Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN Ke-9 MATA KULIAH “KAJIAN PEDAGOGIK”

PERSPEKTIF PEDAGOGIK TENTANG LANDASAN MANAJEMEN PENDIDIKAN


Oleh : Tutik kharismayanti (2002384)

1. Manajemen Pendidikan Berorientasi Pada Tujuan


Orientasi pendidikan berbasis sasaran/tujuan (Goal-based scenarios-GBS) dikenalkan
oleh Roger Schank. GBS merupakan model pembelajaran konstruktif yang
menggabungkan pembelajaran berbasis kasus (case-based learning) dengan praktek
secara langsung (learning by doing). GBS melakukan pembelajaran melalui
serangkaian langkahlangkah yang prlu dilakukan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan (Medrano, 2005).
Elemen-Elemen Di Dalam Goal-Based Scenario
Medrano (2005) menjelaskan elemen-eleman di dalam GBS sebagai berikut:
a) Misi, yang akan memberikan motivasi kepada peserta didik dan tantangan yang
harus dicapai
b) Latar belakang, yang merupakan penjelasan mengenai pentingnya misi yang
ditetapkan
c) Di samping itu juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkan
keterampilannya dan mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan Skenario, yang
harus dibuat selaras dengan misi serta menandung banyak kegiatan
d) Praktek Sumberdaya, yang dapat digunakan oleh siswa untuk memperoleh
keterampilan yang diharapkan
e) Umpan balik, yang harus diberikan tepat waktu, dalam bentuk bimbingan,
penjelasan akan akibat dari suatu tindakan, dan cerita pengalaman yang mirip
dengan kondisi yang sedang diajarkan. Kesemuanya itu dilakukan oleh pengajar
yang memiliki latar belakang cukup kuat di bidangnya.

GBS membutuhkan pengajar yang bisa menjadi pemandu, bukan sekedar mentransfer
ilmu saja. Pengajar pada model GBS harus dapat berinteraksi dengan siswa didik.
Keberadaan buku teks diperlukan sebagai landangan teoritis, lebih penting lagi pengajar
mencari bahan kajian dari kejadian atau praktek yang terjadi di dunia nyata. Perbedaan
antara GBS dengan model pembelajaran konvensional adalah pada pengntegrasian
pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh untuk digunakan dalam
menyelesaikan masalah atau mencapai sasaran dalam bekerja. Dengan kata lain, GBS
lebih memotivasi dan mendorong siswa untuk mempelajari tidak saja pengetahuannya,
akan tetapi apa yang ada di balik pengetahuan tersebut.

2. Manajemen Pendidikan Berbasis Pada Proses


Process-oriented instruction (PBI) didefinisikan sebagai suatu instruksi yang ditujukan
untuk mengajarkan cara berpikir strategis dan penguasaan pengetahuan tertentu secara
terpadu (Vermunt, 1995). Konsep baru ini dihasilkan dari riset psikologi mengenai cara
belajar siswa dan kondisi saling mempengaruhi antara dorongan dari dalam diri dengan
dorongan dari luar terhadap pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas diketahui
bahwa PBL memiliki elemen pengajaran tradisional dalam hal penyampaian materi dan
elemen pembelajaran konstruktif ketika siswa diarahkan untuk bisa mandiri dalam
mencari, menemukan, membahas, dan mengembangkan pemikiran baru terkait materi
yang sudah disampaikan sebelumnya. Vermunt (Kutama, 2002) menyatakan bahwa inti
dari PBL adalah konstruktivisme. Diharapkan pada akhirnya, siswa bisa
mengembangkan pemahaman mereka sendiri terhadap materi yang diajarkan. Menurut
Kutama (2002) PBL ditandai dengan adanya 3 tahap pembelajaran:
a) Tahap awal
b) Tahapan serangkaian proses kontinyu
c) Tahap pemikiran atau meta kognitif

Proses pembelajaran yang dapat dianggap sebagai PBL harus memenuhi keriteria
sebagai berikut:

a) Diselenggarakan di kelas dengan siswa yang beragam (siswa biasa dan yang
berbakat)
b) Terintegrasi dengan kurikulum atau program
c) Mengakomodasi pengajar dan siswa untuk menerapkan model pemecahan masalah
yang baru
d) Mengijinkan siswa untuk beralih dari rangkaian pembelajaran pengajar dan
menggunakan rencana mereka sendiri

Ashman, Wright & Conway (Kutama, 2002) juga menyampaikan adanya 4 tahap di
dalam PBL

a) pengantar, pengajar menyampaikan rencana pengajaran kepada siswa selanjutnya


siswa menyampaikan kebutuhannya
b) pembentukan, setelah siswa memahami materi dan rencana pengajaran maka mereka
mulai menggunakannya pada berbagai situasi
c) konsolidasi, sejalan dengan makin dikuasainya materi siswa mulai bisa
menyelesaikan masalah yang lebih kompleks
d) inkorporasi, tahapan ini merupakan evaluasi ketika pengajar mengukur efektivitas
dari model yang diterapkan dan mengukur kemampuan siswa melalui tugas-tugas
baru

fokus di dalam PBL adalah pada kegiatan siswa untuk memperoleh pengatahuan. Salah
satu aspek penting di dalam PBL adalah meningkatkan jumlah aktivitas mental selama
proses belajar. Siswa didorong untuk terlibat di dalam kegiatan belajar yang menuntut
perhatian mereka seperti berpikir, mengajukan jawaban, menganalisis, dan
membandingkan teori. Pengembangan model mental kontekstual juga dirangsang dalam
bentuk dorongan agar siswa mempelajari berbagai konten secara simultan dan
menggunakannya sesuai kebutuhan. PBL mencakup kegiatan belajar mengajar yang
mendorong peningkatan kompetensi belajar dari siswa (peningkatan kualitas kognitif
dan metakognitif) sehingga siswa lebih mampu dalam mengendalikan proses belajar
mereka serta lebih bertanggung jawab atas keberhasilan mereka dalam membentuk
pengetahua yang komprehensif.

3. Manajemen Pendidikan Berorientasi Pada Hasil

OBE (Outcome-based Education) merupakan pendekatan dalam pendidikan di mana


keputusan mengenai kurikulum dibuat berdasarkan hasil pembelajaran yang harus
ditampilkan oleh siswa pada akhir proses pembelajaran. Metode OBE merupakan
metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memiliki fokus dalam mengukur
performansi siswa secara empiris. Penekanan pada sistem pendidikan OBE lebih pada
pengukuran hasil dan bukan pada input seperti berapa banyak jam yang dihabiskan
siswa dalam kelas, atau buku teks apa yang disediakan.

Hasil dapat berupa pencapaian keterampilan dan pengetahuan pada tingkat tertentu,
penurunan jumlah angkatan muda yang tidak bekerja atau return-oninvestment (Wiki,
2014). Pendekatan Outcome-based Education ini diterapkan pada kurikulum yang
berorientasi pada pencapaian kompetensi, seperti KBK. Kurikulum berorientasi pada
pencapaian kompetensi, merupakan upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar
memiliki kemampuan intelektual, emosional, spiritual dan social yang bermutu tinggi
sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing seperti yang digariskan dalam
undang-undang dan peraturan pemerintah (Saepudin, 2012).

4. Manajemen Pendidikan Berbasis Pada TQM (Total Quality Management)


Urgensi penerapan manajemen mutu adalah perlu adanya suatu pengelolaan agar mutu
yang baik bisa dicapai oleh suatu organisasi. Pengelolaan inilah yang disebut sebagai
manajemen mutu. Manajemen mutu merupakan sistem manajemen yang mengangkat
kualitas sebagai strategi, dibangun berdasar konsep kualitas dan beroirentasi pada
kepuasan. Secara luas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk
atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat
diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu
keberhasilan proses belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan. Untuk
menghasilkan mutu pendidikan yang 18 berkualitas maka perlu adanya kesolidan dari
para pengajar dengan diterapkannya aturan yang jelas dan tegas, dengan orientasi
keberhasilan menghasilkan output yang berkualitas. Sistim pencatatan dan pengolahan
data yang terintegrasi dalam pengambilan keputusan, administrasi yang baik, organisasi
yang efisien namun efektif untuk menjalankan misi dan mencapai visi instansi
pendidikan tersebut.
Total Quality Management (TQM) atau manajemen mutu menyeluruh adalah suatu
konsep manajemen yang telah dikembangkan sejak 50 tahun lalu dari berbagai
aspek/praktek manajemen serta usaha peningkatan dan pengembangan produktivitas.
TQM memperkenalkan pengembangan proses produk dan pelayanan sebuah organisasi
secara sistematik dan bekesinambungan. Pendekatan tersebut ini berusaha untuk
melibatkan semua pihak terkait, dan memastikan bahwa pengalaman dan ide - ide
mereka yang memiliki sumbangan dalam pengembangan mutu. Dunia pendidikan
menerapkan TQM sebagai bagian dari keinginan pencapaian mutu baik oleh internal
customer maupun external customer. Di mana mutu sebagai “subjek” yang diacu dan
dikontrol. Hal ini tentu dapat ditempuh dengan menerapkan metode-metode pendekatan
yang sesuai dalam TQM. Peranan TQM sangatlah penting dikaitkan dengan
pelaksanaan pencapaian mutu di bidang pendidikan. Agar memiliki kinerja yang
bermutu, orang harus dapat mengidentifikasi siapa pelanggannya kemudian juga
mengidentifikasi kebutuhan dan harapan pelanggannya.
Untuk sebuah instansi pendidikan, mutu yang diharapkan adalah kualitas pendidikan
kepada peserta didik agar dapat bersaing di dunia pendidikan yang lebih tinggi atau
bahkan dunia persaingan kerja. Konsep pendidikan menurut manajemen mutu terpadu
(TQM) pertama kali dikembangkan di Amerika dan diterapkan dari mulai dasar hingga
perguruan tinggi. Usaha itu kemudian merembet ke negara berkembang, salah satunya
dengan menerapkan konsep jaminan mutu atau pengelolaan mutu yang dilaksanakan
bersama dengan sistem akreditasi sekolah. Total Quality Management adalah suatu
sistim perbaikan mutu kinerja yang dilakukan secara berkelanjutan dan mencakup
seluruh organisasi, melalui partisipasi aktif dari masing-masing anggota, dengan
menggunakan alat-alat dan teknik-teknik untuk meraih mutu. Total Quality
Management bukan suatu perangkat aturan ketentuan kerja yang kaku dan ketat,
melainkan prosedur dan proses kerja untuk perbaikan mutu.
Boiliu (2013) menyebutkan bahwa faktor rekayasa dan faktor motivasi harus
diperhatikan dalam penerapan TQM dalam dunia pendidikan. Rekayasa dalam konteks
pendidikan dapat dipahami berkaitan dengan tindakan perencanaan secara terstruktur,
komprehensif dan akurat melalui kurikulum dan mata ajar yang dapat diperhatikan dari
kompetensi pencapaian. Di sinilah makna dan maksud faktor rekayasa. Motivasi, di
mana mutu menjadi “Subjek” yang diacu sehingga yang terlibat dalam institusi
pendidikan paham bahwa mutu menjadi hal penting. Sehingga peserta didik dapat
berhasil baik dari segi hard skill maupun soft skill.
DAFTAR PUSTAKA

Boiliu, Noh. (2013). TQM Dalam Pendidikan. Online. [9 April 2021].


http://edukasi.kompasiana.com/2013/03/04/tqm-dalam-pendidikan-539186.html.

Kutama, Mulimisi Erdmann. (2002). An Investigation Into Process-based Instruction in the


Teaching of Grade 8 and 9 Euclidean Geometry. University of South Africa

Medrano, Hal (2005). Goal-based Scenario. http://halmedrano.com/527/theories/gbs.html.


Diakses 9 April 2021.
Saepudin, Usep. (2012). Model Desain Sistem Pembelajaran Berorientasi Pencapaian
Kompetensi (DSI-PK). Online. [9 April 2021].
http://usepsaepudin66.wordpress.com/2012/01/21/model-desain-sistempembelajaran-
berorientasi-pencapaian-kompetensi-dsi-pk-2.html

Vermunt, Jan D. (1995). Process-oriented instruction in learning and thinking strategies.


European Journal of Psychology of Education. Vol. X. No 4 pp: 325-349.

Wiki. (2014). Outcome-based Education. Online. [9 April 2021].


http://en.wikipedia.org/wiki/Outcome-based_education.

Anda mungkin juga menyukai