Anda di halaman 1dari 9

TUGAS KELOMPOK 1 MODUL 2

PEMBELAJARAN PKn di SD
TUTOR : SADDAM, M.Pd

Kelompok 1 :
SULVIA YULIARTI (859163898)
IIS ROSMIATI (859163991)
SYAFRUDIN WIJAYA (859163977)
SAMSUL HADI (859165465)
HILDA YULIA EVI (859163755)

PGSD UNIVERSITAS TERBUKA MATARAM


POKJAR PRAYA
2022
MODUL 2
KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL

PETA KONSEP

KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI


PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL

KEGIATAN BELAJAR I KEGIATAN BELAJAR 2 KEGIATAN BELAJAR 3


Pendekatan PKn Sebagai Pendidikan Nilai dan Moral Hubungan Intraktif
Pendidik Nilai dan Moral di dalam Standar isi PKn di SD Pengembangan Nilai dan Moral
SD dalam PKn di SD

Berpijak Pada Nilai-Nilai : Membentuk Warga Negara Program dan poses


yang Melaksanakan Hak dan pendidikan yang
1) Nilai Keagamaan Kewajiban untuk Menjadi
mengembangkan
WNI yang Cerdas, Terampil
2) Nilai Demokrasi yang ber dan Berkarakter sesuai pikiran, nilai dan sikap.
ketuhanan Yang Maha
Amanat Pnancasila dan UUD
Esa
1945
3) Nilai Sosial Kultural yang
Berbhineka Tunggal Ika 1. Teori Piaget
1. Persatuan dan Kesatuan 2. Teori Kohlberg
Bangsa
2. Norma Hukum dan
Peraturan
3. HAM
4. Kebutuhan Warga
Negara
5. Konstitusi Negara
6. Kekuasaan dan Politik
7. Pancasila
8. Globalisasi
RESUME

KEGIATAN BELAJAR 1
Pendekatan PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD

Herman ( 1972 ) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar , yakni bahwa”...value is
neither taugh nor cought, it learned”, yang artinya bahwa substansi nilai, tidak semata – mata ditangkap ,
diinternalisasi , dan dibakukan sebagai bagian melekat dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses
belajar. Proses pendidikan pada dasarnya merupakan proses pembudayaan atau enkulturasi untuk
menghasilkan manusia yang berkeadaban, termasuk didalamnya yang berbudaya.

Dalam latar belakang kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah barlangsung dalam
kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Contohnya tradisi dongen dan sejenisnya yang dulu
dilakukan oleh orang tua terhadap anak dan cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun atau
sinetron dalam media massa tersebut. Disitulah pendidikan nilai menghadapi tantangan konseptual,
instrumen, dan operasional.
Dalam Konteks Pendidikan Nasional Indonesia telah ditegaskan dalam Pasal 3 UU Sidikan
20/2003 bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak ulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang
demokrasi, serta bertanggungjawab. Oleh karena itu maka proses pendidikan seyogyanya bukan hanya
sebagai proses pendidikan berfikir tetapi pendidikan berwatak seperti nilai dan perilaku.
Di lingkungan masyarakat barat sendiri yang secara ekonomi termasuk masyarakat modern terdapat
berbagai persoalan moral yang dirasa perlu mendapat perhatian pendidikan nilai. Melihat keadaan seperti
itu dirasakan perlunya upaya pendidikan nilai moral yang dilakukan secara menyeluruh dengan
pertimbangan sebagai berikut :

1. Pendidikan nilai merupakan suatu kebutuhan sosiokulturai yang jelas dan mendesak bagi
kelangsungan kehidupan yang berkeadaban.
2. Pewarisan nilai antar generasi dan dalam satu generasi merupakan wahana sosiopsikologis dan
selalu menjadi tugas dari proses peradaban.
3. Peranan sekolah sebaagai wahana psikopedagogis dan sosiopedagogik yang berfungsi sebagai
pendidik moral menjadi semakin penting, pada saat dimana hanya sebagian kecil anak yang
mendapat pendidikan moral dari orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil.
4. Dalam setiap masyarakat sebagai terdapat landasan etika umum, yang bersifat universal melintasi
batas ruang dan waktu, sekalipun dalam masyarakat pluralistik yang mengandung banyak potensi
terjadinya konflik nilai.
5. Demokrasi mempunyai kebutuhan khusus akan pendidikan moral karena inti dari demokrasi adalah
pemerintahan yang berakar dari rakyat dilakukan oleh wakil pembawa amanah rakyat, dan
mengusung komitmen mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
6. Pertanyaan yang selalu dihadapi baik individu maupun masyarakat adalah pertanyaan moral.
7. Terdapat dukungan yang mendasar dan luas bagi pendidikan nilai sekolah.
8. Komitmen yang kuat terhadap pendidikan moral sangatlah esensial untuk menarik dan membina
guru-guru yang berkeadaban dan profesional.
9. Pendidikan nilai adalah pekerjaan yang dapat dan harus dilakukan sebagai suatu keniscayaan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat global.

Dilihat dari substansi dan prosesnya , menurut Lickona ( 1992 : 53-63 ) yang perlu dikembangkan
dalam rangka pendidikan nilai tersebut adalah nilai karakter yang baik ( good character ) yang di dalamnya
mengandung tiga dimensi nilai moral yaitu dimensi wawasan moral, dimensi wawasan nilai moral, dimensi
perasaan moral dan dimensi perilaku moral.

Pendidikan nilai moral secara formal – kurikuler terdapat dalam mata pelajaran PPKn (Kurikulum
1994) atau PKn (UU RI No.20 Thn.2003) dan Pendidikan Agama dan Bahasa. Pkn mengandung unsur
pokok sebagai pendidikan nilai moral-sosial/etis, Pend.Agama mengandung nilai religius, dan Bahasa
mengandung nilai estetis dan etis.

Dari kajian dan bahasan terhadap konsep , isi dan strategi pendidikan nilai di dunia Barat yang
lebih cenderung bersifat bersifat sekuler dan berpijak serta bermuara pada pengembangan moral kognitif ,
kiranya terdapat beberapa hal yang dapat bisa diaptasikan bagi kepentingan pendidikan nilai di Indonesia
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

Secara konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang Theistis atau demokrasi yang
ber Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pendidikan nilai bagi Indonesia seyogyanya berpijak
pada nilai – nilai keagamaan , nilai – nilai demokrasi yang ber Bhinneka Tunggal Ika . Dalam konteks
itu maka teori perkembangan moral dari Piaget dan Kohlberg yang dapat diadaptasikan adalah terhadap
nilai moral sosial- kultural selain nilai yang berkenaan atau boleh dirasionalkan.

Konsep pendidikan nilai moral Piaget yang menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
mengambil keputusan dan memecahkan masalah moral dalam kehidupan dapat diadaptasikan dalam
pendidikan nilai di Indonesia dalam konteks demokrasi konstitusional Indonesia dan konteks sosial-
kultural masyarakat Indonesia yang ber Bhinneka Tunggal Ika termasuk dalam keyakinan agama.
Konsepsi pendidikan nilai moral Kholberg yang menitikberatkan pada penalaran moral melalui
pendekatan klarifikasi nilai yang memberikan kebebasan kepada individu peserta didik untuk memilih
posisi moral, dapat digunakan dalam konteks pembahasan nilai selain aqidah sesuai dengan keyakinan
masing-masing . Sedangkan teori tingkatan dan tahapan perkembangan moral Kohlberg secara
konseptual dapat digunakan sebagai salah satu landasan bagi pengembangan paradigma penelitian
perkembangan moral bagi orang Indonesia.

Kerangka konseptual komponen Good Character dari Lickona yang membagi karakter menjadi
wawasan moral, perasaan moral , dan perilaku moral dapat dipakai untuk mengklasifikasikan nilai moral
dalam pendidikan nilai di Indonesia dengan menambahkan ke dalam masing-masing dimensi itu aspek
nilai yang berkenaan dengan konteks keagamaan seperti wawasan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
dimensi Wawasan Moral , perasaan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam dimensi Perasaan
Moral, dan perilaku moral kekhalifahan dalam dimensi Perilaku Moral.
KEGIATAN BELAJAR 2
Pendidikan Nilai dan Moral dalam Standar Isi PKn di SD

Muatan isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan


warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamankan oleh Pancasila dan UUD
1945.

Secara umum PKn diSD bertujuan untuk mengembangkan kemampuan:


1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara
cerdas dalamkegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkan karakter-ka
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Struktur kurikulum di SD meliputi susbtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang
pendidikan selama enam tahun mulai kelas 1 sampai dengan Kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun
berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah, menurut Permendiknas


No.22 Tahun 2006 secara umum meliputi substansi kurikuler yang didalamnya mengandung nilai dan
moralsebagai beriku :
1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi; Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta Lingkungan,
kebanggaan, sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara, Kesatuan Republik
Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi; Tata tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib disekolah,
norma yang berlaku dimasyarakat, Peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam dalam
kehidupanberbangsa, sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
3. Hak asasi manusia meliputi; hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat,
instrumen nasional dan internasional Ham, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

4. Kebutuhan warga negara meliputi; hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat,
kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama,
prestasi kedudukan warga negara,

5. Konstitusi Negara meliputi; Proklamasi Kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-
konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan agar negara dengan konstitusi.
6. Kekuasaan dan Politik meliputi; Pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan
otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju
masyarakat madani, sistem pemerintahan pers dalam masyarakat demokrasi.
7. Pancasila meliputi; kedudukan Pancasila sebagai dasaar negara dan ideologi negara, proses
perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari Pancasila sebagai ideologi terbuka.
8. Globalisasi meliputi; globalisasi di lingkungannya, poloitik luar negeri Indonesia di era globalisasi
dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi
globaalisasi.
KEGIATAN BELAJAR 3
Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai dan Moral dalam PKn di SD

Konsep “values eduation, moral education, education for vitues” sebagai program dan proses
pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran, juga mengembangkan nilai dan sikap.

Lickona (1992:6-7) “pendidikan moral merupakan aspek yang esensial bagi pekembangan dan
berhasilnya kehidupan demokrasi” Yakni: Menghormati hak orang lain Mematuhi hukum yang belaku,
Partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan Peduli terhadap perlunya kebaikan bagi umat

Secara teoritik nilai dan moral berkembang secara psikologis dalam diri individu mengikuti
perkembangan usia dan konteks social. Piaget merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan
aturan yang dibagi menjadi dua domain yaitu sebagai berikut :

1. Tahapan Domain Kesadaran Mengenai Aturan


Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dirasakan sebagai susatu hal yang bersifa tidak memaksa, usia
2-8 tahun, aturan disikapi dengan hal yang bersifat sacral dan diterima tanpa pemikiran, usia 8-12
tahun aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.

2. Tahapan Domain Pelaksanaan Aturan


Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dilakukan sebagai susatu hal yang bersifa monorik saja, usia 2-6
tahun, aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih berorientasi diri sendiri, usia 6-10 tahun
diterima sebagai hasil kesepakatan.

Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah seyogyanya menitik beratkan pada


pengembangan kemampuan mengambil keputusan (decision making skills) dan memecahkan masalah
(problem solving) dan membina pengembangan moral yang dilakukan dengan cara menutut peserta didik
untuk mengembangkan aturan berdasarkan keadilan (fairness).
Sedangkan Koherlberg merumuskan adanya tiga tingkat / level yang terdiri atas enam
tahap/stageyaitu sebagai berikut :
1. Tingkat I : Prakonvensional (Preconventional)
a. Tahap 1, Orientasi hukuman dan kepatuhan.
b. Tahap 2, Orientasi instrumental nisbi.
2. Tingkat II : Konvensioanal (Conventional)
a. Tahap 3, Orientasi kesepakatan timbal balik.
b. Tahap 4, Orientasi hokum dan ketertiban.
3. Tingkat III : Poskonvensional (Postconventional)
a. Tahap 5, Orientasi kontrak social lagalistik
b. Tahap 6, Orientasi prinsip etika universal
Dengan kata lain pendekatan pendidikan nilai yang ditawarkan Kohlberg sama dengan yang
ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral, namun
berbeda dalam hal titik berat pembelaarannya dimana Piaget menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah, sedangkan Kohlberg menitikberatkan pada
pemilihan nilai yang dipegang terkait dengan alternative pemecahan terhadap suatu dilemma moral melalui
proses klarifikasi bernalar.

Anda mungkin juga menyukai