Anda di halaman 1dari 3

Ketuntasan belajar

Pendekatan ketuntasan dalam belajar sudah dijadikan sebagai salah satu pembaharuan dalam
pendidikan di Indonesia sejak diberlakukannya kurikulum tahun 1975 dan pada saat perintisan
pembelajaran dengan menggunakan sistem modul. Ketuntasan dalam belajar pada dasarnya merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang difokuskan pada penguasaan siswa terhadap bahan pelajaran
yang dipelajari. Melalui pembelajaran tuntas ini siswa diberi peluang untuk maju sesuai dengan
kemampuan dan kecepatan mereka sendiri serta dapat meningkatkan tahap penguasaan
pembelajarannya. Konsep belajar tuntas dilandasi oleh pandangan bahwa semua atau hampir semua
siswa akan mampu mempelajari pengetahuan atau keterampilan dengan baik asal diberikan waktu yang
sesuai dengan kebutuhannya. Setiap siswa mempunyai kemampuan dan upaya untuk menguasai
sesuatu yang dipelajari. Tahap penguasaan bergantung kepada kualitas pembelajaran yang dialaminya.

Kualitas pendidikan dapat dilihat dari tiga fase. Fase ini akan dilewati oleh setiap peserta didik, dimana
ketiga fase tersebut meliputi fase awal/masuk, fase proses, dan fase keluar. Ketiga fase ini dapat
berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Setiap fasenya saling berhubungan dan saling mendukung
untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satunya fase keluar yang dapat diukur melalui ketuntasan
belajar yang telah diperoleh peserta didik. Wiyarsi dan Priyambodo (2011:122) mengatakan bahwa
ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh setiap sekolah dan merupakan muatan KTSP. Namun dalam
kurikulum 2013 (K-13) dikenal dengan sebutan Ketuntasan Belajar Minimum (KKM). Ketuntasan belajar
peserta didik dapat dilihat dengan penilaian yang beracu pada kriteria, yaitu penilaian yang dilakukan
dengan membandingkan capaian peserta didik dalam keriteria kompetensi yang ditetapkan (KKM).
Aturan tersebut telah di atur dalam Permendikbud No. 53 tahun 2015 tentang Panduan Penilaian
Kurikulum 2013 SMP dan SMA dasar. Eryanti (2015) juga mengatakan bahwa ketuntasan belajar
merupakan pencapaian hasil belajar yang ditetapkan dengan ukuran dan dapat dipertanggungjawabkan
sebagai prasyarat dalam kompetensi lebih lanjut. Jadi, setiap sekolah haruslah menentukan kriteria
untuk ketercapaian tujuan pembelajaran sebagai tolak ukurnya. Dalam mencapai ketuntasan belajar,
peserta didik akan berusaha untuk belajar sehingga meningkatkan kemampuannya. Namun peserta
didik tidak jarang mengalami kesulitan dalam belajar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut dapat dari dalam peserta didik (internal) atau faktor dari luar peserta didik (eksternal). Faktor
internal adalah faktor dari dalam diri peserta didik seperti kecerdasan, motivasi, intensitas belajar dan
lain-lain. Sedangkan menurut Karnila dan Yulhendri (2014) faktor eksternal adalah faktor yang berasal
dari luar peserta didik yang dapat mempengaruhi belajar seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial serta
faktor intrumental. Ketuntasan belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktorfaktor
tersebut terdiri atas komponenkomponen masukan dalam pendidikan itu sendiri. Menurut Slameto
(2003:54), secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar peserta didik dapat digolongkan
menjadi 2, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri peserta
didik, diantaranya motivasi, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang datang dari luar peserta didik,
diantaranya adalah metode pembelajaran, lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Faktor lain yang
juga mempengaruhi ketuntasan belajar adalah guru. Menurut Arikunto dalam B. Kotten (2005), guru
merupakan satu-satunya komponen yang dapat merubah komponen-komponen lainnya. Seorang guru
harus membuat strategi pembelajaran yang efektif. Strategi pembelajaran yang dilaksanakan guru dapat
dilihat dari metode pembelajaran yang diterapkannya. Hasibuan (2004:3) menyatakan bahwa metode
pembelajaran adalah alat yang merupakan bagian dari perangkat dan cara dalam melaksanakan strategi
belajar mengajar. Lingkungan keluarga juga merupakan faktor yang mempengaruhi ketuntasan belajar
peserta didik. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam membentuk kepribadian
setiap individu. Munib (2006:77) menyatakan bahwa keluarga adalah lingkungan pertama dan utama,
karena sebelum manusia mengenal sekolah atau lembaga pendidikan yang lain, lingkungan inilah yang
pertama ada, dan keluarga disebut lingkungan yang utama karena di dalam lingkungan ini segenap
potensi yang dimiliki manusia terbentuk dan sebagian dikembangkan. Lingkungan keluarga sangat
berpengaruh terhadap proses belajar dan perkembangan potensi peserta didik. Namun pada
kenyataannya masih banyak orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anak-anak mereka di
rumah. Para orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anakanak mereka pada sekolah. Di lain
pihak, lingkungan sekolah tempat peserta didik memperoleh pendidikan kedua, juga dapat
mempengaruhi keberhasilan peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar. Sekolah merupakan
lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan
pelatihan dalam rangka membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya baik yang
menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual Oleh karena itu terciptanya lingkungan sekolah yang baik
sangat diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Ketika tujuan tersebut tercapai maka ketuntasan
belajar peserta didikpun secara otomatis tercapai. Selain itu, sebagai lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan proses pembelajaran, maka sekolah harus mempunyai sarana dan prasarana yang
memadai untuk menunjang kelancaran proses pembelajaran.

Aktifitas Belajar

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau
melakukan aktivitas sendiri. Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas merupakan aktivitas
mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan (Martinis Yamin, 2007: 75). Aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman, 2006:
96). Saat pembelajaran belangsung siswa mampu memberikan umpan balik terhadap guru. Sardiman
(2006: 100) menyatakan bahwa aktivitas belajar merupakan aktivitas yang bersifat fisik maupun
mental. Dalam kegiatan belajar keduanya saling berkaitan. Oemar Hamalik (2009: 179) menyatakan
bahwa aktivitas belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Aktivitas belajar dapat terwujud apabila siswa terlibat belajar secara aktif. Martinis Yamin (2007: 82)
mendefinisikan belajar aktif sebagai usaha manusia untuk membangun pengetahuan dalam dirinya.
Pembelajaran akan menghasilkan suatu perubahan dan peningkatan kemampuan, pengetahuan dan
ketrampilan pada diri siswa. Siswa mampu menggali kemampuannya dengan rasa ingin tahunya
sehingga interaksi yang terjadi akan menjadi pengalaman dan keinginan untuk mengetahui sesuatu
yang baru. Berkaitan dengan aktivitas belajar, harus diperhatikan pula strategi belajar mengajar-
mengajar yang efektif, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pengajaran expository Pengajaran expository atau penjelasan rinci ini melibatkan pengiriman
informasi dalam arah tunggal, dari suatu sumber ke pembelajaran. Contohnya dari pengajaran
ini adalah ceramah, demontrasi, tugas membaca dan presentasi audio visual.
2. Pengajaran interaktif Hakitnya, pengajaran ini sama dengan pengajaran expository.
Perbedaannya, dalam pengajaran interaktif terdapat dorongan yang disengaja ketika terjadi
interaksi antara guru dan pembelajaran yang biasanya berbentuk pemberian pertanyaan. Pada
dasarnya, dalam pendekatan ini pembelajar lebih aktif, dan keterampilan berpikir ditingkatkan
melalui unsure interaktif.
3. Pengajaran atau diskusi kelompok kecil Karakteritis pokok dari strategi ini melibatkan
pembagaian kelas dalam kelompok-kelompok kecil yang berkerja relative bebas, untuk
mencapaikan suatu tujuan.
4. Pengajaran inkuir atau pemecahan masalah. Cirri utama strategi ini adalah aktifnya
pembelajaran dalam penentuan jawaban dari berbagai pertanyaan serta pemecahan masalah.
5. Strategi belajar-mengajar Staregi belajar mengajar lainnya yang relative lebih baru adalah
cooperative learning, community service project, mastered learning, dan project approach.8

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan kegiatan atau
tindakan baik fisik maupun mental yang dilakukan oleh individu untuk membangun pengetahuan dan
ketrampilan dalam diri dalam kegiatan pembelajaran. Aktivitas belajar akan menjadikan pembelajaran
yang efektif. Guru tidak hanya menyampaikan pengetahuan dan ketrampilan saja. Namun, guru harus
mampu membawa siswa untuk aktif dalam belajar.

Anda mungkin juga menyukai