Anda di halaman 1dari 15

TUGAS

“Pendekatan Accountability”
Disusun untuk memenuhi tugas Semester V/PAI B
Mata kuliah : Pengembangan Kurikulum PAI
Dosen : Helnanelis, M.Pd

Disusun Oleh:

- Miranda Nabilah (171210075)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN
TAHUN 2019 M/1440 H
A. Konsep Pendekatan Accountability

Akuntabilitas adalah suatu peningkatan dari rasa tanggung jawab, suatu yang lebih
tinggi mutunya dari suatu tanggung jawab sehingga memuaskan atasan. Selain itu
akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai orang lain karena kualitas
performannya menyelesaikan tujuan yang menjadi tanggung jawab. Menurut Elliot
akuntabilitas adalah cocok atau sesuai dengan yang diharapkan oleh orang lain dan
menjelaskan dan mempertimbangkan kepada orang lain tentang keputusan dan tindakan
yang diambil. (Pidarta, 2005: 163-164)

Akuntabilitas menurut Lessinger (1973), adalah kajian hubungan antara apa yang
sudah dilakukan sekolah dengan dana yang digunakan dengan hasil belajar yang
diperoleh. (Hasan, 2008: 55)

Akuntabilitas ini terdapat unsur penilaian, penilikan, dan pengawasan yang dilakukan
dalam upaya mewujudkan sekolah yang berkualitas, yang tidak hanya bertumpu pada
masalah administrasi semata.

Kepemimpinan memiliki peranan strategis dalam kerangka manajemen. Sebab


peranan seorang pemimpin pada dasarnya merupakan serangkaian fungsi kepemimpinan.
Sedangkan fungsi kepemimpinan itu sendiri merupakan salah satu diantara peranan
manager dalam rangka untuk mempengaruhi bawahan atau pengikutnya agar dengan
penuh kemauan memberikan pengabdian dalam mencapai tujuan organisasi, sesuai
dengan kemampuan bawahan secara maksimal.

Konsep dasar akuntabilitas di dasarkan pada klasifikasi responsibilitas managerial


pada tiap tingkatan dalam suatu organisasi, yang bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan
pada tiap bagian. Tiap unit pada suatu organisasi, walaupun yang kecil sekalipun
bertanggung jawab atas setiap kegiatan yang dilaksanakan pada bagiannya. Mereka
mempunyai beban tugas kegiatan tertentu dan perlu mempertanggung jawabkan kepada
pemberi tugas kegiatan tersebut. Akuntabilitas lebih mengacu pada pertanggungjawaban
keberhasilan. Akuntabilitas mempertanggung jawabkan pelaksanaan wewenang atau
amanah yang diterima.

Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan


tugasnya kepada masyarakat adalah hal yang penting dalam dunia pendidikan.
Pendekatan ini dikenal dengan scientific management atau manajemen ilmiah yang
menentukan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu dengan
sistem accountable, menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur
efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu.
Dengan pendekatan ini dapat dijadikan contoh adalah ujian akademis yang ketat
sebagai syarat untuk masuk pada sekolah atau universitas. (Abdullah Idi, 2007: 199)

Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta
mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan siswa untuk mencapai standar itu.
Gerakan ini mulai dirasakan di perguruan tinggi Amerika Serikat dituntut untuk
memerhatikan dan membuktikan keberhasilanya yang berstandar tinggi. Agar memenuhi
tuntutan itu,para pengembang kurikulum terpaksa mengkhususkan tujuan pelajaran agar
dapat mengukur prestasi belajar. Dalam banyak hal, gerakan ini menuju kepada ujian
akademis yang ketat sebagai syarat memasuki universitas. (Afiful Ikhwan, 2013: 138)

Pendekatan Akuntabilitas, Accountability atau pertanggungjawaban lembaga


pendidikan tentang pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat akhir-akhir ini menjadi hal
yang penting dalam dunia pendidikan. Akuntabilitas yang pertama kali diperkenalkan
oleh Frederick Tylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya yang
dikenal sebagai scientific management atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas
spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu tertentu. Tiap pekerja bertanggung
jawab atas penyelesaian tugas itu. Dalam banyak hal, gerakan ini menuju kepada ujian
akademis yang ketat sebagai syarat memasuki universitas. (Silahuddin, 2014: 346)

Istilah lain yang terkait dengan evaluasi adalah pertanggungjawaban (accountability).


Pertanggungjawaban berkenaan dengan laporan sejauh mana keberhasilan atau kegagalan
pencapaian sasaran yang ditentukan atau efektivitas program. Evaluasi dan
pertanggungjawaban memiliki hubungan yang sangat erat, sebab pertanggungjawaban
menuntut informasi yang diperoleh melalui evaluasi, hal ini sejalan dengan penegasan
Rosa dan Nyre (1977) yang menyatakan, accountability is usually a condition requiring
evaluation; but accountability is not equivalen to evaluation. (Al Musanna, 2012: 3)

B. Ciri-Ciri Kurikulum Yang Dikembangkan Pendekatan Accountability

Di bawah ini kami bandingkan sistem accountable yang bersifat tertutup dan sistem yang
lebih terbuka

Sistem Tertutup-Latihan Sistem Terbuka-Pendidikan


Hasil belajar lebih dahulu ditentukan Siswa belajar tentang “cara belajar”, cara
berdasarkan standar yang dirumuskan memecahkan masalah kompleks, mengambil
secara spesifik, siswa dilatih keputusan secara mandiri dan memberi
berkelakuan sesuai dengan yang penilaian etis-moral secara pribadi
ditetapkan sekolah
Membantu siswa menyesuaikan diri Membantu siswa berpartisipasi dalam proses
dengan dunia-sebagaimana adanya pengembangan dunia, mencari kebenaran
baru, dan membangun dunia yang lebih baik
daripada yang sekarang
Mentransmisi informasi dan Menjalankan proses penelitian,
keterampilan melalui latihan, ulangan, menggunakan metode penemuan,
hafalan berdasarkan teori stimulus- mengajukan hipotesis untuk
respons mengungkapkan “realitas” baru
Orang yang berkedudukan otoriter yang Orang yang turut belajar mencari
menyampaikan pengetahuan dan pengetahuan, kebenaran dan keadilan
keterampilan universal yang baru
Ektrinsik, dengan menggunakan angka- Intrinsik, dengan memupuk hasrat belajar,
angka, pujian, hukuman, tekanan, dan meneliti, menemukan pengetahuan baru,
paksaan melahirkan ide dan cara berpikir baru
Kognitif, psikomotorik, tingkat rendah Kognitif, afektif, psikomotor tingkat tinggi
Siswa kaku, tidak mudah berubah atau Siswa mempunyai kebebasan batin dan
menyesuaikan diri dengan ide atau kemampuan untuk berubah bila menghadapi
situasi baru, terikat dan tidak bebas informasi, kenyataan atau situasi baru
untuk berubah
(Nasution, 2012: 52)

C. Tujuan Pendekatan Accountability

Akuntabilitas pendidikan tidak hanya berfokus pada masalah fisik dan keuangan,
tetapi juga kesesuaian antara tujuan lembaga pendidikan dengan falsafah moral, etika,
kebudayaan, dan sebagainya. Tujuan dari akuntabilitas pendidikan di sekolah menurut
Slamet (2005) adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai
salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggaraan
sekolah harus memahami bahwa mereka harus memepertanggungjawabkan hasil kerjanya
kepada masyarakat. Selain itu tujuan akuntabilitas pendidikan adalah menilai kinerja
sekolah dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan
oleh sekolah, untuk mengikutsertakan masyarakat dalam pengawasan pelayanan
pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan
kepada masyarakat. Tujuan akuntabilitas pendidikan yang lebih penting adalah untuk
menilai kinerja sekolah dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan yang
telah diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan dalam pengawasan
pelayanan pendidikan, dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen sekolah dalam
memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Sekolah dikatakan memiliki
akuntabilitas tinggi apabila proses dan hasil kinerjanya dianggap benar dan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Manfaat dari akuntabilitas pendidikan adalah mampu membatasi ruang gerak


terjadinya perubahan dan pengulangan, dan revisi perencanaan. Sebagai alat kontrol
akuntabilitas memberikan kepastian kepada aspek-aspek penting perencanaan, antara
lain:

1. Tujuan dan kinerja yang ingin dicapai


2. Program atau tugas yang harus dikerjakan untuk mncapai tujuan
3. Cara atau performa pelaksanaan dalam mengerjakan tugas
4. Alat dan model yang sudah jelas, dana yang dipakai, dan lama bekerja yang semua
telah tertuang dalam bentuk alternatif penyelesaian yang sudah pasti
5. Lingkunga sekolah tempat program dilaksanakan, dan
6. Insentif terhadap pelaksana sudah ditentukan secara pasti. (Agus Wibowo, 2013:68)

Sistem Tertutup-Latihan Sistem Terbuka-Pendidikan


Hasil belajar lebih dahulu ditentukan Siswa belajar tentang “cara belajar”, cara
berdasarkan standar yang dirumuskan memecahkan masalah kompleks, mengambil
secara spesifik, siswa dilatih keputusan secara mandiri dan memberi
berkelakuan sesuai dengan yang penilaian etis-moral secara pribadi
ditetapkan sekolah
Membantu siswa menyesuaikan diri Membantu siswa berpartisipasi dalam proses
dengan dunia-sebagaimana adanya pengembangan dunia, mencari kebenaran
baru, dan membangun dunia yang lebih baik
daripada yang sekarang
(Nasution, 2012: 52)

Tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja


sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya.
Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan
hasil kerja kepada publik. (Maryono, 2018: 35)

D. Metode Pendekatan Accountability


1. Sistem Tertutup: Direktif
a. Metode Ceramah

Cara penyampai materi pelajaran yang dilakukan secara lisan kepada peserta
didiknya. Menurut Zuhairini, metode ceramah adalah suatu metode di
dalam pendidikan di mana cara penyampaian materi pelajaran kepada siswanya
dengan cara penuturan secara lisan. (Armai Arief, 2002: 136)

b. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah sebuah metode mengajar yang menggunakan


peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan
bagaimana melakukan sesuatu kepada peserta didik. Dalam hal ini seorang guru
harus memberikan contoh terlebih dahulu setelah itu baru diikuti oleh muridnya.
(Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1985: 232)

c. Metode Latihan

Metode drill/latihan yaitu suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan


kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau ketrampilan yang
lebih tinggi dari apa yang dipelajari. (Nana Sudjana, 1998: 20)

Secara teoritik metode driil/latihan yang digunakan oleh Guru dalam


penyampaian materi pelajaran akan member pengaruh kepada siswa. Jika
penggunaan metode driil/latihan dalam proses belajar mengajar baik, maka akan
mempengaruhi terhadap minat belajar siswa sehingga minat belajarnya baik pula.
Sebaliknya apabila penggunaan metode tersebut jelek, maka tidak akan muncul
minat belajar dan kecil kemungkinan untuk memperoleh prestasi yang baik. (Pera
Purwati, 2010: 50)

d. Metode Praktek

Metode praktek merupakan metode pembelajaran dimana peserta didik/ siswa


melaksanakan kegiatan latihan atau praktek agar memiliki ketegasan atau
ketrampilan yang lebih tinggi dari teori yang telah dipelajari. Metode ini
umumnya dilaksanakan dalam pendidikan kejuruan, pendidikan profesi, dan diklat
(pendidikan dan pelatihan).

2. Sistem Terbuka: Interaktif


a. Metode Eksperimental

Metode eksperimen (percobaan) adalah suatu tuntutan dari perkembangan


ilmu pengetahuan dan teknologi agar menghasilkan suatu produk yang dapat
dinikmati masyarakat secara aman dan dalam pembelajaran melibatkan siswa
dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan itu.

E. Organisasi Bahan Ajar Pendekatan Accountability

Dengan pendekatan secara empiris: Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan


dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar
pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila
hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan
pekerjaan penyusunan paket (materi) pengajaran diulang. Pendekatan semacam ini
mempunyai beberapa kelemahan. (a). Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk
mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu materi pengajaran. (b). Berulang kalinya pembuatan materi
(paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kali uji coba, dan ini
berarti kurang efisien.

Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach). Menurut


pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasifikasikan sesuai dengan tipe-
tipe tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu
untuk mencapainya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa diciptakan,
dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan disain
instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara
empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai
efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.

Tujuan utamanya adalah penguasaan materi pelajaran (subject centered teaching).


Dalam kondisi semacam ini, maka penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak
diperlukan. Guru perlu memahami secara detail isi materi pelajaran yang harus dikuasai
siswa, sebab peran dan tugas guru adalah sebagai sumber belajar. Materi pelajaran
biasanya tergambar dalam buku teks, sehingga sering terjadi proses pembelajaran adalah
penyampaian materi yang ada di buku. Namun demikian, dalam setting pembelajaran
yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau kompetensi, tugas, dan tanggung jawab
guru bukanlah senbagai sumber belajar. Dengan demikian,materi pelajaran sebenarnya
bisa diambil dari berbagai sumber. (Heryanto, 2016: 3)

Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan desain instruksional meliputi:

1. Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati
dan diukur (learning outcomes).
2. Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
3. Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan
belajar mengajar bagi para siswa.
4. Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
5. Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan
dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
6. Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
7. Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa
untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.
8. Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu-
9. Berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
10. Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila
ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan. 1
(Muhammad Andi Isya, 2017: 73)

F. Evaluasi Pendekatan Accountability

Akuntabilitas merupakan pertanggung jawaban hanya dapat dilakukan oleh orang


yang memiliki wewenang formal seperti orang yang mengembangkan kurikulum, kepala
sekolah, guru dan sebagainya. (McDavid dan Hawthorn, 2006: 435)

Sedangkan Menurut Rossi dan Freeman mengemukakan bahwa ada enam jenis
akuntabilitas dan dengan demikian, evaluasi harus mengumpulkan informasi mengenai
keenam bidang itu. Keenam jenis akuntabilitas itu meliputi: Akuntabilitas Dampak
(Impact Accountability), akuntabilitas Efisien (Efficiency Accountability), akuntabilitas
Lingkup (Coverage Accountability), akuntabilitas Pemberian jasa (Service Delivery
Accountability), akuntabilitas Keuangan (Financial Accountability), akuntabilitas Hukum
(Legal Accountability).

Mengacu pendapat Rossi dan Freeman (1985), Scriven (1991), dan McDavid dan
Hawthorn (2006) maka terdapat 5 jenis akuntabilitas sebagai dasar Landasan Evaluasi
Kurikulum, yaitu :

1. Akuntabilitas Legal
Akuntabilitas legal berkaitan dengan kegiatan pengembangan kurikulum yang
secara hukum dapat dipertanggung jawabkan. Artinya, kegiatan pengembangan
kurikulum tersebut haruslah merupakan kegiatan yang secara hukum sah baik ketika
proses konstruksi kurikulum, implementasi kurikulum, dan evaluasi kurikulum
(Hasan Hamid, 2009: 58).

Evaluasi kurikulum memiliki landasan legal yang lebih kuat sejak


diberlakukannya Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pasal 55 dan 56 Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 menetapkan bahwa
setiap unit pendidikan harus dievaluasi secara eksternal oleh lembaga internal.

2. Akuntabilitas Akademik
Akuntabilitas akademik berkaitan dengan filosofi, teori, prinsip dan prosedur
yang digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan mendasar yang
dikemukakan dalam akuntabilitas akademik adalah apakah filosofi, teori, prinsip, dan

1
Muhammad Andi Isya, Pengembangan model pembelajaran instruksional design dengan model Addie mata
pelajaran PAI pada materi mengulang-ulang hafalan Surah Al-Ma’un dan Al-Fil secara klasikal, kelompok, dan
individu, dalam jurnal ilmiah pendidikan agama Islam, Vol. 07, No. 01, (Mei, 2017)
prosedur yang digunakan dalam pengembangan kurikulum dapat dipertanggung
jawabkan secara akademik. Artinya apakah filosofi yang digunakan adalah filosofi
yang dikenal oleh dunia akademik (Hasan Hamid.2009:60).

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa proses pengembangan kurikulum


terdiri atas tiga kegiatan besar yaitu konstruksi, implementasi dan evaluasi.
Akuntabilitas akademik harus ditegakkan oleh para pengembang kurikulum selama
proses konstruksi, implementasi, dan evaluasi. Para pengembang harus dapat
mempertanggung jawabkan secara akademik landasan filosofi dan teoritik yang
digunakan, prinsip dan prosedur yang ditempuh.

Pertanggung jawaban tersebut dilakukan berdasarkan persyaratan yang dikenal


dan diakui oleh dunia akademik, pengembang kurikulum dan para evaluator. Para
pengembang kurikulum dapat melakukan evaluasi internal maupun eksternal.

3. Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas finansial adalah akuntabilitas yang dianggap sebagai cikal bakal
lahirnya konsep akuntabilitas. Secara mendasar akuntabilitas finansial berkenaan
dengan pertanggungjawaban keuangan yang diperoleh untuk pengembangan suatu
kurikulum. Dalam pertanggungjawaban ini maka setiap rupiah yang diterima harus
dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan prosedur yang berlaku, jumlah uang
untuk suatu aktivitas, dan efisiensi penggunaan uang.

Akuntabilitas yang berkenaan dengan prosedur dan jumlah uang dalam


kaitannya dengan kegiatan tidak menjadi kepedulian evaluasi kurikulum. Evaluasi
kurikulum memperdulikan masalah efisiensi pemanfaatan dana. Dalam konsep
efisiensi ini evaluasi kurikulum sangat peduli. Bahkan evaluasi kurikulum
menjadikan fokus ini sedemikian rupa sehingga berbagai model kurikulum
dihasilkan. Model yang terkenal seperti cost-benefit model dan cost-effectiveness
model dikembangkan untuk melakukan evaluasi yang berkenaan dengan
akuntabilitas finansial. Oleh karena itu, ketika evaluasi kurikulum membahas
mengenai akuntabilitas finansial maka pengertian akuntabilitas finansial dibatasi
pada cost-benefit dan cost effectiveness dan bukan pada akuntabilitas finansial yang
dibahas pada bagian awal (Hamid Hasan, 2009: 63).

Dalam konteks pengembangan kurikulum di Indonesia, evaluasi kurikulum tidak


mungkin melepaskan diri dari akuntabilitas finansial. Sebab, kondisi umum
keuangan negara dan masyarakat menyebabkan adanya keharusan yang mendesak
untuk memperhitungkan aspek akuntabilitas finansial.
4. Akuntabilitas Pemberian Jasa
Dimensi akuntabilitas pemberian jasa yang berkenaan dengan kurikulum
mempertanyakan apakah kurikulum dalam proses implementasi telah terlaksana
dengan sebaik-baiknya.

Akuntabilitas pelayanan meliputi pemberian jasa pendidikan kepada kelompok


masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan tersebut. Konsep seperti angka
partisipasi adalah salah satu bentuk akuntabilitas pemberian jasa. Pada saat sekarang
dimana angka partisipasi pendidikan untuk penduduk usia 13-15; 16-19; dan 20-24
masih sangat rendah merupakan petunjuk bahwa pemberian jasa pendidikan terhadap
masyarakat masih rendah. Mungkin saja rendahnya angka partisipasi tersebut
disebabkan oleh kurangnya fasilitas pendidikan, kemampuan masyarakat untuk
mendanai pendidikan putra-putri mereka masih minim, tetapi mungkin juga
disebabkan oleh rendahnya aspirasi dan kepercayaan masyarakat terhadap
pendidikan (Hamid Hasan, 2009: 64).

Fungsi pelayanan pendidikan pemerintah dan masyarakat terhadap generasi


muda adalah suatu keawajiban moral yang konstitusional. Dilihat dari kewajiban
moral maka pemerintah dan masyarakat secara moral bertanggung jawab dalam
mempersiapkan generasi muda untuk mengembangkan kehidupan pribadinya dan
mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat. Dilihat dari aspek
konstitusionalnya maka rendahnya angka partisipasi merupakan pelanggaran
konstitusional yang serius, masa depan bangsa berada dalam bahaya. Demokratisasi
pendidikan memperlakukan setiap orang memiliki hak yang sama untuk memperoleh
pelayanan pendidikan. Demokratisasi pendidikan mensyaratkan setiap anggota
masyarakat harus terdidik dengan kualitas dan tingkat pendidikan yang tinggi.
Pendidikan adalah salah satu aspek dari kesejahteraan sosial yang harus dinikmati
oleh seluruh anggota bangsa.

Dalam konteks ini maka pertanyaan utama evaluasi kurikulum adalah apakah
guru telah memberikan pelayanannya dengan sebaik-baiknya, apakah fasilitas dan
kondisi serta suasana kerja mendukung guru untuk memberikan pelayanan yang
sebaik-baiknya, dsb.

5. Akuntabilitas Dampak
Pada masa awal kehadiran evaluasi kurikulum, dampak belum menjadi kepedulian
apalagi fokus evaluasi kurikulum. Oleh karena itu, banyak evaluasi kurikulum yang
dikemukakan oleh para ahli tidak mencantumkan dampak sebagai sesuatu yang harus
menjadi perhatian evaluasi kurikulum. Namun, pada saat sekarang, dampak sudah
merupakan sesuatu yang mendapat perhatian evaluasi kurikulum karena kurikulum
tidak saja berkenaan dengan hasil belajar yang dimiliki peserta didik. Kurikulum harus
pula memperlihatkan hasilnya dalam bentuk dampak pada masyarakat dan pada
kualitas lulusan. Hal ini mengandung arti bahwa hasil belajar yang diperoleh peserta
didik dari suatu kurikulum dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Hasan,
2008: 64-65).

Evaluasi terhadap dampak akan memberikan pengaruh yang positif terhadap


pengembangan kurikulum. Prinsip pendidikan yang berakar dari lingkungan
masyarakat yang dilayaninya dapat dipenuhi oleh kurikulum. Kurikulum yang
demikian tidak tercabut dari akar budaya dan tidak menghasilkan tamatan yang buta
terhadap masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu evaluasi kurikulum harus mampu
membantu pendidikan dan pengembangan kurikulum menegakkan prinsip tersebut.

Banyak contoh lain yang dapat dikemukakan dalam evaluasi dampak untuk
menegakkan akuntabilitas dampak suatu kurikulum. Ketika kurikulum CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif) di Cianjur diperkenalkan dan dalam proses belajar peserta didik
banyak menggunakan barang bekas, maka masyarakat mulai memberikan
perhatiannya terhadap barang-barang bekas. Mereka tidak membuangnya
sembarangan tetapi mengumpulkannya untuk digunakan oleh putra-putri mereka.
Sayangnya evaluasi kurikulum yang dilakukan pada waktu itu tidak sampai
menelusuri apakah kreativitas masyarakat meningkat dalam aspek lain seperti
menciptakan atau menginovasi barang bekas tersebut.

Akuntabilitas dampak memberikan kesempatan kepada evaluator, pengembang


kurikulum, pengambil kebijakan, dan masyarakat sebagai “stakeholders” untuk
menempatkan kurikulum pada posisi yang lebih baik.

G. Langkah-Langkah Pendekatan Accountability

Ada lima langkah pokok, yaitu:

1. Merumuskan tujuan pembelajaran


2. Pengembangan alat evaluasi (menentukan jenis tes yang akan digunakan)
3. Menentukan kegiatan belajar mengajar (menetapkan kegiatan pembelajaran yang
akan di tempuh)
4. Merencanakan kegiatan belajar mengajar (Merumuskan Materi pelajaran dan
memilih sumber yang akan di gunakan)
5. Pelaksanaan (Mengadakan pretest, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan
posttest dan revisi). (Rusman, 2012:148-149)
Adapun langkah-langkah pelaksanaan model PPSI dalam kegiatan belajar mengajar
adalah sebagai berikut :

1. Mengadakan Pretest (Tes Awal)


Fungsi tes awal ini adalah untuk memperoleh informasi tentang kemampuan siswa,
sebelum mereka mengikuti program pembelajaran yang telah disiapkan.
2. Menyampaikan Materi Pembelajaran
Sebelum menyampaikan materi pelajaran, hendaknya guru menjelaskan dulu kepada
siswa tujuan/kompetensi yang akan dicapai, sehingga mereka mengetahui
kemampuan kemampuan setelah mengikuti pelajaran.
3. Mengadakan Post test Post test diberikan setelah selesai mengikuti program
pembelajaran. Tes yang diberikan identik dengan yang diberikan pada tes awal, jadi
bedanya terletak pada waktu dan fungsinya.2 (Putut Wisnu Kurniawan, 2015: 102)

H. Kelebihan Dan Kelemahan Pendekatan Accountability


1. Sistem Tertutup
a. Kelemahan Sistem Tertutup
1) Sistem ini kebal terhadap perubahan, artinya sangat membatasi inisiatif lokal,
misalnya guru untuk mengubahnya. Perubahan hanya dalam tangan otoritas
pusat yang menguasai kurikulum itu
2) Sistem ini mudah disalah-gunakan oleh mereka yang mengontrol pendidikan
3) Sukar menyesuaikan pelajaran dengan kebutuhan, kemampuan dan minat
siswa secara individual
4) Sukar untuk mengembangkan segi kognitif dan afektif tingkat tinggi.
b. Kelebihan Sistem Tertutup
1) Hasil belajar dirumuskan dengan jelas dan keberhasilan belajar siswa dapat
diukur dengan mudah
2) Guru, siswa, dan orangtua jelas mengetahui apa yang diharapkan dari sekolah
dan dengan demikian dapat menghindari keragu-raguan, frustasi, dan
perbedaan tafsiran
3) Ada kemungkinan memberi penguasaan tuntas atas keterampilan pokok,
pengetahuan, dan keterampilan mekanis-teknis yang minimal bagi semua
siswa
4) Metode mengajar yang sederhana serta alat pelajaran yang terbatas telah
memadai untuk mencapai hasil yang efektif. (Nasution, 2012: 53)

2. Sistem Terbuka
a. Kelemahan Sistem Terbuka

2
Putut Wisnu Kurniawan, Pengaruh Model Pembelajaran PSSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
Terhadap Hasil Belajar Sejarah, dalam Jurnal Historia, Vol. 03, No. 02, (2015)
1) Hasil belajar tidak selalu dapat dirumuskan dalam bentuk yang dapat diukur
dan oleh sebab itu tidak dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang
kemajuan siswa maupun taraf pendidikan umumnya
2) Sistem penilaiannya sangat sukar bila pengajaran didasarkan atas metode
pemecahan masalah dan inkuiri, karena sering tidak ada satu jawaban yang
tepat. Karena itu, penilaian berorientasi pada proses produk yang sering
bersifat subjektif
3) Kerap kali sulit bagi siswa dan bagi guru untuk menyesuaikan diri dengan
sistem terbuka bila terbiasa dengan sistem tertutup yang memandang guru
sebagai sumber satu-satunya yang mempunyai otoritas tentang apa yang benar
dan yang salah
b. Kelebihan Sistem Terbuka
1) Dengan sistem ini siswa “belajar tentang cara belajar”
2) Sistem ini mengutamakan pengembangan keterampilan berpikir, pemikiran
kritis dan analitis dan kreativitas pada tingkat lebih tinggi
3) Sistem ini mudah menyerap pengetahuan, teknologi dan ide baru yang timbul
terus menerus dalam dunia yang dinamis ini
4) Interaksi dalam kelas mengikuti proses demokratis
5) Sistem ini cukup fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan, minat,
dan hasrat siswa secara individual. (Nasution, 2012: 54)
DAFTAR PUSTAKA

Pidarta, M. 2005. Perencanaan Pendidikan Partisipatori dengan Pendekatan Sistem.

Jakarta:Asri Mahasatya.

Hasan, H. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: Rosdakarya.

Al-Musanna. 2012. Quo Vadis Praksis Evaluasi Kurikulum: Studi Pendahuluan Terhadap Ranah

Kurikulum Yang Terlupakan. dalam jurnal pendidikan dan Kebudayaan. 18(1)

David, Mc & Hawthorn. 2006. Program Evaluation and Performance Measurement: an

Introduction to Practice. Thousand Oaks: Sage Publication

Hasan, H. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran: Seri Manajemen Sekolah Bermutu. Jakarta: Raja

Grafindo persada.

Wibowo, Agus. 2013. Akuntabilitas Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution. 2012. Kurikulum Dan Pengajaran. (Jakarta: PT Bumi Aksara)

Idi, Abdullah Idi. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik. Yogyakarta: Ar Ruzz Media,

2007

Ikhwan, Afiful Ikhwan. 2013. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam.

Tulungagung: STAI Muhammadiyah Tulungagung


Silahuddin. 2014. Kurikulum Dalam Perspektif Pendidikan Islam. dalam Jurnal Mudarrisuna.

04(02)

Heryanto. 2016. Pengembangan sistem instruksional. dalam Jurnal Saintech. 08 (04)

Isya, Muhammad Andi. 2017. Pengembangan model pembelajaran instruksional design dengan

model Addie mata pelajaran PAI pada materi mengulang-ulang hafalan Surah Al-Ma’un

dan Al-Fil secara klasikal, kelompok, dan individu. dalam jurnal ilmiah pendidikan agama

Islam. 07(01)

Kurniawan, Putut Wisnu. Pengaruh Model Pembelajaran PSSI (Prosedur Pengembangan Sistem

Instruksional) Terhadap Hasil Belajar Sejarah. dalam Jurnal Historia. 03(02)

Purwati, Pera. 2010. Pengaruh Penerapan Metode Drill/Latihan Terhadap Minat Belajar Siswa

Pada Mata Pelajaran Fiqih. dalam Jurnal Pendidikan. 04(01)

Islam, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama. 1985. Metodik Khusus Pengajaran

Agama Islam. Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama /

IAIN di Jakarta

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pers

Sudjana ,N. 1998. Dasar-Dasar Proses Pembelajaran. Bandung : Sinar Baru Algesindo

Anda mungkin juga menyukai