Pendidikan nilai moral secara formal – kurikuler terdapat dalam mata pelajaran
PPKn (Kurikulum 1994) atau PKn (UU RI No.20 Thn.2003) dan Pendidikan Agama dan
Bahasa. Pkn mengandung unsur pokok sebagai pendidikan nilai moral-sosial/etis,
Pend.Agama mengandung nilai religius, dan Bahasa mengandung nilai estetis dan
etis.
Dari kajian dan bahasan terhadap konsep , isi dan strategi pendidikan nilai
di dunia Barat yang lebih cenderung bersifat bersifat sekuler dan berpijak
serta bermuara pada pengembangan moral kognitif , kiranya terdapat beberapa hal
yang dapat bisa diaptasikan bagi kepentingan pendidikan nilai di Indonesia
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi; Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta
Lingkungan, kebanggaan, sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara,
Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi; Tata tertib dalam kehidupan keluarga,
Tata tertib disekolah, norma yang berlaku dimasyarakat, Peraturan-peraturan
daerah, norma-norma dalam dalam kehidupan berbangsa, sistem hukum dan peradilan
nasional, Hukum dan peradilan internasional.
3. Hak asasi manusia meliputi; hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota
masyarakat, instrumen nasional dan internasional Ham, Pemajuan, penghormatan dan
perlindungan HAM.
4. Kebutuhan warga negara meliputi; hidup gotong royong, harga diri sebagai warga
masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
menghargai keputusan bersama, prestasi kedudukan warga negara,.
KEGIATAN BELAJAR 3
Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai dan Moral dalam PKn di SD
Konsep “values eduation, moral education, education for vitues” sebagai program
dan proses pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran, juga
mengembangkan nilai dan sikap.
1. Tahapan Domain Kesadaran Mengenai Aturan Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan
dirasakan sebagai susatu hal yang bersifa tidak memaksa, usia 2-8 tahun, aturan
disikapi dengan hal yang bersifat sacral dan diterima tanpa pemikiran, usia 8-12
tahun aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.
2. Tahapan Domain Pelaksanaan Aturan Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan
dilakukan sebagai susatu hal yang bersifa monorik saja, usia 2-6 tahun, aturan
dilakukan sebagai perilaku yang lebih berorientasi diri sendiri, usia 6-10 tahun
diterima sebagai hasil kesepakatan.
Sedangkan Koherlberg merumuskan adanya tiga tingkat / level yang terdiri atas
enam tahap/stage yaitu sebagai berikut : 1. Tingkat I : Prakonvensional
(Preconventional) a. Tahap 1, Orientasi hukuman dan kepatuhan. b. Tahap 2,
Orientasi instrumental nisbi. 2. Tingkat II : Konvensioanal (Conventional) a.
Tahap 3, Orientasi kesepakatan timbal balik. b. Tahap 4, Orientasi hokum dan
ketertiban. 3. Tingkat III : Poskonvensional (Postconventional) a. Tahap 5,
Orientasi kontrak social lagalistik b. Tahap 6, Orientasi prinsip etika universal
Dengan kata lain pendekatan pendidikan nilai yang ditawarkan Kohlberg sama dengan
yang ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap perilaku moral yang dilandasi
oleh penalaran moral, namun berbeda dalam hal titik berat pembelaarannya dimana
Piaget menitikberatkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan dan
memecahkan masalah, sedangkan Kohlberg menitikberatkan pada pemilihan nilai yang
dipegang terkait dengan alternative pemecahan terhadap suatu dilemma moral
melalui proses klarifikasi bernalar.