Anda di halaman 1dari 40

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : kurikulum, kualitas tenaga pendidik, sarana dan prasarana, siswa, serta teknik dan strategi guru dalam mentransfer ilmu yang dimilikinya. Apabila faktor-faktor di atas dapat terpenuhi dengan baik sudah tentu akan memperlancar proses belajar mengajar, yang mana akan menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, antara lain dengan perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar-mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran. Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan maksimal dan meningkatkan motivasi, tantangan, dan kepuasan sehingga mampu memenuhi harapan baik oleh guru sebagai pembawa materi maupun peserta didik sebagai penggarap ilmu pengetahuan. Salah satu upaya upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses belajar di sekolah. Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan sumbet daya yang harus dibina dan dikembangkan, usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar mengajar

perlu

pemahaman

ulang.

Mengajar

tidak

sekedar

mengkomunikasikan

pengetahuan agar dapat belajar, tetapi mengajar juga berarti usaha menolong si pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat menerapkan konsep yang dipahami. Atas dugaan di atas maka peneliti barsama-sama dengan guru sepakat untuk menawarkan suatu tindakan alternatif untuk mengatasi masalah yang ada berupa penerapan model pembelajaran lain yang lebih suatu mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif tumbuh dari suatu tradisi pendidikan yang menekankan berpikir dan latihan bertindak demokratis, pembelajaran aktif, perilaku kooperatif, dan menghormati perbedaan dalam masyarakat multi budaya.dalam pelaksanaanya pembelajaran kooperatif dapat merubah peran guru dari peran peran trepusat pada guru ke peran pengelola aktivitas kelompok kecil. Sehingga dengan demikian peran guru selama ini monoton akan berkurang dan siswa akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan permasalahan yang dianggap sulit sekalipun. Beberapa peneliti terdahulu yang menggunakan model pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa, model pembelajaran tersebut dengan beberapa tipe telah memberikan masukan yang berarti bagi sekolah, guru dan terutama siswa dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar. Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan

memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika sejak dini. Berdasarkan urgensi pelajaran matematika di atas, pengajaran matematika perlu diperbaharui, di mana siswa diberikan porsi lebih banyak dibandingkan dengan guru, bahkan siswa harus dominan dalam kegiatan belajar mengajar. Sasaran dari pembelajaran matematika adalah siswa diharapkan mampu berpikir logis, kritis dan sistematis. Untuk mengembangkan potensi to live together salah satunya melalui model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share, (Berpikir, Berpasangan, Berbagi), model pembelajaran yang digunakan adalah saling bertukar pikiran secara berpasangan. Proses pembelajaran matematika di sekolah-sekolah dilaksanakan dengan kondisi belajar dan metode yang berbeda sehingga menghasilkan kualitas pembelajaran yang berbeda pula. Dengan kondisi dan situasi yang berbeda tersebut, maka tidak semua sekolah dapat memaksimalkan pembelajaran matematika untuk memperoleh hasil belajar yang baik karena kondisi belajar dan metode pembelajaran sangat mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari perolehan nilai matematika siswa SDN 024 Samarinda yang sebagian besar berkisar di bawah Standar Ketuntasan Minimal (SKM) yang ditetapkan oleh sekolah. Sebagai gambaran dari hasil belajar siswa adalah perolehan nilai ulangan harian matematika materi operasi hitungan bilangan bulat matematika kelas V pada semester ganjil 2011/2012 di sekolah tempat pelaksanaan penelitian nilai rata-rata siswa di bawah KKM yaitu 60. (nilai ada pada lampiran 3).

Dari uraian di atas peneliti bermaksud menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) kerena model pembelajaran ini dinilai lebih memudahkan siswa berinteraksi dengan teman-teman sekelas dan juga gurunya, sehingga dapat membuat suasana yang menyenangkan bagi peserta didik, selain itu model pembelajaran ini juga menuntut keaktifan siswa sehingga dapat memancing semangat dan motivasi siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi Hal inilah yang mendorong peneliti dan guru bersama-sama mencoba mengadakan penelitian dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Tentang Operasi Hitung Bilangan Bulat Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada kelas V SDN 024 Samarinda Tahun Pelajaran 2012/2013 B. Rumusan Masalah Perumusan masalah dibahas agar penelitian ini dapat terarah dan menuju pada suatu tujuan yang diinginkan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas , dapat ditentukan rumusan masalah berikut ini adalah: Bagaimana peningkatan hasil belajar matematika siswa tentang operasi hitung bilangan bulat melalui model pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada kelas V SDN 024 Samarinda Tahun Pelajaran 2012/2013? C. Tujuan Penelitian Tujuan suatu penelitian haruslah jelas, mengingat penelitian harus mempunyai arah atau sasaran yang tepat Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk meningkatkan hasil belajar matematika

siswa tentang operasi hitung bilangan bulat

melalui

model pembelajaran

Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada kelas V SDN 024 Samarinda Tahun Pelajaran 2012/2013. D. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi siswa: Menambah motivasi dan hasil belajar siswa 2. Bagi guru: menambah kualitas dan wawasan dalam pembelajaran dengan melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share). 3. Bagi sekolah: sebagai sumbangan kepada pihak sekolah maupun sekolah lainnya dalam rangka perbaikan proses pembelajaran. 4. Bagi peneliti : dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti tentang model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share)

BAB II DASAR TEORI A. Belajar 1. Pengertian Belajar Banyak teori belajar telah di kemukakan sebagai hasil penelitian. Pada dasarnya, semua teori sepakat bahwa belajar adalah kegiatan mental dalam diri siswa yang aktif. S. Nasution (2000: 34-35) menjelaskan bahwa : Belajar adalah perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan. Belajar membawa sesuatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu mengenai jumlah pengetahuan, kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat, dan penyesuaian diri. Hamalik (2002:57) menjelaskan; Belajar dalam arti mengubah tingkah laku, akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Jihad dan Haris (2008:1) mengungkapkan; Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Belajar dianggap sebagai proses dan pengalaman dan latihan. Higgard dan Sanjaya (2007 : 53) mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur, baik latihan di dalam laboratorium maupun di lingkungan

alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Berdasarkan beberapa pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang relatif konstan dan bertahan lama sebagai hasil dari pengalaman, latihan, dan interaksi dengan lingkungannya 2. Tujuan Pembelajaran Salah satu syarat keberhasilan proses pembelajaran adalah kejelasan tujuan. Tujuan yang jelas membantu pengajar dalam menetapkan cara evaluasi keberhasilan proses pembelajaran dan juga efektifitas pengajaran. Hamza B. Uno (2008: 34) menjelaskan; Tujuan pembelajaran merupakan salah satu aspek yang perlu di pertimbangkan dalam merencanakan pembelajaran. Robert F. Mager dalam Hamzah B. Uno (2008: 35),mengungkapkan; Tujuan pembelajaran adalah sebagai prilaku yang hendak dicapai atau di dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan kompetisi tertentu. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian. Berdasarkan pengertian di atas disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan

nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa menjadi bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. B. Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil yang dicapai dalam usaha penguasaan materi dan ilmu pengetahuan yang merupakan suatu kegiatan yang menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Melalui belajar dapat diperoleh hasil yang lebih baik. Leo Sutrisno (2008:25) mengemukakan hasil belajar merupakan gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaran belajar pada topik bahasan yang dieksperimenkan, yang diukur dengan berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran belajar. Suyono (2009:8) menyatakan hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar.Pengertian hasil menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas yang mengakibatnya berubahnya input secara fungsional. Suharsimi Arikunto ( 2003:2) hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, dimana tingkah laku itu tampak dalam bentuk perubahan yang dapat diamati dan diukur . Oemar Hamalik ( 2002 : 30 ) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti rangkaian pembelajaran atau pelatihan.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkat pengetahuan yang dicapai siswa terhadap materi yang diterima ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasi Belajar Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: faktor dari dalam siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Menurut Depdiknas, (2000.: 5) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar antara lain, faktor internal mencakup motivasi, harapan untuk berhasil, intelegensia, penguasaan keterampilan prasyarat, dan evaluasi kognitif terhadap kewajaran dari hasil belajar antara lain. Sedangkan dari faktor eksternal yaitu pengaruh lingkungan fisik berkenaan dengan prasarana dan sarana belajar, kemudian dari lingkungan psikis meliputi iklim atau suasana belajar yang diciptakan oleh guru yang memungkinkan siswa termotivasi untuk belajar. Slamento ( 2003: 54-72 ), menjelaskan; Faktor yang mempengaruhi belajar adalah: Faktor-faktor internal. Jasmani, (kesehatan, cacat tubuh). Psikolog (intelegensi, perhatian, minat, bakat, minat, motif, kematangan kesiapan ) Faktorfaktor eksternal. Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua, latar belakang kebudayaan), Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi Guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadan gedung, metode belajar, tugas rumah). Masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,

bentuk kehidupan masyarakat ).

10

Caroll dalam R Angkowo dkk (2007: 51) menjelaskan bahwa Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor faktor yaitu: bakat belajar waktu yang tersedia untuk belajar kemampuan individu, kualitas pengajaran. Clark dalam Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001:39) mengungkapkan bahwa Hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sardiman (2007:39-47), menjelaskan; Faktor yang mempengaruhi belajar adalah faktor intern (dari dalam) diri siswa dan faktor ekstern (dari luar) siswa. Bekaitan dengan faktor dari dalam siswa, selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu: motifasi, perhatian, minat, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis. Kehadiran faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting. Faktor-faktor psikologis akan memberikan landasan dan kemudahan dalam mencapai tujuan belajar yang optimal. Thomas F Staton dalam Sardiman (2007:39) 'menguraikan Enam macam faktor psikologis yaitu: Motifasi, reaksi, konsentrasi, organisasi, pemahaman ulangan. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor internal siswa antara lain kemampuan yang dimiliki tentang materi yang akan disampaikan, sedangkan faktor eksternal antara lain strategi pembelajaran yang digunakan guru didalam proses belajar mengajar.

11

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) 1. Pengertian Think-Pair-Share (TPS) Think-Pair-Share (TPS) atau berpikir, berpasangan, berbagi merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif. Model Think-Pair-Share (TPS) tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-Pair-Share (TPS) dapat juga disebut sebagai model belajar mengajar berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland Think-Pair-Share (TPS) sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong. Model ini memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan siswa lain. Anita Lie (2005), menjelaskan; Teknik belajar mengajar Berpikir Berpasangan Berbagi dikembangkan oleh Frank Lyman (Think Pair Share) sebagai struktur kegiatan pembelajaran cooperative learning. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Franky Lyman (2004), mengemukakan bahwa metode Think -Pair-Share mampu mengubah asumsi bahwa metode diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Metode Think -Pair -Share memberi waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespons serta saling membantu

12

dengan yang lain. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak pada siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share (TPS) sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas. 2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif (TPS) Muslimin (2001: 26) menguraikan; langkah-langkah Think-Pair-Share Model Think-Pair-Share

(TPS) ada tiga yaitu : Berpikir (Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi (Share) Tahap 1 : Thinking (berpikir) Kegiatan pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara bergiliran untuk beberapa saat. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia dapat. Tahap 2 : Pairing (berpasangan) Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan. Tahap 3 : Share (berbagi) Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif

13

dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. Dalam Implementasinya secara teknis Howard (2006) mengemukakan lima langkah utama dalam pembelajaran dengan teknik TPS, sebagai berikut: a. Step 1 : Guru memberitahukan sebuah topik dan menyatakan berapa lama setiap siswa akan berbagi informasi dengan pasangan mereka. b. Step 2 : Guru akan menetapkan waktu berpikir secara individual. c. Step 3 : Dalam pasangan, pasangan A akan berbagi; pasangan B akan mendengar. d. Step 4 : Pasangan B kemudian akan merespon pasangan A. e. Step 5 : Pasangan berganti peran. Howard (2006), memberikan stressing terhadap sebuah pilihan yang dapat diperhatikan pada struktur TPS ini, yaitu guru dapat menetapkan respon awal sebelum step 4. Misalnya, terima kasih atas sharingnya, satu hal saya telah pelajari dengan mendengarkan kamu , saya senang mendengarkan kamu sebab. Pembelajaran kooperatif besar karena otak yang berbeda memungkinkan untuk berkonsentrasi pada ide-ide yang sama. Semua siswa berasal dari orang tua yang berbeda dan karena itu mereka memiliki kekuatan dalam bidang yang berbeda, sehingga hal ini cocok untuk pembelajaran kooperatif. Dalam Pembelajaran TPS, jika siswa tidak kuat dalam sebuah topik, atau tidak sepenuhnya memahami konsep ide, pasangan mereka dapat membantu memahami dan menjelaskannya kepada mereka. Jika siswa masih tidak mengerti mereka bisa

14

mencoba untuk memberi pemahaman secara sederhana dan akrab. Biasanya dua otak bekerja lebih baik dari pada satu. Pembelajaran TPS dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain. Membantu siswa untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberi rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang. Pembelajaran TPS juga mengembangkan keterampilan, yang sangat penting dalam perkembangan dunia saat ini. Pembelajaran TPS bisa mengajarkan orang untuk bekerja bersama-sama dan lebih efisien, biasanya kegiatan praktik perlu dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Dengan bekerja sama, dua orang dapat menyelesaikan sesuatu lebih cepat. Keunggulan dari Think-Pair-Share (TPS) ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share (TPS) ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada siswa lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak didik. 3. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model TPS

15

Langkah-langkah pembelajaran: Fase-1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan indikator, tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Fase-2. Menyajikan informasi Guru menjelaskan tentang berbagai operasi hitung bilangan bulat dan memberi contoh. Fase-3. 1. Thinking (berpikir) Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran Matematika sesuai dengan materi yang dibawakan. Kemudian para siswa diminta untuk memikirkan masalah- masalah yang yang diajukan oleh guru yang berkaitan dengan materi yang telah dijelaskan. Dalam tahap ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang mereka dapat. Fase-4 Pairing (berpasangan)

Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada materi yamg telah dijelaskan. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Kemudian berpasangan. Fase 5- Share (berbagi) Pada tahap ini guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban yang telah dipikirkan sebelumnya masing-masing siswa lalu mendiskusikannya sesuai dengan kelompok yang telah dibagi beberapa kelompok. Ini efektif guru memberikan waktu 10-15 menit untuk berdiskusi secara

16

dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan. Fase-6 Menjawab (Evaluasi), Setelah beberapa menit guru dapat memilih secara

acak pasangan yang ingin berbagi di hadapan kelas. Proses ini dapat dilakukan dengan meminta inisiatif siswa. Siswa biasanya lebih rela untuk merespon setelah mereka memiliki kesempatan untuk mendiskusikan ide-ide mereka dengan teman sekelas karena jika jawabannya salah, rasa malu dapat dirasakan bersama. Selain itu, tanggapan yang diterima sering lebih intelektual sehingga melalui proses ini siswa dapat mengubah atau merefleksi ide-ide mereka. Fase-7 Memberikan Penghargaan Guru memberikan penghargaan. Penentuan penghargaan kelompok dilihat dari skor awal (nilai ulangan sebelumnya) 4. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Model TPS Kita mengetahui bahwa setiap model pembelajaran dan metode pembelajaran manapun pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut ini merupakan kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif Model TPS: a. Kelebihan 1) Siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri dan menerima umpan balik. 2) Optimalisasi partisipasi siswa. 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. b. Kekurangan

17

1) Dalam beberapa kasus waktu yang dibutuhkan untuk praktik tidak terduga, karena siswa menghabiskan lebih banyak waktu dalam perbedaan daripada waktu yang digunakan dalam melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya. 2) Jika pasangan siswa tidak memahami informasi sama sekali, siswa dapat diperlambat, hanya karena dia harus menjelaskan semua materi sebelum dia benar-benar dapat memulai menyelesaikan masalah atau melakukan instruksi yang diberikan. D. Pembelajaran Matematika 1. Pengertian Matematika Matematika adalah ilmu tentang bilangan bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Suharso, dkk. 2005:313). Selain itu matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak yang dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya, sehingga keterkaitan matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Secara umum matematika dipahami sebagai ilmu tentang bilangan bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Dalam kamus matematika Roy Holland (1991: 81) mendefinisikan matematika sebagai suatu sistem yang rumit tetapi tersusun sangat baik yang mempunyai banyak cabang, diantaranya adalah ilmu hitung, aljabar, dan ilmu ukur dan dari setiap cabang ini dapat dikembangkan lagi.

18

Kebanyakan ahli sepakat bahwa suatu pengetahuan disebut ilmu apabila lahir dari suatu kajian ilmiah. Matematika bersifat umum (deduktif). Kebenarannya tidak bergantung kepada metode ilmiah yang mengandung proses induktif. Menurut Frans Susilo (1998: 29) matematika merupakan salah satu ilmu yang bersifat deduktif aksiomatis. Dalam hal ini logika deduktif memegang peran yang penting dalam proses berpikir tentang matematika. Berdasar beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa,

matematika adalah suatu sistem yang rumit yang tersusun sangat baik yang kebenarannya bersifat umum (deduktif). Pembelajaran matematika menekankan pada pola berpikir deduktif dan juga menganut kebenaran konsisten. Selain itu pembelajaran matematika harus dilakukan secara bertahap dengan urutan sebagai berikut (Heruman, 2007: 3) : a. Pembelajaran penanaman konsep b. Pembelajaran pemahaman konsep c. Pembelajaran pembinaan keterampilan Rusefendi (1991:144) menyebut pembelajaran peranan konsep merupakan lanjutan dari pembelajaran penanaman konsep yang bertujuan agar siswa memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri dari dua pengertian, yaitu : 1) Merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep matematika satu pertemuan. 2) Pembelajaran pemahaman konsep pada pertemuan berbeda, tetapi masih merupakan kelanjutan dari penanaman konsep pada pertemuan tersebut,

19

pembelajaran

pembinaan

keterampilan

merupakan

kelanjutan

dari

pembelajaran penanaman konsep dan pembelajaran pemahaman konsep. 2. Tahapan dalam pembelajaran Matematika a. Tahapan enactive Siswa belajar konsep dengan memanipulasi benda-benda (objek) konkret secara langsung. b. Tahap iconic Siswa memahami konsep matematika yang bersifat abstrak itu dengan model-model semi konkret berupa gambar atau grafik, tabel, bagan peta dan lain sebagainya. c. Tahap symbolic Siswa belajar konsep dan operasi matematika langsung dengan kata-kata atau simbol-simbol tanpa bantuan objek konkret maupun model semi konkret. 3. Teori dalam Pembelajaran Matematika Teori Belajar Jean Piaget Melewati 4 tahap yaitu : a. Tahap sensorimotor (0-2 tahun) Anak mengembangkan konsep dasarnya melalui interaksi dengan dunia fisik. b. Tahap praoperasional (2-7 tahun) Anak sudah mulai mengembangkan dengan menggunakan dengan bahasa untuk menyatakan suatu ide. c. Tahap operasi konkret (7-12 tahun) Anak mengembangkan konsep dengan menggunakan benda-benda konkrit untuk menyelidiki hubungan dan model hubungan abstrak.

20

d. Tahap operasi formal Anak sudah mulai mampu berfikir secara abstrak. Piaget menekankan bahwa proses belajar merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi informasi kedalam struktur mental. Asimilasi : proses terpadunya informasi dan pengalaman baru kedalam struktur mental. Akomodasi : hasil perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya informasi dan pengalaman baru. 4. Materi Pembelajaran Matematika Operasi Hitung Bilangan Bulat Operasi hitung bilangan bulat meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian 1). Operasi Penjumlahan Penjumlahan bilangan positif dan bilangan positif Contoh : 4 + 3 = n; n = 7 Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan negatif, Contoh : -4 + (-2) = n; n = -6 Penjumlahan bilangan negatif dan bilangan positif Contoh : -2 + 6 = n; n = 3 Penjumlahan bilangan positif dan bilangan negatif Contoh : 7 + (-3) = n; n = 4 Penjumlahan bilangan bulat dan nol (0) Contoh : -4 + 0 = n; n = -4 Penjumlahan bilangan bulat yang berlawanan Contoh : 5 + (-5) = n; n = 0 2). Operasi Hitung Pengurangan

21

Pengurangan bilangan positif dan bilangan positif Contoh : 8 5 = n; n = 3 Pengurangan bilangan negatif dan bilangan negatif, Contoh : -5 (-8) = -5 + 8 = n; n = 3 Pengurangan bilangan negatif dan bilangan positif Contoh : -3 2 = n; n = -5 Pengurangan bilangan positif dan bilangan negatif Contoh : 2 (-5) = 2 + 5 = n; n = 7 4) Operasi Hitung Perkalian Pada bilangan bulat. Sebelum membahas perkalian bilangan bulat, pada operasi perkalian bilangan cacah, telah diketahui bahwa 3 x 4 (yang dibaca tiga kali empat atau) diartikan sebagai 4 + 4 + 4 sedangkan 4 x 3 (yang dibaca empat kali tigaan) diartikan 3 + 3 + 3 + 3 dari uraian yang singkat ini dapat kita katakan bahwa sebenarnya perkalian pada suatu bilangan dapat diartikan sebagai penjumlahan berulang, berarti untuk mencari hasil dari axb sama halnya dengan cara menunjukan penjumlahan b + b + b +. sebanyak 5) Operasi Pembagian Pada Bilangan Bulat. Operasi pembagian pada dasarnya sama dengan mencari faktor (bilangan) yang belum diketahui. Karenanya bentuk pembagian dapat dipandang sebagai bentuk operasi perkalian dengan salah satu faktornya belum diketahui. Sebagai contoh, kalau dalam perkalian 3x4 = n tentu nilai n = 12.dalam pembagian hal a kali.

tersebut dapat dinyatakan dengan bentuk 12 : 3 = n atau 12 : 4 = n 6). Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat

22

Langkah langkah dalam mengerjakan hitungan campuran. Urutan langkahnya sebagai berikut : a. Pengerjaan hitung dalam kurung b. Pengerjaan perkalian dan pembagian (urut dari depan) c. Pengerjaan penjumlahan dan pengurangan (urut dari depan atau dibuat penjumlahan semua). 7). Operasi hitung bilangan bulat dan penggunaan sifat-sifatnya a. Sifat Pertukaran (Komutatif)

Sifat komutatif berlaku pada penjumlahan dan perkalian. Bentuk umum sifat komutatif pada penjumlahan dan perkalian. a+b=b+a axb=bxa 1) Bukti Sifat Komutatif Bukti : x + y = y +x , x, y z Bukti : Misal x, y z maka ada y-1, x-1 z (sifat invers) Misal x + y = c1, dan y-1, x-1 = c2 Maka c2, c1 z (sifat tertutup) c2 + c1= (x+y) + (y-1 + x-1) = x + (y + y-1) + x-1 (sifat asosiatif) = x + 0 + x-1 (sifat identitas) = x + x-1 =0 c2 + c1 = (y-1 + x-1) + (x+y)

23

= y-1 + (x + x-1) + y (sifat asosiatif) = y-1 + 0 + y (sifat identitas) = y-1 + y =0 Jadi c1 + c2 = c2 + c1 Bukti : x + y = y + x , x, y z (sifat invers) Bukti : Misal x, y z maka ada x-1 , y-1 z Misal x + y = c1, dan y-1, x-1 = c2 x-1 + y-1 = c3 dan y + x = c4 maka c1, c2, c3, c4 (sifat tertutup) c1 + c4 Bukti : x . y = y . x Bukti : x . y = ( y + y + y + y) y suku = ( y + y + y + y) x suku =x.y a dan b sembarang bilangan bulat. Contoh : a. b. c. d. 10 + 5 = 5 + 10 -2 + 4 = 4 + (-2) 2x5=5x2 -5 x 2 = 2x 5

24

b.

Sifat asosiatif (pengelompokkan)

Sifat pengelompokkan ini berlaku pada penjumlahan dan perkalian. Bentuk umum dari sifat pengelompokkan baik pada penjumlahan dan perkalian dapat ditulis berikut ini : a. (a + b) + c = a + (b x c) b. (a x b) x c = a x (b x c) 2) Sifat Asosiatif Bukti : (a + b) + c = a + (b + c) Maka a, b, c z (sifat tertutup) Bukti : Misal a + b = d Maka dz

b = d a . Persamaan 1 e z

misal b + c = e

maka b = e c Persamaan 2 Dari persamaan 1 dan 2 diperoleh : da=ec d=a+ec (a + b) + c = d + c =ac+e+c =a+e = a + (b + c)

25

Jadi terbukti bahwa : (a+ b) + c = a (b + c) a ; b dan c adalah bilangan bulat. Contoh : a. b. c. (2 + (1)) + 3 = 2 + (-1 + 3) (2 x 3) x 5 = (2 x 5) x 3 Sifat distributif (penyebaran)

Sifat penyebaran berlaku pada perkalian terhadap penjumlahan dan perkalian terhadap pengurangan. Bentuk umum perkalian terhadap penjumlahan yaitu : a x (b + c) = (a x b) + (a x c) Bukti : a (b + c) = ab + ac Bukti : a, b, c A (b + c) = (b + c) + (b + c) + (b + c) + (b + c) sebanyak a suku = (b + b + b + + b) + (c + c + c + c) sebanyak a suku = ab + ac Jadi terbukti a (b + c) = ab + ac a, b, dan c bilangan bulat. Contoh : 3 x (6 + 4) = (3 x 6) + (3 x 4) Bentuk umum perkalian terhadap pengurangan yaitu : a x (b - c) = (a x b) - (a x c) a, b, dan c bilangan bulat. sebanyak a suku

26

Contoh dari sifat distributif (penyebaran) a. (3 x 4) + (3 x 6) = 3 x (4 + 6)

Angka pengali disatukan Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan kedua angka yang dikalikan (4 + 6) kemudian hasilnya dikalikan dengan angka pengali (3) 3 x (4 + 6) = 3 x 10 = 30, Mengapa cara ini digunakan karena menghitung 3 x (4 + 6) = 3 x 10 lebih mudah dari pada menghitung (3 x 4) + (3 x 6). b. 15 x (10 + 2) = (15 x 10) + (15 x 2)

Angka pengali dipisahkan Perhitngan dilakukan dengan cara kedua angka yang dijumlah (10 dan 2) masingmasing dikalikan dengan angka pengali (15), kemudian hasilnya dijumlahkan. 15 x (10 + 2) = (15 x 10) + (15 x 2) = 150 + 30 = 180 Cara ini juga mempermudah penghitungan karena menghitung (15 x 10) + (15 x 2) = 150 + 30 lebih mudah daripada menghitung 15 x (10 + 2) = 15 x 12. d. a) b) Sifat Komutatif (pertukaran) pada penjumlahan a+b=b+a Sifat komutatif perkalian

axb=bxa c) Sifat asosiatif perkalian (a x b) x c = a x (b x c) d) Sifat asosiatif penjumlahan

(a + b) + c = a + (b + c)

27

e)

Sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan

a x (b + c)= (a x b) + (a x c) f) Sifat distributif perkalian terhadap pengurangan

a x (b c) = (a x b) (a x c) g) Untuk setiap a ada dengan tunggal elemen O dalam B sehingga a +

O = O + a = a, O disebut elemen identitas penjumlahan. h) Untuk setiap a, ada dengan tunggal elemen I dengan B sehingga a x I = I x a = a, I disebut elemen identitas perkalian. E. Hasil Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian ini, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Widarti (2007) mengenai efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) terhadap hasil belajar pokok bahasan segiempat pada siswa kelas VII. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasannya diperoleh bahwa ada perbedaan rata-rata hasil belajar yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sehingga pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih efektif daripada pembelajaran dengan metode ekspositori. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Hernawati (2007) mengenai penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 14 Tegal dalam pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel. Hasil penelitiannya adalah penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 14 Tegal dalam pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel.

28

Penelitian Wulandari (2012) mengenai peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui model pembelajaran Kooperatif TPS pada materi pokok faktorisasi suku aljabar di kelas VIII SMP Nuri Samarinda tahun pembelajaran 2011/2012. Hasil penelitiannya menunjukan terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. Berdasarkan keberhasilan penelitian-penelitian tersebut, maka peneliti bermaksud untuk menggunakan pembelajaran matematika model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi operasi hitung bilangan bulat pada kelas V SDN 024 Samarinda. F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa kelas V SDN 024 Samarinda materi operasi hitung bilangan bulat melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Shared) akan meningkat.

29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan model proses yang terdiri dari enam putaran (siklussiklus) dimana tiap-tiap siklus terdiri dari satu pertemuan yang dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Niff (dalam Kusumah, 2008:8) dalam bukunya yang berjudul action research: principles and practice memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang di lakukan ole guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah,

pengembangan keahlian mengajar dan sebagainya. Ebbut ( dalam kunandar , 2008:43) mengemukkan penelitian tindakan kelas adalah kajian sistematik dari upaya perbaikanpelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan tindakan dalam

30

pembelajaran , berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan tindakan tersebut. Berdasarkan pendapat diatas dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan kelas didefinisikan sebagai bentuk penelaahan penilitian yang bersifat refleksi dengan melakukan tindakan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam pelaksanaan tindakan terdiri dari beberapa siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Adapun alur dalam penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Permasalahan

29
Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan I Analisis I Pelaksanaan Tindakan I Observasi I Siklus I

Refleksi I

Permasalahan baru Hasil Refleksi I

Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan II Analisis II

Pelaksanaan Tindakan II Observasi II

Siklus II

Refleksi II

Permasalahan baru Hasil Refleksi I

Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan III Analisis III

Pelaksanaan Tindakan III Observasi III

Siklus III

Refleksi III

Permasalahan baru Hasil Refleksi IV

Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan IV Analisis IV

Pelaksanaan Tindakan IV Observasi IV

Siklus IV

Refleksi IV

31

Permasalahan baru Hasil Refleksi V

Alternatif Pemecahan Rencana Tindakan V Analisis V

Pelaksanaan Tindakan V Observasi V

Siklus V

Refleksi V

Permasalahan baru Hasil Refleksi VI

Alternatif Pemecahan Rencana TindakanVI Analisis VI

Pelaksanaan Tindakan VI

Siklus VI

Refleksi VI

Observasi VI

Permasalahan Terselesaikan Gambar 3.1 Alur dalam Penelitian Tindakan Kelas (Sumber : Arikunto, 2006:74)

Prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut. 1. Permasalahan Permasalahan awal dari penelitian ini adalah sebagian besar siswa kelas V di SDN 024 Samarinda belum memenuhi SKM 60 yang ditentukan di SDN 024 Samarinda pada materi operasi hitung bilangan bulat, nilai awal siswa terlampir Keadaan tersebut mendorong peneliti untuk meningkatkan hasil belajar siswa untuk materi operasi hitung bilangan bulat dengan melakukan proses pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif tipe TPS. Dalam proses pembelajaran ada juga permasalahan dalam setiap siklus yaitu permasalahan yang timbul pada siklus-siklus sebelumnya. 2. Tahap Perencanaan Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan ini adalah: a. Membuat skenario pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada materi operasi hitung bilangan bulat.

32

b. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) pada materi operasi hitung bilangan bulat. c. Membuat alat evaluasi hasil belajar matematika siswa yang dilaksanakan pada setiap akhir siklus. d. Membuat lembar observasi aktifitas siswa dan guru yang mengajar untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas pada saat model pembelajaran kooperatif tipe think pair share (TPS) dilaksanakan dan sebagai bahan untuk refleksi. 3. Tahap Pelaksanakan Tindakan Tahap lanjutan dari tahap perencanaan adalah tahap pelaksanaan. Dalam tahap ini menggambarkan proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Pada pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS yang bertindak sebagai guru dalam penelitian ini adalah peneliti dan tiap siklus terdiri satu kali pertemuan, pada tiap akhir pertemuan diadakan tes akhir siklus. Tahap awal yang dilakukan oleh guru adalah guru mengkondisikan siswa dan memberi penjelasan tentang model pembelajaran yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TPS, guru juga menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing kelompok selama proses belajar mengajar berlangsung. Selanjutnya kegiatan belajar mengajar pada tahap ini dilaksanakan sesuai dengan skenario dan rencana pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran tipe TPS yang akan digunakan peneliti dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

33

a. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai . b. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan. c. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. e. Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi kesimpulan dan penutup.

4.

Tahap Observasi Pada tahap observasi, peneliti sebagai guru pengajar melakukan tindakan

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), sedangkan untuk mengobservasi tindakan yang sedang dilakukan oleh guru dan aktivitas siswa di dalam kelas dilakukan oleh observator yang diamati dengan menggunakan

lembar observasi hasil belajar siswa dengan menggunakan lembar tugas, tes, dan kegiatan siswa di kelas. 5. Tahap Analisis Setelah diberikan tes hasil belajar sebagai tes akhir dari setiap siklus, akan dilakukan analisis terhadap hasil tes belajar tersebut untuk melihat hasil belajar siswa setelah diberi tindakan. Hasil pengamatan melalui lembar observasi juga dianalisis sehingga peneliti dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan kegiatan belajar mengajar.

34

6.

Tahap Refleksi Kegiatan pada tahap ini adalah peneliti bersama-sama guru kelas

mendiskusikan hasil tindakan. Kegiatan refleksi pada penelitian ini adalah analisis, interprestasi dan evaluasi atas informasi yang terjadi direfleksikan dengan melihat data observasi yang dimaksudkan meliputi data aktivitas guru dan siswa, data hasil belajar yang diperoleh dari pemberian tugas kelompok dan individu yang terangkum dalam latihan soal, pekerjaan rumah, dan tes setiap akhir siklus pembelajaran. Hasil analisis data tersebut digunakan sebagai acuan untuk merencanakan tindakan pada siklus selanjutnya.

B.

Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Semester I Tahun pembelajaran 2012/2013. Tempat penelitian adalah SDN 024 Samarinda.

C.

Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian dalam penelitian ini siswa kelas I yang berjumlah 32 siswa di SDN 024 Samarinda yang terdiri dari 18 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki , sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif TPS. D. Tekhnik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

35

1. Dokumentasi nilai, adalah data berupa nilai ulangan harian matematika pada

kompetensi dasar sebelumnya yang dijadikan sebagai nilai dasar untuk digunakan sebagai acuan hasil tes pada siklus I. 2. Observasi, menggunakan tabel pedoman observasi untuk mengetahui tingkat aktivitas siswa dan aktivitas guru pada saat pembelajaran berlangsung. 3. Teknik tes, tes akhir siklus digunakan untuk mengetahui skor akhir siswa setiap siklusnya. Tes ini dibuat oleh peneliti sesuai dengan materi yang diajarkan kepada siswa. E. Teknik Analisis Data Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus dan setiap putaran dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan setiap siklus masing-masing pertemuan dilaksanakan dalam 3 jam mata pelajaran. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rata-rata, dan presentasi. 1. Rata-rata Rata-rata digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam satu kelas dan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dengan membandingkan rata-rata skor hasil belajar masing-masing siklus dengan menggunakan rumus: X + X 2 + X 3 + ..... + X i X = 1 = n x

X
i =1

: Nilai rata rata hasil belajar siswa pada setiap siklus


i

x
i =1

: Jumlah nilai seluruh siswa : Banyaknya siswa (Pramudjono,2007)

36

Untuk

mengetahui

hasil

belajar

siswa

dapat

dilakukan

dengan

menganalisis data berupa nilai tugas dan nilai tes pada setiap siklus (tes formatif) menggunakan rumus, nilai rata rata tugas setiap siklus dijumlahkan dengan dua kali nilai rata rata tes hasil belajar (nilai tes formatif) NA =
NT + 2NH 3

Keterangan : NA NT NH = Nilai Akhir Setiap Siklus = Nilai Tugas = Nilai Test Akhir Siklus (Depdiknas 2005 : 29)

2. Persentasi Persentasi digunakan untuk menggambarkan peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II dengan menggunakan rumus: Persentase = Keterangan : a. Selisih skor rata-rata prestasi siswa pada dua siklus
b. Skor rata-rata prestasi siswa pada siklus sebelummnya.

(Sudjana, 2002) 3. Grafik

37

Grafik digunakan untuk menvisualisasikan peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) pada masing-masing siklus. 4. Pedoman Lembar Observasi Pedoman observasi digunakan untuk mengetahui tingkat aktifitas siswa dan aktifitas guru pada saat pembelajaran berlangsung pada setiap siklus dengan menggunakan rumus: Nilai Observasi = F. Indikator Peningkatan Indikator yang menjadi tolak ukur dalam menyatakan bahwa pembelajaran yang berlangsung selama penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar siswa, jika telah terjadi peningkatan nilai rata-rata akhir setiap siklus dari nilai rata-rata sebelum diterapkan pembelajaran matematika secara kooperatif dengan tipe Think Pair Share. Untuk menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini atau nilai dasar (awal) masingmasing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini: Tabel 3.1 Perhitungan Skor Perkembangan Nilai Peningkatan Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai 5 awal. Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah 10 nilai awal. Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 20 di atas nilai awal. Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 poin di atas nilai awal. 30 Kriteria
Sumber : Ratumanan (2002)

38

Untuk pemberian penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna Tabel 3.2 Tingkat Penghargaan Kelompok Nilai Rata-rata peningkatan kelompok N<15 15 N < 20 20 N < 25 N 25
Sumber : Ratumanan (2002)

Penghargaan Cukup Baik Sangat Baik Sempurna

Untuk mengetahui kriteria hasil belajar dan hasil observasi pembelajaran yang diperoleh dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kriteria Hasil Belajar dan Observasi Pembelajaran No. 1 2 3 4 5 Rentang Nilai 80 x 100 70 x 80 60 x 70 50 x 60 0 x 50 Jumlah Siswa A B C D E Keterangan Sangat Baik Baik Cukup Kurang Kurang Sekali

(Sumber: Sudjana, 2002)

39

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S.2002. Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Aqib, Zaenal. (2009). Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional. Bandung: Yrama Widya Beni,S.2008. Model Model Pembelajaran Kreatif.Bandung: Tinta Emas Publishing . Beni,S.2008. Teknik Teknik Penilaian Kelas .Bandung: Tinta Emas Publishing . Depdiknas 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta Hamalik Oemar,2002. Strategi Belajar Mengajar . Bandung Mandar Maju Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Ismail, 2003. Media Pembelajaran (Model-Model Pembelajaran). Jakarta Direktorat Pendidikan Nasional.

40

Mahfud Shalahuddin .2000 Pengantar Psikologi Pendidikan. Jakarta :Rineka Karya. Mulyani Sumantri & Juhan Permana. 2000. Startegi Belajar Mengajar. Bandung: CV Maulana. Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhibbin Syah, 1995. Psikologi Pendidikan . Bandung : Grafindo Persada

Nurhadi 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya Nurhayati, Nunung. 2006. Ringkasan dan Bank Soal SAINS. Bandung:Yrama Widya Purwanto . 2004. Psikologi Pendidikan . Bandung : Remaja Rosda Karya. Sarjan, dkk. 2004. Sains 5. Klaten: CV. Sahabat. Soejadi 2000. Belajar dan Pembelajaran . Jakarta : Rineka Karya. Sudjana, Nana, dkk. 2007. Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru Algesindo. Sujana 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rusda Karya. Susilo, 2002.Penelitian Tindakan Kelas Yokyakarta: Pustaka book publisher Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Startegi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1997 Syaiful Sagala. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta Trianto 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif . Jakarta : Kencana Pernada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai