Anda di halaman 1dari 5

1.

Penjelasan dan perbedaan mengenai backward design dalam UbD


(Understanding by Design) dengan model pengembangan kurikulum
lain seperti Tyler, Taba, dan Oliva.

Teori Penjelasan
UbD Understanding by Design (UbD) adalah pendekatan desain kurikulum
yang terkenal dengan metodenya yang terbalik atau backward design.
Proses desain dimulai dengan menentukan tujuan pembelajaran yang
jelas dan diukur. Setelah itu, identifikasi cara untuk mengukur
pencapaian tujuan tersebut melalui penilaian autentik. Langkah terakhir
adalah merancang pengalaman pembelajaran yang mendukung siswa
mencapai tujuan tersebut. Pendekatan ini memberikan fokus pada
pemahaman mendalam dan aplikasi pengetahuan dalam konteks nyata,
memastikan bahwa pembelajaran memiliki tujuan yang jelas dan
relevan.
Tyler Model pengembangan kurikulum Tyler lebih bersifat tradisional dengan
fokus pada penetapan tujuan pembelajaran. Tyler menegaskan bahwa
perencanaan pembelajaran harus dimulai dengan menetapkan tujuan
yang jelas dan spesifik. Tahapan selanjutnya adalah merancang
pengalaman pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut.
Model ini mendasarkan perencanaan kurikulum pada hasil yang
diinginkan, menitikberatkan pada perolehan pengetahuan dan
keterampilan oleh siswa.
Taba Pendekatan Taba mengusulkan siklus perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi dalam merancang kurikulum. Taba menekankan pengalaman
belajar siswa dan penyesuaian iteratif berdasarkan hasil evaluasi.
Prosesnya dimulai dengan menentukan tujuan, merancang pengalaman
pembelajaran, dan kemudian mengevaluasi efektivitas pembelajaran.
Pendekatan siklus ini memberikan fleksibilitas dan adaptabilitas dalam
menyusun kurikulum sesuai dengan perkembangan siswa.
Oliva Model pengembangan kurikulum Oliva menekankan integrasi dan
penyesuaian terus-menerus. Oliva mengusulkan pendekatan yang
iteratif dengan penekanan pada integrasi mata pelajaran. Prosesnya
melibatkan penentuan tujuan, perencanaan pembelajaran yang
mempertimbangkan pengintegrasian materi, serta penyesuaian terus-
menerus berdasarkan evaluasi. Pendekatan ini bertujuan untuk
menciptakan kurikulum yang koheren dan sesuai dengan
perkembangan siswa.

2. Pengembangan kurikulum berdasarkan UbD (Understanding by Design)

a. Bagaimana UbD diimplementasikan dalam pembelajaran


Dalam penerapan Understanding by Design dalam pembelajaran praktis,
tidak dapat dipisahkan dari prinsip backward design. Pelaksanaannya
melibatkan penentuan tujuan atau hasil yang diinginkan dari peserta didik,
yang menjadi fokus aktualisasi pembelajaran oleh guru.
Menurut Wiggins McTighe dalam bukunya Understanding by Design (2006),
desain yang tepat untuk pendekatan Understanding by Design adalah
backward design, dimana suatu rancangan pembelajaran disusun dari
belakang yaitu berawal dari penentuan tujuan pembelajaran kemudian
evaluasi dan kegiatan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Pentingnya
dari pernyataan tersebut dalam menerapkan UbD dapat ditemukan melalui
menetapkan tujuan atau pencapaian pembelajaran untuk siswa atau
merancang sasaran yang diinginkan bagi peserta didik.
Kemudian, evaluasi kemampuan peserta didik dilakukan secara menyeluruh
dan komprehensif melalui metode diagnostik, seperti pre-test atau uji lisan
yang terkait dengan materi yang akan diajarkan dan terhubung dengan tujuan
sebelumnya. Tujuannya adalah untuk menilai sejauh mana pemahaman
peserta didik terhadap inti materi secara menyeluruh. Setelah analisis selesai
dan tujuan yang sesuai ditemukan, guru dapat menggali lebih lanjut dalam
menerapkan Understanding by Design (UbD). Pendekatan UbD pada dasarnya
memusatkan perhatian pada peserta didik sebagai pusat pembelajaran dalam
kurikulumnya.
b. Analisis implementasi UbD di Indonesia
Implementasi Understanding by Design (UbD) di Indonesia merupakan
sebuah langkah strategis dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di
negara ini. UbD, sebagai suatu pendekatan pembelajaran, menonjolkan aspek
pemahaman konsep dan keterampilan, sekaligus mempertimbangkan
kebutuhan unik setiap siswa. Dalam menyelenggarakan UbD di Indonesia,
beberapa faktor kunci harus diperhatikan agar pelaksanaannya berjalan
secara efektif.
Pertama, komitmen merupakan poin utama yang tak terelakkan. Seluruh
pihak terlibat, mulai dari guru, kepala sekolah, hingga pemerintah, perlu
memiliki komitmen yang kuat untuk menciptakan sinergi dan kerja sama yang
baik dalam menerapkan UbD di setiap sekolah. Komitmen ini menjadi fondasi
utama yang mendukung kelancaran dan keberhasilan implementasi UbD di
tingkat nasional.
Kedua, penyediaan sumber daya yang memadai memiliki peran vital.
Termasuk dalam sumber daya ini adalah bahan ajar, peralatan, teknologi, dan
tenaga pendidik yang memiliki kompetensi yang memadai. Ketersediaan
sumber daya yang memadai akan memberikan dukungan substansial kepada
guru dalam mengimplementasikan UbD secara efektif, sekaligus menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif dan modern bagi siswa.
Ketiga, pelatihan dan pendampingan bagi guru menjadi elemen penting
untuk memastikan pemahaman dan penguasaan teori serta teknik dalam
menerapkan UbD. Melalui pelatihan ini, guru dapat memperoleh bekal yang
cukup untuk menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan UbD.
Sementara pendampingan memainkan peran krusial dalam membantu guru
mengatasi hambatan atau masalah yang mungkin timbul selama proses
implementasi.
Keempat, evaluasi secara terus-menerus menjadi pondasi penilaian dan
perbaikan. Evaluasi ini tidak hanya mencakup pencapaian siswa, tetapi juga
mengukur sejauh mana implementasi UbD di sekolah sesuai dengan harapan.
Hasil evaluasi ini menjadi dasar untuk menentukan langkah-langkah
perbaikan dan penyesuaian dalam upaya terus-menerus meningkatkan mutu
implementasi UbD.
Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas, diharapkan implementasi
UbD di Indonesia bukan hanya berjalan dengan baik tetapi juga membawa
dampak positif yang signifikan bagi kualitas pendidikan di negara ini.
Peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan siswa serta terbentuknya
lingkungan belajar yang menyenangkan dan mendukung perkembangan
potensi siswa diharapkan menjadi pencapaian positif dalam penerapan UbD.

c. Bagaimana hasil pembelajaran peserta didik yang diharapkan dalam kerangka


UbD
Penerapan UbD dalam pembelajaran memiliki tujuan atau hasil yang
diharapkan dalam proses pembelajaran. Suatu pemahaman akan ditunjukkan
melalui suatu bukti. Bukti seorang siswa memahami dalam pendekatan UbD
ditunjukkan melalui 6 aspek sebagai berikut (Wiggins and McTighe, 2006):

1. Kemampuan Menjelaskan (Explanation): Siswa mampu menjelaskan


konsep atau materi dengan kata-kata mereka sendiri, menunjukkan
pemahaman yang mendalam.
2. Kemampuan Mengartikulasikan Signifikansi (Interpretation): Siswa
dapat menginterpretasikan atau mengartikulasikan makna dari konsep
atau informasi yang dipelajari dalam konteks yang lebih luas.
3. Aplikasi dalam Konteks Nyata (Application): Siswa mampu
mengaplikasikan pengetahuan atau konsep yang dipelajari dalam
situasi dunia nyata atau kontekstual.
4. Penggunaan Perspektif (Perspective): Siswa dapat melihat suatu
konsep dari berbagai sudut pandang atau perspektif yang berbeda.
5. Empati (Empathy): Siswa memahami pandangan orang lain atau
mengembangkan empati terhadap sudut pandang yang berbeda.
6. Pengambilan Keputusan (Self-Knowledge and Decision Making): Siswa
dapat menggunakan pemahaman mereka untuk membuat keputusan
atau tindakan yang tepat.
Aspek-aspek ini membantu mengukur pemahaman siswa secara menyeluruh,
memastikan bahwa pembelajaran tidak hanya sebatas pada pengetahuan
faktual tetapi juga mencakup pemahaman yang mendalam dan aplikasi dalam
berbagai konteks.
d. Bagaimana peran guru dalam implementasi UbD
Peran guru sangat krusial dalam menerapkan Understanding by Design (UbD).
Dalam konteks implementasi UbD, berikut peran penting yang diemban oleh
guru:
1. Perencanaan: Guru bertanggung jawab untuk merencanakan
pembelajaran dengan menentukan tujuan yang jelas dan diukur.
Perencanaan ini melibatkan identifikasi pertanyaan esensial,
pemilihan materi yang relevan, dan penentuan cara mengukur
pencapaian tujuan.
2. Desain Pembelajaran: Guru memiliki peran dalam merancang
pengalaman pembelajaran yang mendukung pencapaian tujuan. Ini
mencakup pemilihan metode pengajaran, aktivitas yang melibatkan
siswa, dan sumber daya yang sesuai dengan pendekatan UbD.
3. Penilaian: Guru harus merancang penilaian autentik yang
mencerminkan tujuan pembelajaran. Penilaian ini digunakan untuk
mengukur sejauh mana siswa mencapai pemahaman yang diinginkan.
Guru juga perlu memberikan umpan balik konstruktif untuk
meningkatkan pembelajaran.
4. Fasilitasi: Guru tidak hanya menjadi penyampai informasi, tetapi juga
fasilitator pembelajaran. Mereka harus menciptakan lingkungan yang
mendukung diskusi, kolaborasi, dan eksplorasi konsep. Memfasilitasi
proses pemahaman siswa adalah kunci dalam pendekatan UbD.
5. Monitoring dan Evaluasi: Guru perlu terus memantau kemajuan siswa
selama pembelajaran berlangsung. Hal ini memungkinkan
penyesuaian yang diperlukan untuk memastikan pencapaian tujuan.
Evaluasi proses dan hasil pembelajaran juga merupakan tanggung
jawab guru untuk memastikan efektivitas implementasi UbD.

3. Berikut merupakan lima hasil yang diinginkan dan bukti penilaiannya pada aspek
pemahaman dalam metode Understanding by Design (UbD):
1) Kemampuan Menjelaskan (Explanation): Siswa mampu menjelaskan konsep
atau materi dengan kata-kata mereka sendiri. Bukti Penilaian: Ujian lisan di
mana siswa diminta untuk menjelaskan suatu konsep atau materi tertentu.
2) Kemampuan Mengartikulasikan Signifikansi (Interpretation): Siswa dapat
menginterpretasikan atau mengartikulasikan makna dari konsep atau
informasi dalam konteks yang lebih luas. Bukti Penilaian: Proyek tulisan di
mana siswa menunjukkan pemahaman makna konsep dalam situasi
kontekstual.
3) Aplikasi dalam Konteks Nyata (Application): Hasil yang Diinginkan:* Siswa
mampu mengaplikasikan pengetahuan atau konsep yang dipelajari dalam
situasi dunia nyata. Bukti Penilaian: Proyek praktis atau simulasi yang
mengharuskan siswa menerapkan konsep dalam konteks realistis.
4) Penggunaan Perspektif (Perspective): Siswa dapat melihat suatu konsep dari
berbagai sudut pandang atau perspektif yang berbeda. Bukti Penilaian:
Diskusi kelompok di mana siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan
perspektif mereka tentang suatu konsep.

5) Empati (Empathy): Siswa memahami pandangan orang lain atau


mengembangkan empati terhadap sudut pandang yang berbeda. Bukti
Penilaian: Proyek kolaboratif di mana siswa harus berkolaborasi untuk
memahami dan mempresentasikan berbagai perspektif tentang suatu isu
atau topik.

Referensi:
Abdur Rahman As’ari. Penggunaan Backward Design Dalam Merancang Pembelajaran
Matematika yang Bernuansa Observation-based Learning. Jurusan Matematika, FMIPA
Universitas Negeri Malang. 26 Maret 2014
penggunaan backward design dalam merancang pembelajaran ...
https://www.researchgate.net/profile/Abdur-Asari/publication/273634688_Penggunaan_Ba
ckward_Design_dalam_Merancang_Pembelajaran_Matematika_yang_Bernuansa_Observati
on-Based_Learning/links/5507803d0cf26ff55f7e6125/Penggunaan-Backward-Design-dalam-
Merancang-Pembelajaran-Matematika-yang-Bernuansa-Observation-Based-Learning.pdf
Wiggins, G. and McTighe, J. Understanding by Design: Extended 2nd Edition. Alexandria, VA:
ASCD, 200

Anda mungkin juga menyukai