Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK MODUL 1 DAN 2

PEMBELAJARAN PKn di SD
( PDGK 4201 )
Tutor : Supardi, M.Pd.

Kelompok 1 :
1. Dwi Yuniati 857659639
2. Antik Yudianti 857659646
3. Anisa Vristi Rahayu 857659653
4. Siti Maesaroh 857659764

PGSD BI UNIVERSITAS TERBUKA


SEMARANG
2019
MODUL 1
HAKIKAT, FUNGSI DAN TUJUAN PKN DI SD
PETA KONSEP

HAKIKAT, FUNGSI DAN TUJUAN PKN DI SD

KEGIATAN BELAJAR 1
KEGIATAN BELAJAR 2 KEGIATAN BELAJAR 3
Hakikat, Fungsi dan Tujuan
Ruang Lingkup PKn di SD Tuntutan Pedagogis PKn di SD
PKn di SD

1. Hakikat Pendidikan PKn Arti Tuntutan


Struktur Kurikulum SD/Mi
2. Fungsi dan Tujuan PKn Pedagogis

PKn Bersifat
Multidimensial
RESUME

KEGIATAN BELAJAR 1
Hakikat, Fungsi dan Tujuan PKn di SD

A. Hakikat PKn
 Kurikulum 1946, Kurikulum 1957, Kurikulum 1961 : Tidak dikenal mata pelajaran PKn
 Yang ada pada Kurikulum 1946 dan Kurikulum 1957 : Pengetahuan Umum di SD dan Tata Negara
di SMP/SMA
 Kurikulum SD tahun 1968 : dikenal mata pelajaran PKN ( Pendidikan Kewargaan
 Negara ) mencakup Sejarah Indonesia, Geografi dan Civics
 Kurikulum SMP 1968 PKN mencakupmateri Sejarah Indonesia dan Tata Negara
 Kurikulum SMA 1968 PKN lebih banyak berisi materi UUD 1945
 Kurikulum SPG 1969PKN mencakup Sejarah Indonesia, UUD, Kemasyarakatan dan Hak Asasi
Manusia
 Beda Kewargaan Negara dan Kewarganegaraan :
Kewargaannegara merupakan terjemahan dari “Civics” yang merupakan mata pelajaran sosial yang
bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warganegara yang baik.

Kewarganegaraan digunaakan dalam perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu
negara.

B. Fungsi dan Tujuan PKn


Ketentuan perundang-undangan yang mendasari PKn mejadi wahana psikologis-pedagogis adalah
sebagai berikut :
1. Pembukaan UUD 1945 dan perubahaaannya, alinea 4
2. UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Pasal 3, Pasal 4, Pasal 37 ayat (1),
Pasal 38
3. Peraturan Pemerintah RI no. 19 tahun 2005 tentang Satndar Pendidikan Nasional Pasal 6 ayat
(1), Pasal 6 ayat (4), Pasal 7 ayat (3)

 PKn harus berfungsi sebagai wahana kurikuler pengembangan karakter warga negara Indonesia
yang demokratis dan bertanggung jawab.
 Sekolah dikembangkan sebagai wahana sosial kultural untuk membangun kehidupan yang
demokratis, artinya sekolah harus menjadi wahana pendidikan untuk mempersiapkan
kewarganegaraan yang demokratis melalui pengembangan kecerdasan spiritual, rasional,
emosional, dan sosial warganegara baik sebagai aktor sosial maupun sebagai pemimpin pada hari
ini dan hari esok.
 Paradigma pendidikan demokrasi melalui PKn yang perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah
adalah penddikan demokrasi yang bersifat multidimensial atau bersisi jamak.

Sifat multidimensialitasnya itu antara lain terletak pada :


1. pandangannya yang pluralistik-uniter ( bermacam-macam, tetapi tetap menyatu dalam
peengertian Bhinneka Tunggal Ika )
2. sikapnya dalam menempatkan individu, negara dan masyarakat global secara harmonis.
3. tujuannya yang diarahkan pada semua dimensi kecerdasan ( spiritual, rasional, emosional dan
sosial )
4. konteks (setting) yang menghasilkan pengalaman belajarnya yang terbuka, fleksibel, dan
bervariasi merujuk kepada dimensi tujuannya.
KEGIATAN BELAJAR 2
Ruang Lingkup PKn di SD

Dalam Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dikemukakan bahwa “ Mata Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga
negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila UUD 1945”, sedangkan
tujuannya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
2. Berpatisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta antikorupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter
masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung
dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Struktur Kurikulum SD/MI

Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan staandar kompetensi lulusan dan standar kompetensi
mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan IPA Terpadu dan IPS Terpadu
c. Pembelajaran pada kelas I s.d.III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas
IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
d. Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur
kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per
minggu secara keseluruhan.
e. Alokasi waktu satu jam pelajaran adalah 35 menit
f. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran adalah 34-38 minggu

Berdasarkan Permendiknas No.22 Tahun 2006 Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut
:

a. Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkunan,
Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan NKRI, Partisipasi dalam
pembelaan negara, sikap positif terhadap NKRI, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
b. Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah,
Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-perturan Daerah, Noma-norma dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
c. Hak Asas Manusia, meliputi Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat,
Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM.
d. Kebutuhan Warga Negara, meliputi hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat,
Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama,
Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara
e. Konstitusi Negara, meliputi Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-
konstitusi yag pernh digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi
f. Kekuasaan dan Politik, meliputi Pemerintahan Desa dan kecamatan, Pemerintahan Daerah dan
otonomi, Pemerintah Pusat, Demokrasi dan sistem politik , Budaya politik, Budaya demokrasi
menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan , Pers dalam masyarakat demokrasi.
g. Pancasila, meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan
Pancasila sebagai dasar negara , Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
Pancasila sebagai ideologi terbuka.
h. Globalisasi, meliputi globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indoesia di era globalisasi,
Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional dan Mengevaluasi
globalisasi.

KEGIATAN BELAJAR 3
Tuntutan Pedagogis PKn di SD

Tuntunan pedagogis dalam modul ini diartikan sebagai pengalaman belajar yang bagaimana yang
diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan kewarganegaraan , dalam pengertian ketuntasan penguasaan
kompetensi kewarganegaraan yang tersurat dan tersirat dalam lingkup isi dan kompetensi dasar.

PKn merupakan mata pelajaran sebagai pendidikan nilai dan moral, alasannya sebagai berikut :

1. Materi PKn adalah konsep-konsep nilai Pancasila dan UUD 1945 beserta dinamika perwujudan
alam kehidupan masyarakat negara Indonesia.
2. Sasaran Belajar Akhir PKn adalah perwujudan nilai-nilai tersebut dalam perilaku nyata
kehidupan sehari-hari.
3. Proses pembelajarannya menuntut terlibatnya emosioal, intelektual, dan sosial dari peseta didik
dan guru sehingga nilai-nilai itu bukan hanya dipahami ( bersifat kognitif) , tetapi dihayati
( bersifat objektif), dan dilaksanakan (bersifat perilaku)

Setiap konsep nilai Pancasila yang telah dirummuskan sebagai butir materi PKn pada dasarnya harus
memiliki aspek konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral.

PKn sebagai pendidikan nilaidan moral kaitannya dengan pendidikan watak, ada catatan sebagai
berikut :

1. PKn sebagai mata pelajaran yang memiliki aspek utama sebagai pendidikan nilaidan moral, yang
bermuara pada pengembangan watak dan karakter peserta didik.sesuai nilai-nilai dan moral Pancasila
2. Nilai dan moral Pancasila dan UUD 45 dapat dikembangkan dalam diri peeserta didik melalui
pengembangan konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral setiap rumusan butir nilai materi PKn.
.
MODUL 2
KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL

PETA KONSEP

KARAKTERISTIK PKN SEBAGAI


PENDIDIKAN NILAI DAN MORAL

KEGIATAN BELAJAR 1 KEGIATAN BELAJAR 2 KEGIATAN BELAJAR 3


Pendekatan PKn Sebagai Pendidikan Nilai dan Hubungan Interaktif Pengembangan
Pendidikan Nilai dan Moral di Moral dalam Standar Isi Nilai dan Moral dalam PKn di SD
SD PKn di SD

Program dan poses pendidikan yang m


Berpijak Pada Nilai-Nilai : Membentuk Warga Negara
yang Melaksanakan Hak dan
1) Nilai Keagamaan Kewajiban untuk Menjadi
WNI yang Cerdas, Terampil
2) Nilai Demokrasi yang dan Berkarakter sesuai
Amanat Pnancasila dan UUD
ber ketuhanan Yang
1945
Maha Esa
1. Teori Piaget
3) Nilai Sosial Kultural 2. Teori Kohlberg
yang Berbhineka 1. Persatuan dan

Tunggal Ika Kesatuan Bangsa


2. Norma Hukum
dan Peraturan
3. HAM
4. Kebutuhan Warga
Negara
5. Konstitusi Negara
6. Kekuasaan dan Politik
7. Pancasila
8. Globalisasi
RESUME

KEGIATAN BELAJAR 1
Pendekatan PKn sebagai Pendidikan Nilai dan Moral di SD

Herman ( 1972 ) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar , yakni bahwa”...value is
neither taugh nor cought, it learned”, yang artinya bahwa substansi nilai, tidak semata – mata ditangkap ,
diinternalisasi , dan dibakukan sebagai bagian melekat dalam kualitas pribadi seseorang melalui proses
belajar. Proses pendidikan pada dasarnya merupakan proses pembudayaan atau enkulturasi untuk
menghasilkan manusia yang berkeadaban, termasuk didalamnya yang berbudaya.

Dalam latar belakang kehidupan masyarakat, proses pendidikan nilai sudah barlangsung dalam
kehidupan masyarakat dalam berbagai bentuk tradisi. Contohnya tradisi dongen dan sejenisnya yang dulu
dilakukan oleh orang tua terhadap anak dan cucunya semakin lama semakin tergeser oleh film kartun atau
sinetron dalam media massa tersebut. Disitulah pendidikan nilai menghadapi tantangan konseptual,
instrumen, dan operasional.
Dalam Konteks Pendidikan Nasional Indonesia telah ditegaskan dalam Pasal 3 UU Sidikan 20/2003
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangkan mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak ulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrasi, serta
bertanggungjawab. Oleh karena itu maka proses pendidikan seyogyanya bukan hanya sebagai proses
pendidikan berfikir tetapi pendidikan berwatak seperti nilai dan perilaku.
Di lingkungan masyarakat barat sendiri yang secara ekonomi termasuk masyarakat modern terdapat berbagai
persoalan moral yang dirasa perlu mendapat perhatian pendidikan nilai. Melihat keadaan seperti itu
dirasakan perlunya upaya pendidikan nilai moral yang dilakukan secara menyeluruh dengan pertimbangan
sebagai berikut :

1. Pendidikan nilai merupakan suatu kebutuhan sosiokulturai yang jelas dan mendesak bagi
kelangsungan kehidupan yang berkeadaban.
2. Pewarisan nilai antar generasi dan dalam satu generasi merupakan wahana sosiopsikologis dan
selalu menjadi tugas dari proses peradaban.
3. Peranan sekolah sebaagai wahana psikopedagogis dan sosiopedagogik yang berfungsi sebagai
pendidik moral menjadi semakin penting, pada saat dimana hanya sebagian kecil anak yang
mendapat pendidikan moral dari orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil.
4. Dalam setiap masyarakat sebagai terdapat landasan etika umum, yang bersifat universal melintasi
batas ruang dan waktu, sekalipun dalam masyarakat pluralistik yang mengandung banyak potensi
terjadinya konflik nilai.
5. Demokrasi mempunyai kebutuhan khusus akan pendidikan moral karena inti dari demokrasi adalah
pemerintahan yang berakar dari rakyat dilakukan oleh wakil pembawa amanah rakyat, dan
mengusung komitmen mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
6. Pertanyaan yang selalu dihadapi baik individu maupun masyarakat adalah pertanyaan moral.
7. Terdapat dukungan yang mendasar dan luas bagi pendidikan nilai sekolah.
8. Komitmen yang kuat terhadap pendidikan moral sangatlah esensial untuk menarik dan membina
guru-guru yang berkeadaban dan profesional.
9. Pendidikan nilai adalah pekerjaan yang dapat dan harus dilakukan sebagai suatu keniscayaan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat global.

Dilihat dari substansi dan prosesnya , menurut Lickona ( 1992 : 53-63 ) yang perlu dikembangkan
dalam rangka pendidikan nilai tersebut adalah nilai karakter yang baik ( good character ) yang di dalamnya
mengandung tiga dimensi nilai moral yaitu dimensi wawasan moral, dimensi wawasan nilai moral, dimensi
perasaan moral dan dimensi perilaku moral.

Pendidikan nilai moral secara formal – kurikuler terdapat dalam mata pelajaran PPKn (Kurikulum
1994) atau PKn (UU RI No.20 Thn.2003) dan Pendidikan Agama dan Bahasa. Pkn mengandung unsur
pokok sebagai pendidikan nilai moral-sosial/etis, Pend.Agama mengandung nilai religius, dan Bahasa
mengandung nilai estetis dan etis.

Dari kajian dan bahasan terhadap konsep , isi dan strategi pendidikan nilai di dunia Barat yang
lebih cenderung bersifat bersifat sekuler dan berpijak serta bermuara pada pengembangan moral kognitif ,
kiranya terdapat beberapa hal yang dapat bisa diaptasikan bagi kepentingan pendidikan nilai di Indonesia
dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

Secara konstitusional demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang Theistis atau demokrasi yang
ber Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pendidikan nilai bagi Indonesia seyogyanya berpijak
pada nilai – nilai keagamaan , nilai – nilai demokrasi yang ber Bhinneka Tunggal Ika . Dalam konteks
itu maka teori perkembangan moral dari Piaget dan Kohlberg yang dapat diadaptasikan adalah terhadap
nilai moral sosial- kultural selain nilai yang berkenaan atau boleh dirasionalkan.

Konsep pendidikan nilai moral Piaget yang menitikberatkan pada pengembangan kemampuan
mengambil keputusan dan memecahkan masalah moral dalam kehidupan dapat diadaptasikan dalam
pendidikan nilai di Indonesia dalam konteks demokrasi konstitusional Indonesia dan konteks sosial-
kultural masyarakat Indonesia yang ber Bhinneka Tunggal Ika termasuk dalam keyakinan agama.

Konsepsi pendidikan nilai moral Kholberg yang menitikberatkan pada penalaran moral melalui
pendekatan klarifikasi nilai yang memberikan kebebasan kepada individu peserta didik untuk memilih
posisi moral, dapat digunakan dalam konteks pembahasan nilai selain aqidah sesuai dengan keyakinan
masing-masing . Sedangkan teori tingkatan dan tahapan perkembangan moral Kohlberg secara
konseptual dapat digunakan sebagai salah satu landasan bagi pengembangan paradigma penelitian
perkembangan moral bagi orang Indonesia.

Kerangka konseptual komponen Good Character dari Lickona yang membagi karakter menjadi
wawasan moral, perasaan moral , dan perilaku moral dapat dipakai untuk mengklasifikasikan nilai moral
dalam pendidikan nilai di Indonesia dengan menambahkan ke dalam masing-masing dimensi itu aspek
nilai yang berkenaan dengan konteks keagamaan seperti wawasan Ketuhanan Yang Maha Esa dalam
dimensi Wawasan Moral , perasaan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam dimensi Perasaan
Moral, dan perilaku moral kekhalifahan dalam dimensi Perilaku Moral.

KEGIATAN BELAJAR 2
Pendidikan Nilai dan Moral dalam Standar Isi PKn di SD

Muatan isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memfokuskan pada pembentukan


warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamankan oleh Pancasila dan UUD
1945.

Secara umum PKn diSD bertujuan untuk mengembangkan kemampuan:


1. Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokrasi untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indoensia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya;
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persatuan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Struktur kurikulum di SD meliputi susbtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang
pendidikan selama enam tahun mulai kelas 1 sampai dengan Kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun
berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.

Pendidikan Kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah, menurut Permendiknas No.22
Tahun 2006 secara umum meliputi substansi kurikuler yang didalamnya mengandung nilai dan moral
sebagai beriku :
1. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi; Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta Lingkungan,
kebanggaan, sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara, Kesatuan Republik
Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.
2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi; Tata tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib disekolah,
norma yang berlaku dimasyarakat, Peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam dalam kehidupan
berbangsa, sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.
3. Hak asasi manusia meliputi; hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat,
instrumen nasional dan internasional Ham, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.
4. Kebutuhan warga negara meliputi; hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat,
kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama,
prestasi kedudukan warga negara,.
5. Konstitusi Negara meliputi; Proklamasi Kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-
konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan agar negara dengan konstitusi.
6. Kekuasaan dan Politik meliputi; Pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan
otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju
masyarakat madani, sistem pemerintahan pers dalam masyarakat demokrasi.
7. Pancasila meliputi; kedudukan Pancasila sebagai dasaar negara dan ideologi negara, proses
perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari Pancasila sebagai ideologi terbuka.
8. Globalisasi meliputi; globalisasi di lingkungannya, poloitik luar negeri Indonesia di era globalisasi
dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi
globaalisasi.

KEGIATAN BELAJAR 3
Hubungan Interaktif Pengembangan Nilai dan Moral dalam PKn di SD

Konsep “values eduation, moral education, education for vitues” sebagai program dan proses
pendidikan yang tujuannya selain mengembangkan pikiran, juga mengembangkan nilai dan sikap.

Lickona (1992:6-7) “pendidikan moral merupakan aspek yang esensial bagi pekembangan dan
berhasilnya kehidupan demokrasi” Yakni: Menghormati hak orang lain Mematuhi hukum yang belaku,
Partisipasi dalam kehidupan masyarakat dan Peduli terhadap perlunya kebaikan bagi umat

Secara teoritik nilai dan moral berkembang secara psikologis dalam diri individu mengikuti
perkembangan usia dan konteks social. Piaget merumuskan perkembangan kesadaran dan pelaksanaan
aturan yang dibagi menjadi dua domain yaitu sebagai berikut :

1. Tahapan Domain Kesadaran Mengenai Aturan


Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dirasakan sebagai susatu hal yang bersifa tidak memaksa, usia 2-8
tahun, aturan disikapi dengan hal yang bersifat sacral dan diterima tanpa pemikiran, usia 8-12 tahun
aturan diterima sebagai hasil kesepakatan.

2. Tahapan Domain Pelaksanaan Aturan


Terdiri dari usia, 0-2 tahun, aturan dilakukan sebagai susatu hal yang bersifa monorik saja, usia 2-6
tahun, aturan dilakukan sebagai perilaku yang lebih berorientasi diri sendiri, usia 6-10 tahun diterima
sebagai hasil kesepakatan.

Piaget menyimpulkan bahwa pendidikan sekolah seyogyanya menitik beratkan pada pengembangan
kemampuan mengambil keputusan (decision making skills) dan memecahkan masalah (problem solving) dan
membina pengembangan moral yang dilakukan dengan cara menutut peserta didik untuk mengembangkan
aturan berdasarkan keadilan (fairness).
Sedangkan Koherlberg merumuskan adanya tiga tingkat / level yang terdiri atas enam tahap/stage
yaitu sebagai berikut :
1. Tingkat I : Prakonvensional (Preconventional)
a. Tahap 1, Orientasi hukuman dan kepatuhan.
b. Tahap 2, Orientasi instrumental nisbi.
2. Tingkat II : Konvensioanal (Conventional)
a. Tahap 3, Orientasi kesepakatan timbal balik.
b. Tahap 4, Orientasi hokum dan ketertiban.
3. Tingkat III : Poskonvensional (Postconventional)
a. Tahap 5, Orientasi kontrak social lagalistik
b. Tahap 6, Orientasi prinsip etika universal

Dengan kata lain pendekatan pendidikan nilai yang ditawarkan Kohlberg sama dengan yang
ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral, namun
berbeda dalam hal titik berat pembelaarannya dimana Piaget menitikberatkan pada pengembangan
kemampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah, sedangkan Kohlberg menitikberatkan pada
pemilihan nilai yang dipegang terkait dengan alternative pemecahan terhadap suatu dilemma moral melalui
proses klarifikasi bernalar.

Anda mungkin juga menyukai