A. Hakikat PKn
Kurikulum 1946, Kurikulum 1957, Kurikulum 1961 : Tidak dikenal mata pelajaran PKn
Yang ada pada Kurikulum 1946 dan Kurikulum 1957 : Pengetahuan Umum di SD dan Tata Negara
di SMP/SMA
Kurikulum SMP 1968 PKN mencakupmateri Sejarah Indonesia dan Tata Negara
Kurikulum SMA 1968 PKN lebih banyak berisi materi UUD 1945
Kurikulum SPG 1969PKN mencakup Sejarah Indonesia, UUD, Kemasyarakatan dan Hak Asasi
Manusia
Kewargaannegara merupakan terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata pelajaran sosial yang
bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warganegara yang baik.
Kewarganegaraan digunaakan dalam perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu
negara.
sebagai berikut :
2. UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Pasal 3, Pasal 4, Pasal 37 ayat (1),
Pasal 38
3. Peraturan Pemerintah RI no. 19 tahun 2005 tentang Satndar Pendidikan Nasional Pasal 6 ayat
PKn harus berfungsi sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia
Sekolah dikembangkan sebagai wahana sosial kultural untuk membangun kehidupan yang
emosional, dan sosial warganegara baik sebagai aktor sosial maupun sebagai pemimpin pada hari
Paradigma pendidikan demokrasi melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah
2. sikapnya dalam menempatkan individu, negara dan masyarakat global secara harmonis.
3. tujuannya yang diarahkan pada semua dimensi kecerdasan ( spiritual, rasional, emosional dan
sosial )
4. konteks (setting) yang menghasilkan pengalaman belajarnya yang terbuka, fleksibel, dan
KEGIATAN BELAJAR 2
Dalam Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dikemukakan bahwa “ Mata Pelajaran
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga
negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila UUD 1945”, sedangkan
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2. Berpatisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung
a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan IPA Terpadu dan IPS Terpadu
c. Pembelajaran pada kelas I s.d.III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas
d. Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur
Berdasarkan Permendiknas No.22 Tahun 2006 Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah secara umum meliputi aspek-aspek sebagai
berikut
a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkunan,
Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan NKRI, Partisipasi dalam
pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah,
berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
c. Hak Asas Manusia, meliputi Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat,
Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM.
d. Kebutuhan Warga Negara, meliputi hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat,
f. Kekuasaan dan Politik, meliputi Pemerintahan Desa dan kecamatan, Pemerintahan Daerah dan
otonomi, Pemerintah Pusat, Demokrasi dan sistem politik , Budaya politik, Budaya demokrasi
g. Pancasila, meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan
Pancasila sebagai dasar negara , Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
h. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indoesia di era globalisasi,
globalisasi.
KEGIATAN BELAJAR 3
Tuntunan pedagogis dalam modul ini diartikan sebagai pengalaman belajar yang bagaimana yang
kompetensi kewarganegaraan yang tersurat dan tersirat dalam lingkup isi dan kompetensi dasar.
PKn merupakan mata pelajaran sebagai pendidikan nilai dan moral, alasannya sebagai berikut :
1. Materi PKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 1945 beserta dinamika perwujudan
2. Sasaran Belajar Akhir PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam perilaku nyata
kehidupan sehari-hari.
3. Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosioal, intelektual, dan sosial dari peseta didik
dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami ( bersifat kognitif) , tetapi dihayati (
Setiap konsep nilai Pancasila yang telah dirummuskan sebagai butir materi PKn pada dasarnya harus
PKn sebagai pendidikan nilaidan moral kaitannya dengan pendidikan watak, ada catatan sebagai
berikut :
1. PKn sebagai mata pelajaran yang memiliki aspek utama sebagai pendidikan nilaidan moral, yang
bermuara pada pengembangan watak dan karakter peserta didik.sesuai nilai-nilai dan moral Pancasila
2. Nilai dan moral Pancasila dan UUD 45 dapat dikembangkan dalam diri peeserta didik melalui
pengembangan konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral setiap rumusan butir nilai materi PKn.
MODUL 2
PETA KONSEP
KEGIATAN BELAJAR 1
KEGIATAN BELAJAR 2
KEGIATAN BELAJAR 3
1) Nilai Keagamaan
Esa
1945
pendidikan yang
mengembangkan
sikap.
Bangsa
Peraturan
3. HAM
4. Kebutuhan Warga
Negara
5. Konstitusi Negara
7. Pancasila
8. Globalisasi
1. Teori Piaget
2. Teori Kohlberg
RESUME
KEGIATAN BELAJAR 1
Herman ( 1972 ) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar , yakni bahwa”...value is
neither taugh nor cought, it learned”, yang artinya bahwa substansi nilai, tidak semata – mata
ditangkap ,
diinternalisasi , dan dibakukan sebagai bagian melekat dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses
belajar. Proses pendidikan pada dasarnya merupakan proses pembudayaan atau enkulturasi untuk
Dalam latar belakang kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah barlangsung dalam
kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Contohnya tradisi dongen dan sejenisnya yang
dulu
dilakukan oleh orang tua terhadap anak dan cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun
atau
sinetron dalam media massa tersebut. Disitulah pendidikan nilai menghadapi tantangan konseptual,
Dalam Konteks Pendidikan Nasional Indonesia telah ditegaskan dalam Pasal 3 UU Sidikan 20/2003
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya
potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak ulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrasi, serta
bertanggungjawab. Oleh karena itu maka proses pendidikan seyogyanya bukan hanya sebagai proses
Di lingkungan masyarakat barat sendiri yang secara ekonomi termasuk masyarakat modern terdapat
berbagai
persoalan moral yang dirasa perlu mendapat perhatian pendidikan nilai. Melihat keadaan seperti itu
dirasakan perlunya upaya pendidikan nilai moral yang dilakukan secara menyeluruh dengan
pertimbangan
sebagai berikut :
1. Pendidikan nilai merupakan suatu kebutuhan sosiokulturai yang jelas dan mendesak bagi
2. Pewarisan nilai antar generasi dan dalam satu generasi merupakan wahana sosiopsikologis dan
3. Peranan sekolah sebaagai wahana psikopedagogis dan sosiopedagogik yang berfungsi sebagai
pendidik moral menjadi semakin penting, pada saat dimana hanya sebagian kecil anak yang
mendapat pendidikan moral dari orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil.
4. Dalam setiap masyarakat sebagai terdapat landasan etika umum, yang bersifat universal melintasi
batas ruang dan waktu, sekalipun dalam masyarakat pluralistik yang mengandung banyak potensi
5. Demokrasi mempunyai kebutuhan khusus akan pendidikan moral karena inti dari demokrasi adalah
pemerintahan yang berakar dari rakyat dilakukan oleh wakil pembawa amanah rakyat, dan
6. Pertanyaan yang selalu dihadapi baik individu maupun masyarakat adalah pertanyaan moral.
7. Terdapat dukungan yang mendasar dan luas bagi pendidikan nilai sekolah.
8. Komitmen yang kuat terhadap pendidikan moral sangatlah esensial untuk menarik dan membina
9. Pendidikan nilai adalah pekerjaan yang dapat dan harus dilakukan sebagai suatu keniscayaan
Dilihat dari substansi dan prosesnya , menurut Lickona ( 1992 : 53-63 ) yang perlu dikembangkan
dalam rangka pendidikan nilai tersebut adalah nilai karakter yang baik ( good character ) yang di
dalamnya
mengandung tiga dimensi nilai moral yaitu dimensi wawasan moral, dimensi wawasan nilai moral,
dimensi
Pendidikan nilai moral secara formal – kurikuler terdapat dalam mata pelajaran PPKn (Kurikulum
1994) atau PKn (UU RI No.20 Thn.2003) dan Pendidikan Agama dan Bahasa. Pkn mengandung unsur
pokok sebagai pendidikan nilai moral-sosial/etis, Pend.Agama mengandung nilai religius, dan Bahasa
Dari kajian dan bahasan terhadap konsep , isi dan strategi pendidikan nilai di dunia Barat yang
lebih cenderung bersifat bersifat sekuler dan berpijak serta bermuara pada pengembangan moral
kognitif ,
kiranya terdapat beberapa hal yang dapat bisa diaptasikan bagi kepentingan pendidikan nilai di
Indonesia
Secara konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang Theistis atau demokrasi yang
ber Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pendidikan nilai bagi Indonesia seyogyanya berpijak
pada nilai – nilai keagamaan , nilai – nilai demokrasi yang ber Bhinneka Tunggal Ika . Dalam konteks
itu maka teori perkembangan moral dari Piaget dan Kohlberg yang dapat diadaptasikan adalah terhadap
nilai moral sosial- kultural selain nilai yang berkenaan atau boleh dirasionalkan.
Konsep pendidikan nilai moral Piaget yang menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
mengambil keputusan dan memecahkan masalah moral dalam kehidupan dapat diadaptasikan dalam
pendidikan nilai di Indonesia dalam konteks demokrasi konstitusional Indonesia dan konteks
sosialkultural masyarakat Indonesia yang ber Bhinneka Tunggal Ika termasuk dalam keyakinan agama.
Konsepsi pendidikan nilai moral Kholberg yang menitikberatkan pada penalaran moral melalui
pendekatan klarifikasi nilai yang memberikan kebebasan kepada individu peserta didik untuk memilih
posisi moral, dapat digunakan dalam konteks pembahasan nilai selain aqidah sesuai dengan keyakinan
masing-masing . Sedangkan teori tingkatan dan tahapan perkembangan moral Kohlberg secara
konseptual dapat digunakan sebagai salah satu landasan bagi pengembangan paradigma penelitian
Kerangka konseptual komponen Good Character dari Lickona yang membagi karakter menjadi
wawasan moral, perasaan moral , dan perilaku moral dapat dipakai untuk mengklasifikasikan nilai moral
dalam pendidikan nilai di Indonesia dengan menambahkan ke dalam masing-masing dimensi itu aspek
nilai yang berkenaan dengan konteks keagamaan seperti wawasan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
dimensi Wawasan Moral , perasaan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam dimensi Perasaan
KEGIATAN BELAJAR 2
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamankan oleh Pancasila dan UUD
1945.
1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan dunia secara langsung atau tidak
Struktur kurikulum di SD meliputi susbtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang
pendidikan selama enam tahun mulai kelas 1 sampai dengan Kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun
Pendidikan Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah, menurut Permendiknas No.22
Tahun 2006 secara umum meliputi substansi kurikuler yang didalamnya mengandung nilai dan moral
sebagai beriku :
1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi; Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta Lingkungan,
kebanggaan, sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara, Kesatuan Republik
Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi; Tata tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib disekolah,
norma yang berlaku dimasyarakat, Peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam dalam kehidupan
berbangsa, sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
3. Hak asasi manusia meliputi; hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat,
instrumen nasional dan internasional Ham, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
4. Kebutuhan warga negara meliputi; hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat,
6. Kekuasaan dan Politik meliputi; Pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan
otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju
7. Pancasila meliputi; kedudukan Pancasila sebagai dasaar negara dan ideologi negara, proses
perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan seharihari
Pancasila sebagai ideologi terbuka.
8. Globalisasi meliputi; globalisasi di lingkungannya, poloitik luar negeri Indonesia di era globalisasi
globaalisasi.
KEGIATAN BELAJAR 3
Konsep “values eduation, moral education, education for vitues” sebagai program dan proses
pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran, juga mengembangkan nilai dan sikap.
Lickona (1992:6-7) “pendidikan moral merupakan aspek yang esensial bagi pekembangan dan
berhasilnya kehidupan demokrasi” Yakni: Menghormati hak orang lain Mematuhi hukum yang belaku,
Partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan Peduli terhadap perlunya kebaikan bagi umat
Secara teoritik nilai dan moral berkembang secara psikologis dalam diri individu mengikuti
perkembangan usia dan konteks social. Piaget merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan
Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dirasakan sebagai susatu hal yang bersifa tidak memaksa, usia 2-8
tahun, aturan disikapi dengan hal yang bersifat sacral dan diterima tanpa pemikiran, usia 8-12 tahun
Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dilakukan sebagai susatu hal yang bersifa monorik saja, usia 2-6
tahun, aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih berorientasi diri sendiri, usia 6-10 tahun diterima
Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah seyogyanya menitik beratkan pada pengembangan
kemampuan mengambil keputusan (decision making skills) dan memecahkan masalah (problem solving)
dan
membina pengembangan moral yang dilakukan dengan cara menutut peserta didik untuk
mengembangkan
Sedangkan Koherlberg merumuskan adanya tiga tingkat / level yang terdiri atas enam tahap/stage
Dengan kata lain pendekatan pendidikan nilai yang ditawarkan Kohlberg sama dengan yang
ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral,
namun
berbeda dalam hal titik berat pembelaarannya dimana Piaget menitikberatkan pada pengembangan
pemilihan nilai yang dipegang terkait dengan alternative pemecahan terhadap suatu dilemma moral
melalui