Anda di halaman 1dari 10

PERNIKAHAN VIA TELEPON

Di susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masa’il Fiqhiyah

Dosen Pengampu : Nastangin, M.H.I.

Di susun Oleh :

1. Maulida Kurrotul Aini (33020160066)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan dalam konsep Islam adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan dan dengan persetujuan keduanya serta dilandasi dengan
cinta dan kasih sayang bersepakat untuk hidup bersama sebagai suami istri dalam ikatan
rumah tangga. Oleh karena itu, pada tempatnyalah apabila Islam mengatur masalah
perkawinan dengan amat teliti dan terperinci, untuk membawa umat manusia hidup
berkehormatan, sesuai kedudukannya yang amat mulia di tengah-tengah makhluk Allah yang
lain.

Hukum perkawinan mempunyai kedudukan amat penting dalam Islam sebab hukum
perkawinan mengatur tata-cara kehidupan keluarga yang merupakan inti kehidupan
masyarakat sejalan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan
melebihi makhluk-makhluk lainnya. Hukum perkawinan merupakan bagian dari ajaran
agama Islam yang wajib ditaati dan dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam Al- qur’an dan Sunah Rasul.

Seiring perkembangan zaman, berbagai isu kontemporer tentang pernikahan mulai


bermunculan. Salah satu faktor penyebabnya adalah adanya perubahan tradisi atau budaya
serta pesatnya perkembangan fasilitas teknologi modern seperti alat komunikasi. Pada
kenyataannya, beberapa masalah aktual tersebut belum pernah ditemukan dalam kitab-kitab
fikih klasik, sehingga dibutuhkan ijtihad untuk menemukan solusi hukumnya. Salah satu
kasus pernikahan yang sempat diwarnai oleh kontorversi adalah pernikahan via tetepon yang
pernah dilakukan oleh sebagian orang, lalu bagaimana menanggapi polemic seperti ini?

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pernikahan via telepon menurut perspektif ulama?
2. Apa saja syarat ijab dan kabul?
3. Bagaimana hukum menikah pernikahan via telepon dalam perspektif
hukum islam?
4. Bagaimana pernikahan via telepon perspektif hukum nasional?
5. Apa hikmah adanya hukum pernikahan via telepon?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pernikahan via Telepon Prespektif Ulama


Pernikahan merupakan suatu akad antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan atas dasar kerelaan dan kesukaan serta cinta dan kasih sayang kedua belah
pihak yang dilakukan oleh wali dalam suatu akad. Perkawinan diantara keduanya
dilakukan untuk menghalalkan percampuran diantara keduanya sehingga keduanya
menjadi teman hidup dalam berumah tangga.1
Jika proses pernikahan pada umumnya dilakukan secara face to face dalam
satu tempat, namun dalam pernikahan via telepon, akad dilakukan tidak di satu
tempat. Bentuknya pun bisa beragam, ada yang antara wali dengan kedua mempelai
terpisah, ada pula yang antara mempelai laki-laki dengan mempelai perempuannya
saling berjauhan. Secara keseluruhan, dalam masalah tersebut, salah satu atau
beberapa unsur pelaku akad tidak saling bertemu dalam satu tempat.
Pernikahan via telepon dalam kontek bahasa yaitu, pernikahan yang akad
nikahnya dilakukan melalui jalan telekomunikasi lewat suara atau yang disebut
sebagai via telepon. Secara istilah, umumnya bahwa pernikahan via telepon
merupakan pernikahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang memungkinkan
untuk melaksanakan pernikahan, dan yang berada dalam keadaan jarak jauh, dimana
sebagian dari syarat dan rukun dalam pernikahan yang tidak biasa dilaksanakan sesuai
hukum yang ada. Dan sehingga mengharuskan untuk terjadinya proses pernikahan
atau proses ijab qabul dengan melalui jalan telekomunikasi suara.
Dalam kitab-kitab fikih klasik, masalah pernikahan pada umumnya mencakup
masalah-masalah sebelum menikah hingga urusan rumah tangga. Disini terlihat atensi
ulama fikih terhadap masalah tersebut meskipun hal-hal dalam pernikahan tidak
terlepas dari perdebatan atau ikhilaf.
Pernikahan dianggap sah secara syariat jika syarat dan rukun-rukunnya
terpenuhi. Menurut Jumhur, rukun nikah ada empa,t yaitu; ijab Kabul, ada calon
isteri, ada calon suami, wali, sedangkan hanafiyah berpendapat bahwa rukun nikah
hanya mencakup ijab Kabul.

1
Azhar. 2013. Akad Nikah Via Internet. Hlm. 22
Meski pernikahan via telepon tidak dibahas oleh ulama-ulama fikih klasik,
namun ada beberapa hal yang dapat diidentifikasikan melalui perspektif fikih yaitu
masalah syarat ijab Kabul dan kehadiran saksi.

B. Syarat Ijab dan Kabul

Adapun syarat Ijab dan Kabul sebagai berikut:

a) Kedu belah pihak sudah mumayyiz


b) Bersatunya majelis ijab dan Kabul
c) Makna ijab dan Kabul tidak saling bertentangan
d) Lafaz yang digunakan dalam ijab dan Kabul adalah lafaz yang memenuhi
syarat di antaranya harus menggunakan lafaz mali, bahasa yang digunakan
dapat dipahami oleh kedua belah pihak
e) Sigat tersebut dapat didengar oleh kedua belah pihak dengan jelas.
Pada kasus pernikahan via telepon, syarat yang dipermasalahkan adalah
bersatunya majelis ijab dan Kabul. Penyatuan majelis di sini bermakna bahwa ijab
dan Kabul tidak diselingi atau dipisahkan oleh kalimat asing aktivitas lain di luar sigat
nikah. Hanafiyah dan hanabilah berpendapat bahwa meski lafaz Kabul tidak
diucapkan secara beriringan, misalnya mempelai lelaki sempat terdiam lama sebelum
mengucapkan Kabul maka akad nikah tetap sah selama tidak diselingi oleh kalimat
dan aktivitas lain.

Syafi’iyah dan Malikiyah mengemukakan bahwa disyaratkan untuk bersegera


mengucapkan lafaz kabul setelah kalimat ijab selesai. Artinya, tidak boleh ada jeda
waktu antara kedua lafaz tersebut yang menunjukkan bahwa pihak mempelai tidak
menyetujui akad tersebut.
Malikiyah berpendapat jika selang waktu antara ijab dan kabul tidak terlalu
lama maka sigat tetap sah, sedangkan Syafi’iyah lebih bersikap ketat dengan tidak
memberikan toleransi adanya selang waktu yang lama. Contohnya mempelai pria
terdiam lama setelah ijab diucapkan yang bisa mengisyaratkan adanya
ketidaksepakatan.
Dari beberapa pendapat tersebut, adanya syarat penyatuan majelis ijab dan
kabul ditekankan pada kesinambungan waktu antara ijab dan Kabul agar kedua belah
pihak saling menunjukkan kerelaan dan persetujuan dalam akad nikah. Oleh karena
itu, meski pernikahan dengan media telepon tidak mempertemukan kedua belah pihak
dalam satu tempat, namun tetap dianggap sah jika memenuhi kriteria kesinambungan
waktu ijab dan Kabul. Jika pada saat proses ijab dan kabul dilaksanakan, kemudian
terjadi masalah seperti operator telepon menyela ijab dan kabul atau koneksi tiba-tiba
terputus maka sebaiknya akad diulang dengan berpegang pada pendapat Syafi’iyah
untuk lebih berhati-hati.2

C. Hukum Nikah Online dalam Perspektif Hukum Islam


Dalam menganalisa dan menyimpulkan pendapat ulama imam mazhab,
sebelumnya harus dipahami dulu tentang nikah online dan kaitannya dengan
interpretasi ittihad al-majelis, sehingga dengan mamahami terlebih dahulu konteks
keduanya, maka dapatlah kita menggali hukum dan menetapkan hukum dengan
sebenar-benarnya. Agar dapatlah kita terhindar dari kemungkinan menetapkan hukum
yang jauh dari kebenaran.
Nikah online adalah suatu bentuk pernikahan yang transaksi ijab kabulnya
dilakukan melalui keadaan konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan suatu
jaringan atau system internet (via online), jadi antara mempelai laki-laki dengan
mempelai perempuan, wali dan saksi itu tidak saling bertemu dan berkumpul dalam
satu tempat, yang ada dan ditampilkan hanyalah bentuk visualisasi dari kedua belah
pihak melalui bantuan alat elektronik.
Nikah online sendiri jika dibandingkan dengan nikah biasa kalau dari
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan secara
substansional terhadap ritual pernikahan antara ritual pernikahan via online dengan
ritual pernikahan seperti biasanya. Hal yang membedakan nikah online dengan nikah
biasa adalah pada esensi ittihad al-majelis yang erat kaitannya dengan tempat
(makan) pada implementasi atau pelaksanaan akadnya, namun selebihnya semuanya
sama.
Kalau dalam pernikahan biasa antara pihak laki-laki dan perempuan dapat
bertemu, bertatap muka dan berbicara secara langsung, begitupun dengan nikah
online. Pada penerapan atau pelaksanaanya nikah online ini menggunakan kekuatan
dari perkembangan teknologi untuk membantu dalam terlaksananya nikah agar dapat
menyampaikan gambar kondisi individu yang sedang melakukan interaksi

2
Muhammad Sabir.2015. Pernikahan via Telepon. Hlm: 199-201
(teleconference) sebagaimana mestinya. Teknologi video teleconference lebih
mutakhir dari telepon, karena selain menyampaikan suara, teknologi ini dapat
menampilkan gambar atau citra secara realtime melalui jarinngan internet.
Nikah via online ini sendiri dapat difasilitasi dengan menggunakan proyektor
(alat tembak) ke layar besar untuk menampilkan masing-masing pihak dan unsur-
unsur yang ingin melangsungkan akad nikah. Hal ini untuk membuktikan dan
membuat semua orang dapat melihat akad sebagaimana bertemu, berjumpa, bertatap
muka secara langsung dan khususnya agar sebagaimana mestinya, serta disertakan
juga alat pengeras suara sehingga semua orang dapat mendengar secara jelas
sebagaimana yang dikehendaki pada nikah umumnya.
Adapun unsur pokok yang mendukung dan memperkuat pelaksanaan akad ini
ialah ia menggunakan basis internet atau server sebagai alat kerjanya, yang dibantu
dengan webcame, aplikasi-aplikasi TIK, seperti aplikasi otomatis perkantoran, surat
elektronik, SMS, forum, knowledge, website, melalui fasilitas komunikasi telepon,
internet maupun global internet dan sebagainya dalam hal penerapannya.
Dari penjelasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan mengenai esensi ittihād al-majelis atau adanya pergeseran kebudayaan
dalam hal melakukan akad. Dimana dalam nikah biasa akad dilakukan dengan
muwājahah bil ma'rūf (berhadap-hadapan secara langsung) pada satu tempat. Namun,
untuk nikah online ini muwājahah bil ma'rūf sama-sama dilakukan, tapi tidak dengan
tempatnya, dimana nikah online dilakukan dengan terpisahnya jarak antara yang
melangsungkan akad. Untuk menentukan apakah seseorang itu dapat melaksanakan
akad pernikahan melalui online, ditetapkan kriteria sebagai berikut:
1) Antara pria dan wanita yang ingin melangsungkan akad pernikahan haruslah
terpisahkan jarak yang sangat jauh.
2) Tidak bisa berhadir karena alasan jarak dan memang dalam keadaan yang
tidak memungkinkan bagi kedua belah pihak untuk bersatu dan berkumpul
untuk melaksanakan akad sebagaimana mestinya.
Dengan menetapkan kriteria seperti diatas guna dapat dipastikan bahwa
mereka yang melangsungkan akad nikah online adalah mereka yang memang tak
dapat melangsungkan akad sebagaimana mestinya. Sehingga pernikahan online bagi
mereka memang layak dilaksanakan sebagai alternatif atau jalan terang karena tak
dapat melangsungkan akad nikah dengan alasan jarak dan waktu. 3

D. Pernikahan via Telepon Perspektif Hukum Nasional4


Para ulama sepakat bahwa pernikahan dianggap sah jika memenuhi syarat-
syarat dan rukun yang telah ditetapkan. Berbeda dengan perspektif fikih, Undang-
Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak membahas adanya rukun
perkawinan. UU Perkawinan lebih menekankan pada hal-hal yang menyangkut syarat
materil dan formil perkawinan seperti persetujuan kedua belah pihak dan batasan
umur mempelai sebagaimana yang termaktub dalam Bab II pasal 6 dan 7. Meski
demikian, UU perkawinan menganggap sahnya perkawinanan tetap dikembalikan
kepada aturan agama:
“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaaannya itu.”

Selain itu, masalah akad seperti ijab dan kabul juga tidak dibahas dalam UU
Perkawinan. Demikian pula masalah saksi juga tidak dijelaskan secara eksplisit dalam
UU Perkawinan sebagai salah satu syarat sahnya pernikahan. UU Perkawinan baru
menyinggung tentang kehadiran saksi itu dalam Bab Pembatalan Perkawinan:

“Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang


tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah, atau yang dilangsungkan tanpa
dihadiri dua orang saksi dapat dimintakan pembatalan perkawinannya...”

Jika masalah syarat tidak dijelaskan dalam UU Perkawinan, maka dalam


Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut KHI) semua syarat pernikahan
dijelaskan secara terperinci menyerupai sistematika pembahasan kitab-kitab fikih
klasik. Masalah ijab dan kabul diatur secara keseluruhan dalam tiga pasal yaitu pasal
27, 28, dan 29.

Pada pasal 27, KHI dengan tegas mengikuti pendapat jumhur ulama fikih
dengan menjelaskan bahwa: Ijab dan Kabul antara wali calon mempelai pria harus
jelas beruntun dan tidak berselang waktu.

3 Miftah Farid. Volume 5 Nomor 1 Juni 2018. Nikah Online dalam Perspektif Hukum. Hlm. 178.
4
Muhammad Sabir.2015. Pernikahan via Telepon. Hlm: 204-205
Selanjutnya pada pasal 28 dan 29 dijelaskan kebolehan mewakilkan hak
perwalian kepada orang lain jika akad nikah tidak dapat dilaksanakan langsung oleh
wali nikah yang bersangkutan dan pemberian kuasa untuk mewakili mempelai pria
ketika mengucapkan kabul. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, pengaturan
kemungkinan berlakunya ijab dan kabul di tempat berbeda belum dapat diberikan
secara jelas sebagaimana dalam masalah pernikahan via telepon.

E. Hikmah Dengan Adanya Hukum Pernikahan Via Telefon

Dilihat pada kebanyakan apa yang terjadi pada masa sekarang, yang berupa
usaha penipuan, pemalsuan, dan jeleknya perangai pada perbuatan sebagian orang
dengan meniru sebagian yang lain dalam pembicaraan dan menekuni penyamaam
suara-suara orang lain, sampai-sampai di antara mereka mampu meniru banyak orang
dari gaya laki-laki atau perempuan, tua atau muda, atau meniru suara-suara mereka,
bahasa mereka yang berbeda- beda dalam satu tiruan, yang sampai pada telinga
pendengar seakan-akan orang yang berbicara terdiri dari beberapa orang, padahal itu
hanya satu orang saja.

Juga melihat betapa syariat Islam sangat perhatian dalam menjaga kehormatan
dan jiwa serta kehati-hatian dalam masalah ini lebih besar dibanding kehati-hatian
dalam masalah lain dari sekian jenis ikatan (perjanjian) dalam muamalah. Maka dari
itu semestinya tidak perlu menyandarkan akad-akad nikah tersebut dalam ijab qabul-
nya dan pelimpahan perwalian kepada bentuk komunikasi melalui telepon, dalam
usaha untuk merealisir tujuan (maksud) dari syariat, hal ini juga di prioritaskan
terhadap upaya menjaga kehormatan dan jiwa sehingga tidak mudah dipermainkan
oleh orang-orang yang memperturutkan hawa nafsu dan orang-orang yang berbicara
penuh dengan dusta dan penipuan.5

5
Ibid, hlm 206
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pernikahan via telepon dalam kontek bahasa yaitu, pernikahan yang akad
nikahnya dilakukan melalui jalan telekomunikasi lewat suara atau yang disebut
sebagai via telepon. Secara istilah, umumnya bahwa pernikahan via telepon
merupakan pernikahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang memungkinkan
untuk melaksanakan pernikahan, dan yang berada dalam keadaan jarak jauh, dimana
sebagian dari syarat dan rukun dalam pernikahan yang tidak biasa dilaksanakan sesuai
hukum yang ada. Dan sehingga mengharuskan untuk terjadinya proses pernikahan
atau proses ijab qabul dengan melalui jalan telekomunikasi suara.
Nikah online adalah suatu bentuk pernikahan yang transaksi ijab kabulnya
dilakukan melalui keadaan konektivitas atau kegiatan yang terhubung dengan suatu
jaringan atau system internet (via online), jadi antara mempelai laki-laki dengan
mempelai perempuan, wali dan saksi itu tidak saling bertemu dan berkumpul dalam
satu tempat, yang ada dan ditampilkan hanyalah bentuk visualisasi dari kedua belah
pihak melalui bantuan alat elektronik.
DAFTAR PUSTAKA

Nurul,Fadilah. 2016. Hukum Perceraian via Gedget

Miftah Farid. Volume 5 Nomor 1 Juni 2018. Nikah Online dalam Perspektif Hukum

Muhammad Sabir.2015. Pernikahan via Telepon

Anda mungkin juga menyukai