Anda di halaman 1dari 15

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED

LEARNING, THINK PAIR SHARE DAN NUMBERED HEADS TOGETHER


DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI TOLERANSI KEBERAGAMAN
SISWA PADA MUATAN PPKN DI KELAS 4 SDN TELAWANG 3
BANJARMASIN

PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF

OLEH

Azizah

NPM : 3062056207

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA BANJARMASIN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

2023
A.JUDUL

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED


LEARNING, THINK PAIR SHARE DAN NUMBERED HEADS
TOGETHER DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI TOLERANSI
KEBERAGAMAN SISWA PADA MUATAN PPKN DI KELAS 4 SDN
TELAWANG 3 BANJARMASIN

B.latar belakang

Pada dasarnya, belajar adalah sebuah proses pengorganisasian, menciptakan


lingkungan sekitar siswa yang dapat menumbuhkan dan mendorong siswa untuk
melakukan proses pembelajaran. Belajar juga dikatakan sebagai suatu proses dimana
siswa ditawari bimbingan atau bantuan dalam menyelesaikan pembelajaran. Peran
guru sebagai konselor berbeda bagi banyak siswa yang kesulitan. Tentu saja, ada
banyak perbedaan dalam pembelajaran, mis. B. Ada siswa yang bisa mencerna mata
pelajaran, ada juga siswa yang lambat mencerna mata pelajaran. Dua perbedaan ini
memungkinkan guru menetapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan
masing-masing siswa. Jadi jika hakikat belajar adalah “berubah”, maka hakikat
belajar adalah “memerintahkan”.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik
Indonesia, pembelajaran adalah interaksi guru dengan siswa dan sumber belajar yang terjadi
dalam suatu lingkungan belajar. Pembelajaran secara nasional dipandang sebagai proses yang
interaktif di mana komponen utama lingkungan belajar yaitu H. Siswa, pelatih dan sumber belajar
saling berinteraksi untuk mencapai hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Proses pembelajaran ditandai dengan interaksi pedagogis yang terus
menerus, yaitu interaksi yang bertujuan. Interaksi tersebut berakar pada kegiatan pembelajaran
pedagogik antara pelatih (pengajar) dan siswa itu sendiri dan berproses secara sistematis melalui
tahapan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Belajar tidak terjadi secara instan, tetapi melewati
fase-fase tertentu. Selama pembelajaran, guru membantu siswa agar mereka dapat belajar dengan
baik. Seperti yang diharapkan, interaksi ini menciptakan proses pembelajaran yang efektif.

Belajar merupakan aspek kegiatan yang kompleks dan tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya. Secara sederhana, belajar dapat diartikan sebagai produk dari interaksi
yang terus menerus antara perkembangan dan pengalaman hidup. Oleh karena itu
belajar adalah usaha sadar guru untuk mengajar siswa dengan maksud agar tujuan
dapat tercapai (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya). Dari
uraian di atas jelas bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah antara guru dan
siswa, adanya komunikasi yang terarah diantara mereka menuju tujuan yang telah
ditentukan. Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan optimal, diperlukan
berbagai strategi yang tepat. Dalam hal ini, guru memegang peranan yang sangat
penting dalam membentuk proses perolehan pengetahuan, pengembangan
keterampilan dan penguatan karakter peserta didik. Itulah sebabnya guru sering
dijadikan sebagai ujung tombak pendidikan (Rini., dkk 2022)

Strategi didefinisikan sebagai "seni terampil menerapkan rencana". Strategi


pembelajaran mencakup pentingnya perencanaan, artinya strategi tersebut masih
bersifat konseptual tentang keputusan yang akan diambil dalam pelaksanaan
pembelajaran. Dengan kata lain, pengertian strategi pembelajaran, menurut pendapat
(opini) para ahli di atas, mengemukakan bahwa terdapat berbagai cara yang
direncanakan dan dilaksanakan oleh pendidik dalam proses suatu kegiatan kelas
tertentu untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. . dari pelajaran.
(Djamaluddin & Wardana, 2019)

Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dianggap tidak terduga karena siswa secara


aktif belajar Pendidikan Kewarganegaraan sangat diperlukan karena belajar pada
hakekatnya adalah sesuatu yang harus dilakukan. Ubah perilaku dengan tindakan.
Kegiatan adalah asas atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar,
dan dalam kegiatan guru dan siswa serta adanya sumber belajar yang mendukung
pelaksanaan kegiatan guru dan siswa. Namun ternyata menunjukkan hal lain, terbukti
dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di Kelas IV SDN Telawang 3
Banjarmasin:

1) masih banyak yang tidak menghargai perbedaan, misalnya kondisi fisik dan warna
kulit; 2) Masih sulit memahami perbedaan keragaman belajar siswa, hal ini terlihat
dengan cara bertanya, jawabannya hanya diam dan 3. Guru kurang menjelaskan
keberagaman karena mempengaruhi hasil belajar PPKN dimana hanya 3 dari 7 siswa
yang memenuhi KKM dan 4 siswa lainnya masih belum memenuhi KKM.

Hasil ini menunjukkan bahwa ada masalah yang perlu segera diatasi. Karena jika
Anda membiarkannya, itu terjadi; 1) kurangnya toleransi antar siswa; 2) kurang
menghargai kondisi fisik teman sekelas; dan 3) kurangnya kesadaran siswa terhadap
keragaman suku dan budaya di lingkungan sekolah. Oleh karena itu, peneliti
berencana menggunakan model pembelajaran tersebut untuk meningkatkan
pembelajaran berbasis masalah, berpikir berpasangan dan bernomor kepala bersama.
Hal ini diharapkan dapat memberikan solusi atas permasalahan di atas. Model
pembelajaran merupakan bagian penting dalam pembelajaran. Ada beberapa alasan
pentingnya mengembangkan model pembelajaran, yaitu:

a) model pembelajaran yang efektif sangat membantu pembelajaran untuk lebih


mudah mencapai tujuan pembelajaran; b) model pembelajaran dapat memberikan
informasi yang berguna bagi siswa dalam proses pembelajaran; c) Variasi model
pembelajaran dapat ditawarkan

kegairahan siswa untuk belajar, menghindari kebosanan, dan hal itu mempengaruhi
minat dan motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran; d) pengembangan model
pembelajaran yang berbeda sangat mendesak karena adanya perbedaan karakteristik,
kepribadian dan kebiasaan siswa; e) Dosen/pengajar menggunakan model
pembelajaran yang berbeda dan tidak hanya mengatur keterampilan tertentu; dan f)

membutuhkan motivasi dan semangat optimisme dari dosen/guru yang profesional


dalam menjalankan tugas/profesinya. Tapi kembangkan, buat, pilih dan gunakan

Model pembelajaran, guru/dosen/peneliti menghadapi tahap pengukuran, penilaian


dan evaluasi atau melihat model pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk memberikan
jawaban atas permasalahan umum “Apa dan bagaimana konsep suatu model
pembelajaran” dan alat apa yang dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu model
pembelajaran? Tujuannya juga untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan umum
yang disebutkan di atas

masalah khusus mengikuti. Jawaban atas masalah ini adalah konsep “model
pembelajaran”, yang kemudian dapat digunakan sebagai dasar pemikiran tentang
model pembelajaran dan perangkat deterministik lainnya. (Asyafah, 2019)

Model pembelajaran Pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning


merupakan model pembelajaran yang menantang siswa untuk berpikir kritis sambil
memecahkan masalah yang ada. Hadi & Rahmantika (2016) mencatat bahwa PBL
adalah pembelajaran yang menimbulkan masalah bagi siswa dan siswa harus
menyelesaikannya

dan mengusulkan solusi untuk masalah ini. (Suhendar & Ekayani, 2018) Jadi, model
ini sangat cocok untuk melatih siswa berpikir tingkat tinggi karena dapat
menggunakan model ini untuk melatih siswa mengatasi masalah yang mungkin atau
mungkin tidak mereka hadapi di lingkungan nyata mereka, mereka terbiasa.
menghadapi hal-hal yang penting dalam hidupnya di lingkungannya. (Fauzi, Ahmad
Zain., Asniwati., Maulana, 2019) Think-Pair-Share (T-P-S) adalah pembelajaran
kooperatif dimana banyak guru yang mendukung pembelajaran kooperatif telah
mengadopsi praktik atau metode pengajaran yang serupa. Tujuan dari prosedur
think-pair-share adalah agar siswa dapat berpikir tentang pokok bahasan yang
dipelajari, setelah itu siswa membentuk tim dengan pasangannya untuk
mendiskusikan jawaban mereka terhadap topik tersebut, dan pada prosedur share (p),
siswa terlatih. . kemampuan untuk mensintesis dan berbagi ide dengan cara Anda
sendiri. Grup dan Kelas (Shih & Reynolds, 2015). Penerapan strategi think-pair-share
memiliki peluang yang baik untuk meningkatkan pembelajaran secara umum.
(Rahmah et al., 2022)

Numbered Head Together atau Numbering Thinking Together adalah gaya


pembelajaran kolaboratif yang bertujuan untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan merupakan alternatif dari struktur kelas tradisional. Dengan model ini diharapkan
dapat mendorong siswa untuk mengajarkan toleransi keberagaman di kelas.

Strategi teknis ini memberi siswa kesempatan untuk berbagi ide dan
mempertimbangkan respons yang paling tepat. (Haniyyah, 2021)

Untuk mengatasi masalah meningkatnya motivasi dan toleransi anak terhadap


keberagaman, peneliti menerapkan kombinasi model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL), Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT),
dimana

lingkungan siswa sehingga siswa menerapkan hasil belajar dalam kegiatan mereka
sehari-hari.

C.Rumusan masalah

1.Bagaimana pelaksanaan model pembelajaran Problem Based Learning, Think


Pair Share, dan Numbered Heads Together di kelas 4 SDN Telawang 3 Banjarmasin
dalam muatan PPKN?

2.Bagaimana tingkat motivasi toleransi keberagaman siswa sebelum dan setelah


mengikuti model 3.pembelajaran Problem Based Learning, Think Pair Share, dan
Numbered Heads Together di kelas 4 SDN Telawang 3 Banjarmasin dalam muatan
PPKN?

3.Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkat motivasi toleransi keberagaman siswa
dalam mengikuti model pembelajaran Problem Based Learning, Think Pair Share, dan
Numbered Heads Together di kelas 4 SDN Telawang 3 Banjarmasin dalam muatan
PPKN?

D. Rencana Pemecahan Masalah

1. Guru mengorientasikan materi pembelajaran (PBL)

2. Siswa diminta untuk mengutarakan hasil pemikiran dengan kegiatan tanya

jawab (PBL, TPS)

3. Siswa diminta untuk berkelompok secara heterogen (TPS)

4. Siswa diberikan nomor kepala pada masing-masing kelompok (NHT)

5. Memberikan soal dan pertanyaan mengenai materi yang disampaikan (PBL, CTL)

6. Melakukan kegiatan yang melibatkan kelompok lain untuk memberikan tanggapan


pada tiap kelompok yang memberikan jawaban (PBL, CTL)

7. Siswa diminta menyimpulkan hasil pembelajaran (PBL, TPS)


E. Tujuan penelitian

1.Menjelaskan pengalaman guru dalam mengimplementasikan model pembelajaran


PBL, TPS, dan NHT dalam mengajar PPKn di kelas 4 SDN Telawang 3 Banjarmasin.
2.Menganalisis perubahan motivasi toleransi keberagaman siswa setelah mengikuti
pembelajaran menggunakan model PBL, TPS, dan NHT.
3.Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi model
PBL, TPS, dan NHT dalam meningkatkan motivasi toleransi keberagaman siswa.

F. Manfaat penelitian

1. Bagi pihak sekolah, sebagai evaluasi dalam pemberian tugas kepada guru terhadap
bagaimana cara penggunaan media dan model pembelajaran yang efektif dan menarik.
Bagi guru, buku panduan maupun aplikasi game dalam pembelajaran dapat
meningkatkan wawasan maupun kreatifitas dalam penggunaan media maupun model
pembelajaran, khususnya penggunaan media yang memanfaatkan teknologi untuk
menghadapi kebutuhan penidikan sekarang ini.

2. Bagi siswa dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar tentang
keberagaman toleransi yang ada di dalam kelas.

3. Bagi guru diharapkan dapat memberikan bayangan maupun ide terdahap para guru
agar dalam pelaksanaan program sekolah dapat memberikan bantuan, layanan,
maupun seluruh jiwa dan raga untuk peserta didik sehingga dapat dicapai hasil yang
memuaskan.

4. Bagi peneliti sebagai bahan pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai


pemanfaatan media dan model pembelajaran, khususnya penggunaan cerita fabel dan
aplikasi berbasis game edukasi. Hasil penelitian diharapkan menjadi pedoman untuk
membuat aplikasi belajar lain yang berguna untuk peningkatan pengetahuan siswa,
baik untuk penerapan disiplin dan tata krama, maupun untuk pengetahuan lainnya.

G. Kajian pustaka

1.Kerangka teori

a.karakteristik anak sekolah dasar

Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas bangsa,


sehingga kemajuan bangsa dan pendidikan memiliki tujuan. Pembelajaran selama
proses pengajaran di sekolah merupakan ujung tombak untuk merancang pendidikan
yang berkualitas. Hanya melalui pembelajaran yang berkualitas sebuah lembaga
pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas. Pada tataran fungsional,
pendidik memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pembelajaran yang
berkualitas. Oleh karena itu sangat penting bagi para pelatih yang berkualitas dan
mumpuni dalam standar pelatihan agar pembelajaran efektif dan efisien. Karakteristik
siswa sangat penting bagi guru karena sangat penting untuk dijadikan acuan dalam
merumuskan strategi mengajar. Strategi instruksional terdiri dari metode dan teknik
atau prosedur yang memastikan bahwa siswa mencapai tujuan mereka. Strategi dan
metode pembelajaran sangat membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan. Permasalahan saat ini banyak guru yang masih belum bisa membedakan
antara strategi pembelajaran dan metode pembelajaran. Bahkan ada juga guru yang
memperlakukan siswa dengan buruk, karena tidak memahami karakteristik siswa,
karena karakteristik siswa berbeda-beda pada setiap tingkatan. (Septianti & Afiani,
2020)

b.Hakikat belajar

Pengertian belajar adalah proses perubahan kepribadian, dimana perubahan itu berupa
perbaikan kualitas perilaku, seperti B. peningkatan pengetahuan, keterampilan,
berpikir, pemahaman, sikap dan berbagai keterampilan lainnya. Pengertian belajar
juga dapat diartikan sebagai segala aktivitas psikologis yang dilakukan setiap individu
sehingga perilakunya sebelum dan sesudah belajar berbeda. Perubahan tingkah laku
atau respon yang dihasilkan dari pengalaman, kecerdasan/pengetahuan baru setelah
belajar dan mengikuti suatu kegiatan. Belajar adalah sesuatu yang diproses dan
merupakan unsur fundamental pada setiap jenjang pendidikan.

Sedangkan belajar dikenal dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang
berarti petunjuk yang diberikan kepada orang agar diketahui (patuh) dan awalan “pe”
serta akhiran “an” menjadi “belajar” yang berarti proses untuk untuk bertindak lebih
jauh, metode diajarkan atau diajarkan agar siswa mau belajar. Pembelajaran adalah
interaksi antara peserta didik dengan pelatih dan sumber belajar dalam suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran adalah bantuan yang diberikan oleh pendidik untuk
mengendalikan proses perolehan pengetahuan, keterampilan dan karakter serta
membentuk sikap dan keyakinan pada diri peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses yang membantu siswa belajar dengan baik. (Djamaluddin
& Wardana, 2019)
C. Hasil pembelajaran

Belajar sebagai kegiatan proses merupakan komponen yang sangat esensial dalam
penyelenggaraan semua jenis dan jenjang pendidikan. Artinya berhasil atau tidaknya
tujuan pendidikan banyak bergantung pada pembelajaran yang dialami siswa di
sekolah dan di rumah. Itulah mengapa belajar itu sangat penting, karena hanya dengan
belajar kamu bisa mendapatkan ilmu. Setelah selesai pembelajaran, siswa menerima
hasil belajar. Hasil belajar yang dimaksud adalah “apa yang dicapai siswa setelah
menyelesaikan kegiatan pembelajaran” (Tohirin, 2011).

Selain itu, hasil belajar juga dapat diartikan sebagai “hasil interaksi antara belajar dan
mengajar. Dari sudut pandang guru, mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil
belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan akhir dari segmen dan puncak
pembelajaran (Dymyati dan Mudjiono, 2013). Menurut yang lain, hasil belajar adalah
“keterampilan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar” (Mulyono
Abdurrahman, 2012). Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa hasil
belajar berarti hasil yang telah dicapai siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Menurut Rini dkk (2022), penilaian dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan tiga
cara, yaitu:aspek kognitif, afektif dan psikomotor diwujudkan sedikit demi sedikit,
secara konsisten dan berkesinambungan.

d.Aktivitas guru

Seorang guru sebagai pendidik atau pelatih merupakan faktor penentu dalam
keberhasilan setiap proyek pendidikan. Karena itu pembahasan tentang reformasi
kurikulum, perolehan bahan ajar dan kriteria sumber daya manusia yang dihasilkan
oleh kegiatan pendidikan selalu beralih kepada guru. Hal ini menunjukkan betapa
signifikan (pentingnya) profesi guru dalam dunia pendidikan. Pentingnya peran guru
dalam pendidikan sekolah sangat penting kaitannya dengan kedudukan guru sebagai
pengelola pembelajaran yang berada di garda terdepan.

e) Kegiatan Siswa

Kegiatan merupakan asas atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar
mengajar. Kegiatan pembelajaran sangat penting bagi siswa karena memberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk mengenal pokok bahasan yang dipelajari dan untuk
membangun pengetahuan yang lebih baik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa kegiatan belajar adalah keikutsertaan siswa dalam kegiatan belajar berupa
sikap, pemikiran, perhatian yang menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan
manfaat dari kegiatan tersebut.

Minat sangat mempengaruhi kemampuan dan keberhasilan siswa dalam proses


pengembangan potensi di kelas, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa minat dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. (Hamim Hamdani, 2017), dalam karyanya
Pengaruh Minat dan Motivasi Terhadap Prestasi Belajar Matematika (Survei Siswa
SMA Negeri di Kabupaten Bekasi), menunjukkan bahwa siswa yang berminat belajar
dan memiliki motivasi belajar yang tinggi, umumnya melakukan lebih baik
menyediakan menyediakan . siswa yang lebih baik daripada siswa rata-rata dalam
matematika.

Masalah yang sering ditemui selama proses pembelajaran adalah kurangnya keaktifan
siswa dalam pembelajaran. Aktivitas siswa dalam pembelajaran merupakan masalah
penting dan mendasar yang tidak boleh diabaikan, namun setiap guru harus
mengembangkannya dalam proses pembelajaran. Pembelajaran tersebut ditandai
dengan partisipasi yang optimal, baik secara intelektual, emosional maupun fisik
(Nuryasintia & Wibowo, 2019). Dalam pembelajaran, seluruh potensi yang dimiliki
individu disempurnakan sehingga terjadi perubahan tingkah laku tertentu selama
pembelajaran, sedangkan siswa harus mendapat kesempatan untuk melakukan
kegiatan tersebut. Kegiatan belajar adalah tindakan atau kegiatan yang secara sadar
dilakukan oleh seseorang yang menimbulkan perubahan pada dirinya berupa
perubahan pengetahuan atau keterampilan (Ariaten, Feladi, Dedy, & Budiman, 2019).

Kegiatan atau pembelajaran tersebut dapat dilakukan di dalam kelas maupun di luar
kelas. Memanfaatkan lingkungan dan mengajak anak mengamati lingkungan
meningkatkan keseimbangan kegiatan belajar, artinya belajar tidak hanya berlangsung
di dalam kelas (Hermaliza, Efendi & Gistituati, 2019). (Sakinah, 2020), menyatakan
bahwa pembelajaran siswa, baik di dalam maupun di luar kelas, pada dasarnya
merupakan wahana pengembangan diri.

Munandar menyatakan bahwa partisipasi seluruh siswa akan menciptakan suasana


yang aktif dan demokratis dimana setiap siswa memainkan perannya masing-masing
dan berbagi pembelajaran dengan siswa lainnya. Kegiatan belajar siswa merupakan
hal yang paling penting untuk menunjang pembelajaran. (Besar, 2020)

F. Inti PPKN

(PCN) merupakan salah satu mata pelajaran wajib dalam kurikulum sekolah dasar
sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Ayat 1 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. Tentang
Misi, Visi dan Kewarganegaraan Tujuan Mata Kuliah PKn (PCN) yang dipinjam dari
Penelitian Jelaga Wahyudis. Visi mata pelajaran PCN adalah mengimplementasikan
tema yang mengedepankan karakter bangsa dan memberdayakan warga negara. Tugas
mata kuliah PKN adalah mendidik warga negara yang baik, yaitu warga negara yang
dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan masyarakat berdasarkan
kesadaran politik, kesadaran hukum dan kesadaran moral.

Selain itu, mata kuliah PKN bertujuan agar mahasiswa mampu:

(1) berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menjawab pertanyaan kewarganegaraan;
(2) berpartisipasi aktif dan bertanggung jawab, bertindak cerdas dalam kegiatan
antikorupsi dan kualitas di tingkat masyarakat, berbangsa dan bernegara; (3)
berkembang secara positif dan juga termodifikasi untuk membentuk peserta didik
sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia sehingga dapat hidup berdampingan
dengan berbagai bangsa lain; (4) Berinteraksi secara langsung atau tidak langsung
dengan bangsa lain di kancah dunia menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi. (Anatasya & Dewi, 2021)

Tujuan pembelajaran kewarganegaraan yang dimuat dalam Permendiknas (2016)


sebagai muatan pengajaran pada setiap jenjang pendidikan adalah sebagai berikut:

(1) agar peserta didik berkembang menjadi pribadi yang positif dan moderat sesuai
dengan fitrah masyarakat Indonesia, sehingga dapat hidup berdampingan dengan
bangsa lain, (2) dan berpartisipasi dalam urusan dunia secara tidak langsung atau
langsung dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, (3 ) . ) )
kemampuan bereaksi secara kreatif, kritis dan rasional terhadap subyek
kewarganegaraan, (4) berpartisipasi aktif, bertindak baik dan bertanggung jawab atas
perilaku bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (Hidayat & Jannah, 2021)

G. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah langkah dalam proses pembelajaran untuk mencapai


tujuan pembelajaran secara sistematis. Menurut Isjon (2012) (Musdalipa et al., 2022),
model pembelajaran adalah metode yang digunakan dalam pembelajaran untuk
meningkatkan motivasi dan minat. Kemampuan dan usaha siswa untuk mencapai
hasil belajar yang diharapkan. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat
mendorong lahirnya keinginan pada anak, misalnya. Misalnya. pada anak yang
senang ketika media yang digunakan guru menimbulkan rasa senang. Hal ini
dikarenakan penampilan sikap anak dalam pembelajaran anak dapat menggali,
mengamati, meniru dan bereksperimen dengan apa yang terjadi secara berulang-ulang,
yang berkaitan dengan potensi anak (Norhikmah & Rini, 2022).

1. Problem Based Learning

Model pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning merupakan


model pembelajaran yang menantang siswa untuk berpikir kritis sambil memecahkan
masalah yang ada. Hadi & Rahmantika (2016) mencatat bahwa PBL adalah
pembelajaran pemecahan masalah dan siswa harus mampu memecahkan masalah
tersebut dan memberikan solusinya. Karakteristik pembelajaran PBL antara lain fokus
interdisipliner, inkuiri otentik, produksi karya nyata, biasanya dalam bentuk laporan,
dan kolaborasi dengan Nuri (Shofiyah, 2018). Dengan model pembelajaran ini, guru
dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis saat memecahkan masalah yang ada. Hal
ini ditunjukkan oleh penelitian Serevina et al (2018) yang menyatakan bahwa PBL
dapat meningkatkan KPS siswa SMA secara signifikan. Retnowati et al (2018) juga
menemukan bahwa PBL dapat meningkatkan masalah kognitif siswa.

Langkah-langkah PBL adalah sebagai berikut. (Kunandar, 2008:

358)

a) Orientasi masalah siswa. Pada tahap ini, siswa diberikan masalah sebagai titik tolak
untuk menemukan atau memahami suatu konsep.

B. organisasi mahasiswa. Pada tahap ini, siswa belajar bagaimana memecahkan


masalah dalam memahami konsep.

C. Melaksanakan Studi Individu dan Kelompok. Dengan bantuan level ini, siswa
belajar memecahkan masalah secara kolektif dan individual untuk memahami konsep.

D. Mengembangkan, menyajikan, dan mempresentasikan karya. Siswa dilatih untuk


mengkomunikasikan konsep yang ditemukan. e. Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah. (Suhendar & Ekayanti, 2018)

2.Think Pair Share

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) atau Think Pair Share
adalah tipe pembelajaran kooperatif yang bertujuan untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Teknik belajar mengajar berpikir berpasangan (empat) dikembangkan
oleh Farnk Lyman (think pair part) sebagai struktur pembelajaran kooperatif dalam
pembelajaran. Teknologi ini memungkinkan siswa untuk berkolaborasi dengan orang
lain.

Metode TPS berarti siswa diberikan waktu untuk memikirkan jawaban atas
pertanyaan atau masalah guru. Siswa saling membantu memecahkan masalah dengan
menggunakan keterampilan mereka sendiri. Selesaikan atau jelaskan nanti di kelas.
(Rahmah et al., 2022)

Fase-fase pembelajaran Think Pair Share menurut Majid (2013) adalah fase berpikir
atau thinking, fase pairing atau berpasangan dan fase sharing atau berbagi. Pada fase
berpikir, guru menyajikan masalah kepada siswa, kemudian siswa diberi kesempatan
untuk mencoba memecahkan masalah secara pribadi. Pada fase pairing, siswa secara
heterogen dipasangkan untuk berdiskusi, membantu dan berbagi ide dalam
memecahkan masalah. Selain itu, setiap kelompok pada tahap pembagian hasil diskusi
dengan kelompok yang lebih besar pada kelas sebelumnya melalui presentasi.
Pertunjukan berlanjut hingga seperempat dari grup memiliki waktu untuk tampil.

Manfaat Think Pair Share adalah:

1.Kemungkinan berpikir secara individual terbuka. Siswa juga memiliki kesempatan


untuk banyak bertanya tentang materi yang diajarkan yang belum mereka pahami. 2.
Siswa dapat dilatih memahami konsep dengan baik karena harus bekerjasama dengan
temannya untuk mencapai kesepakatan (dekat) dan mengajarkan siswa untuk
menghargai pendapat temannya. 3. Aktivitas dan keberanian siswa dilatih melalui
ekspresi dan menggambar. 4. Guru memiliki kesempatan untuk bertemu dengan siswa
dan membimbing mereka secara bebas dalam proses pembelajaran. Ada beberapa
kelemahan dalam menggunakan model pembelajaran Think Pair Share, seperti:

1. Kesulitan dalam melibatkan semua siswa secara aktif. 2. Membina siswa yang
peduli yang mengalami keteraturan dalam kelompok. 3. Kondisi tidak
menguntungkan karena banyak kelompok melaporkan kesulitan. (Latifah &
Luritawaty, 2020)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TPS merupakan
model pembelajaran yang memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir secara
individu atau berpasangan.

3. Numbered Head Together

Model NHT merupakan suatu gaya pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
suatu struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dengan tujuan pembelajaran materi yang diberikan. Dengan demikian, teknik ini tidak
hanya dapat memfasilitasi pembelajaran, tetapi juga dapat meningkatkan tanggung
jawab pribadi siswa terhadap hubungannya dengan teman sebayanya dalam
pembagian kerja.

Langkah-langkah penerapan model Numbered Heads Together (NHT) adalah (1)


penomoran, guru membagi siswa menjadi 4-5 kelompok; (2) guru memberikan tugas
kepada setiap kelompok dan setiap kelompok menyelesaikannya; (3) kelompok
membicarakannya; (4) guru memanggil salah satu kelompok untuk melaporkan hasil
kerja timnya; (5) kelompok lain memberikan jawaban, kemudian guru menunjukkan
nomor lain; (6) memberikan kesimpulan. (Desvianti, 2020)

Kelebihan model ini adalah setiap siswa berpartisipasi dalam diskusi yang serius,
siswa siap karena guru memanggil nomor, sebagian besar siswa memiliki kesempatan
untuk mengemukakan pendapatnya, dan siswa yang cerdas dapat mengajar siswa
yang kurang berbakat. Sedangkan kelemahan dari model ini adalah kemungkinan
guru akan mengulang nomor yang dipanggil, dan guru tidak akan memanggil semua
anggota kelompok. (Haniyah, 2021)

H. Materi Toleransi Keberagaman

Toleransi adalah sikap yang menciptakan keharmonisan. Toleransi juga menjadi alat
pemersatu bangsa yang memiliki banyak perbedaan di Indonesia, seperti banyak ras,
suku, bahasa, agama, adat istiadat dan lain-lain. Anak harus diajarkan toleransi sejak
dini, sehingga mereka sudah mengenal dan berlatih memahami perbedaan. Sikap
toleran ini berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran akan adanya
keragaman dalam kehidupan bangsa dan negara asal siswa. Sifat siswa yang selalu
ingin tahu akan perbedaan yang ada disekitarnya menambah pentingnya toleransi
yang harus ditanamkan kepada siswa sejak dini. Sekolah dasar memainkan peran
mendasar dalam membentuk karakter dasar siswa. Sekolah dasar memberikan
pemahaman yang paling dasar tentang apa yang dipelajari siswa. bahkan setelah
sekolah dasar.

Oleh karena itu, sikap toleransi merupakan sikap yang sangat perlu ditanamkan dalam
budaya sekolah dasar. Toleransi di sekolah dasar mengedepankan sikap saling
menghargai dan menghargai antar setiap siswa. Toleransi juga menciptakan situasi
sosial yang lebih baik bagi siswa sekolah dasar karena keragaman yang ada. Toleransi
tanaman di sekolah dasar dapat diimplementasikan dengan pendidikan multikultural
di sekolah dasar. Pendidikan multikultural merupakan gerakan pembaharuan dan
inovasi pendidikan yang bertujuan untuk memahami dan menghargai perbedaan
antara barang dan orang lain.

(Rustam, 2013) menjelaskan bahwa pendidikan multikultural adalah proses


pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralisme dan
heterogenitas sebagai akibat dari keragaman budaya, suku, etnik, dan agama (agama).
Pendidikan multikultural didasarkan pada perbedaan yang ada dalam masyarakat,
yang mengedepankan sikap saling menghargai dan menghargai. Tujuan pendidikan
multikultural adalah untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat
yang majemuk. Dalam implementasi multikulturalisme terkandung dalam berbagai
interaksi yang terjadi dalam berbagai struktur aktivitas kehidupan manusia, baik
dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik maupun kehidupan manusia lainnya.
(Erviana & Fatmawati, 2018)
I. Penelitian Relevan

Menurut penelitian Suyitno (2012) yang menyatakan bahwa pendidikan multikultural


harus ditanamkan sejak dini agar siswa lebih mengenal banyak budaya atau budaya
yang berbeda. Pada saat yang sama, toleransi karakter harus dilaksanakan dengan
menawarkan pendidikan multikultural.

Untuk beberapa siswa di 3 kabupaten di Yogyakarta, hasilnya adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan multikultural tidak mengenal tetapi mengenal pentingnya toleransi


(saling menghargai). Contohnya adalah tetap berteman dengan teman yang berbeda
agama dan tidak saling menertawakan. Sekolah tersebut belum memiliki catatan
pendidikan multikultural. Maka itu harus disimpan dengan buku cerita bergambar,
judul dan cerita menarik yang cerah; 2) tidak memahami pendidikan multikultural dan
toleransi. Tidak ada buku tentang multikulturalisme di sekolah. Kemudian hendaknya
disimpan dengan buku-buku yang diminati siswa yaitu buku cerita bergambar dengan
judul dan cerita yang menarik; 3) tidak memahami pendidikan multikultural, tetapi
memahami toleransi (saling menghargai). Contoh toleransi adalah berteman dan
berbagi dengan teman lawan jenis. Sekolah bahkan tidak memiliki catatan tentang itu.
Maka harus disimpan sebagai dongeng dengan buku cerita dengan warna-warna cerah
dan judul serta cerita yang menarik; 4) tidak mengenal pendidikan multikultural tetapi
memahami toleransi (saling menghormati) sebagai penghormatan antar ras. Tidak ada
buku tentang multikulturalisme di sekolah. Maka itu harus tetap dengan buku
bergambar yang cerah dengan judul dan sampul yang menarik; 5) tidak mengenal
pendidikan multikultural, tetapi memahami toleransi dengan saling menghargai dan
mengagumi. Buku tentang pendidikan multikultural masih belum ada di sekolah.
Maka harus dibuat buku yang menarik yaitu buku dongeng yang penuh warna dengan
judul, gambar dan sejarah yang menarik; 6) siswa belum pernah mendengar istilah
multikulturalisme; dan 7) siswa belum mengenal pendidikan multikultural. Bahan ajar
yang biasa digunakan guru dalam pembelajaran adalah LKS, buku siswa dan buku
pelajaran. Materi pembelajaran diperlukan untuk melengkapi pengingkaran terhadap
pendidikan multikultural.

Kendala pembelajaran tematik adalah belum didukung dengan materi yang menarik
dalam buku. Pada umumnya sebagian besar siswa belum memahami pentingnya
pendidikan multikultural sehingga toleransi belum maksimal. Sangat penting untuk
mengajarkan sikap toleransi kepada anak-anak sekolah dasar. Di sekolah dasar
terdapat siswa yang heterogen, oleh karena itu siswa menjumpai keragaman tersebut
di lingkungannya. Siswa sekolah dasar tentunya harus membangun pemahaman
tentang toleransi untuk menciptakan iklim sosial yang memungkinkan perbedaan ras,
budaya, agama, dan kelas sosial dan teman sehingga mereka dapat bersosialisasi di
tengah perbedaan yang ada. Salah satu cara untuk menciptakan toleransi bagi siswa
sekolah dasar adalah melalui pendidikan multikultural.

Pendidikan multikultural ini menciptakan kehidupan yang harmonis dalam


masyarakat yang majemuk. Dalam implementasi multikulturalisme terkandung dalam
berbagai interaksi yang terjadi dalam berbagai struktur aktivitas kehidupan
masyarakat yang terlibat dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik dan aspek
kehidupan yang lain dalam kehidupan masyarakat. (Widodo, 2020)

J. Hipotesis penelitian

Implementasi model pembelajaran Problem Based Learning, Think Pair Share,


dan Numbered Heads Together dalam pembelajaran PPKN pada kelas 4 SDN
Telawang 3 Banjarmasin dapat meningkatkan motivasi toleransi keberagaman siswa,
karena model pembelajaran tersebut mendorong siswa untuk aktif berpartisipasi,
berinteraksi, dan bekerja sama dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan
keberagaman.

Anda mungkin juga menyukai