
pakaian bagi kamu (suami) dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.8
Hubungan seks dalam rumah tangga ternyata bukan sebatas sarana
melainkan sebagai satu tujuan. Terpenting yang harus dijaga oleh kaum
perempuan agar kepuasan seks suaminya tetap terjaga. Dari ungkapan itu
istri wajib memuaskan seks suami selagi masih dalam batas-batas
kewajaran dan tidak menyalahi hukum syariat Islam. Istri wajib
memenuhi tugas seksualnya terhadap suami. Istri tidak boleh menolak
kecuali karena alasan-alasan yang dapat diterima atau dilarang hukum.
c. Keluar dari rumah tanpa seizin suami atau tanpa hak syar’i.
Keluarnya istri dari rumah tanpa seijin suami walaupun untuk
menjenguk orang tua adalah merupakan kedurhakaan istri terhadap
suami, karena hal itu bisa menyebabkan kerusakan dan kehancuran
rumah tangga.
d. Tidak mampu mengatur keuangan.
Disamping istri wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya, istri
juga wajib memelihara harta suaminya. Dengan kata lain tidak boros,
berlaku hemat demi masa depan anak-anaknya dan belanja secukupnya
tidak hura-hura. Kalau istri boros, itu merupakan kesalahan istri dalam
mengatur keuangan keluarga, karena hal itu sama halnya dengan seorang
istri yang tidak dapat menjaga harta kekayaan suami yangdipercayakan
kepadanya. Bila hal ini dilakukan terus maka akan mengakibatkan
munculnya keretakan dalam rumah tangga.
e. Meninggalkan kewajiban-kewajiban agama atau sebagainya.
Suami atau istri tidak menjalankan kewajiban dalam tuntutan agama
seperti shalat, puasa, dan zakat serta kewajiban yang lain.
f. Seorang Suami tidak memenuhi kewajiban istri.
Dalam rumah tangga tidak hanya istri yang selalu memenuhi
kewajibannya sebagai istri, suami pun harus memenuhi kewajibannya
sebagai suami terhadap istri. Karena kedua belah pihak sudah melakukan
4
ikatan pernikahan. Maka kedua-duanya harus menjalankan kewajibannya
masing-masing.
g. Ketidakmampuan suami menafkahi keluarganya.
Setiap suami harus memahami bahwa istri adalah amanah yang
dibebankan di pundak suami dan merupakan keharusan baginya untuk
memberikan nafkah sejauh kemampuannya. Suami harus memberikan
nafkah lahir batin pada istrinya dengan kemampuannya, suami memberi
makan, minum dan pakaian serta menggaulinya dengan sebaik mungkin
dan dengan kemampuannya asalkan tidak menzalimi istrinya.
h. Suami tidak pengertian kepada istri.
Banyak sang suami yang tidak mengetahui gangguan-gangguan
kodrati yang dialami istri, seperti sedang hamil, haid, nifas, dan lainlain.
Apalagi disaat istri sedang mengidam sang suami harus pengertian pada
sang istri. Mengidam adalah keinginan sang istri yang sangat mendesak
terhadap sesuatu disaat dalam keadaan hamil. Boleh jadi mengidam itu
diingini oleh semangat ketidaksukaannya terhadap sesuatu, sehingga ia
tidak bisa melihat atau menciumnya, kadang juga membenci sang suami
dan rumah. Dalam keadaan ini suami istri harus mengerti kondisi yang
dialami sang istri.6
4. Sebab-Sebab Syiqaq
6
http://repository.uin-suska.ac.id/7325/4/BAB%20III.pdf
5
secara otomatis ada perceraian. Sedangkan jika suatu pasangan itu bukan
muslim, lalu memeluk Islam, maka perkawinan mereka dapat diteruskan.
Namun apabila hanya seorang dari mereka yang menerima Islam, maka
perkawinannya dapat dipisahkan walau tanpa perceraian.
Bila isteri yang memeluk Islam kalau perkawinannya batal dan dia
mulai melakukan masa iddah, kemudian andaikan mantan suaminya ikut
memeluk Islam sesama masa iddahnya itu, maka suaminya lah yang berhak
menikahinya, jika suaminya memeluk Islam, sedangkan isterinya seorang
Nasarani, maka suaminya boleh mengizinkan isteriya untuk tetap menganut
agamanya. Tetapi bila suaminya menerima Islam sedangkan isterinya Tuang
Sihir, akan tetapi seorang isteri tersebut segera memeluk Islam mengikuti
suaminya, maka mereka dapat terus berdampingan sebagai suami isteri.
namun apabila wanitanya tidak menerima Islam, maka segera saja
pernikahan mereka bubar
7
http://dokumengolum.blogspot.com/2011/06/pengertian-syiqoq.html
6
dalam perkawinan maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Batalnya
perkawinan menjadikan ikatan perkawinan yang telah ada menjadi putus. Ini
berarti bahwa perkawinan tersebut dianggap tidak ada bahkan tidak pernah ada,
dan suami istri yang perkawinannya dibatalkan di anggap tidak pernah kawin
sebagai suami istri.
8
http://eprints.undip.ac.id/17355/1/ELISA_ADHAYANA.pdf
7
suami dan/atau pada isteri yang menandakan tidak dapatnya hubungan
perkawinan itu dilanjutkan.9
2. Syarat-Syarat Fasakh
a. Fasakh (batalnya perkawinan), karena syarat-syarat yang tidak terpenuhi
ketika akad nikah.
1) Setelah akad nikah, ternyata diketahui bahwa istrinya adalah saudara
kandung atau saudara sesusuan pihak suami,
2) Suami istri masih kecil, dan diadakannya akad nikah oleh selain ayah
atau datuknya. Kemudian setelah dewasa, ia berhak memutuskan
untuk meneruskan atau mengakhiri perkawinannya.
b. Fasakh karena hal-hal yang datang setelah akad.
1) Bila salah seorang dari suami istri murtad atau keluar dari agama
islam dan tidak mau kembali sama sekali ke agama Islam,
2) Jika suami yang tadinya kafir masuk islam, tetapi istri masih tetap
dalam kekafirannya yaitu tetap menjadi musyrik, maka akadnya batal
(Fasakh).10
3. Dasar Hukum Fasakh
Pada dasarnya hukum fasakh itu adalah mubah atau boleh, tidak disuruh
dan tidak pula dilarang; namun bila melihat kepada keadaan dan bentuk
tertentu hukumnya sesuai dengan keadaan dan bentuk tertentu. Allah Swt.
berfirman:
ارا
ً ض َر ِ س ِر ُحوه هُن بِ َم ْع ُروفٍ ۚ َو ََل ت ُ ْم ِس ُكوه هُن َ سا َء فَبَلَ ْغنَ أَ َجلَ ُه هن فَأ َ ْم ِس ُكوه هُن ِب َم ْع ُروفٍ أ َ ْو
َ ِطله ْقت ُ ُم الن
َ َوإِذَا
َّللاِ َعلَ ْي ُك ْم َو َما أ َ ْنزَ َل
َّللاِ ه ُُز ًوا ۚ َواذْ ُك ُروا نِ ْع َمتَ ه
ت ه ِ سهُ ۚ َو ََل تَت ه ِخذُوا آيَا َ ِْلت َ ْعتَد ُوا ۚ َو َم ْن َي ْفعَ ْل َٰذَلِكَ فَقَد
َ ظلَ َم نَ ْف
ش ْيءٍ َع ِليم َّللاَ َوا ْعلَ ُموا أ َ هن ه
َ َّللاَ ِب ُك ِل ظ ُك ْم ِب ِه ۚ َواتهقُوا ه ُ ب َو ْال ِح ْك َم ِة يَ ِع
ِ َعلَ ْي ُك ْم ِمنَ ْال ِكت َا
9
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.197
10
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm.142
8
Artinya: “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati
akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). Janganlah kamu
rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu
menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-
hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang
telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al Hikmah (As
Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang
diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah
bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah:
231)
4. Pelaksanaan Fasakh
Apabila terdapat hal-hal atau kondisi penyebab fasakh itu jelas, dan
dibenarkan syara’, maka untuk menetapkan fasakh tidak diperlukan putusan
pengadilan. Misalnya, terbukti bahwa suami istri masih saudara kandung,
saudara susuan, dan sebaginya.
Akan tetapi, bila terjadi hal-hal seperti berikut, maka pelaksanaanya adalah:
9
Di Indonesia, masalah pembatalan perkawinan diatur dalam kompilasi
hukum islam sebagai berikut:
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari
suami atau isteri.
b. Suami atau isteri
c. Pejabat yang berwenang mengatasi pelaksanaan pernikahan menurut
undang-undang.
d. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam
rukun dan syarat pernikahan menurut hukum Islam dan Peraturan
Perundang-Undangan.
10
b. Batalnya suatu pernikahan dimulai setelah Putusan Pengadilan Agama
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak
berlangsungnya pernikahan.11
5. Sebab-Sebab Fasakh
a. Tidak terpenuhinya syarat-syarat akad nikah, semisal seseorang yang
menikahi wanita yang ternyata adalah saudara perempuannya. Suami istri
masih kecil, dan diadakan akad nikah oleh selain ayah atau datuknya.
Kemudian setelah dewasa dia berhak meneruskan ikatan perkawinannya
yang dahulu atau mengakhirinya. Cara seperti ini disebut khiyar baligh.
Jika yang dipilih mengakhiri ikatan suamu istri, maka hal ini disebut
fasakh bailgh.
b. Munculnya masalah yang dapat merusak pernikahan dan menghalangi
tercapainya tujuan pernikahan, sebagaimana beberapa hal berikut:
1) Murtadnya salah satu dari pasangan suami istri.
2) Hilangnya suami dalam tempo waktu yang cukup lama.
3) Miskinnya seorang suami hingga tidak mampu memberi nafkah
keluarga.
4) Karena ada daging tumbuh pada kemaluan perempuan yang
menghambat maksud perkawinan (bersetubuh).12
6. Akibat Fasakh
Akibat hukum yang ditimbulkan akibat putusnya perkawinan secara
fasakh adalah suami tidak boleh ruju’ kepada mantan istrinya selama
istrinya masih menjalani masa iddah, hal ini disebabkan karena perceraian
yang terjadi secara fasakh ini berstatus ba’in sughra. Apabila mantan suami
dan mantan istri berkeinginan untuk melanjutkan perkawinannya kembali,
mereka harus melakukan akad nikah yang baru, baik dalam waktu mantan
istri sedang dalam masa iddah maupun setelahnya.
Akibat yang lain dari fasakh itu adalah tidak mengurangi bilangan
thalaq. Hal ini menunjukkan bahwa hak si suami untuk men-thalaq istrinya
11
http://junaedie-juns.blogspot.com/2011/01/fasakh.html
12
https://www.bacaanmadani.com/2017/09/pengertian-fasakh-dan-sebab-sebab-fasakh.html
11
maksimal adalah tiga kali, maka tidaklah berkurang dengan adanya fasakh.
Dalam bahasa sederhana, fasakh boleh terjadi bekali-kali tanpa batas.13
Pada dasarnya fasakh itu dilakukan oleh hakim atas permintaan dari
suami atau dari istri. Namun adakalanya fasakh itu terjadi dengan sendirinya
tanpa memerlukan hakim, seperti suami istri ketahuan senasab atau
sepersusuan.14
Begitu pula halnya dengan thalaq bid’iy, yaitu thalaq yang dijatuhkan ketika
istri dalam keadaan berhadats, hal ini sebenarnya adalah hal yang dilarang
dalam agama Islam, sehingga apabila hal ini terjadi maka wajib hukumnya
bagi suami untuk ruju’ kembali dengan istrinya. Sedangkan pada fasakh,
tidak adanya ketentuan yang demikian, karena fasakh memerlukan akad
baru dalam hal melanjutkan ikatan perkawinan antara suami dan mantan
istrinya.
13
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.253
14
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.135
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
http://santriblogger7.blogspot.co.id/2017/01/makalah-wadiah.html
http://tugasmakalahmuamalah.blogspot.co.id/2012/07/makalah-wadiah.html
https://arienurdiansyah.wordpress.com/2012/01/03/pinjam-meminjam-ariyah-
dalam-islam/
14