Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evaluasi proses pembelajaran menekankan pada evaluasi pengelolaan
pembelajaran yang dilaksanakan oleh pembelajar meliputi keefektifan strategi
pembelajaran yang dilaksanakan, keefektifan media pembelajaran, cara
mengajar yang dilaksanakan dan minat, sikap, serta cara belajar peserta didik.

Pengajaran sebagai suatu sistem terdiri dari berbagai komponen berupa


tujuan, bahan, metode, dan alat serta penilaian. Evaluasi pembelajaran atau
evaluasi hasil belajar antara lain menggunakan instrument-instrument evaluasi.
Instrumen penilaian adalah alat yang digunakan untuk melakukan penilaian
atau evaluasi, instrumen penilaian dapat berupa tes maupun non tes dan
observasinya dapat dilakukan dengan cara observasi sistematis dan non-
sistematis. Sedangkan penilaian dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
murid telah mengalami proses pembelajaran yang ditujukan oleh perubahan
perilakunya.

Hasil belajar dari proses belajar tidak hanya dinilai oleh test, tetapi juga
harus dinilai oleh alat-alat non test atau bukan test untuk melakukan
pengukuran hasil belajar sebagai prestasi belajar, dalam hal ini penguasaan
kompetensi oleh setiap peserta didik. Teknik ini berguna untuk mengukur
keberhasilan siswa dalam proses belajar-mengajar yang tidak dapat diukur
dengan alat tes.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengembangan Alat Evaluasi Jenis Non Tes


Para guru di sekolah pada umumnya lebih banyak menggunakan tes
daripada non tes karena alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis,
dan yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang
diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.1

Alat Evaluasi jenis non tes, antara lain observasi, wawancara, studi kasus,
rating scale (skala penilaian), check list, dan inventory, dan sebagainya.

Syarat menyusun alat penilaian membuat pertanyaan tes (alat evaluasi)


tidak mudah sebab tes atau pertanyaan merupakan alat untuk melihat
perubahan kemampuan dan tingkah laku siswa setelah menerima pengajaran
dari guru atau pengajaran di sekolah.2

Alat evaluasi yang salah akan menggambarkan kemampuan dan tingkah


laku yang salah pula. Oleh karena itu, teknik penyusunan alat evaluasi penting
dipertimbangkan agar memperoleh hasil yang objektif.

Beberapa syarat dan petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menyusun


alat evaluasi, antara lain sebagai berikut:

1. Harus menetapkan segi-segi yang dinilai, sehingga terbatas serta dapat


memberi petunjuk cara dan jenis alat yang dinilai.
2. Harus menetapkan alat evaluasi yang betul-betul valid dan reliabel, artinya
taraf ketetapan dan ketatapan tes sesuai dengan aspek yang akan dinilai.
3. Penilaian harus objektif, artinya menilai prestasi siswa sebagaimana
adanya.
4. Hasil penilaian tersebut harus diolah dengan teliti sehingga dapat
ditafsirkan berdasarkan kriteria yang berlaku.
5. Alat evaluasi yang dibuat mengandung unsur diagnosis, artinya dapat
dijadikan bahan untuk mencari kelemahan siswa belajar dan guru
mengajar.3

1
Elis Ratnawulan dan Rusdiana, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2015), 123.
2
Elis Ratnawulan dan Rusdiana, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2015), 119.
3
Elis Ratnawulan dan Rusdiana, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2015), 120.

2
Teknik non tes adalah alat penilaian yang dilakukan tanpa melalui tes. Tes
ini digunakan untuk menilai karakteristik lain dari murid, misalnya komitmen
ibadah murid.4 Adapun Teknik non tes dapat dilakukan dengan jalan:

1. Observasi
a. Pengertian Observasi
Observasi adalah teknik pengumpul data yang dilakukan secara
sistematis dan sengaja melalui proses pengamatan dan pendekatan
terhadap gejala-gejala yang diselidiki.
Sebenarnya observasi merupakan suatu proses yang alami, bahkan
mungkin kita sering melakukannya, baik secara sadar maupun tidak
sadar di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kelas, guru sering
melihat, mengamati, dan melakukan interpretasi. Dalam kehidupan
sehari-hari pun kita sering mengamati orang lain. Pentingnya observasi
dalam kegiatan evaluasi pembelajaran mengharuskan guru untuk
memahami lebih jauh tentang judgement, bertindak secara reflektif, dan
menggunakan komentar orang lain sebagai informasi untuk membuat
judgement yang lebih reliabel. Hal yang harus dipahami oleh guru
adalah bahwa tidak semua yang dilihat disebut observasi. Observasi
yang dilakukan oleh guru di kelas tidak cukup hanya dengan duduk dan
melihat melainkan harus dilakukan secara sengaja, hati-hati, sistematis,
sesuai dengan aspek-aspek tertentu, dan berdasarkan tujuan yang jelas.
Untuk memperoleh hasil observasi yang baik, maka kemampuan guru
dalam melakukan pengamatan harus sering dilatih, mulai dari hal-hal
yang sederhana sampai dengan hal-hal yang kompleks.
Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara
sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena,
baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk
mencapai tujuan tertentu. Alat yang digunakan dalam melakukan
observasi disebut pedoman observasi. Observasi tidak hanya digunakan
dalam kegiatan evaluasi, tetapi juga dalam bidang penelitian, terutama
penelitian kualitatif.5
b. Tujuan Observasi
Tujuan utama observasi, yaitu: 1) untuk mengumpulkan data dan
informasi mengenai suatu fenomena, baik yang berupa peristiwa
maupun tindakan, baik dalam situasi yang sesungguhnya maupun dalam
situasi buatan, 2) untuk mengukur perilaku kelas (baik perilaku guru
maupun perilaku peserta didik), interaksi antara peserta didik dan guru,

4
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 61.
5
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 152.

3
dan faktor-faktor yang dapat diamati lainnya, terutama kecakapan sosial
(social skills).
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi dapat digunakan untuk
menilai proses dan hasil belajar peserta didik, seperti tingkah laku
peserta didik pada waktu belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan
lain-lain. Observasi juga dapat digunakan untuk menilai penampilan
guru dalam mengajar, suasana kelas, hubungan sosial sesama,
hubungan sosial sesama peserta didik, hubungan guru dengan peserta
didik, dan perilaku sosial lainnya. Jika ingin menggunakan observasi
sebagai alat evaluasi, maka evaluator harus memahami terlebih dahulu
tentang:
a) Konsep dasar observasi, mulai dari pengertian, tujuan, fungsi,
peranan, karakteristik, prinsip-prinsip sampai dengan prosedur
observasi.
b) Perencanaan observasi, seperti menentukan kegiatan apa yang akan
diobservasi, siapa yang akan melakukan observasi, rencana
sampling, menyusun pedoman observasi, melatih pihak-pihak yang
akan melakukan observasi dalam menggunakan pedoman
observasi.
c) Prosedur observasi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pengolahan dan penafsiran sampai dengan pelaporan hasil
observasi.6
c. Karakteristik Observasi

Observasi mempunyai beberapa karakteristik, antara lain: 1)


Mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Hal ini dimaksudkan agar
pelaksanaan observasi tidak menyimpang dari permasalahan. Oleh
sebab itu, dalam pelaksanaannya evaluator harus menggunakan alat
yang disebut dengan pedoman observasi. 2) Bersifat ilmiah, yaitu
dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif dan rasional. 3)
Terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi, dan. 4) praktis
penggunaannya.

Selanjutnya Good dkk. mengemukakan enam ciri observasi, yaitu:

a) Observasi mempunyai arah yang khusus, bukan secara tidak teratur


melihat sekeliling untuk mencari kesan-kesan umum.
b) Observasi ilmiah tentang tingkah laku adalah sistematis, bukan
secara sesuka hati dan untung-untungan mendekati situasi.

6
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 153.

4
c) Observasi bersifat kuantitatif, mencatat jumlah peristiwa tentang
tipe-tipe tingkah laku tertentu.
d) Observasi mengadakan pencatatan dengan segera; pencatatan-
pencatatan dilakukan secepat-cepatnya, bukan menyadarkan diri
pada ingatan.
e) Observasi meminta keahlian, dilakukan oleh seseorang yang
memang telah terlatih untuk melakukannya.
f) Hasil-hasil observasi dapat dicek dan dibuktikan untuk menjamin
keadaan dan kesahihan.

Ciri-ciri observasi yang di kemukakan oleh Good dkk. mempunyai


kelemahan antara lain:

(1) Dalam penyelidikan yang bersifat eksploitatif, justru yang bersifat


kuantitatif kebanyakan dikesampingakan
(2) Dalam observasi partisipan tidak dapat dilakukan pencatatan
dengan segera. Oleh sebab itu, observasi harus dilakukan dengan
hati-hati dan terencana.
d. Jenis Observasi

Dilihat dari kerangka kerjanya, observasi dibedakan menjadi dua jenis


yaitu:

1) Observasi berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai observer


telah ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan kerangka kerja yang
berisi faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas
materi observasi telah ditetapkan dan dibatasi dengan jelas dan
tegas.
2) Observasi tak berstruktur, yaitu semua kegiatan guru sebagai
observer tidak dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang pasti.
Kegiatan observer hanya dibatasi oleh tujuan observasi itu sendiri.

Apabila dilihat dari teknis pelaksanaanya, observasi dapat ditempuh


melalui tiga cara, yaitu:

a) Observasi langsung, yaitu observasi yang dilakukan secara


langsung terhadap objek yang diselidiki.
b) Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui
perantara, baik tehnik maupun alat tertentu.

5
c) Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara
ikut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang
diteliti.7

Selanjutnya, Sutrisno Hadi (1981) mengemukakan, ada tiga jenis


observasi yang masing-masing hanya cocok untuk keadaan-keadaan
tertentu, yaitu “observasi partisipan-Observasi nonpartisipan, obsrvasi
sistematik-observasi non-sistematik, dan observasi eksperimental-
observasi non-eksperimental.”

(1) Observasi partisipasi, umumnya dipergunakan untuk penelitian


yang bersifat eksplorasi. Suatu eksplorasi disebut partisipasi bila
observer turut mengambil bagian dalam kehidupan observasi
(2) Observasi sistematik, sebelum mengadakan observasi terlebih
dahulu dibuat kerangka tentang berbagai faktor dan ciri-ciri yang
akan di observasi. Observasi yang tidak menggunakan kerangka
disebut observasi non-sistematik. Kadang-kadang observasi
sistematik menggunakan beberapa macam alat pencatat mekanis
seperti film, kamera, tape recorder. Keuntungannya adalah kita
dapat memutarnya kembali setiap waktu jika diperlukan, sehingga
dapat dianalisis lebih lanjut. Kelemahannya adalah membutuhkan
biaya yang besar dan tenaga yang professional.
(3) Observasi eksperimental, adalah suatu observai yang memiliki ciri:
yaitu membuat variasi situasi untuk menimbulkan tingkah laku
tertentu, situasi ditimbulkan atau dibuat sengaja. Observasi
Eksperimental biasanya tidak memerlukan observer yang banyak.
Faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi tingkah laku observe
(yang diobservasi) telah dikontrol secermat-cermatnya sehingga
observasi ini dipandangn orang sebagai suatu instrumen evaluasi
yang relatif murni untuk mengamati pengaruh kondisi-kondisi
tertentu terhadap tingkah laku peserta didik atau tingkah laku guru.
Kebaikan observasi eksperimental, antara lain:
(a) Tersedianya kesempatan bagi evaluator untuk mengamati sifat-
sifat tertentu dari peserta didik yang jarang sekali timbul dalam
keadaan normal. Misalnya, keberanian, reaksi-reaksi terhadap
frustasi, dan ketidakjujuran.
(b) Observasi imi merupakan observasi yang dibakukan secermat-
cermatnya.8

7
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 154.
8
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 155.

6
e. Kelebihan dan Kekurangan Observasi

Sebagaimana instrumen evaluasi yang lain, observasi secara umum


mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan observasi, antara lain:

1) observasi merupakan alat untuk mengamati berbagai macam


fenomena,
2)
3) Observasi cocok untuk mengamati perilaku peserta didik maupun
guru yang sedang melakukan suatu kegiatan,
4) banyak hal yang tidak dapat diukur dengan tes, tetapi justru lebih
tepat dengan observasi dan
5) tidak terikat dengan laporan pribadi.

Adapun kelemahannya, antara lain:

a) sering kali pelaksanaan observasi terganggu oleh keadaan cuaca,


bahkan ada kesan yang kurang menyenangkan dari observer
ataupun dari observe itu sendiri,
b) biasanya masalah pribadi sulit diamati, dan
c) jika proses yang diamati memakan waktu lama, maka observer
sering menjadi jenuh.
f. Langkah Penyusunan Pedoman Observasi

Observasi kelas merupakan sumber informasi yang penting di


dalam evaluasi. Untuk mempermudah proses pengamatan dan mencatat
apa yang terjadi di dalam proses pembelajaran, evaluator dapat
menggunakan selembar kertas yang cukup lebar dan selanjutnya
menuliskan nama-nama observe yang disusun dalam sebuah daftar.
Selembar kertas ini selanjutnya disebut pedoman observasi. Melalui
pedoman observasi ini, evaluator dapat mengetahui apa yang terjadi di
dalam proses pembelajaran, baik yang dilakukan oleh setiap peserta
didik maupun guru. Pedoman atau lembar observasi ini harus terus diisi
oleh evaluator dengan catatan baru, sehingga perkembangan peserta
didik atau penampilan guru dari waktu ke waktu dapat diketahui.

Adapun langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah


sebagai berikut:

1) Merumuskan tujuan observasi


2) Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi
3) Menyusun pedoman observasi

7
4) Menyusun aspek-aspek yang akan diobservasi, baik yang
berkenaan dengan proses belajar peserta didik dan kepribadianya
maupun penampilan guru dalam pembelajaran.
5) Melakukan uji coba pedoman observasi untuk melihat kelemahan
pedoman observasi
6) Merevisi pedoman observasi berdasarkan hasil uji coba
7) Melaksakan observasi pada saat kegiatan berlangsung
8) Mengolag dan menafsirkan hasil observasi.9

g. Fungsi Observasi
Untuk memperoleh gambaran dan pengetahuan secara pemahaman
mengenai diri murid, juga berfungsi untuk menunjang dan melengkapi
bahan-bahan yang diperoleh interview
h. Alat pencatatan observasi
1) Anecdotal records
Suatu bentuk pengamatan berkala yang melukiskan tingkah
laku atau kepribadian seseorang dalam bentuk pernyataan yang
singkat dan objektif.
2) Checklist (daftar cek),
Sebuah daftar yang memuat atau berisi aspek-aspek yang
mungkin terhadap dalam suatu situasi, kegiatan maupun tingkah
laku yang sudah menjadi focus perhatian atau yang sedang
diamati.
Karakteristik daftar cek yang baik :

a) Direncanakan secara sistematis


b) Sesuai dengan yang ingin dicapai atau yang dirumuskan
terlebih dahulu
c) Berupa format yang efisien dan efektif
d) Dapat diperiksa validitas, reliabilitas dan ketepatannya.
e) Hasil pengecekannya diolah susuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
f) Bersifat kuantitatif
3) Rating scale (skala penilaian)
Pencatatan gejala menurut tingkatan-tingkatannya. Dalam skala
penilaian ini observer memberikan penilaian terhadap tingkah laku dari
klien atas dasar ciri-ciri tingkah laku dari klien atas dasar ciri-ciri
tingkah laku yang tercakup dalam skala yang telah disusun sebelumnya.
Jenis skala penilaian:

9
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 156.

8
a)
Kuantitatif, biasanya digabungkan dengan beberapa pernyataan
deskriptif mengenai sifat yang dapai dinilai menurut jumlah unit
b) Grafis, biasanya terdiri atas suatu garis dimana penilai/observer
memberikan tanda pada titik yang kiranya sangat mendekati
penilaian atas individu.
c) Deskriptif, biasanya mengemukakan sejumlah pernyataan yang
menggambarkan berbagai tingkat keadaan, sifat atau ciri-ciri.
4) Alat-alat mekanis (mechanical device)
Dalam observasi banyak dipergunakan alat-alat mekanis,
elektronis dan optis. Alat-alat yang dipergunakan misalnya:
kamera, tape recorder, video casstte, dan sebagainya.
2. Interview (wawancara)
a. Pengertian Wawancara
Wawancara adalah alat pengumpul data yang dilakukan secara
bertatap muka (face to face) bertujuan untuk menjaring data dan
informasi murid dengan jalan bertanya secara lisan dan langsung
kepada sumber data (murid) ataupun kepada orang lain.10
Wawancara merupakan salah satu bentuk alat evaluasi non-tes yang
dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik langsung maupun
tidak langsung dengan peserta didik. Pengertian wawancara lanngsung
adalah wawancara yang dilakukan secara langsung antara pewawancara
atau guru dengan oarag yang diwawncarai atau peserta didik tanpa
melalui perantara, sedanglkan wawancara tidak langsungartinya
pewawancara atau guru menanyakan sesuatu kepada peserta didik
melalui perantaraan orang lain atau media. Jadi tidak menemui
langsung kepada sumbernya.
b. Tujuan Wawancara

Tujuan wawancara adalah sebagai berikut:

1) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan


sutau hal atau situasi dan kondisi tertentu
2) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
3) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau
orang tertentu
c. Kelebihan Dan Kekurangan Wawancara

Kelebihan wawancara, antara lain: 1) dapat berkomunikasi secara


langsung kepada peserta didik sehingga informasi yang diperoleh dapat
diketahui objektivitasnya, 2) dapat memperbaiki proses dan hasil

10
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 63.

9
belajar, 3) pelaksanaan wawancara lebih fleksibel, dinamis, dan
personal.

Kelemahan wawancara, antara lain: 1) jika jumlah peserta didik


cukup banyak, maka proses wawancara banyak menggunakan waktu,
tenaga, dan biaya, 2) adakalanya terjadi wawancara yang berlarut-larut
tanpa arah, sehingga data kurang dapat memenuhi apa yang diharapkan,
3) sering timbul sikap yang kurang baik dari peserta didik yang
diwawancarai dan sikap overaction dari guru sebagai pewawancara,
karena itu perlu adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan orang
yang diwawancarai.

d. Bentuk Wawancara

Pertanyaan wawancara dapat menggunakan bentuk seperti berikut:

1) Bentuk pertanyaan bertruktur, yaitu pertanyaan yang menuntut


jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan
tersebut.
2) Bentuk pertanyaan tak berstruktur, yaitu paertanyaan yang bersifat
terbuka, peserta didik secara bebas menjawab pertanyaan tersebut.
3) Bentuk pertanyaan campuran, yaitu pertanyaan yang menuntut
jawaban campuran, ada yang berstruktur ada pula yang bebas.11
e. Penyusunan Pedoman Wawancara

Untuk menyusun pedoman wawancara , dapat mengikuti langkah-


langkah sebagai berikut:

1) Persiapan:
a) Menentukan tujuan dari wawancara
b) Menetapkan bentuk-bentuk pertanyaan
c) Menetapkan responden/interviewee yang betul-betul informasi
d) Menetapkan jadwal wawancara
e) Menetapkan jumlah responden
f) Menghubungi responden
2) Pelaksanaan:
a) Mengadakan seleksi dari berbagai pertanyaan yang sesuai
dengan maksud dan tujuan tertentu
b) Mengadakan wawancara
3) Penutup:
a) Menyusun laporan hasil-hasil wawancara

11
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 158.

10
b) Mengadakan evaluasi apakah wawancara yang telah
dilaksanakan ini cukup memadai
c) Mengadakan bentuk diskusi tentang pelaksanaan wawancara
f. Jenis wawancara (interview)
1) Wawancara jabatan: adalah wawancara yang ditujukan untuk
mencocokkan seorang calon pegawai dengan pekerjaan yang tepat.
2) Wawancara informative: adalah wawancara yang ditujukan untuk
memperoleh data atas memberikan informasi.
3) Wawancara disipliner: adalah wawancara yang ditujukan untuk
menuntut perubahan tingkah laku seseorang ke arah kegiatan yang
diinginkan pewawancara.
4) Wawancara penyuluhan: adalah wawancara yang bertujuan untuk
memberikan bantuan kepada individu dalam memecahkan masalah
atau kesulitan belajarnya.12

3. Skala Sikap (Attitude Scale)


Sikap merupakan suatu kecendrungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu
dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik
berupa orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu. Sikap mengacu
kepada perbuatan atau perilaku seseorang, tetapi tidak berarti semua
perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan seseorang mungkin saja
bertentangan dengan sikapnya. Guru perlu mengetahui norma-norma yang
ada pada peserta didik, bahkan sikap peserta didik terhadap dunia sekitarnya,
terutama yterhadap mata pelajaran dan lingkungan sekolah. Jika terdapat
sikap peserta didik yang negative, guru perlu mencari cara atau tehnik
tertentu untuk menempatkan sikap negative itu menjadi sikap yang positif.
Dalam mengatur sikap, guru hendaknya memperhatikan tiga komponen
sikap, yaitu: a) kognisi, yaitu berkenaan dengan pengetahuan peserta didik
tentang objek, b) afeksi, yaitu berkenaan dengan perasaan peserta didik
terhadap objek, c) konasi, yaitu berkenaan dengan kecenderungan berperilaku
perserta didik terhadap objek. Di samping itu, guru juga harus memilih salah
satu model skala sikap.

Adapun model-model skala sikap yang biasa digunanakan untuk menilai


sikap peserta didik terhadap suatu objek, antara lain:

(1) Menggunakan bilangan untuk menunjukan tingkat-tingkat dari objek


sikap yang di nilai , seperti 1,2,3,4 dan seterusnya
(2) Menggunakan frekukensi terjadonya atau timbulnya sikap itu, seperti:
selalu, sering kali, kadang-kadang, pernah, dan tidak pernah
12
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 64.

11
(3) Menggunakan istilah-istilah yang bersifat kualitatif, seperti bagus sekali,
baik, sedang, dan kurang
(4) Menggunakan istilah-istilah yang menunjukan status seperti sangat
rendah, di bawah rata-rata, di atas rata-tara, dan sangat tinggi
(5) Menggunakan kode bilangan atau huruf, seperti selalu (diberi kode 5),
kadang-kadang (4), jarang (3), jarang sekali(2), dan tidak pernah(1).

Salah satu model untuk mengukur sikap, yaitu dengan menggunakan


skala sikap yang dikembangkan oleh Likert, Dalam skala Likert, peserta didik
tidak disuruh memilih pernyataan-pernyataan yang positif saja, tetapi memilih
juga pernyataan-pernyataan yang negatif. Tiap item dibagi ke dalam lima
skala, yaitu sangat setuju, setuju, tidak tentu, tidak setuju, dan sangat tidak
setuju. Setiap pernyataan positif diberi bobot 4, 3, 2, 1, dan 0, sedangkan
pernyataan negatif diberi bobot sebaliknya, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4.

Untuk menyusun skala Likert, dapat mengikuti langkah-langkah sebagai


berikut:

(a) Memilih variabel afektif yang akan diukur.


(b) Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang akan diukur.
(c) Mengklasifikasikan pernyataan positif dan negatif.
(d) Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi
alternatif lain.
(e) Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat penilaian.
(f) Melakukan uji coba.
(g) Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik.
(h) Melaksanakan penilaian.13

4. Problem checklist (Daftar cek masalah)


a. Pengertian Daftar Cek Masalah
Daftar cek masalah adalah seperangkat pertanyaan yang
menggambarkan jenis-jenis masalah yang mungkin dihadapi murid.
Pengertian lain ialah daftar kemungkinan masalah yang disusun untuk
merangsang atau memancing pengungkapan masalah yang pernah dan
sedang dialami atau dirasakan dan yang tidak dirasakan oleh seseorang.14
Daftar cek adalah suatu daftar yang berisu subjek dan aspek-aspek
yang akan diamati. Daftar cek dapat memungkinkan guru sebagai penilai
mencatat tiap-tiap kejadian yang betapapun kecilnya, tetapi dianggap
penting. Ada bermacam-macam aspek perbuatan yang biasanya

13
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 159.
14
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 65.

12
dicantumkan dalam daftar cek, kemudian tinggal memberikan tanda
centang apad tiap-tiap aspek tersebut sesuai dengan hasil penilaianya.

Contoh:
Berilah tanda cetak (√) pada kolom yag sesuai dengan pendapat saudara.
Pendapat
Tidak
Pernyataan Penting Biasa Penting
1.Melihat
pemandangan indah
2.Olahraga tiap pagi
3.Melihat film
4.Belajar menari
5.Tulisann bagus
6.Bekujung ke kawan

Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenernya skala bertingkat


dapat digologkan ke dalam daftar cocok karena dalam skala bertingkat,
responden juga diminta untuk memberikan tanda cocok pada pilihan
yang tapat.15
Daftar cek banyak manfaatnya, antara lain membantu guru untuk
mengingat-ingat apa yang harus di amati, dan dapat memberikan
informasi kepada atakeholder. Namun, penilaia tetap harus waspada
kemungkianan perilaku penting yang belum tercangkup di dalam daftar
cek, karena itu penilai jangan terlalu kaku dengan apa yang sudah tertulis
pada daftar cek tersebut.16

b. Alasan penggunaan daftar cek masalah


1) Efisiensi, karena dengan menggunakan daftar cek masalah, data
yang diperoleh akan lebih banyak dalam waktu yang relative singkat.
2) Intensif, karena dengan menggunakan daftar cek masalah, data yang
diperoleh itu lebih teliti, mendalam dan luas.
3) Valid dan reliabel, karena dengan menggunakan daftar cek masalah ,
maka secara langsung individu yang bersangkutan akan dapat
mengecek yang ada pada dirinya.17

15
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 29.
16
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 164.
17
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 65.

13
5. Skala Penilaian (Rating Scale)
Dalam daftar cek, penilai hanya dapat mencatat ada tidaknya variable
tingkah laku tertentu, sedangkan dalam skala penilaian fenomena-fenomena
yang akan dinilai itu disusun dalam tingkatan-tingkatan yang telah di
tentukan. Jadi, tidak hanya mengukur secara mutlak ada atau tidaknya
variable tertentu, tetapi lebih jauh mengukur bagaimana itensitas gejala yang
ingin di ukur. Pencatatan melalui daftar cek termasuk pencatatan yang kasar.
Fenomena-fenomena hanya dicatat ada atau tidak ada. Hal ini agak kuranh
realistic. Perilaku manusia, baik yang berwujud sikap jiwa, aktivitas, maupun
prestasi belajar timbul dalam tingkat-tingkat tertentu. Oleh karena itu, untuk
mengukur hal-hal tersebut ada baiknya digunakan skala penilaian.

Namun demikian, skala penilaian juga mempunyai kelemahan, antara


lain “ada kemungkinan halo effects, generosity effects, dan cary-over effects”

a. Kemungkinan terjadinya halo effects , yaitu kelemahan yang akan timbul


jika dalam pencatatn observasi terpikat oleh kesan-kesan umum yang
baik pada peserta didik sementara ia tidak menyelidiki kesan-kesan
umum itu.
b. Generosity effects, yaitu kelemahan yang akan muncul bila ada keinginan
untuk berbuat baik.
c. Carry-over effects, yaitu kelemahan akan muncul jika guru tidak dapat
memisahkan satu fenomena dengan fenomena yang lain.18

6. Angket (Kuesioner)
a. Pengertian Angket
Angket atau kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang harus di
jawab oleh responden, yang di gunakan untuk mengubah berbagai
keterangan yang langsung di berikan oleh responden. Angket sebagai alat
pengumpul data mempunyai ciri khas yang membedakan dengan alat
pengumpul data lainnya.19
Angket termasuk alat untuk mengumpulkan dan mencatat data atau
informasi, pendapat, dan paham dalam hubungan kausal. Angket
mempunyai kasamaan dengan wawancara, kecuali dalam
implementasinya. Angket dilaksanakan secara tertulis, sedangkan
wawancara dilaksanakan secara lisan.
b. Kelebihan dan Kelemahan Angket
Keuntungan angket antara lain:
18
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 165.
19
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 66.

14
1) Responden dan menjawab dengan bebas tanpa di pengaruhi oleh
hubunagn dengan peneliti atau penilai
2) Informasi atau data terkumpul lebih mudah karena itemnya
homogeny
3) Dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari jumlah responden
yang besar di jadilkan sampel.

Kelemahanya adalah:

1) Ada kemungkinan angket di isis oleh orang lain


2) Hanya diperuntukan bagi yang dapat melihat saja
3) Responden hanya menjawab berdasarkan jawaban yang ada
c. Bentuk Angket
Macam-macam Kuesioner, dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
1) Ditinjau dari segi siapa yang menjawab, maka ada:
a) Kuesioner langsung
Kuesioner dikatakan langsung jika kuesioner tersebut
dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai
jawaban tentang dirinya.
b) Kuesioner tidak langsung
Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang dikirimkan
dan diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya.
Kuesioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari
informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga, dan
sebagainya.
2) Ditinjau dari segi cara menjawab
Ditinjau dari segi cara menjawab maka dibedakan, yaitu:
a) Kuesioner tertutup
Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan
menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya
tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
Contoh:
Tingkat pendidikan yan sekarang anda ikuti adalah:

SD SLTP SLTA

Perguruan Tinggi √
Tanda cetak (√) dibutuhkan pada kotak di depan “Perguruan
Tinggi” jika pengisi berstatus mahasiswa.20

20
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 29.

15
b) Kuesioner terbuka
Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa
sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya.
Kuesioner terbuka disusun apabia macam jawabannya akan
beraneka ragam. Keterangan tentang alamat pengisi, tidak
mungkin diberikan dengan cara memilih pilihan jawaban yang
disediakan. Kuesioner terbuka juga digunakan untuk meminta
pendapat seseorang.
Contoh:
Untuk membimbing mahasiswa ke arah kebiasaan membaca buku-
buku asing, maka sebaiknya setiap dosen menunjuk buku asing
sebagai salah satu buku wajib.
Bagaimana pendapat saudara?
Jawab:.................21
d. Penyusunan Angket

Untuk menyusun angket, dapat mengikuti langkah-langkah sebagai


berikut:

1) Menyusun kisi-kisi angket


2) Menyusun pertanyaan-pertanyaan dan bentuk jawaban yang
diinginkan, bertsuktur atau tidak berstuktur. Setiap pertanyaan dan
jawaban harus menggambarkan atau mencerminkan data yang
diperlukan.
3) Membuat pedoman atau petunjuk cara menjawab pertanyaa,
sehingga memudahkan peserta didik untuk menjawabnya
4) Jika angket sudah tersusun dengan baik, perlu dilaksanakan uji coba
di lapangan sehingga dapat diketahui kelemahan-kelemahannya
5) Angket yang sudah diujicobakan dan terdapat kelemahan perlu di
revisi, baik dilihat dari bahasa, pertanyaanya maupun jawabanya
6) Menggandakan angket sesuai dengan banyaknya jumlah peserta
didik.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun dan


menyebarkan angket, yaitu:

a) Setiap pertanyaan harus menggunakan bahasa yang baik dan


benar, jelas, singkat, tepat, dan sederhana sehingga mudah
dimengerti oleh peserta didik, seperti:
(1) Hindarkan pertanyaan yang ambiguous.

21
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 28.

16
(2) Hindarkan tambahan, seperti “biasanya”, “sering kali”
hendaknya dihindari.
b) Jangan membuat pertanyaan yang mengarahkan pada jawaban.
Misalnya, “kamu tidak menganggap dia anak yang cerdas,
bukan?”
c) Jangan menggunakan dua kata sangkal dalam satu kalimat
pertanyaan. Misalnya, “apakah kamu tidak senang untuk tidak
membaca buku pelajaran?”
d) Hindari pertanyaan berlaras dua, seperti: “apakah kamu senang
belajar membaca dan berhitung?”
e) Buatlah pertanyaan yang tepat sasaran. Misalnya, apakah kamu
suka belajar komputer di rumah? pertanyaan ini tidak tepat.
Bagaimana jika anak tidak mempunyai komputer? Untuk itu,
perlu dibuat dua pertanyaan, seperti: (1) apakah kamu
mempunyai komputer di rumah? (2) Jika Ya, apakah kamu
senang belajar komputer di rumah?.
f) Jika terdapat angket yang tidak diisi, maka harus membagikan
lagi angket itu kepada peserta didik yang lain sebanyak yang
tidak menjawab (tidak mengembalikan).
g) Dalam menyebarkan angket, hendaknya dilampirkan surat
pengantar angket.
h) Hendaknya jawaban tidak terlalu banyak dan tidak pula terlalu
sedikit.22
e. Jenis Angket
1) Tipe isian
a) Isian terbuka
b) Isian tertutup
2) Tipe pilihan
a) Pilihan paksa
b) Pilihan ganda23

7. Studi Kasus (Case Study)


Studi kasus adalah studi yang mendalam dan komperhensif tentang
peserta didik. Kelas atau sekolah yang memiliki kasus tertentu. Pengertian
mendalam dan komperhensif adalah mengunngkap semua variabel dan aspek-
aspek yang melatarbelakaginya, yang diduga menjadi penyebab timbulnya
perlaku atau kasus tersebut dalam kurun waktu tertentu. Untuk itu, guru harus
menjawab tiga pertanyaan inti dalam studi kasus, yaitu:
22
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 166.
23
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 66.

17
a. Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
b. Apa yang dilakukan oleh sesoarng dalam kasus tersebut?
c. Bagaimana pengaruh timgkah laku seseorang terhadap lingkungan?

Studi kasus sering digunakan dalam evaluasi, bimbingan, dan penelitian.


Studi ini menyangkut intregasi dan penggunaan data yang komperhensif
tentang pesrta didik sebagai suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan
mengartikan tingkah laku peserta didik tersbut. Penekanannya adalah pada
diagnosis masalah-masalah peserta didik dan memberikan rekomendasi untuk
mengatasinya.24

8. Catatan Insidental (Anecdotal Records)


Catatan insidendal adalah catatan-catatan singkat tentang peristiwa-
peristiwa sepintas yang dialami peserta didik secara perseorangan. Catatan ini
merupakan pelengkap dalam rangka penilaian guru terhadap peserta didiknya,
terutama yang berkenaan dengan tingkah laku peserta didik. Catatan tersebut
biasanya verbunyi:

a. Tanggal 23 Februari 2008, Gita menangis sendiri di belkang sekolah,


tanpa sebab
b. Tanggal 05 Maret 2008, Gita mengabil mistar teman sebangkunya dan
tidak mengembalikanya
c. Tanggal 21 April 2008, Gita berkelahi dengan Galih, karena Gita
berkata,”Galih anak pungut”.
d. Tanggal 14 Mei 2008, Gita berkelahi dengan Gina, karena menuduh Gina
mencuri uang Gita. Dan sebagainnya.
Catatan incidental semacam ini mungkin belum berarti apa-apa bagi
keperluan penilaian Gita, tetapi setelah dihubungkan dengan data-data yang
lain seringkali memberikan petunjuk yang berguna. Catatan ini dapat dibuat
di buku khusus atau pada kartu-kartu kecil, sehingga memudahkan dalam
penafsirannya.

Untuk mengatasai kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan catatan insidental,


guru perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:

1) Tetapkan terlebih dahulu peserta didik yang sangat memerlukan


penyelidikan. Dalam hal apakah penyelidikan itu harus dilakukan .
2) Setiap kegiatan pencatatan suatu peristiwa hendaknya diambil
kesimpulan sementara. Kesimpulan final baru ditentukan setelah

24
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 166.

18
membandingkan beberapa kesimpulan sementara dari beberapa kegiatan
pencatatan
3) Fokus perhatian guru adalah tingkah laku peserta didik yang dianggap
perlu diselidiki itu.25
9. Sosiometri-sosiogram
a. Pengertian Sosiometri
Sosiometri adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur
hubungan social didalam kelompoknya. Sosiometri dapat pula
dipergunakan untuk mengetahui popularitas seseorang dalam
kelompoknya, serta meneliti kesukaran seseorang terhadap teman-
temannya dalam kelompok baik dalam kegiatan belajar, bermain, bekerja
dengan kegiatan-kegiatan kelompok lainnya. 26
Sosiometri adalah suatu prosedur untuk merangkum, menyusun dan
sampai batas tertentu dapat mengkuatifikasi pendapat-endapat peserta
didik tentang penerimaan teman sebayanya serta hubungan di antara
mereka. Seperti diketahui, di sekolah banyak peserta didik kurang
mampu menyesuaikan diri, mudah tersinggung. Hal ini dapat dilihat
ketika mereka sedang istirahat, bermain, atau mengerjakan tugas
kelompok. Fenomena tersebut menunjukan adanya kekurangmapuan
peserta didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkunganya. Kondisi
seperti ini perlu di ketahui dan di pelajari oleh guru dan dicarikan upaya
untuk memperbaikinya, karena dapat menggaggu proses belajarnya.

b. Langkah Menggunakan Sosiometri


Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan sosial peserta didik adalah
sosiometri. Terdapat beberapa langkah dalam menggunakan sosiometri,
yaitu:

1) Memberikan “petunjuk” atau partanyaan-pertanyaan, seperti


“tuliskan pada selembar kertas nama teman-temanmu yang paling
baik” atau “siapa temanmu yang paling baik di dalam kelas?” atau
“siapa diantara temanmu yang sering meminjamkan buku pelajaran
kepada teman-teman yang lain”. Usahakan tidak terjadi kompromi
untuk saling memilih diantara peserta didik.
2) Mengupulkan jawaban yang sejujurnya dari semua peserta didik
3) Jawaban-jawaban tersebut di masukan ke dalam table

25
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya:2016), 169.
26
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: Uin Maliki Press, 2010),67.

19
4) Pilihan-pilihan yang setar dalam table digambarkan pada sebuah
sosiogram.27
c. Kegunaan Sosiometri
1) Memperbaiki hubungan insani
2) Menentukan kerja kelompok tertentu
3) Meneliti kemampuan memimpin
4) Untuk mengatur tempat duduk dalam kelas
5) Untuk mengetahui perpecahan kelompok
d. Pelaksanaan Sosiometri
1) Persiapan:
(a) Menentukan kelompom murid yang diselidiki
(b) Mempersiapkan angket sosiometri
(c) Memberikan informasi tertentu tentang tujuan
diselenggarakannya sosiometri
2) Pelaksanaan:
(a) Membagikan dan mengisi angket
(b) Mengumpulkan kembali dan memeriksa apakah pengisian
angket tersebut sudah benar
3) Penutup:
(a) Memeriksa hasil angket sosiometri
(b) Mengadakan tabulasi dalam metrik sosiometri
(c) Membuat sosiogram
(d) Membuat indeks pemilihan
(e) Membuat laporan sosiometri
e. Mengadakan Hubungan (Analisis Sosiogram)
1) Bentuk segitiga, menggambarkan segitiga menunjukan hubungan
yang harmonis
2) Hubungan social yang terpusat
3) Hubungan social yang akrab dan berpasangan
4) Hubungan berbentuk jala
5) Hubungan berbentuk rantai28

10. Inventori Kepribadian


Inventori Kepribadian hampir serupa dengan tes kepribadian. Bedanya,
pada inventori, jawaban peserta didik adalah benar selama dia menyatakan
yang sesungguhnya, walaupun demikian di pergunakan pula skala-skala
tertentu untuk kuantifikasi jawaban sehingga dapat di bandingkan dengan
kelompoknya. Aspek-aspek kepribadian yang biasanya dapat diketahui
27
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 170.
28
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: Uin Maliki Press, 2010), 67.

20
melalui inventori ini, seperti sikap, minat, sifat-sifat kepemimpinan, dan
dominasi.

Dari sekian banyak bentuk tes dam non tes, pada akhirnya guru harus
memilih bentuk-bentuk tersebut sesuai dengan ranah yang diukur. Misalnya,
untuk ranah kognitif, guru dapat menggunakan bentuk tes lisan, tes
perbuatan, tes tertulis dalam bentuk uraian, bentuk pilihan-ganda, bentuk
benar-salah, bentuk jawaban singkat, dan atau bentuk menjodohkan. Untuk
ranah afektif, guru dapat menggunakan bentuk skala sikap, observasi, skala
minat, wawancara, laporan pribadi, dan lain-lain. Untuk ranah psikomotorik,
ada baiknya kita mengikuti pendapat Gagne (1977), yang mengatakan “ada
dua kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar keterampilan, yaitu
kondisi internal dan kondisi eksternal.” Untuk kondisi internal, guru dapat
menggunakan du acara, yaitu mengingatkan kembali sub-sub keterampilan
yang sudah dipelajari dan mengingatkan langkah-langkah gerakan yang
telah dikuasai. Untuk kondisi eksternal, guru dapat menggunakan instruksi
verbal, gambar, demonstrasi, praktik, dan umpan balik.

Dalam pedoman penilaian depdiknas (2006) di kemukakan bahwa


keterkaitan antara ranah kognitif, afekti, dan psikomor dalam penilaian
dapat divisualkan.29

11. Teknik Pemberian Penghargaan kepada Peserta Didik


Teknik pemberian penghargaan ini di anggap penting karena banyak
respons dan tindakan positif dari peserta didik yang timbul sebagai akibat
tindakan belajar , tetapi kurang mendapat perhatian dan tanggapan yang
serius dari guru. Seharusnya, guru memberikan penghargaan kepada setiap
tindakan positif dari pesrta didik dalam berbagai bentuk, baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga dapat meningkatkab motivasi
belajar.

Dalam melakukan penilaian, kebanyakan guru-guru di ssekolah hanya


memberikan nilai pada akir pembelajaran. Guru masih belum terbiasa
memberikan penghargaan terhadap tingkah laku peserta didik yang baik.
Sebaliknya guru sering membrikan komentar negative atau perlakuan yang
kasar terhadap tingkah laku peserta didik yang salah. Hal ini akan
berdampak negative bagi perkembangan kebribadian peserta didik itu
sendiri.

29
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 172.

21
Dalam melakukan penilaian, kebanyakan guru-guru di ssekolah hanya
memberikan nilai pada akir pembelajaran. Guru masih belum terbiasa
memberikan penghargaan terhadap tingkah laku peserta didik yang baik.
Sebaliknya guru sering membrikan komentar negative atau perlakuan yang
kasar terhadap tingkah laku peserta didik yang salah. Hal ini akan
berdampak negative bagi perkembangan kebribadian peserta didik itu
sendiri.

Dalam pemberian penghargaan ada dua tehnik yang dapat di gunakan


guru, yaitu “ verbal dan non verbal”( depdiknas 2003)

1) Teknik verbal yaitu pemberian penghargaan yang berupa oujian,


dukungan, dorongan, atau pengakuan, seperti kata bagus, benar, betul,
tepat , baik, dan sebagainya.
2) Teknik non verbal yaitu pemberian penghargaan melalui:
a) Mimic dan gerakan tubuh, seperti senyuman
b) Cara mendekati, yaitu guru mendekati peserta didik untuk
menunjukan perhatian atau kesenanganny terhadap pekerjaan
c) Sentuhan, seperti menepu-nepuk bahu, mejabat tangan
d) Kegiatan yang menyengkan, yaitu member kesempatan kepada
peserta didik untuk melkukan suatu kegiatan yang disenanginya
sebagai penghargaan atas presatsi belajrnya yang baik.
e) Symbol atau benda, seperti komentar tertulis secara positif pada
buku peserta didik
f) Penghargaan tak penuh, yaitu penghargaan yang diberikan kepada
peserta didik yang memberikan jawan kurang sempurna atau
sebagian yang benar. Dalam hal ini guru sebaiknya mengtakan
“ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu di sempurnakan
lagi”.30
12. Riwayat Hidup
Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama
dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka
subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian,
kebiasaan, dan sikap dari objek yang dinilai.31

30
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016), 173.
31
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 31.

22
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

23
Teknik non tes merupakan teknik penilaian untuk memperoleh gambaran
terutama mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian siswa yang tidak
dapat dinilai secara kuantitatif seperti dalam teknik tes. Dengan kata lain
penilaian non tes berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati,
dibandingkan dengan pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat
diamati oleh indera. Teknik non test, meliputi observasi, interview, skala sikap,
problem checklist, skala penilaian, angket, studi kasus, catatan insidental,
sosiometri-sosiogram, inventori kepribadian, teknik pemberian penghargaan
kepada peserta didik,dan riwayat hidup.
B. Saran
Demikian pembahasan yang kami sampaikan. Harapan kami, dengan
adanya tulisan ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan kita,
tentang “Pengembangan Alat Evaluasi Jenis Non Test”. semoga bermanfaat
bagi para pembaca dan sudilah memberi motivasi, kritik, saran yang selalu
penulis nantikan untuk membebani karya-karya tulis yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

24
Ratnawulan, Elis dan Rusdiana. 2015. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: CV

Pustaka Setia

Mulyadi. 2010. Evaluasi Pendidikan. Malang: Uin Maliki Press

Arifin, Zainal. 2016. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Arikunto, Suharsimi Arikunto. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:

Bumi Aksara

25

Anda mungkin juga menyukai