PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu usaha sadar yang dilakukann
oleh manusia dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan potensi atau
kompetensi dan kualitas yang ada pada dirinya secara terus menerus. 1
Dalam implementasinya pendidikan memiliki hubungan erat dengan
proses pembelajaran. Karena berhasil atau tidaknya suatu pendidikan
ditentukan oleh keberhasilan dari proses pembelajaran. Pembelajaran
dapat diartikan sebagai suatu proses transfer ilmu oleh guru kepada peserta
didik dengan tujuan agar peserta didik menjadi manusia yang cerdas dan
bermanfaat.2 Di dalam pembelajaran terdapat beberapa komponen atau
unsur yang menyusunnya yaitu, peserta didik, pendidik, tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, lingkungan pembelajaran, alat atau
media pembelajaran dan metode atau model pembelajaran.
Model pembelajaran merupakan salah satu bagian penting dari
komponen pembelajaran. Model pembelajaran adalah kerangka penerapan
dari pendekatan, strategi, metode, proses dan teknik pembelajaran dari
dimulainya perencanaan sampai selesainya proses pembelajaran.
Sehingga cakupan dari model pembelajaran lebih luas dibandingkan
dengan strategi, metode, pendekatan dan teknik pembelajaran.
Model pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar peserta
didik. Pemilihan dan penggunaan model yang tepat, sesuai dan bervariasi
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Karena peserta didik akan
terdorong dan termotivasi untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran,
sehingga kegiatan pembelajaran tidak terkesan monoton dan
membosankan. Sebaliknya, apabila model yang dipilih guru kurang tepat
1
Abd Rahman Bp dkk., “Pengertian Pendidikan, Ilmu Pendidikan dan Unsur-Unsur Pendidikan”
2, no. 1 (2022): 8.
2
Rushnawati, “Komponen-Komponen dalam Operasional Pendidikan,” Jurnal Azkia 15, no. 2
(2020): 20.
1
maka dapat mengurangi minat peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
dan hasil belajar peserta didik menjadi kurang optimal.3
Selain itu, model pembelajaran juga berfungsi sebagai pedoman
bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu,
guru memiliki peran dan tanggung jawab yang begitu besar.4 Seorang guru
tidak akan mungkin dapat melaksanakan tanggung jawabnya apabila ia
tidak memiliki keahlian dan pemahaman tentang model pembelajaran.
3
Akis Mayanto, Zulfikar Zulfikar, dan Ahmad Faisal, “Pengaruh Metode Pembelajaran dan Gaya
Kognitif terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Penjas,” Jurnal Ilmiah KONTEKSTUAL 2, no. 01
(31 Agustus 2020): 69–78, https://doi.org/10.46772/kontekstual.v2i01.251.
4
Thamrin Tayeb, “Analisis dan Manfaat Model Pembelajaran Analysis and Benefits of Learning
Models” 4, no. 2 (2017): 10.
5
Ismun Ali, “Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dalam Pengajaran Pendidikan
Agama Islam,” Jurnal Mubtadiin 7, no. 01 (2021): 18.
6
Zuriatun Hasanah, “Model Pembelajaran Kooperatif dalam Menumbuhkan Keaktifan Belajar
Siswa,” Jurnal Studi Kemahasiswaan 1, no. 1 (2021): 241.
2
pembelajaran yang digunakan dengan hasil belajar siswa sangat erat dan
tidak dapat dipisahkan. Sementara itu beberapa hal yang dapat
mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal (dalam diri siswa) dan
faktor eksternal (dari luar). Hasil belajar sendiri dapat dimaknai sebagai
suatu capaian individu peserta didik setelah mengalami proses
pembelajaran dari aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Terutama
pada materi pelajaran PAI yang mana tujuan dari materi tersebut untuk
membentuk karakter peserta didik menjadi lebih baik.
3
bersama. Adapun jenis pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu tipe teams games tournaments (TGT).
B. Rumusan Masalah
4
guru untuk dapat mengembangkan dan memperbaiki model
pembelajaran yang digunakan dalam rangka meningkatkan hasil
belajar siswa, utamanya dalam aspek kognitif. Serta membantu guru
untuk secara aktif dapat mengembangkan kompetensi, pengetahuan
dan keterampilannya di dalam mengajar
2. Peserta didik
Dengan dilakukannya penelitian ini maka diharapkan hasil
penelitian mampu membantu peserta didik mengentaskan persoalan
hasil belajar, meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajarnya.
3. Peneliti selanjutnya yang memiliki kesamaan tema
4. Lembaga
Dengan diadakannya penelitian ini maka diharapkan mampu
memberikan masukan kepada lembaga terkait untuk dapat
mengembangkan model pembelajaran yang digunakan oleh para guru
pada lembaga tersebut guna meningkatkan kualitas pendidikan
utamanya pada hasil belajar peserta didik.
E. Definisi Operasional
1. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah suatu parameter yang digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa dalam memahami dan menguasasi materi
pelajaran yang telah disampaikan oleh guru dalam KBM. Hasil belajar
siswa mencakup 3 aspek yakni kemampuan kognitif, psikomotorik dan
afektif. 7
Adapun hasil belajar yang dimaksud di dalam penelitian ini yaitu
hasil belajar dalam aspek kognitifnya dengan indikator nilai siswa.
2. Mata Pelajaran PAI
7
Yendri Wirda dkk., Faktor-Faktor Determinan Hasil Belajar Siswa, 1 ed. (Jakarta: Pusat
Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2020), 4.
5
Mata pelajaran PAI merupakan salah satu jenis mata pelajaran
yang terdapat di satuan lembaga pendidikan. Mata pelajaran PAI
adalah mata pelajaran yang berupaya untuk menanamkan berbagai
niai-nilai agama Islam yang dikemas dan disajikan dalam kegiatan
pembelajaran. Ruang lingkup kajian ajaran Islam sendiri meliputi
aspek ketuhanan, aspek manusia dan alam semesta yang didasari
dengan aqidah, syariah dan akhlak yang kesemuanya tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya.8
Adapun mata pelajaran PAI yang dimaksud pada penelitian ini
yaitu mata pelajaran PAI pada aspek akhlak untuk kelas V SD
semester ganjil yaitu pada pelajaran 5 yang berjudul “Rasul Allah
Idolaku”.
3. Model Cooperative Learning
Model cooperative learning atau yang biasa disebut dengan
pembelajaran kooperatif adalah salah satu jenis cakupan model
pembelajaran dengan cara siswa bekerja dan belajar secara bersama-
sama di dalam kelompok-kelompok kecil secara sinergis dengan
anggota yang terdiri dari empat hingga lima orang siswa dengan
struktur anggota kelompok yang bersifat heterogen atau beragam. Di
dalam model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa jenis
pembelajaran diantaranya yaitu Student Team Achievement Division
(STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok, Make a Match, Teams Games
Tournaments (TGT), Struktural, dsb.9
Adapun model cooperative learning yang dimaksud pada
penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperatif berjenis TGT
(Teams Games Tournaments).
F. Hipotesis Tindakan
8
Dr Mardan Umar dan Dr Feiby Ismail, Buku Ajar Pendidikan Agama Islam (Konsep Dasar bagi
Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum), 1 ed. (Jawa Tengah: CV. Pena Persada, 2020), 1-2.
9
Nurdyansyah dan Eni Fariyatul Fahyuni, Inovasi Model Pembelajaran sesuai Kurikulum 2013, 1
ed. (Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016), 52-78.
6
Berdasarkan kajian pustaka dan permasalahan di atas, maka dugaan
sementara dari penelitian ini dapat dirumuskan dalam hipotesis tindakan
sebagai berikut:
10
Noviar, “Upaya Peningkatan Hasil Belajar PAI dengan Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas VA SDN 015 Buluh Kasap Dumai Timur,” Jurnal
Primary Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau 6, no. 2 (Oktober 2017): 517–25.
7
penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu,
sama-sama penelitian dengan jenis PTK, sama-sama menyelesaikan
permasalahan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PAI dan sama-sama
menggunakan model pembelajaran kooperatif. Sementara perbedaannya
terletak pada tindakan yang diberikan yakni pada penelitian tersebut
meskipun sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif akan
tetapi tipe atau jenisnya berbeda. Pada penelitian ini tipe yang digunakan
adalah STAD sementara yang akan peneliti gunakan yaitu tipe team game
tournaments, lokasi dan jenjang penelitian. Pada penelitian tersebut
dilaksanakan untuk siswa kelas VA di SDN Buluh Kasap Dumai Timur
sementara pada penelitian yang akan peneliti lakukan hanya untuk kelas V
di SD Negeri Sentul Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.
8
V, sama-sama menggunakan model pembelajaran cooperative learning.
Akan tetapi yang membedakannya yaitu, pada masalah yang diselesaikan.
Pada penelitian tersebut akan menyelesaikan masalah hasil belajar pada
mata pelajaran IPS, sementara pada penelitian yang akan peneliti lakukan
akan menyelesaikan masalah hasil belajar pada mata pelajaran agama
Islam, yang kedua pada lokasi penelitian. Pada penelitian tersebut
berlokasi di SDN Teros, sementara pada penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti berlokasi di SD Negeri Sentul Tanggulangin Sidoarjo.
9
dan sehat telah mencapai kriteria keberhasilan maksimal, artinya berhasil
mencapai ketuntasan belajar. Oleh karena itu setelah diterapkannya model
pembelajaran kooperatif picture and picture kemampuan belajar siswa
pada tema hidup bersih dan sehat mengalami peningkatan.12 Adapun
persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif
sebagai tindakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran PAI, sama-sama menggunakan jenis penelitian PTK dan
permasalahan yang ingin diselesaikan yakni sama-sama akan
menyelesaikan hasil belajar siswa. Perbedaannya terletak pada tindakan
yang diberikan yakni jika pada penelitian yang dilakukan Cut Nurrahmah
adalah dengan model pembelajaran kooperatif picture and picture namun
tindakan yang peneliti lakukan berupa model pembelajaran kooperatif
team game tournaments, lokasi dan jenjang penelitian. Pada penelitian ini
berlokasi di MIN 16 Aceh Besar. Sementara pada penelitian yang akan
peneliti lakukan berlokasi di SD Negeri Sentul Tanggulangin Sidoarjo.
Serta pada penelitian ini jenjang yang dijadikan subjek adalah kelas III
sementara pada penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah kelas V.
12
Cut Nurrahmah, “Penerapan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Picture and Picture
dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Tema Hidup Bersih Dan Sehat Kelas II MIN 16
Aceh Besar” (Darussalam, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2018):
15-38.
10
ketuntasan belajar sebesar 31,25%. Pada siklus II kategori ketuntasan
belajar siswa tergolong dalam kategori sedang yang ditandai dengan
adanya peningkatan sebesar 85,59%. Sementara pada siklus III terjadi
peningkatan sebesar 61,29%. Sementara itu minat belajar fisika melalui
model pembelajaran kooperatif TGT juga mengalami peningkatan pada
setiap siklusnya. Sehingga setelah diterapkannya model pembelajaran
kooperatif TGT pemahaman, hasil belajar dan motivasi siswa dalam mata
pelajaran fisika mengalami peningkatan.13 Persamaan penelitian tesebut
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu, sama-sama
menggunakan jenis penellitian PTK, sama-sama menggunakan tindakan
berupa model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan sama-sama
mengatasi permasalahan hasil belajar siswa. Sementara perbedaannya
yaitu, masalah yang diselesaikan. Meskipun penelitian tersebut juga
mengatasi masalah hasil belajar akan tetapi penelitian tersebut juga akan
mengatasi masalah minat siswa dalam mata pelajaran fisika. Sementara
penelitian yang akan peneliti lakukan hanya terbatas untuk menyelesaikan
masalah hasil belajar siswa, lokasi dan jenjang penelitian. Pada pada
penelitian tersebut dilakukan untuk siswa kelas X pada mata pelajaran
fisika di SMAN 1 Pundong, sementara penelitian yang akan peneliti
lakukan untuk kelas V pada mata pelajaran PAI di SD Negeri Sentul
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.
11
siswa masih sangat rendah dibuktikkan dengan data yang menunjukkan
bahwa pada siklus I pertemuan I hanya 6 siswa yang berhasil mencapai
ketuntasan belajar dengan standar KKM minimal yang ditentukan oleh
sekolah. Sementara 16 siswa yang lainnya masih belum tuntas atau sebesar
72,7% masih belum tuntas. Kemudian pada siklus I pertemuan II
mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya yakni telihat
dari 22 siswa terdapat 12 siswa yang masih belum tuntas dan 10 siswa
lainnya telah mencapai ketuntasan belajar. Presentase ketuntasan sebesar
45,45% sementara presentase ketidaktuntasan sebesar 54.54%. Pada siklus
II pertemuan I terdapat 9 siswa yang masih belum tuntas dengan
presentase 40,90% sementara 13 siswa lainnya telah tuntas dengan
presentase 59,09%. Sementara pada siklus II pertemuan II siswa yang
belum tuntas hanya 5 orang sementara 17 siswa lainnya telah tuntas.
Artinya pada siklus II telah meningkat dibandingkan dengan siklus I yang
ditandai dengan sebanyak 17 siswa yang berhasil memenuhi standar
minimal KKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Sehingga setelah
diterapkannya model pembelajaran cooperative learning make a match
pemahaman dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan. 14
Persamaan
penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu,
sama-sama penelitian dengan jenis PTK, sama-sama menyelesaikan
permasalahan hasil belajar siswa dan sama-sama menggunakan model
pembelajaran kooperatif. Sementara perbedaannya terletak pada model
PTK yang digunakan, tindakan yang diberikan yakni pada penelitian
tersebut meskipun sama-sama menggunakan model pembelajaran
kooperatif akan tetapi tipe atau jenisnya berbeda. Pada penelitian ini tipe
yang digunakan adalah make a match sementara yang akan peneliti
gunakan yaitu tipe team game tournaments, lokasi dan jenjang penelitian.
Pada penelitian tersebut dilaksanakan pada mata pelajaran IPS untuk siswa
kelas III di SD Negeri 2 Kalibening sementara pada penelitian yang akan
14
Luluk Mauluddina, “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Make a Match
dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS SD Negeri 2 Kalibening” (Metro, Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Metero, (2018): 57-87.
12
peneliti lakukan pada mata pelajaran PAI kelas V di SD Negeri Sentul
Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo.
13
BAB II
KAJIAN TEORI
H. Landasan Teori
1. Hasil belajar
Hasil belajar tersusun dari 2 kata yakni hasil dan belajar. Belajar
merupakan suatu upaya yang ditempuh manusia untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik dari sebelumnya
secara menyeluruh, sebagai hasil perwujudan pengelamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungan. Belajar bagi manusia tidak
mengenal ruang, waktu, jenis kelamin dan usia. Belajar dapat
dilakukan dimana saja, kapan saja dan saiapa saja. Bahkan dalam
agama Islam belajar menjadi suatu hal yang wajib bagi setiap umat
Islam.15 sebagaimana hadits riwayat Ibnu Majah berikut:
َ طًلَبُ ال ِع ْل ِم فَ ِر
َ ضةٌ ع
... َلى ُك َّل ُم ْسلِ ٍم
Artinya:
Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim
15
Halim Purnomo, Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: Lembaga Penelitian, Publikasi dan
Pengabdian Masyarakat (LP3M)), (2019), 20.
16
Wahyu Astuti dan Firosalia Kristin, “Penerapan Model Pembelajaran Teams Games Tournament
untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA,” Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar 1, no. 3 (20
Oktober 2017): 155, https://doi.org/10.23887/jisd.v1i3.10471.
14
membentuk bangunan baru) dan evaluation (menilai). Domain afektif
adalah mencakup aspek receivinng (sikap menerima), responding
(memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi),
characterization (karakterisasi). Dan domain psikomotorik adalah
yang mencakup aspek intiatory, preroutine dan routinized. Selain itu
wilayah psikomotorik juga mencakup aspek keterampilan produktif,
teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. Sementara Winkel
mengatakan bahwa hasil belajar adalah suatu keberhasilan yang
diperoleh peserta didik berupa prestasi peserta didik di sekolah yang
dinotasikan dalam bentuk angka.17 Oleh karena itu, hasil belajar adalah
bukti pencapaian yang berhasil didapatkan atau diperoleh peserta didik
setelah melalui serangkaian proses pembelajaran dalam jangka waktu
tertentu yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku peserta
didik.18
Hasil belajar peserta didik juga dikatakan sebagai langkah yang
dapat ditempuh untuk melakukan perubahan dan pembentukan tingkah
laku peserta didik, maka hasil belajar peserta dapat dibedakan melalui
prestasi belajarnya yang pada umumnya berkaitan dengan aspek
kognitif dalam kegiatan pembelajaran. Hasil belajar ranah kognitif
dapat diukur melalui ujian atau tes dengan indikator angka.
Kompetensi peserta didik pada ranah kognitif sendiri berhubungan
dengan kemampuan atau kompetensi untuk mengetahui, memahami,
menganalisis, sintesis dan mengevaluasi.
a. Pengetahuan (knowladge)
Kemampuan peserta didik untuk mengenali, mengingat-
ingat kembali terkait dengan makna atau istilah, ciri-ciri, gejala,
gagasan, rumus-rumus, dsb dengan tanpa mengharapkan
kemampuan untuk menggunakannya. Contoh aplikasi hasil belajar
kognitif pada tingkat pengetahuan yakni peserta didik mampu
menghafal atau mengingat nama-nama Rasul Allah SWT.
17
Wirda dkk. Faktor-Faktor Determinan Hasil Belajar Siswa, 14.
18
Akhirudin dkk., Belajar Pembelajaran (Teori dan Implementasi), 1 ed. (Yogyakarta: Penerbit
Samudra Biru (Anggota IKAPI), (2020), 15.
15
b. Pemahaman (comprehension)
Kemampuan peserta didik untuk memahami dan mengerti sesuatu
setelah mengetahui dan mengingatnya. Sehingga dapat dikatakan
pemahaman adalah tahapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pengetahuan sebab peserta didik tidak hanya sekedar mengingat
tetapi harus memahami apa yang tekah diingatnya. Peserta didik
yang telah memahami maka ia akan mampu untuk
mendeskripsikan secara rinci dengan menggunakan gaya bahasa
sendiri. Contoh hasil belajar kognitif tingkat pemahaman adalah
peserta didik mendapatkan nama-nama rasul berupa nama, tugas
dan keteladanannya.
c. Penerapan (Application)
Penerapan adalah kemampuan peserta didik untuk
menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, metode atau
strategi-strategi, dalil-dalil, hukum dsb. Implementasi kemampuan
penerapan peserta didik dapat ditunjukkan ketika memecahkan
masalah, yakni dengan menggunakan teori, hukum, dalil, ide,
metode, strategi tertentu yang telah dipelajarinya. Hal ini didukung
dengan kemampuan mengingat dan memahami konsep tertentu.
Sehingga kemampuan penerapan memiliki kedudukan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kemampuan pemahaman.
d. Analisis (Analysis)
Kemampuan peserta didik untuk menguraikan atau
memerinci sesuatu berdasarkan bagian-bagian yang lebih kecil dan
mampu memahami keterkaitan diantara bagian-bagian tersebut.
Sehingga yang menjadi dasar utamana analisis adalah kemampuan
memahami dan menerapkan. Contohnya, peserta didik mampu
menganalisis sebab-sebab orang bertayamum dan mengaitkannya
dengan kondisi alam di daerahnya.
e. Sintesis (Synthesis)
Kemampian peserta didik untuk berpikir dengan
memadukan bagian-bagian secara logis sehingga menjadi pola baru
16
yang tersusun secara sistematis. Adapun tingktan sintesis setara
dengan tingkatan analisis. Contohnya, peserta didik dapat
mengambil hikmah atau menyimpulkan tentang materi puasa yang
telah disampaikan. Sementara kemampuan analisis peserta didik
dapat ditunjukkan dengan kemampuannya dalam menyelesaikan
masalah yang terus berkembang. Contohnya, persoalan menutup
aurat yang dihubungkan dengan perkembangan model pakaian
yang tepat bagi wanita untuk berenang.
f. Evaluasi (evaluation)
Kemampuan peserta didik untuk dapat mempertimbangkan
sesuatu berdasarkan situasi. Tingkatan ini merupakan tingkatan
yang paling tinggi dibandingkan kelima tingkatan yang ada.
17
belajar tinggi, sedang dan rendah. Model cooperative learning
berarti peserta didik belajar secara kelompok-kelompok kecil
dalam rangka mengoptimalkan kondisi belajar dan dalam rangka
mencapai tujuan belajar. Di dalam cooperative learning terjadi
proses interaksi untuk saling asah, silih asuh dan silih asih.
Cooperative learning umumnya terdiri dari 4-6 orang peserta didik
heterogen untuk saling bersinergi, berkolaborasi dan berdiskusi
secara bersama dalam menyelesaikan, mendiskusikan, dan
mendeskripsikan materi atau tugas pembelajaran. Sehingga model
cooperative learning memang dirancang khusus untuk mendorong
dan memotivasi peserta didik agar kerjasama selama proses
pembelajaran.20 Cooperative learning dilaksanakan atas dasar
manusia tidak dapat terlepas dengan sesamanya sehingga belajar
bersama merupakan suatu kebutuhan manusia yang mendasar
dalam rangka merespon manusia yang lainnya untuk dapat
mencapai tujuan. Selain itu juga untuk membangun sikap sosial
antar peserta didik.
Cooperative learning membuka kesempatan peserta didik
untuk belajar dan bekerja bersama dalam tugas-tugas yang
terstruktur. Oleh karena itu, seorang teman dapat menjadi sumber
belajar teman yang lainnya. Karena, makna bersama dalam
pembelajaran kooperatif adalah bagaimana setiap anggota
kelompok mampu memahami, mengerti dan materi dan
mengerjakan tugas secara bersama-sama. Dengan itu peserta didik
yang lebih memahami dan menguasai materi dapat membantu
teman yang lainnya untuk memahami dan mengerti materi
sehingga dapat mengikuti proses pembelajaran. Cooperative
learning juga merupakan model pembelajaran yang mampu
menanamkan definisi saling mengerti, membantu dan mengajari
20
Agung Prihatmojo dan Rohmani, Pengembangan Model Pembelajaran Who am I (Lampung:
Universitas Muhammadiyah Kotabumi, 2020), 6.
18
kepada peserta didik. 21
Cooperative learning juga mengutamakan
hal-hal yang bersifat menyeluruh (holistik).
Dari penjabaran di atas maka orientasi tujuan pembelajaran
kooperatif adalah untuk menghindari sifat atau rasa individualitas
dan egois pada peserta didik, melatih peserta didik untuk
menyampaikan aspirasi, pendapat ataupun pemahamannya dalam
proses pembelajaran. Dengan demikian tidak akan ada rasa
dikucilkan, malu dsb antara peserta didik yang berprestasi rendah
dengan peserta didik yang berprestasi tinggi.
b. Karakteristik model cooperative learning
21
Hasanah, “Model Pembelajaran Kooperatif dalam Menumbuhkan Keaktifan Belajar Siswa.”, 8.
22
Deden Ahmad Supendi dan Tanti Agustiani, “Analisis Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Guru Bahasa Indonesia Kelas X di SMA Negeri
Se-Kota Sukabumi,” Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 4, no. 1 (2019): 8.
19
unsur yang harus terpenuhi sehingga hasil yang didapatkan
menjadi lebih optimal. Unsur-unsur tersebut yaitu:
20
2) Kelompok belajar
3) Permainan
4) Penghargaan kelompok
Setelah permainan selesai guru dapat menghitung poin dari
masing-masing kelompok. Kemudian guru dapat
mengumumkan kelompok pemenang. Kelompok yang menang
adalah kelompok yang telah memenuhi skor rata-rata yang
ditentukan. Penghargaan dapat berbentuk sertifikat atau hadiah
yang lainnya. Dan pada akhir proses pembelajaran guru dapat
21
memberikan kesempatan bertanya kepada peserta didik terkait
materi yang belum dipahaminya.25
Sementara itu pembelajaran kooperatif tipe TGT
memilikibeberapa manfaat bagi peserta didik yakni, dimungkinkan
peserta didik dapat lebih aktif sehingga dapat lebih fokus pada
kegiatan pembelajaran, melatih dan meningkatkan rasa
menghormati dan menghargai antar sesama, meningkatkan
motivasi, minat dan semangat peserta didik dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran dan kegiatan pembelajaran dapat berjalan
menyenangkan yang dapat berdampak pada hasil belajar peserta
didik.26
Adapun kelebihan model cooperative learning tipe TGT
menurut Hill& Hill dalam jurnal yang ditulis Ismun Ali yakni,
Dapat meningkatkan prestasi siswa, memperdalam pemahaman
siswa, menyenangkan siswa, mengembangkan sikap
kepemimpinan, mengembangkan sikap positif siswa,
mengembangkan sikap menghargai diri sendiri,
mengembangkan rasa saling memiliki dan membangun
keterampilan untuk masa depan. Akan tetapi model
pembelajaran kooperatif tipe TGT ini juga terdapat beberapa
kelemahan diantaranya, membutuhkan waktu yang lama bagi
siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum, membutuhkan
waktu yang lama bagi guru sehingga kebanyakann guru enggan
untuk menggunakannya, membuthkan kemampuan khusus guru
sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau
menggunakannya, menuntut sifat tertentu dari siswa seperti
sifat suka bekerja sama.27
3. Mata Pelajaran PAI
a. Pengertian PAI
25
I. G. P. N. Harry Priyatna Putra, Udy Ariawan, dan Suka Arsa, “Peenerapan Model Kooperatif
Tipe Team Game Tournament untuk Meningkatkan Hasil Belajar Perakitan Komputer,” Jurnal
Pendidikam Teknik Elektro Undishka 6, no. 3 (2017): 10.
26
Yuni, “Cooperative Learning Tipe Team Game Tournaments (TGT) sebagai Alternatif Model
Pembelajaran Biologi,” Didaktis 8, no. 3 (2019): 60.
27
Ali, “Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dalam Pengajaran Pendidikan Agama
Islam”, 247.
22
pendewasaan, pengembangan dan pembentukan diri. Pendidikan
merupakan suatu proses transformasi manusia untuk menjadi lebih
baik dari sebelumnya, sebab dari belum tau menjadi tau, dari
belum bisa menjadi bisa. Di dalam pendidikan mencakup proses
transfer ilmu dari pendidik kepada peserta didik.28
28
Roni Hariyanto Bhidju, Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Metode Demonstrasi, 1 ed.
(Malang: Multimedia Edukasi, 2020), 52.
29
Rizki Ananda, “Implementasi Nilai-nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini,” Jurnal
Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 1, no. 1 (2017): 13.
30
Ali, “Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dalam Pengajaran Pendidikan Agama
Islam, 250.”
23
bimbingan, pelatihan yang sudah ditentukan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran.31
24
terealisasikannya penyadaran fungsi manusia sebagai makhluk
ciptaan Allah SWT , pewaris para nabi, khalifah Allah SWT.
Sebagai suatu mata pelajaran maka PAI bertujuan untuk
mendidik, membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk
menjadi pribadi yang Islami (berakhlak, taat da yakin) dalam
segala bidang kehidupan.34
Dari tujuan tersebut maka seorang guru harus mampu
mengemas pembelajaran menjadi suatu hal yang menarik dan
menyenangkan sehingga tujuan dari PAI tersebut dapat diraih oleh
peserta didik. Oleh karena itu, sangat penting bagi guru untuk
menguasai berbagai model pembelajaran agar kegiatan belajar
mengajar dapat berlangsung lebih efektif dan tujuan pembelajaran
pun dapat tercapai. Apabila tujuan pembelajaran tercapai maka
secara otomatis prestasi peserta didik mengalami peningkatan.
BAB III
34
Mokh Iman Firmansyah, “Pendidikan Agama Islam : Pengertian, Tujuan, Dasar, dan Fungsi,”
Jurnal Pendidikan Agama Islam: Ta’lim 17, no. 2 (Desember, 2019): 12.
25
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian PTK. PTK atau
Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu upaya yang dapat dilakukan oleh
seorang pendidik atau guru untuk memberikan solusi atau memecahkan
permasalahan yang terdapat di kelas dengan memberikan tindakan-
tindakan yang sudah direncanakan atas dasar siklus yang telah dibuat
dengan tujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas
pembelajaran di dalam kelas dan meningkatkan serta mengembangkan
keprofesionalan seorang pendidik.35 Adapun alasan peneliti menggunakan
jenis penelitian PTK karena peneliti menemukan suatu permasalahan yang
terdapat di kelas yakni rendahnya hasil belajar peserta didik pada mata
pelajaran PAI dan masalah tersebut harus ditangani atau diobati dengan
diberikan suatu tindakan-tindakan agar tidak mengganggu dan dapat
mewujudkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Obat atau solusi
tersebut diberikan peneliti melalui model pembelajaran cooperative
learning.
B. Model PTK
Pada penelitian ini peneliti menggunakan model PTK Kemmis dan
Taggart. Langkah-langkah atau penelitian PTK dengan model Kemmis
dan Mc Taggart yakni:
1. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti menentukan lokasi dan waktu penelitian,
mengajukan surat izin observasi dari instansi, membuat lembar
observasi sebagai pengumpul data yang dibutuhkan, melaksanakan
observasi, merencanakan dan menyiapkan alur model pembelajaran
kooperatif tipe TGT, mempersiapkan tes atau evaluasi yang akan
dilaksanakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik dengan
indikator nilai.
2. Tindakan
35
Asrori dan Rusman, Classroom Action Research Pengembangan Kompetensi Guru, 1 ed. (Jawa
Tengah: Pena Persada, 2020).
26
Pada tahap ini peneliti bersama guru mata pelajaran melaksanakan
alur model pembelajaran kooperatif yang telah disiapkan sebelumnya
pada kelas V SD Negeri Sentul, peneliti bersama guru mengisi lembar
observasi yang telah disiapkan untuk mengetahui sejauh mana hasil
belajar peserta didik (bahan evaluasi belajar peserta didik).
3. Observasi
Peneliti bersama guru melaksanakan observasi terkait model
kooperatif tipe TGT pada kelas yang dipilih sebagai subjek penelitian
dan dengan tetap berpedoman pada lembar observasi yang telah
disusun. Pada tahap ini peneliti bersama guru mengamati dan
menganalisis bagaimana kegiatan pembelajaran dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan indikator hasil belajar
peserta didik.
4. Refleksi
Tahap yang terakhir ini peneliti melaksanakan yang namanya
refleksi yakni, refleksi terhadap model pembelajaran yang telah dipilih.
Pada tahapan ini peneliti akan mengemukakan ulang terkait apa yang
telah terjadi. Peneliti melakukan pengkajian ulang terkait hal-hal apa
saja yang harus ditingkatkan atau dievaluasi, hal-hal apa saja yang
harus dipertahankan, menentukan solusi terkait hal-hal yang harus
diperbaiki sehingga pada tahapan ini peneliti memiliki gambaran
mengenai perencanaan ulang pada tahapan atau siklus yang
selanjutnya.
36
Muhammad Djajadi, Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research), 1 ed. (Yogyakarta:
Arti Bumi Intaran (Anggota IKAPI), 2019).
27
Bagan 3.1 Siklus Model PTK jenis Kemmis dan Taggart
28
c. Lokasi penelitian yang dipilih guru masih relatif menggunakan
model konvensional
3. Setting waktu
Pada penelitian ini peneliti merencanakan penelitian selama 4
bulan. Adapun perincian pelaksanaan penelitian peneliti jabarkan pada
tabel brikut:
Tabel 3.1 Rencana Jadwal Penelitian
29
Daftar Pustaka
30
Edumaspul - Jurnal Pendidikan 2, no. 1 (28 Februari 2018): 79–96.
https://doi.org/10.33487/edumaspul.v2i1.17.
Firmansyah, Mokh Iman. “Pendidikan Agama Islam : Pengertian, Tujuan, Dasar,
dan Fungsi.” Jurnal Pendidikan Agama Islam: Ta’lim 17, no. 2 (2019): 12.
Ginting, Edison, dan Yanto Permana. Pedagogi Penilaian Evaluasi Proses dan
Hasil Belajar. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2018.
Hasanah, Zuriatun. “Model Pembelajaran Kooperatif dalam Menumbuhkan
Keaktifan Belajar Siswa.” Jurnal Studi Kemahasiswaan 1, no. 1 (2021):
13.
Helmi, Jon. “Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam pada Sistem
Pembelajaran Full Day School.” Al-Islah: Jurnal Pendidikan 03, no. 1
(2016): 20.
Mauluddina, Luluk. “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Make a Match dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS SD Negeri 2
Kalibening.” Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metero, 2018.
Mayanto, Akis, Zulfikar Zulfikar, dan Ahmad Faisal. “Pengaruh Metode
Pembelajaran dan Gaya Kognitif terhadap Motivasi dan Hasil Belajar
Penjas.” Jurnal Ilmiah KONTEKSTUAL 2, no. 01 (31 Agustus 2020): 69–
78. https://doi.org/10.46772/kontekstual.v2i01.251.
Nasir. “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Metode Cooperative Learning
pada Mata Pelajaran IPS di SDN No.3 Teros.” Palapa: Jurnal Pendidikan
Dasar 1, no. 2 (Agustus 2017): 27–34.
Noviar. “Upaya Peningkatan Hasil Belajar PAI dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD pada Siswa Kelas VA SDN 015
Buluh Kasap Dumai Timur.” Jurnal Primary Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Riau 6, no. 2 (Oktober 2017): 517–25.
Nurdyansyah, dan Eni Fariyatul Fahyuni. Inovasi Model Pembelajaran sesuai
Kurikulum 2013. 1 ed. Sidoarjo: Nizamia Learning Center, 2016.
Nurrahmah, Cut. “Penerapan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Picture
and Picture dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Tema Hidup
Bersih Dan Sehat Kelas II MIN 16 Aceh Besar.” Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh, 2018.
Prihatmojo, Agung, dan Rohmani. Pengembangan Model Pembelajaran Who am
I. Lampung: Universitas Muhammadiyah Kotabumi, 2020.
Priyatna Putra, I. G. P. N. Harry, Udy Ariawan, dan Suka Arsa. “Peenerapan
Model Kooperatif Tipe Team Game Tournament untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Perakitan Komputer.” Jurnal Pendidikam Teknik Elektro
Undishka 6, no. 3 (2017): 10–115.
Purnomo, Halim. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian,
Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M)), 2019.
Rushnawati. “Komponen-Komponen dalam Operasional Pendidikan.” Jurnal
Azkia 15, no. 2 (2020): 20.
Sulistio, Andi, dan Dr Nik Haryanti. Model Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning Model). 1 ed. Yogyakarta: CV. Eureka Media
Aksara, 2022.
31
Supendi, Deden Ahmad, dan Tanti Agustiani. “Analisis Karakteristik
Pembelajaran Kooperatif pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Guru Bahasa Indonesia Kelas X di SMA Negeri Se-Kota Sukabumi.”
Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 4, no. 1 (2019): 8.
Tayeb, Thamrin. “Analisis dan Manfaat Model Pembelajaran Analysis and
Benefits of Learning Models” 4, no. 2 (2017): 10.
Umar, Dr Mardan, dan Dr Feiby Ismail. Buku Ajar Pendidikan Agama Islam
(Konsep Dasar bagi Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum). 1 ed. Jawa
Tengah: CV. Pena Persada, 2020.
Wirda, Yendri, Ikhya Ukumudin, Ferdi Widiputra, Nur Listiawati, dan Sisca
Fujianita. Faktor-Faktor Determinan Hasil Belajar Siswa. 1 ed. Jakarta:
Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan
Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020.
Yuni. “Cooperative Learning Tipe Team Game Tournaments (TGT) sebagai
Alternatif Model Pembelajaran Biologi.” Didaktis 8, no. 3 (2019): 59–67.
32