Di susun Oleh :
FAKULTAS SYARIAH
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan dalam konsep Islam adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan dan dengan persetujuan keduanya serta dilandasi dengan
cinta dan kasih sayang bersepakat untuk hidup bersama sebagai suami istri dalam ikatan
rumah tangga. Oleh karena itu, pada tempatnyalah apabila Islam mengatur masalah
perkawinan dengan amat teliti dan terperinci, untuk membawa umat manusia hidup
berkehormatan, sesuai kedudukannya yang amat mulia di tengah-tengah makhluk Allah yang
lain.
Hukum perkawinan mempunyai kedudukan amat penting dalam Islam sebab hukum
perkawinan mengatur tata-cara kehidupan keluarga yang merupakan inti kehidupan
masyarakat sejalan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan
melebihi makhluk-makhluk lainnya. Hukum perkawinan merupakan bagian dari ajaran
agama Islam yang wajib ditaati dan dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam Al- qur’an dan Sunah Rasul.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pernikahan via telepon menurut perspektif ulama?
2. Apa saja syarat ijab dan kabul?
3. Bagaimana hukum menikah pernikahan via telepon dalam perspektif
hukum islam?
4. Bagaimana pernikahan via telepon perspektif hukum nasional?
5. Apa hikmah adanya hukum pernikahan via telepon?
BAB II
PEMBAHASAN
1
Azhar. 2013. Akad Nikah Via Internet. Hlm. 22
Meski pernikahan via telepon tidak dibahas oleh ulama-ulama fikih klasik,
namun ada beberapa hal yang dapat diidentifikasikan melalui perspektif fikih yaitu
masalah syarat ijab Kabul dan kehadiran saksi.
2
Muhammad Sabir.2015. Pernikahan via Telepon. Hlm: 199-201
(teleconference) sebagaimana mestinya. Teknologi video teleconference lebih
mutakhir dari telepon, karena selain menyampaikan suara, teknologi ini dapat
menampilkan gambar atau citra secara realtime melalui jarinngan internet.
Nikah via online ini sendiri dapat difasilitasi dengan menggunakan proyektor
(alat tembak) ke layar besar untuk menampilkan masing-masing pihak dan unsur-
unsur yang ingin melangsungkan akad nikah. Hal ini untuk membuktikan dan
membuat semua orang dapat melihat akad sebagaimana bertemu, berjumpa, bertatap
muka secara langsung dan khususnya agar sebagaimana mestinya, serta disertakan
juga alat pengeras suara sehingga semua orang dapat mendengar secara jelas
sebagaimana yang dikehendaki pada nikah umumnya.
Adapun unsur pokok yang mendukung dan memperkuat pelaksanaan akad ini
ialah ia menggunakan basis internet atau server sebagai alat kerjanya, yang dibantu
dengan webcame, aplikasi-aplikasi TIK, seperti aplikasi otomatis perkantoran, surat
elektronik, SMS, forum, knowledge, website, melalui fasilitas komunikasi telepon,
internet maupun global internet dan sebagainya dalam hal penerapannya.
Dari penjelasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan mengenai esensi ittihād al-majelis atau adanya pergeseran kebudayaan
dalam hal melakukan akad. Dimana dalam nikah biasa akad dilakukan dengan
muwājahah bil ma'rūf (berhadap-hadapan secara langsung) pada satu tempat. Namun,
untuk nikah online ini muwājahah bil ma'rūf sama-sama dilakukan, tapi tidak dengan
tempatnya, dimana nikah online dilakukan dengan terpisahnya jarak antara yang
melangsungkan akad. Untuk menentukan apakah seseorang itu dapat melaksanakan
akad pernikahan melalui online, ditetapkan kriteria sebagai berikut:
1) Antara pria dan wanita yang ingin melangsungkan akad pernikahan haruslah
terpisahkan jarak yang sangat jauh.
2) Tidak bisa berhadir karena alasan jarak dan memang dalam keadaan yang
tidak memungkinkan bagi kedua belah pihak untuk bersatu dan berkumpul
untuk melaksanakan akad sebagaimana mestinya.
Dengan menetapkan kriteria seperti diatas guna dapat dipastikan bahwa
mereka yang melangsungkan akad nikah online adalah mereka yang memang tak
dapat melangsungkan akad sebagaimana mestinya. Sehingga pernikahan online bagi
mereka memang layak dilaksanakan sebagai alternatif atau jalan terang karena tak
dapat melangsungkan akad nikah dengan alasan jarak dan waktu. 3
Selain itu, masalah akad seperti ijab dan kabul juga tidak dibahas dalam UU
Perkawinan. Demikian pula masalah saksi juga tidak dijelaskan secara eksplisit dalam
UU Perkawinan sebagai salah satu syarat sahnya pernikahan. UU Perkawinan baru
menyinggung tentang kehadiran saksi itu dalam Bab Pembatalan Perkawinan:
Pada pasal 27, KHI dengan tegas mengikuti pendapat jumhur ulama fikih
dengan menjelaskan bahwa: Ijab dan Kabul antara wali calon mempelai pria harus
jelas beruntun dan tidak berselang waktu.
3 Miftah Farid. Volume 5 Nomor 1 Juni 2018. Nikah Online dalam Perspektif Hukum. Hlm. 178.
4
Muhammad Sabir.2015. Pernikahan via Telepon. Hlm: 204-205
Selanjutnya pada pasal 28 dan 29 dijelaskan kebolehan mewakilkan hak
perwalian kepada orang lain jika akad nikah tidak dapat dilaksanakan langsung oleh
wali nikah yang bersangkutan dan pemberian kuasa untuk mewakili mempelai pria
ketika mengucapkan kabul. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, pengaturan
kemungkinan berlakunya ijab dan kabul di tempat berbeda belum dapat diberikan
secara jelas sebagaimana dalam masalah pernikahan via telepon.
Dilihat pada kebanyakan apa yang terjadi pada masa sekarang, yang berupa
usaha penipuan, pemalsuan, dan jeleknya perangai pada perbuatan sebagian orang
dengan meniru sebagian yang lain dalam pembicaraan dan menekuni penyamaam
suara-suara orang lain, sampai-sampai di antara mereka mampu meniru banyak orang
dari gaya laki-laki atau perempuan, tua atau muda, atau meniru suara-suara mereka,
bahasa mereka yang berbeda- beda dalam satu tiruan, yang sampai pada telinga
pendengar seakan-akan orang yang berbicara terdiri dari beberapa orang, padahal itu
hanya satu orang saja.
Juga melihat betapa syariat Islam sangat perhatian dalam menjaga kehormatan
dan jiwa serta kehati-hatian dalam masalah ini lebih besar dibanding kehati-hatian
dalam masalah lain dari sekian jenis ikatan (perjanjian) dalam muamalah. Maka dari
itu semestinya tidak perlu menyandarkan akad-akad nikah tersebut dalam ijab qabul-
nya dan pelimpahan perwalian kepada bentuk komunikasi melalui telepon, dalam
usaha untuk merealisir tujuan (maksud) dari syariat, hal ini juga di prioritaskan
terhadap upaya menjaga kehormatan dan jiwa sehingga tidak mudah dipermainkan
oleh orang-orang yang memperturutkan hawa nafsu dan orang-orang yang berbicara
penuh dengan dusta dan penipuan.5
5
Ibid, hlm 206
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernikahan via telepon dalam kontek bahasa yaitu, pernikahan yang akad
nikahnya dilakukan melalui jalan telekomunikasi lewat suara atau yang disebut
sebagai via telepon. Secara istilah, umumnya bahwa pernikahan via telepon
merupakan pernikahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang memungkinkan
untuk melaksanakan pernikahan, dan yang berada dalam keadaan jarak jauh, dimana
sebagian dari syarat dan rukun dalam pernikahan yang tidak biasa dilaksanakan sesuai
hukum yang ada. Dan sehingga mengharuskan untuk terjadinya proses pernikahan
atau proses ijab qabul dengan melalui jalan telekomunikasi suara.
Nikah online adalah suatu bentuk pernikahan yang transaksi ijab kabulnya
dilakukan melalui keadaan konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan suatu
jaringan atau system internet (via online), jadi antara mempelai laki-laki dengan
mempelai perempuan, wali dan saksi itu tidak saling bertemu dan berkumpul dalam
satu tempat, yang ada dan ditampilkan hanyalah bentuk visualisasi dari kedua belah
pihak melalui bantuan alat elektronik.
DAFTAR PUSTAKA
Miftah Farid. Volume 5 Nomor 1 Juni 2018. Nikah Online dalam Perspektif Hukum