Anda di halaman 1dari 13

MENNGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELLAJARAN MAKE –A

MATCH PADA SISIWA KELAS V SD N 2

Sulvia Yuliarti (1)


Mahsup, M.Pd(2)
Nisa Mawarda Rokhman, M.Pd (3)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sekolah dasar (PGSD),
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka
Email : yuliartisulvia@gmail..com , mahsup.math@gmail.com,
niss.mawarda@um.ac.id

ABSTRAK

Kegiatan pembelajaran menggunakan Model Make A Match dalam


Penelitian Tindakan Kelas ini didasarkan pada hasil observasi awal yang
memperlihatkan bahwa Peserta didik kurang aktif selama proses belajar,
terutama di mata pelajaran Matematika. Prosedur PTK yang dilakukan
menggunakan empat tahapan utama yaitu perencanaan (plan), tindakan (action),
pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Keempat tahap ini saling
terkait dan membentuk satu siklus dalam pelaksanaan PTK tersebut. Dimana
Siklus selanjutnya merupakan refleksi dari siklus sebelumnya. Dalam penelitian
ini,teknik analisis data adalah statistik deskriptif. Pada hasil penelitian yang
dilakukan, menunjukkan bahwa penerapan model make A Match mengalami
peningkatan terhadap minat dan hasil belajar siswa, rata-rata pencapaian KKM
siswa dari Siklus 1 diperoleh 74,1 naik menjadi 81,4 pada siklus II dan jenjang
peningkatan 7,3. Selain itu, presentase ketuntasan klasikal juga meningkat dar
54,5% pada siklus I menjadi nilai 90,9 % pada siklus II, dengan selisih sebesar
37,4%.

Kata kunci : Minat bealajar, Hasil belajar , Model Pembelajran


KooperatifTyipe Make –A Match.
PENDAHULUAN

Ada gerakan konstan dan reformasi di sekolah untuk meningkatkan minat


belajar matematika. Modifikasi, reinventing, atau restrukturisasi konten, metode
pembelajaran, proses pembelajaran, dan metode penilaian pembelajaran. Tiga
faktor utama yang melatarbelakangi gerakan transformasi tersebut adalah
keberadaan dan perkembangan teori belajar, psikologi belajar dan filsafat
pendidikan. Ketiganya menentukan warna dan arah perubahan, terutama ketika
mempertimbangkan dan melaksanakan pembelajaran dan posisi guru-siswa. Teori
behavioris (mekanik) Thorndike jelas menekankan perlunya latihan dan
keterlibatan dalam mengerjakan soal-soal matematika, sehingga siswa diharapkan
memiliki kompetensi dan tangkas dalam mengerjakan berbagai soal matematika.
Peserta didik mengalami kesulitan mengerjakan suatu soal yang fakta-faktanya
diubah, dikurangi atau ditambah. Materi- materi dan keterampilan-keterampilan
baru terus-menerus ditambahkan, tetapi konsep- konsep matematika kurang di
dikaitkan dan kurang diintegrasikan (Gatot Muhsetyo, dkk : 1.6).

Menurut pengertian psikologis, belajar adalah proses perubahan tingkah


laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya.
Perubahan ini tercermin dalam semua aspek perilaku (Daryanto, 2016).

Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:”Belajar ialah suatu


proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah lakuyang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya”(Daryanto. 2013)

Hal ini dapat menunjukkan kesuksesan dalam mencapai sasaran pendidikan


sangat tergantung dari cara proses pembelajaran diikuti oleh seseorang sebagai
peserta didik. Tapi pada kenyataannya, di beberapa lembaga pendidikan
ditemukan beberapa siswa yang hasil belajarnya tidak mencapai standar yang
telah ditentukan.

Minat dapat diartikan sebagai kecenderungan perasaan terhadap suatu hal,


semangat, atau keinginan. Sementara itu, "berminat" berarti memiliki minat,
kecenderungan perasaan terhadap, atau ingin akan sesuatu. Pada Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Mahfudz Shalahuddin memberikan difinisi minat sebagai
sesuatu hal yang melibatkan unsur-unsur perasaan. Di sisi lain, Soehanda
Poerbakawatja dan Harhap menjelaskan bahwa minat merujuk pada
keinginan jiwa yang aktif untuk menyerap hal-hal baru (Poerbakawatja dan
Harahap, 2012: 214).

Hasrat menambah ilmu merupakan dorongan internal individu dalam


melaksanakan pembelajaran guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman. Gairah ini timbul karena keinginan untuk mengetahui dan
memahami hal-hal tertentu yang memotivasi dan membimbing siswa untuk lebih
fokus dalam belajar (Iskandar, 2012:181).

Menurut Clayton Aldelfer dalam buku yang ditulis (Nashar,2014:42),


Minat belajar adalah kecenderungan peserta didik untuk belajar yang didorong
oleh keinginan untuk mencapai prestasi belajar yang optimal.

Dari yang dipaparkan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa, Minat belajar
adalah keinginan yang memotivasi seseorang untuk mencapai tujuan belajar.
Minat belajar tidak hanya bergantung pada kemampuan, tetapi juga ditentukan
oleh apakah seseorang memilih tujuan belajar yang berfokus pada penguasaan
yang baik atas keterampilan baru atau tujuan kinerja yang menunjukkan kepada
orang lain apa yang mampu kita lakukan. Dengan demikian, individu yang
memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi berbeda dari yang lain dalam cara
berikut:

1. Peserta didik akan bertanggung jawab secara pribadi untuk menemukan


solusi dari masalah. Ini berarti mereka mengambil inisiatif untuk
mencapai hasil, bahkan ketika itu bukan tanggung jawabnya.

2. Peserta didik membutuhkan umpan balik yang cepat tentang


kinerjanya. Mereka sering merasa frustrasi ketika tidak mendapat
umpan balik, dan lebih suka jika umpan balik diberikan dengan cepat.
3. Peserta didik menetapkan tujuan yang menantang dan tepat, agar
memiliki semangat yang tinggi untuk mengendalikan kesuksesan
mereka sendiri, dan tidak ingin mencapai sesuatu secara kebetulan.

4. Peserta didik ingin mengembangkan diri, sehingga menetapkan


tujuan yang menantang tetapi dianggap masih dapat dicapai.

5. Kesempatan pencapaian sampai 50% (Intan, 2014:40-41)

Segala sesuatu yang mempengaruhi antusiasme belajar siswa meliputi bahan


pelajaran, teknik pengajaran, pendekatan guru, sarana belajar, lingkungan belajar,
gaya mengajar, dan faktor lainnya. Guru perlu memperhatikan dan
mengaplikasikan elemen-elemen tersebut agar dapat membantu siswa
meningkatkan minat belajar dan keaktifan dalam kelas.

Menurut Fudyartanto, hasil pembelajaran diperoleh setelah pelaksanaan


kegiatan belajar. Belajar merupakan sebuah aktivitas yang bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman atau pengetahuan seseorang. Dalam hal ini, peserta
didik berusaha untuk memuaskan kebutuhan mereka akan pengetahuan atau
pemahaman yang tidak mereka miliki sebelumnya. Oleh karena itu, melalui
proses belajar, peserta didik dapat menghasilkan perubahan tingkat pengetahuan
atau kemampuan. Belajar dapat diukur dari jumlah perubahan yang terjadi dalam
tingkat performa atau perilaku individu. Perubahan ini bertahan lama dan
dihasilkan dari pengalaman spesifik (Uden, 2006).

Keberhasilan proses belajar pada dasarnya adalah tentang perubahan positif


yang berlangsung sebelum dan sesudah pelaksanaan proses tersebut. Terdapat
beberapa indikator keberhasilan pembelajaran, yaitu:

1. Partisipasi lebih aktif dalam proses pembelajaran. Baik secara fisik,


intelektual, maupun emosional;

2. Adanya perubahan positif yang terjadi akibat proses pembelajaran;

3. Guru yang mampu memilih media ajar, dan alat pengajaran yang tepat
serta menggunakannya dalam suasana yang menyenangkan dan
memotivasi sehingga siswa dapat benar-benar menikmati pembelajaran;

4. Munculnya motivasi kuat bagi siswa untuk belajar mandiri dan


meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik (Abuddin
Nata, op.cit., hlm. 311-312) .

Belajar-mengajar adalah sebuah interaksi antara murid sebagai yang


belajar dan pendidik sebagai pengajar. Menurut Edi Suardi, karakteristik interaksi
belajar mengajar di Sardiman A.M. sebagai berikut: :

a. Memiliki tujuan untuk membantu perkembangan anak;

b. Terdapat prosedur yang direncanakan demi tercapainya


tujuan pembelajaran;

c. Menekankan pada materi yang spesifik;

d. Murid harus aktif terlibat dalam proses belajar;

e. Pendidik berperan sebagai pembimbing;

f. Disiplin diperlukan sesuai dengan prosedur yang dibentuk;

g. Terdapat batasan waktu untuk mencapai tujuan;

h. Evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan belajar murid.

Strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor terpenting yang


mempengaruhi hasil belajar dalam pendidikan, dimana hasil kinerja siswa dapat
dilihat dari prestasi mereka. Cara untuk menilai prestasi siswa adalah melalui
penilaian. Penilaian bertujuan untuk mengevaluasi keefektifan program
pendidikan. Penelitian ini berfokus pada pola pembelajaran kolaboratif, dengan
karakter yang cocok untuk meningkatkan prestasi belajar dalam pelajaran
matematika. Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik
mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan
metode mengajar) maupun bagi peserta didik (dalam memilih strategi belajar).
Dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan
belajar (Winarno Surahmad, 1982). Langkah metode pembelajaran yang dipilih
memainkan peran utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi
belajar peserta didik (Gita Sekar Prihanti, 2015).

Dari beberapa sudut pandang di atas, penulis menyimpulkan bahwa model


pembelajaran mencakup semua proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru
dengan urutan pengajaran yang berfungsi untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Model pembelajaran ini mengacu pada pendekatan yang
digunakan, yang meliputi strategi, teknik, metode, dan langkah-langkah
pembelajaran. Menurut Savage (dalam Rusman, 2017: 295), model pembelajaran
didefinisikan sebagai sebuah pendekatan yang digunakan dalam proses
pembelajaran.

Strategi pembelajaran kooperatif atau model pembelajaran kelompok adalah


seperangkat kegiatan belajar yang dilakukan siswa dalam kelompok tertentu untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan. SPK terdiri dari empat unsur
penting, yaitu: (1) kehadiran peserta dalam kelompok; (2) ada aturan kelompok;
(3) pembelajaran setiap anggota kelompok; dan (4) merupakan tujuan yang layak
dicapai.

Peserta adalah siswa yang melaksanakan proses pembelajaran pada masing-


masing kelompok belajar. Pengelompokan siswa dapat didasarkan pada beberapa
pendekatan, seperti mengelompokkan siswa berdasarkan minat dan bakatnya,
mengelompokkannya berdasarkan latar belakang keterampilannya, dan
mengelompokkannya berdasarkan gabungan minat dan keterampilannya. Apapun
pendekatan yang Anda gunakan harus fokus pada tujuan pembelajaran Anda (H.
Wina Snajaya, M.D.: 2006)

Namun berdasarkan hasil penelitian awal pada Kelas V SD Negeri 2


Pengdang, hasil belajar matematika siswa sangat rendah dari nilai KKM yang
ditentukan yakni 75. Dalam hal ini melihat realita peneliti, guru di sekolah ini
perlu memperbaiki strategi pembelajarannya untuk meningkatkan hasil belajar
khususnya matematika. Maka solusinya adalah dengan menggunakan model
pembelajaran yang dapat melibatkan dan memotivasi siswa. Oleh karena itu
peneliti melakukan pembelajaran dengan menggunakan langkah- langkah model
pembelajaran Make a Match.

Komalasari (2010: 85) menyatakan bahwa model Make a Match adalah


model pembelajaran yang mengajak siswa untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan atau pasangan konsep melalui setumpuk pasangan dalam waktu
tertentu. Selain itu, Huda (2012:135) mengatakan bahwa, Make a Match adalah
pendekatan konseptual yang mengajarkan siswa untuk memahami konsep secara
aktif, kreatif, efektif, interaktif, dan menyenangkan, sehingga konsep mudah
dipahami dan lama dalam struktur kognitif siswa tetap berlabuh. Pendapat ini
sesuai dengan pernyataan Suprijono (2009) bahwa metode Make a Match adalah
metode menjodohkan kartu yang menuntut siswa untuk menemukan pasangan
kartu yang dimilikinya dalam jangka waktu yang ditentukan dalam RPP, dalam
suasana kegiatan yang menyenangkan. Berdasarkan pernyataan tersebut
dikembangkan metode pembelajaran “Make a Match” untuk digunakan sebagai
pengukur pemahaman siswa. Proses dilakukan dengan menggabungkan kartu
yang berisi soal dan jawaban dari materi yang diajarkan. Metode pembelajaran
Make a Match merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Metode pembelajaran ini
mengajak siswa untuk menghafal atau mengingat suatu topik dengan cara yang
baru dan menyenangkan. Metode pembelajaran Make a Match dapat membantu
siswa dalam masalah belajar, khususnya yang berkaitan dengan hafalan mata
pelajaran. Proses pembelajaran dengan metode Make a Match yang lebih inovatif
dapat diselaraskan dengan aktivitas belajar siswa menjadi lebih bermakna dan
berorientasi pada tindakan serta membantu meningkatkan proses dan hasil
pembelajaran (Pratiwi, 2018).

Penggunaan model pembelajaran Make a Match dalam pembelajaran


matematika menciptakan suasana baru, dengan menggunakan model pembelajaran
ini, siswa lebih tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran. Proses
pembelajaran yang kreatif dan inovatif memotivasi siswa dalam belajar, karena
mengikuti proses pembelajaran yang tidak monoton dapat meningkatkan rasa
ingin tahu siswa, dan siswa tidak akan cepat bosan.

METODE PENELITIAN

Metode peneilitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK),


yang berasal dari masalah yang ditemukan pada peroses pembelajaran. Arikunto
(2010:135), menyatakan bahwa PTK merupakan penelitian yang dilaksanakan olh
guru di kelasnya, dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki kualitas
pembelajaran di kelas. Subjek penelitian PTK ini adalah siswa siswi SDN 2
Pengadang, pada Pelajaran Matematika, dengan pokok bahasan Penjumlahan dan
Pengurangan Pecahan dengan Penyebut berbeda, dengan jumlah siswa 11 orang,
dimana Perempuan sebanyak 7 orang dan laki-laki 4 orang. Metode kooperatif
dengan Model pembelajaran Make A Match, dilaksanakan dengan menggunakan
rancaangan sebanyak 2 siklus, dengan masing-masing siklus terdiri atas 4 tahapan
yaitu: Planning (perencanaan), Acting (pelaksanaan), Observing (pengamatan),
dan Reflecting (refleksi).

Teknik pengumpulan data menggunakan data aktivitas guru dan data minat
belajar matematika yanag dianalisis dengan statistik deskriptif. Analisis statistik
deskritif bertujuan untuk mendeskripsikan data aktivitas guru dan data minat
belajar matematika selama proses pembelajaranmatematika.

Proses analisis data tentang meningkatkan minat dan hasil belajar peserta
didik, yang dilakukan selama pembelajaran matematika , menggunakan
persamaan sebagai berikut;

𝐹
P = x 100 %
𝑁

Keterangan :
P : Angka persentase
F : Frekuensi
N : Jumlah individu

Dengan persentase Minat Belajar siswa yang diperoleh dapat dinyatakan


dengan :
90 % - 100 % = Sangat Tinggi

76 % - 89 % = Tinggi

65 % - 75 % = Sedang

< 65 % = Rendah

Data analisis siswa yang berupa lembar evaluasi dapat dianalisis


menggunakanpersamaan, sebagai berikut :
∑𝑓𝑥
M = 𝑁

Keterangan :
M = Mean (nilai rata-rata kelas pencapai KKM)
x = Jumlah seluruh nilai siswa yang mencapai KKM
N = Jumlah siswa yang mencapai KKM

Untuk menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa dengan kriteria


penilaian yang digunakan yaitu:

∑𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑏𝑒𝑙𝑎𝑗𝑎𝑟


P (Indeks Ketuntasan) = x 100 %
∑𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎

1. Pelaksanaan pembelajaran dianggap berhasil apabila tingkat

keberhasilan hasil ≥ 75%.

2. Siswa dianggap selesai jika mencapai beberapa poin yang sesuai dengan

KKM yaitu ≥ 75. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal dinyatakan

valid jika semua siswa mencapai ≥ 75%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dengan rata-rata 66,8 pada data awal, menunjukkan bahwa pengetahuan
matematika siswa jika dilihat masih sangat rendah dengan kriteria kesiapan siswa
SD Negeri 2 Pengadang adalah 75. Dengan nilai yang sangat rendah tersebut,
peneliti berusaha untuk dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa
menggunakan model Make a Match. Akhirnya dengan model pembelajaran
“Make a Match” yang tepat, menurut teori yang ada dapat dicapai peningkatan
rata-rata hasil belajar anak/siswa pada Siklus I yaitu mencapai rata-rata 74,1.
Namun rata-rata tersebut belum maksimal karena hanya enam siswa yang berada
di atas nilai KKM sedangkan sisanya belum mencapai nilai KKM. Padahal tingkat
pembelajarannya hanya 54,5%. Hal ini disebabkan penggunaan model Make a
Match belum maksimal karena penerapan model/metode tersebut baru dicoba dan
guru belum mampu mengimplementasikannya sesuai alur teori yang benar. Pada
tahap kedua, hasil belajar siswa maksimal ketika peneliti membuat perencanaan
yang lebih baik, benar dan optimal memanfaatkan alur dan teori model Make a
Match. Peneliti secara aktif mendorong siswa untuk belajar secara intensif,
memberikan instruksi dan membimbing mereka untuk menguasai matematika
secara optimal. Akhirnya dengan segala upaya tersebut peneliti mampu
meningkatkan hasil belajar siswa siklus II menjadi rata-rata 81,36 yang
merupakan persentase sebesar 90,9%. Upaya maksimal tersebut membuahkan
hasil ketika model Make a Match mampu meningkatkan minat dan hasil belajar
matematika siswa kelas V SD Negeri 2 Pengadang. Hasil belajar siswa
ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

KETERANGAN
No NAMA SIAWA NILAI TIDAK
TUNTAS
TUNTAS
1 Siswa 1 74 √
2 Siswa 2 71 √
3 Siswa 3 71 √
4 Siswa 4 73 √
5 Siswa 5 72 √
6 Siswa 6 80 √
7 Siswa 7 82 √
8 Siswa 8 81 √
9 Siswa 9 82 √
10 Siswa 10 66 √
11 Siswa 11 77 √
Jumlah 737
rata-rata 66,8
Data pembelajaran yang diperoleh siswa pada Siklus 1 dan 2 ditunjukkan
pada Tabel 2 di bawah ini
SIKLUS 1 SIKLUS 2
NAMA KETERANGAN KETERANGAN
NO
SIAWA NILAI TIDAK NILAI TIDAK
TUNTAS TUNTAS
TUNTAS TUNTAS
1 Siswa 1 71 √ 80 √
2 Siswa 2 71 √ 79 √
3 Siswa 3 65 √ 78 √
4 Siswa 4 68 √ 73 √
5 Siswa 5 73 √ 81 √
6 Siswa 6 76 √ 83 √
7 Siswa 7 78 √ 91 √
8 Siswa 8 79 √ 82 √
9 Siswa 9 80 √ 84 √
10 Siswa 10 78 √ 79 √
11 Siswa 11 80 √ 87 √
Jumlah 815 895
rata-rata 74,1 81,36
Persentase
54,50% 90,90%
peningkatan/siklus

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian penerapan model pembelajaran kolaboratif Tipe
Make A Match untuk meningkatkan minat dan hasil belajar matematika siswa
kelas V SDN 2 Pengadang, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Rata-
rata pencapaian KKM siswa yang menggunakan model pembelajaran kolaboratif
Tipe Make A Match semakin meningkat, dengan nilai pada Siklus I 74,1 dan
nilai pada Siklus II 81,4. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan sebesar 7,3
dari Siklus I ke Siklus II, dengan persentase kesempurnaan klasikal juga
meningkat dengan apresiasi pada periode pertama hingga 54,5%, pada periode
kedua menjadi 90,9%. Hal ini menunjukkan adanya persentase peningkatan
sebesar 37,4% dari Siklus I ke Siklus II.
B. SARAN

Saran yang dapat penulis sampaikan mengenai penelitian ini adalah: Guru
harus bisa dan mampu berperan aktif dalam proses belajar mengajar, serta selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada siswa, serta Pendidik harus lebih
kreatif dan inovatif untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, agar
supaya materi yang disampiakan mudah dipahami serta mampu meningkatkan
minat siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Siswa harus terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Andi, Achru P. 2019. “Pengembangan Minat Belajar dalam Pembelajaran”.

Jurnal Idaarah, Vol. III, No. 2, Desember 2019

Dewa Nyoman Suprapta. 2020. Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match

sebagai upaya Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Inggris Siswa. Jurnal

of Education Research, Vol. 4, No. 3, Tahun 2020, pp. 240-246.

Firmansyah, Dani. 2015. Pengaruh Strategi Pembelajaran Dan Minat Belajar

terhadap hasil Belajar Matematika. Jurnal Pendidikan Unsika, Vol. 3

No. 1, Maret 2015.

Huda, Miftahul. 2015. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan

Model Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kunandar. 2015. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik

Berdasarkan Kurikulum 2013) Suatu Pendekatan Praksis Disertai

dengan Contoh. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Miftahul. 2013. Model-Modeln Pengajaranddan Pembelajaran: Isu-isu Metodis

dan Paradigmatis. Yogyakarta: PustakanPelajar.


Pratiwi, Rina Hidayat. 2018. Metode Pembelajaran “ Make A Match” dan

Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar IPA. Florea Vol. 5, No. 1, Mei

2018

Rusman. 2017. Belajar & Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai