Anda di halaman 1dari 48

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha untuk mencerdaskan
kehidupan manusia yang diselenggarakan melalui proses pendidikan.
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat signifikan dalam suatu
kehidupan berbangsa dan menjadi media strategis dalam memicu peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Melalui jalur pendidikan baik formal maupun
nonformal.1
Pendidikan berfungsi untuk mendidik siswa menuju perubahan diri ke
arah yang lebih baik, memberikan pengetahuan yang luas dan keterampilan
yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam dunia yang kompetitif.
Selain itu, pendidikan dapat meningkatkan martabat manusia secara
menyeluruh yang memungkinkan perkembangan potensi diri secara optimal.
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dijelaskan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2

Secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan


seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman
dan interaksi dengan lingkungannya yang melibatkan proses kognitif. Pada
dasarnya tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan
bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar.3 Model pembelajaran
make a match merupakan salah satu jenis dari model pembelajaran
kooperatif, yakni bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja

1
Nandang Kosasih dan Dede Sumarna, Pembelajaran Quantum Dan Optimalsasi
Kecerdasan, (Bandung: Alfabeta, 2013), hal.3.
2
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Edisi Revisi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), hal. 1.
3
Oemar Malik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 73.

1
2

dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri


dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat
hetrogen.4 Dalam proses pembelajaran berhasil atau tidaknya pencapaian
tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang di alami oleh
siswa. Oleh karena itu, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling
pokok.5
Permasalahan dalam proses pembelajaran yaitu dalam proses
pembelajaran, guru hanya menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan
memberi tugas sebagai pembelajaran konvensionalnya. Guru menjelaskan
materi kemudian memberikan contoh dan di akhiri dengan pemberian soal–
soal latihan, guru juga cenderung cepat dalam menerangkan pelajaran
sehingga siswa yang kurang mengerti. Selain itu terlihat dari siswa tidak
adanya interaksi antara siswa dengan siswa lainnya, mengenai materi yang
di ajarkan dalam proses pembelajaran sehingga membuat siswa merasa
bosan dan kurang memahami materi yang diajarkan dengan metode
pembelajaran tersebut dan mengakibatkan siswa kurang memperhatikan
penjelasan guru. Hal ini terlihat kurangnya aktivitas belajar siswa disekolah
yang kurang aktif. Akibatnya, siswa di kelas dalam proses belajar mengajar
tidak efektif disebabkan guru hanya menerangkan materi, memberikan
contoh soal dan tugas, tetapi tidak memfasilitasi siswa untuk menemukan
masalahnya sendiri seperti dengan diskusi kelompok. Keadaan seperti itu
membuat siswa lebih tertarik untuk berbincang-bincang dengan teman
sebangkunya atau melakukan aktivitas yang lain seperti mencoret-coret buku
paket, menggambar di buku pelajaran, kondisi seperti itu membuat siswa
tidak mampu menyelesaikan soal yang diberikan guru. Siswa lebih suka
mengerjakan tugasnya di sekolah karena mengharapkan jawaban dari teman
tanpa ada usaha untuk mengerjakannya sendiri.

4
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012) , hal. 14
5
Sobry Sutikno, belajar dan pembelajaran,(Lombok: Holistika, 2013),hal.3
3

Rendahnya interaksi siswa di MTs. Jauharotul Huda Jakarta


Khususnya pada mata pelajaran IPS dapat di lihat dari data hasil belajar siswa
yang meliputi nilai rata-rata 65,1 dan nilai ketuntasan klasikal mencapai 65%
yang mencapai 65% yaitu 7 siswa, sedangkan yang tidak tercapai yaitu 13
berdasarkan data tersebut nilai rata-rata belum mencapai nialai kriteria
ketuntasan minimal (KMM) yaitu: 70 Hal ini membuktikan bahwa kurang
atau rendahnya hasil belajar di mata pelajaran IPS siswa kelas IX di MTs
Jauharotul Huda Jakarta tahun pelajaran 2022/2023.6
Berdasarkan masalah yang di paparkan diatas tidak ditentukan oleh
satu faktor saja, tetapi beberapa faktor seperti halnya model pembelajaan
yang digunakan yaitu sangat menetukan keberhasilan belajar siswa, dalam
hal ini peneliti menggunakan alternatif yaitu menggunakan model
pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif dalam proses belajar yaitu
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Dari uraian latar belakang tersebut, maka peneliti akan melakukan
penelitian dengan judul “Penerapan Model Kooperatif Tipe Make A
Match Dalam Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IX
Pada Pembelajaran IPS di MTs Jauharotul Huda Jakarta”.

B. Sasaran Tindakan
Agar masalah yang dikaji terfokus dan terarah maka penulis membatasi
masalah-masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX MTs Jauharotul Huda
Jakarta.
2. Penelitian ini terfokus pada penerapan model kooperatif tipe make a
match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS di MTs Jauharotul Huda Jakarta.

6
Hasil Observasi dan Wawancara, Dengan Guru Kelas IX MTs Jauharotul Huda Jakarta
PadaTanggal 19 Agustus 2022 Pukul 09:00
4

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang di
angkat dalam penelitian adalah: “Apakah model penerapan kooperatif tipe
make a match dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pembelajaran
IPS?.”

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memperbaiki kualitas dan
meningkatkan hasil belajar di kelas, dengan model pembelajaran kooperatif
tipe make a match.

E. Manfaat dan Hasil Penelitian


1. Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Sebagai salah satu alternatif untuk mengaktifkan siswa dalam
pembelajaran IPS.
b. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan mengenai penggunaan model
kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar
2. Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Bagi guru
Dapat diharapkan hasil penelitian ini untuk memberikan
masukan bagi guru, sebagai salah satu alternatif pembelajaran
dalam meningkatkan peroses dan hasil belajar siswa, sehingga dapat
meningkatkan dan memperbaiki sistem pembelajaran di kelas pada
mata pembelajaran IPS, dan guru mata pelajaran yang lain pada
umumnya dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
make a match di MTs Jauharotul Huda Jakarta.
5

b. Bagi siswa
Dalam penelitian ini siswa memperoleh pengalaman belajar
yang lebih bermakna sehingga siswa merasakan belajar yang efektif
dan menyenangkan melalui model penerapan kooperatif tipe make
a match.
c. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi
berharga bagi kepala sekolah mengambil suatu kebijakan yang
paling tepat dalam kaitan dengan upaya menyajikan strategi
pembelajaran yangefektif dan efesien di sekolah.
d. Bagi peneliti
Dapat memberikan pengalaman langsung, bagi peneliti dapat
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match.
6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Model Kooperatif Type Make A Match


1. Pengertian Kooperatif
Belajar Kooperatif yaitu suatu pembelajaran yang mengunakan
kelompok kecil sehingga siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan
kegiatan belajarnya sendiri dan juga anggota yang lainnya. Kata kooperatif
digunakan pada anak-anak yang bersikap manis, bersedia berbagi bahan-
bahan yang dimiliki. Ini merupakan perilaku sosial yang tepat dalam suatu
lingkungan tertentu, tetapi tidak berarti bahwa anak-anak perlu ambil bagian
dalam kegiatan belajar kooperatif. Belajar kooperatif bukan harmonisasi,
dan sering melibatkan konflik intelektual. Kegiatan kooperatif dapat
dikatakan selaras apabila dua orang atau lebih bekerja bersama untuk
mencapai tujuan yang sama. Beberapa ahli mengemukakan pendapat
mengenai pembelajaran kooperatif, yakni:
a. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang
melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling
berinteraksi.
b. Cooperatif learning adalah kegiatan belajar siswa yang dilakukan
dngan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok yaitu
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam
kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran
yag telah dirumuskan, Cooperatif learning adalah suatu pendekatan
yang menekankan kerja sama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu aktivitas pembelajaran
menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerja sama
dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang melatih
keterampilan, kecerdasan, keaktifan dan kreatifitas siswa secara

6
7

bersamaan karena dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa


harus tanggap dan melatih keterampian yan dimiliki siswa tersebut. Model
pembelajaran ini membuat siswa seperti berada dalam sebuah kompetensi,
sehingga membuat siswa menjadi antusias dan semagat dalam mengikuti
pembelajaran.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja berkolaborasi untuk mencapai
tujuan bersama (Eggen and Kauchak). Pembelajaran kooperatif disusun
dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi
siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa yang berbeda
latar belakangnya.
Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu
sebagai siswa ataupun guru. Dengan bekerja secara berkolaborasi untuk
mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan
keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan bermanfaat
bagi kehidupan di luar sekolah.7

3. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif


a. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar
sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b. Kelompok yang dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang
berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-
masing individu8

7
Terianto, Model-Model Pembelajaran Inopatif Berorientasi Konstrutivistik (Jakarta,
Perstasi Pustaka, 27) hal.42
8
Muhamad faturrohman,model-model pembelajaran inovatif, (Jakarta: Ar-Ruzz Media,
2017), hal.49
8

4. Manfaat Belajar Kooperatif


Manfaat dari belajar kooperatif anatara lain:
a. Meningkatkan hasil belajar
b. Meningkatkan hubungan antara kelompok, belajar kooperatif dapat
memberi kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan beradaptasi
dengan teman satu tim untuk mencerna materi pembelajaran.
c. Dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar, belajar
kooperatif dapat membina sifat kebersamaan, peduli satu samalain
dan tenggang rasa, serta mempunyai rasa andil terhadap keberhasilan
tim.
d. Menumbuhkan relialisasi kebutuhan pembelajar untuk belajar berfikir,
belajar kooperatif dapat di terapkan untuk berbagai materi ajar, seperti
pemahaman yang rumit, pelaksanaan kajian peroyek, dan latihan
memecahkan masalah.
e. Memadukan dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan.
f. Meningkatkan perilaku dan kehadiran di kelas Relatif murah karena
tidak memerlukan biaya khusus untukmenerapkannya.9

5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif


a. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
1) Proses belajar kooperatif bisa di terapkan dalam mengajarkan
nilai-nilai kerjasama
2) Proses belajar kooperatif memperbaiki pencapaian akademik, rasa
percaya diri, dan penyikapan terhadap sekolah. Proses belajar
kooperatif memiliki potensi untuk mengontrol efek negatif dari
persaingan.10
b. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
1) Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat

9
Terianto, model-model pembelajaran inopatif berorientasi konstrutivistik,...hal. 39
10
Thomas Lickona, Mendidik Untuk Membentuk Karakter, (Jakarta:Remaja Rosdakarya,
2012) hal.276-278
9

menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.


2) Dapat terjadi siswa yang hanya menyalin pekerjaan temannya yang
pandai tanpa memiliki pemahamaan yang memadai.
Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk
yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.16

B. Tinjauan Tentang Make A Match


1. Pengertian Model Make A Match
Teknik model pembelajaran make a match atau mencari pasangan
dikembangkan oleh Lorna Curran salah satu keunggulan teknik ini adalah
siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik
dalm suasana yang menyenangkan.11 Tujuan dari strategi ini antara lain: a)
Pendalaman materi, b) Penggalian materi dan, c) Edutainment.
Dalam bukunya Hisyam Zaini mengatakan istilah Make a match
dengan istilah Indeks Card Match yang mempunyai pengertian sama dengan
make a match yaitu strategi yang menyenangkan yang digunakan untuk
mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian
materi barupun bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan, peserta
didik diberi tugas mempelajari topik yang akandiajarkan terlebih dahulu,
sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memilki bekal
pengetahuan.12
Jadi tindakan pada penelitian ini adalah penerapan model
pembelajaran Kooperatif Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar
IPS siswa kelas IX MTs Jauharotul Huda Jakarta.
Disimpulkan bahwa model pembelajaran Make a Match adalah salah
satu model pembelajaran kooperatif yang menuntut siswa untuk mencari
pasangan kartu soal dan jawaban yang telah dibuat oleh guru dengan batas
waktu yang telah ditentukan agar tercipta kerjasama antara siswa yang satu
dengan siswa yang lain. Selain itu, model pembelajaran Make a Match

11
Muhamad faturrohman,model-model pembelajaran inofatif,... hal.87
12
Hisyam Zainy, Seterategi Pembelajaran Aktif, (Jakrta: Bumi Aksara, 2006), hal.67
10

membutuhkan ketelitian, kecermatan, ketepatan, dan kecepatan siswa dalam


memasangkan/mencocokkan kartu yang dipegang sambil belajar mengenai
suatu konsep dalam suasana yang menyenangkan. Metode ini dapat
digunakan untuk membangkitkan aktivitas peserta didik belajar dan cocok
digunakan dalam bentuk permainan.
2. Langkah-Langkah make a match
Langkah-langkah dari metode make a match adalah sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau
topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal
dan bagian lainnya kartu jawaban;
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu;
c. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang;
d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok
dengan kartunya (soal jawaban) Setiap siswa yang dapat mencocokkan
kartunya sebelum batas waktu diberi poin;
e. Jika siswa tidak dapat mencocokan kartunya dengan kartu temannya
(tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan
mendapatkan hukuman yang telah di sepakati bersama.
f. Setelah satu babak, lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelunya, demikian seterusnya.
g. Siswa bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang
kartu yang cocok.
h. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap
materi pelajaran.13

3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make a Match


a. Kelebihan dari model pembelajaran Make a Match adalah sebagai
berikut.
1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif

13
Ameliasari, Penyusunan Peteka, (Esensi, Dari Erlangga Group, 2013), hal.16
11

ataupun fisik;
2) Karna ada unsur permaianan, metode ini menyenangkan;
3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang di
pelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa;
4) Efektif sebagai sarana untuk melatih keberanian siswa untuk
tampil presentasi dan;
5) Efektif melatih kedisiplinan siswa mengharagai waktu untuk
mengajar;
b. Kelemahan dari model pembelajaran Make a Match adalah
sebagai berikut:
1) Jika strategi ini tidak di persiapkan dengan baik, maka akan
banyak waktu yang terbuang;
2) Pada awal-awal penerapan metode, banyak siswa yang akan
malu berpasangan dengan lawan jenisnya
3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak
siswa yang akan kurang memperhatikan pada saat presentasi
pasangan
4) Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberikan hukuan pada
siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu;
dan menggunakan metode ini secara terus menerus akan
menimbulkan kebosanan.14

C. Tinjaun Tentang Aktivitas Belajar


1. Pengertian Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah kegiatan siswa dalam proses belajar, mulai
dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Adapun Kegiatan fisik berupa
keterampilan-keterampilan dasar, sedangkan kegiatan psikis berupa
keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar antara lain mengobservasi,
mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan

14
Miftaul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran,...hal.253
12

mengkomunikasikan.
Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa,
karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersentuhan dengan
obyek yang sedang dipelajari seluas mungkin, karena dengan demikian
proses konstruksi pengetahuan yang terjadi akan lebih baik. Aktivitas
Belajar diperlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat
mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau
tidak ada aktivitas.
2. Jenis-jenis Aktivitas Belajar
Adapun jenis-jenis aktivitas dalam belajar yang digolongkan oleh
Paul B. Diedric (Sardiman, 2011: 101) adalah sebagai berikut:
(1) Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca,
memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. (2)
Oral Activities, seperti menyatakan merumuskan, bertanya, memberi saran,
berpendapat, diskusi, interupsi. (3) Listening Activities, sebagai contoh
mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato. (4) Writing
Activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, menyalin. (5)
Drawing Activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram. (6)
Motor Activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, berkebun, beternak. (7)
Mental Activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,
memecahkan soal, menganalisis, mengambil keputusan. (8) Emotional
Activities, seperti misalnya, merasa bosan, gugup, melamun, berani, tenang.
Berdasarkan berbagai pengertian jenis aktivitas di atas, peneliti
berpendapat bahwa dalam belajar sangat dituntut keaktifan siswa. Siswa
yang lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak
membimbing dan mengarahkan. Tujuan pembelajaran tidak mungkin
tercapai tanpa adanya aktivitas siswa.
13

D. Tinjauan Tentang Hasil Belajar


1. Pengertian Hasil belajar
Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan diri individu berupa pengetahuan, pemahaman,
sikap dan kemampuan sebagai hasil dari aktivitas belajar. Keberhasilan
atau kegagalan siswa dalam belajar, dapat ditunjukkan melalui Hasil
belajar yang telah dicapai, hasil belajar adalah bukti usaha yang dapat
dicapai (Winkel dalam Ardiansyah, 2011:32). Secara umum hasil belajar
siswa dipandang sebagai perwujudan nilai yang diperoleh siswa melalui
proses belajar. Hasil belajar dapat dilihat dari nilai siswa setelah mengikuti
tes materi pelajaran, baik disetiap akhir pertemuan, pertengahan semester,
maupun pada akhir semester. Dengan hasil belajar, maka guru, siswa dan
orang tua akan mengetahui hasil yang dicapai dalam pembelajaran atau
pendidikan.
Menurut Arifin (1991:89), fungsi utama dari Hasil belajar adalah :
(1) Hasil belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan
yang telah dikuasai anak didik. 2) Hasil belajar sebagai lambang
pemuasan hasrat ingin tahu. Hal ini didasarkan asumsi bahwa para ahli
psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai tendensi keingintahuan dan
merupakan kebutuhan umum pada manusia, termasuk kebutuhan anak
didik dalam suatu program pendidikan. 3) Hasil belajar sebagai bahan
informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah bahwa Hasil
belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam meningkatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik (feed
back) dalam meningkatkan mutu pendidikan. 4) Hasil belajar sebagai
indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan. Indikator
intern dalam arti bahwa Hasil belajar dapat dijadikan indikator tingkat
produktivitas suatu institusi pendidikan. Asumsinya adalah bahwa
kurikulum yang digunakan relevan dengan kebutuhan masyarakat dan
anak didik. Indikator ekstern dalam arti bahwa tinggi rendahnya Hasil
belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan anak didik di
14

masyarakat. 5) Hasil belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya


serap (kecerdasan) anak didik. Dalam proses belajar mengajar anak didik
merupakan masalah yang utama dan pertama karena anak didiklah yang
diharapkan dapat menyerap seluruh materi pelajaran yang telah
diprogramkan dalam kurikulum.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar menurut Munadi
meliputi faktor internal dan faktor eksternal, yaitu:
a. Faktor Internal
1) Faktor Fisiologis
Secara umum kondisi fisiologis, seperti kondisi kesehatan yang
prima, tidak keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat
jasmani dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi
siswa dalam menerima materi pelajaran.
2) Faktor Psikologis
Setiap individu dalam hal ini siswa pada dasarnya memiliki
kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut
memengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis
meliput inteligensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi,
kognitif dan daya nalar siswa.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-
lain. Tentu ada pembedaan dari suasana belajar dan tempat untuk
belajar.
2) Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan
penggunaannya sudah dirancang sesuai dengan hasil belajar yang
diterapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai
15

sarana untuk mencapai tujuan-tujuan belajar yang telah


direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum,
sarana dan guru.15

E. Tinjauan Tentang Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Pengertian Tentang Ilmu Pengetahuan Sosial Atau Social Studies
Pembelajaran IPS merupakan bagian dari fungsi sekolah untuk
memelihara martabat masyarakat melalui penanaman nilai. Fokus
pembelajaran IPS adalah nilai kemanusiaan dalam suatu pranata dan
kontribusi antara manusia dengan manusia, maupun dengan
lingkungannya. Penekanan IPS diarahkan guna membantu peserta didik
mengembangkan kompetensi dan sikap sebagai warga negara, yakni
bagaimana peserta didik belajar hidup dalam masyarakat yang
bernegara.16 IPS juga merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi
dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran
ilmu sosial lainnya.
2. Tujuan Pembelajaran IPS
Adapun tujuan ilmu pengetahuan sosial (IPS).
a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.
b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam
kehidupan sosial.
c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama yang
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,

15
Muhibin Syah, Pisikologi Belajar (Jakarta, Bumi Aksara,2011).hal.132
16
Krisno Prastyo Wibowo, Marzuki “Penerapan model make a match berbantuan media
untuk Meningkatan motivasi dan hasil belajar ips”, Harmoni sosial: Jurnal Pendidikan Ips, Volume
2, No 2, September 2015, hal.159
16

nasional dan global.


e. Untuk memperkenalkan peserta didik terhadap pengetahuan yang
berkaitan dengan peran manusia dalam diskusi/berkelompok atau
bermasyarakat yang secara sistematis dapat mendidik peserta didik
untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, juga keterampilan. Hal
ini mengarahkan agar kelak peserta didik dapat berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat dan mampu berperan baik sebagai
anggota masyarakat dan warga negara yang bertanggung jawab.17
3. Ruang Lingkup Kajian IPS
Secara mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan
manusia yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhan. IPS
berkenaan dengan cara memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan untuk
memahami materi, budaya, dan kejiwaannya, memanfaatkan sumber daya
yang ada di permukaan bumi mengatur kesejahteraan dan
pemerintahannya maupun kebutuhan lainnya dalam rangka
mempertahankan kehidupan masyarakat manusia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS di tingkat sekolah
bertujuan mempersiapkan peserta didik sebagai warga negara yang baik.
Warga negara yang baik harus menguasai pengetahuan (knowledge), sikap
dan nilai (attitudes and values) dan keterampilan (skill) yang
membantunya untuk memahami lingkungan sosialnya dan dapat
digunakan untuk memecahkan masalah pribadi dan masalah sosial,
mampu mengambil keputusan serta berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.18

17 27
Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS, (PT Bumi
Aksara, 2011).Hal.14
18
https://massofa-wordpress> Pengertian,Ruang Lingkup Ips, Di Akses Tanggal 9-
Desember-2010
17

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action
research) kolaboratif. Menurut Kemmis (dalam Wina Sanjaya, 2009: 24)
berpendapat penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian yang reflektif
dan kolektif yang dilakukan oleh peneliti dalam situasi sosial untuk
meningkatkan penalaran praktik sosial peneliti. Sedangkan Hasley (dalam
Wina Sanjaya, 2009: 24) mengungkapkan penelitian tindakan adalah intervensi
dalam dunia nyata serta pemeriksaan terhadap pengaruh yang ditimbulkan dari
intervensi tersebut.
Burns (dalam Wina Sanjaya, 2009: 25) berpendapat penelitian tindakan
merupakan penerapan berbagai fakta yang ditemukan untuk memecahkan
masalah dalam situasi sosial untuk meningkatkan kualitas tindakan yang
dilakukan dengan melibatkan kolaborasi dan kerja sama para peneliti dan
praktisi. Suharsimi Arikunto, dkk. (2006: 3) menyatakan bahwa penelitian
tindakan kelas adalah pencermatan sebuah kegiatan pembelajaran dengan suatu
tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama.
Elliot (dalam Wina Sanjaya, 2009: 25) menjelaskan bahwa penelitian
tindakan adalah kajian tentang situasi sosial dengan maksud tujuan untuk
meningkatkan kualitas tindakan di dalam kelas melalui proses diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan mempelajari pengaruh yang
ditimbulkannya. Sedangkan Zainal Aqib (2006: 13) berpendapat bahwa
penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan yang
sengaja dimunculkan, dan terjadi di dalam sebuah kelas.
Nana Syaodih (2010: 140) mengemukakan penelitian tindakan
merupakan suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh para pelaksana
program dalam kegiatannya sendiri dalam mengumpulkan data tentang
pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk

17
18

kemudian menyusun rencana dan melakukan kegiatan-kegiatan


penyempurnaan. Kasihani Kasbolah (1998: 14) berpendapat penelitian
tindakan kelas adalah penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang
dilaksanakan dalam kawasan kelasdengan tujuan untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan kualitas pendidikan.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian
tindakan kelas adalah penelitian tindakan dalam bidang pendidikan yang
dilaksanakan di dalam kelas dengan cara mengumpulkan data tentang
pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk
kemudian menganalisanya serta menyusun rencana dan melakukan kegiatan-
kegiatan penyempurnaan dengan maksud tujuan untuk meningkatkan kualitas
tindakan di dalam kelas.

B. Setting dan Subjek Penelitian


Setting penelitian ini adalah di MTs. Jauharotul Huda Jakarta yaitu kelas
IX yang jumlah siswanya 22 orang. Lokasi ini diambil dengan pertimbangan
dapat bekerja sama dengan guru IPS di MTs. Jauharotul Huda Jakarta, sehingga
memudahkan peneliti dalam mencari data, peluang waktu yang luas, dan
subjek penelitian yang sangat sesuai dengan potensi peneliti. Dan Subjek
dalam penelitian ini yaitu semua siswa kelas IX yang berjumlah 22 orang
dari total 26 siswa yang ada dikelas IX yang akan mencari pasangannya untuk
mencari jawaban dari soal yang udah ditentukan oleh guru/peneliti tersebut.
agar mereka lebih aktif.
Tabel 3.1 Data Siswa Kelas IX MTs Jauharotul Huda
NO. NAMA Jenis Kelamin
1 Ahda Syamila Perempuan
2 Ahmad Faiztaftazani Laki-laki
3 Ahmad Purqon Laki-laki
4 Al Fairuzzabadi Laki-laki
5 Alfia Ramadani Perempuan
6 Almer Zaki Ramadhan Laki-laki
7 Arthan Syach Laki-laki
8 Artia Metiada Perempuan
9 Arya Khoiry Zahran Laki-laki
10 Aulya Zahra Saputri Perempuan
19

11 Fadliansyah Laki-laki
12 Indriani Zahra Putra Perempuan
13 Khalista Izzati Fathinia Perempuan
14 Mohammad Rizki Abdullah Laki-laki
15 Muhammad Abu Bakar Riziq Laki-laki
16 Naufal El Ghazam Laki-laki
17 Neisya Syaldira Rachman Perempuan
18 Novita Aulia Perempuan
19 Raihanum Dwi Nazifah As Perempuan
20 Riandi Akbar Laki-laki
21 Rivaldo Julendra Laki-laki
22 Shafwatun Nadhifah Perempuan
23 Sheysya Nur Maudilla Perempuan
24 Sintia Hemi Effendi Perempuan
25 Yuliyan Raditia Saputra Laki-laki
26 Kesya Agustina Perempuan

C. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian
tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (dalam Sukardi, 2003:
215) menggunakan empat komponen penelitian tindakan dalam suatu sistem
spiral yang saling terkait seperti yang tampak pada gambar berikut ini.

Keterangan:
Siklus I:
3 3 1. Perencanaan I
2 2 2. Pelaksanaan tindakan I
3. Observasi I
4
4. Refleksi I
4

Siklus II:
1 1 1. Perencanaan II
2. Pelaksanaan tindakan II
3. Observasi II
4. Refleksi II

Siklus Model Kemmis dan Mc.Taggart (dalam Sukardi, 2003:215)


20

Setiap siklus terdiri dari empat tahapan sebagai berikut :


1. Perencanaan
Tahap perencanaan dimulai dari mengajukan permohonan ijin kepada
sekolah. Kemudian peneliti bekerja sama dengan guru kelas IX
melakukan penemuan masalah dan kemudian merancang tindakan yang
akan dilakukan. Secara lebih rinci langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut.
a. Menemukan masalah penelitian yang ada di lapangan. Pada fase ini
dilakukan melalui pengamatan langsung di kelas IX ketika pembelajaran
berlangsung.
b. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) tentang materi
yang akan diajarkan sesuai dengan model pembelajaran yang
digunakan.
c. Membuat dan mempersiapkan skenario pembelajaran dan perangkat
pembelajaran, serta menyiapkan instrumen penelitian yang akan
digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa, dalam hal ini
mengukur keterampilan berbicara siswa.
2. Pelaksanaan/Tindakan
Pada tahap ini, guru kelas IX melaksanakan proses pembelajaran
sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Selama proses pembelajaran
berlangsung, guru mengajar menggunakan RPP yang sebelumnya telah
dibuat oleh peneliti dengan guru. Dalam pelaksanaan tindakan dilakukan
dengan fleksibel dan terbuka dalam arti pelaksanaan kegiatan
pembelajaran tidak harus terpaku sepenuhnya pada RPP, akan tetapi dalam
kegiatan pembelajaran dapat dilakukan perubahan-perubahan yang
sekiranya diperlukan.
Agar tidak terjadi diskomunikasi antara peneliti dengan guru kelas,
maka sebelum dilaksanakan tindakan peneliti menginformasikan kepada
guru terlebih dahulu bagaimana langkah-langkah pembelajaran metode
sosiodrama. Peneliti menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar
penilaian keterampilan berbicara dan catatan lapangan.
21

Setelah pembelajaran dilaksanakan, dilakukan evaluasi berbicara


dengan menggunakan metode sosiodrama yang telah disiapkan oleh
peneliti pada saat melakukan perencanaan. Metode sosiodrama
dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keterampilan berbicara siswa kelas
IX.
3. Observasi
Pada tahap ini, guru melaksanakan proses pembelajaran sesuai
dengan RPP yang telah dibuat. Pengamatan atau observasi merupakan
upaya mengamati pelaksanaan Tindakan.
Kegiatan pengamatan dilaksanakan bersamaan dengan proses
pembelajaran. Hal yang dicatat dalam kegiatan pengamatan ini antara
lain proses tindakan, pengaruh tindakan yang disengaja maupun yang
tidak disengaja, situasi tempat dan tindakan, dan kendala yang dihadapi.
Semua hal tersebut dicatat ke dalam catatan lapangan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah proses pembelajaran telah berjalan
sesuai dengan skenario yang disusun bersama perlu dilakukan evaluasi atau
tidak. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian
sasaran pembelajaran yang diharapkan.
4. Refleksi
Refleksi adalah kegiatan mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang
diperoleh dari pengamatan. Data atau hasil perubahan setelah adanya
tindakan dianalisis kemudian dijadikan acuan perubahan atau perbaikan
tindakan yang dianggap perlu untuk dilakukan pada tindakan selanjutnya.
Apabila pada tindakan pertama hasil dari penelitian masih belum sesuai
dengan tujuan yang diharapkan, maka dapat dilakukan perubahan rencana
tindakan pada siklus berikutnya dengan mengacu pada hasil evaluasi
sebelumnya. Dalam upaya memperbaiki tindakan pada siklus berikutnya
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap catatan lapangan dan hasil tes
penilaian keterampilan berbicara.
Dari jabaran siklus di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian siklus
adalah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari:
22

a. perencanaan (planning),
b. pelaksanaan/tindakan (action),
c. observasi (observing), dan
d. refleksi (reflecting). Siklus berikutnya akan dilakukan dengan tahap
yang sama apabila pada siklus sebelumnya belum mencapai indikator
keberhasilan/tujuan, begitu seterusnya.

4. Metode Pengumpulan Data


Sugiyono (2007: 62) menyatakan bahwa metode pengumpulan data
adalah langkah-langkah yang paling utama dari penelitian, karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data. Hamzah, dkk. (2011: 89)
mengungkapkan beberapa alat yang dapat dipakai sebagai metode
pengumpulan data adalah observasi, interview, kuesioner, tes, jurnal siswa,
catatan lapangan, dan dokumentasi. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto
(2006: 185) teknik pengumpulan data dapat diartikan sebagai cara yang dipakai
dalam mengumpulkan data, seperti melalui tes, observasi, dan dokumentasi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut.
a. Tes
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 127) tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok. Wina Sanjaya (2009: 235)
menambahkan tes merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur
keberhasilan siswa mengenai kompetensi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes perbuatan berupa
penilaian saat siswa memainkan sosiodrama. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa dengan metode
sosiodrama. Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuhdi (2001: 169)
berpendapat bahwa tes kemampuan berbicara merupakan tes berbahasa
yang difungsikan untuk mengukur kemampuan testi dalam berkomunikasi
23

denganmenggunakan bahasa lisan.


Tes dilaksanakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan
berbicara siswa sesudah tindakan. Metode tes diberikan kepada siswa kelas
IX di MTs Jauharotul Huda Jakarta. Metode tes ini diarahkan pada
rendahnya keterampilan berbicara siswa. Hasil dari penelitian ini dapat
ditunjukkan pada hasil nilai siklus I dan nilai siklus II bahwa pada setiap
siklus tersebut akan diketahui ada tidaknya peningkatan keterampilan
berbicara siswa.
Dari hasil tes diklasifikasikan sebagai data kuantitatif. Data ini
dianalisis secara deskriptif, baik dari nilai tes berbicara siswa sebelum
mengalami tindakan, sampai pada nilai tes berbicara siswa setelah
mengalami tindakan yang dilangsungkan di kedua siklusnya. Dengan
diketahuinya hasil tes tersebut, maka selanjutnya dapat merencanakan
kegiatan yang dilakukan untuk dapat memperbaiki proses pembelajaran.
Selain itu, tes juga digunakan untuk mengetahui perkembangan dan
keberhasilan pelaksanaan tindakan saat proses pembelajaran berlangsung.
b. Observasi
Hasil Observasi dalam penelitian ini berupa catatan lapangan. Bogdan
dan Biklen (dalam Moleong, 2002: 153) menjelaskan bahwa catatan
lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami,
dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data.
Hobri (2007: 15) menjelaskan catatan lapangan adalah sebuah catatan
tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan difikirkan dalam
rangka pegumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian. Dalam
hal ini, catatan lapangan sangat penting untuk mencatat berbagai peristiwa
yang terjadi pada siswa disaat proses pembelajaran sedang berlangsung.Hal-
hal yang dicatat meliputi berbagai aktivitas siswa ketika menerapkan
merode sosiodrama, kesan-kesan siswa setelah menerapkan metode
sosiodrama, serta hasil yang diperoleh siswa setelah menerapkan metode
sosiodrama.
Dalam sebuah penelitian, tidak dapat hanya mengandalkan ingatan
24

untuk menuangkannya dalam sebuah laporan yang baik. Namun dalam


sebuah penelitian tersebut perlu adanya bukti-bukti konkret yang
menggambarkan kejadian nyata di lapangan. Oleh karena itu, peneliti
membutuhkan sebuah catatan yang dapat menggambarkan kejadian konkret
di lapangan. Bentuk catatan lapangan dalam penelitian ini adalah catatan
pengamatan kegiatan guru dan siswa selama proses tindakan penelitian
berlangsung.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah sebuah objek yang menyajikan informasi.
Dokumentasi juga merupakan wahana wadah pengetahuan dan ingatan
manusia, karena dalam dokumen disimpan pengetahuan yang diperoleh
manusia serta segala yang diingat manusia dituangkan ke dalam dokumen
(Basuki Sulistyo, 1992: 12).
Dokumentasi dalam penelitian ini yang berupa data siswa kelas IX di
MTs Jauharotul Huda Jakarta, data nilai pretest, dan silabus merupakan data
awal dalam proses pelaksanaan penelitian. Sedangkan beberapa arsip
perencanaan pembelajaran, daftar nilai hasil belajar siswa, dan foto aktivitas
siswa pada saat pembelajaran keterampilan berbicara dengan metode
sosiodrama merupakan dokumen yang digunakan untuk mengetahui
perkembangan siswa selama proses pembelajaran ketika Tindakan
berlangsung.

4. Cara Pengamatan (Monitoring)


Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah secara
langsung yang dilakukan di dalam kelas oleh guru dan peneliti yang berti
ndak sebagai observer. Cara pengamatan yang dilakukan dalam
penelitian, ini adalah meneliti kemampuan siswa dalam peroses belajar
IPS dengan model pembelajaran make a match (mencari pasangan).
25

5. Analisis Data dan Refleksi


a. Analisis data
Teknik analisis dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data,
paparan data, dan penyimpulan. Reduksi data adalah proses
penyederhanaan data yang diperoleh melalui pengamatan dengan cara
memilih data sesuai dengan kebutuhan. Dari pemilihan data tersebut,
kemudian dipaparkan lebih sederhana menjadi paparan yang berurutan
berupa paparan data dan akhirnya ditarik kesimpulan dalam bentuk
pernyataan kalimat singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian
yang luas.
1) Analisis Data Observasi
Data hasil observasi dalam penelitian ini dapat dilihat dari
hasil skor pada lembar observasi yang digunakan. Presentasi
perolehan skor pada lembar observasi diakumulasi untuk
menentukan seberapa besar keaktifan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran untuk setiap siklus.
Adapun cara siswa untuk mengetahui aktivitas guru dan
belajar siswa di peroleh dengan menggunakan model observasi.
Instrumen yang digunkan dalam pengumpulan data
menggunakan lembar observasi yang berisikan tentang
deskriptor-deskriptor dalam indicator perilaku guru dan siswa yang
sudah dimodipikasi yang diamati selama peroses belajar mengajar
langsung. Adapun indikator perilaku siswa sebagai berikut:
a) Kesiapan siswa dalam menerima materi pelajaran
b) Antusiasme siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
c) Intraksi siswa dengan guru
d) Kemampuan siswa dalam mengikuti make a match
e) Kerjasama dalam kelompok
f) Partisifasi siswa dalam menyimpulkan hasil belajar
“Diperoleh dari rata-rata prosentase keaktifan siswa pada
tiap pertemuan. Hasil data observasi ini dianalisis dengan
26

pedoman sebagai berikut:


Tabel 3.2 kualifikasi prosentase keaktifan siswa
Presentase Kriteria
75% - 100% Sangat tinggi
50% - 74,99% Tinggi
25% - 49,99% Sedang
0% - 24,99% Rendah

2) Analisis Prestasi Belajar Siswa


a) Hasil tes belajar siswa yang telah dilaksanakan pada akhir
pertemuan ditambahkan pada skor kelompok. Nilai yang
diperoleh merupakan nilai yang ditambahkan pada skor
kelompok. Jika nilai yang diperoleh tinggi, maka nilai yang
diperoleh rendah, maka nilai yang ditambahkan juga
rendah.
b) Hasil tes belajar siswa pada akhir siklus juga dihitung nilai
rata- ratanya. Hasil tes pada akhir siklus I dibandingkan
dengan siklus II. Jika mengalami kenaikan maka
diasumsikan metode pembelajaran yang digunakan yaitu
metode make a match dalam pembelajaran dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
3) Hasil peningkatan nilai Individu
Hasil peningkatan nilai Individu digunakan untuk
menentukannilai kelompok. Nilai kelompok merupakan rata-rata
nilai peningkatanindividu semua anggotanya. Nilai kelompok ini
akan menentukan penghargaan yang diraih. Kriteria yang
digunakan adalah sebagai berikut.39
27

Tabel 3.3 hasil peningkatan individu.


Skor kelompok Kriteria penghargaan
25 Super Team (Tim super)
20 Great Team (Tim Hebat)
15 Good Team (Tim Baik)

(a) Untuk menentukan skor rata-rata hasil tes dengan rumus


sebagai berikut:
∑ 𝑠𝑖𝑠
𝐾𝐾 = 𝑋 100

Keterangan :
KK : Ketuntasan klasikal
∑ : Jumlah.
Seorang siswa dikatakan tuntas secara individual apabila
memperoleh nilai ≥ 70. Sedangkan untuk mendapatkan nilai
ketuntasan belajar siswa yang dibutuhkan menggunakan rumus:

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛
𝐾𝐼 = 𝑋1
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚
Keterangan :
KI = Ketuntasan Individu.
(b) Ketuntasan belajar dinyatakan telah tercapai jika sekurang-
kurangnya 85% dari siswa dalam kelompok yangbersangkutan
telah memenuhi kriteria ketuntasan belajar secara perorangan.
Ketuntasan belajar siswa secara klasikal dianalisis dengan rumus
sebagai berikut:
𝑃
𝐾𝐾 = 𝑋 100%
𝑁
Ket :
KK = Ketuntasan Klasikal
P = Banyaknya siswa yang memperoleh
nilai > 70N = Jumlah siswa seluruhnya.
28

b. Refleksi
Refleksi dilaksanakan diakhir siklus, Pada tahap ini peneliti
bersama guru mengkaji pelaksanaan dan hasil yang diperoleh secara
rinci dalam pemberian tindakan tiap siklus.
Hasil ini dilakukan dengan melihat data dengan melihat data hasil
evaluasi yang dicapai siswa. Hasil ini disesuaikan dengan hasil rata-
rata kelas yang dicapai memenuhi standar KKM atau diatas nilai
standar nilai KKM yaitu ≥ 70%
Hasil observasi dianalisis dengan analisis deskriptif, indikator
keberhasilan dalam penelitian ini adalah tercapainya persentasi
ketuntasan belajar secara klasikal yang dapat ditunjukkan dengan
perolehan mencapai 85% dari jumlah siswa yang mengikuti proses
pembelajaran memperoleh nilai ≥ 70%
29

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini (PTK) dilakukan untuk meningkatkan
keaktifan belajar siswa melalui model Make a Match. Sebelum pelaksanaan
penelitian dengan menggunakan model Make a Match di terapkan keaktifan
belajar siswa-siswa kelas IX di MTs. Jauharotul Huda Jakarta adalah rendah.
Dilihat dari hasil belajar mengajar antara siswa dengan siswa, maupun siswa
dengan guru yang masih pasif dan monoton ketika proses belajar mengajar
berlangsung, terkesan kaku dalam menyampaikan apa yang ingin di
samapaikan, rendahnya kemampuan siswa tersebut di atas di sebabkan karena
kurangnya pemahaman tentang tujuan pembelajaran IPS di kelas yakni
meningkatkan keaktifan belajar siswa selain itu berdasarkan hasill observasi
pada saat guru mengajar. Menunjukan bahwa pembelajaran yang terjadi
condrung bersifat mononton, satu arah kurang komunikatif. Cendrung bersifat
ceramah serta siswa kurang terlibat aktif.
Berdasarkan kajian awal tersebut, maka perlu ada suatu model
pembelajaran yang mampu meningkatkan situasi kelas yang kondusif yang
akan mendukung keterampilan siswa dalam berbicara, mengeluarkan
pendapat dan aktif dalam kelas. Adapun model yang sesuai untuk
meningkatkan keaktifan belajar siswa adalah model Make a Match.
Penelitian dengan menggunakan model Make a Match ini di laksanakan
dalam dua siklus melalui empat tahapan penelitian berupa perencanaan,
tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian ini di laksanakan pada hari senin
tanggal 19 Agustus 2022 sampai dengan 19 September 2022. Subjek penelitian
ini adalah siswa kelas IX di MTs. Jauharotul Huda Jakarta
Data-data di peroleh dari hasil Aktivitas dan hasil observasi pada
setiap siklus yang telah di rencanakan. Data yang di peroleh berupa data
kuantitatif yang di peroleh dari hasil Aktivitas dan data kualitatif dari hasil
observasi. Data kuantitatif yang di peroleh dari hasil evaluasi yang akan

29
30

memberikan jawaban mengenai berhasil atau tidaknya proses pembelajaran


pada pembelajaran IPS dengan menerapkan model Make a Match yang di
ukur dengan meningktkan aktivitas dan hasil belajar siswa secara kelasikal.
Dalam lembaga pendidikan siswa mempunyai peran yang sangat penting
terutama dalam proses belajar mengajar. Hal ini di sebabkan karna siswa
merupakan salah satu tolak ukur berhasil atau tidaknya proses belajar
mengajar. Mengenai jumlah siswa yang terdapat di MTs. Jauharotul Huda
Kelas IX yaitu sebanyak 26 Siswa, yang terdiri dari : Laki-laki 13 Perempuan
13, akan tetapi yang menjadi sampel hanya 22 siswa saja.
Berdasarkan data jumlah siwa di atas dapat di katakan bahwa minat
belajar siswa secara peribadi masuk ke MTs. Jauharotul Huda Jakarta memiliki
motivasi yang sangat besar sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan
kepala sekolah, bahwa hal ini juga dapat dilihat dari penerimaan calon siswa
baru yang setiap tahunnya walaupun tiap tahunya kadang meningkat kadang
menurun. Akan tetapi minat belajar siswa memiliki motivasi yang sangat besar.
1. Hasil Penelitian Siklus 1
a. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang di lakukan pada siklus I yaitu dengan menerapkan
pembelajaran Make a Match dengan materi “Perubahan ruang dan
intraksi antarruang akibat faktor alam dan manusia” pembelajaran,
peneliti bersama guru mempersiapkan Hal-hal sebagai berikut:
1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
2) Menyiapkan Meja Pembelajaran
3) Menyiapkan Lembar Observasi Untuk Menilai Aktivitas Guru Dan
Siswa Selama Peroses Pembelajaran
4) Menyiapkan Soal Evaluasi Untuk Mengetahui Kualitas Belajar Hasil
Belajar Siswa Dalam Bentuk Tulisan.
5) Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan penelitian untuk siklus 1 berlangsung dalam dua kali
pertemuan yaitu, pada tanggal 19 Agustus 2022, satu pertemuan 2 x
45 menit kemudian di lanjutkan dengan evaluasi. Pada sikulus ini di
31

ikuti oleh 13 siswa laki-laki 9 siswa Perempuan kelas IX. Adapun


proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang sudah di persiapkan. Adapun uraiannya
sebagai berikut:
❖ Kegiatan Awal (Pendahuluan)
Kegiatan awal di mulai dengan mengucap salam, kemudian berdoa,
siswa mempersiapkan perlengkapan belajarnya, meskipun ada
beberapa yang tidak siap dengan alasan lupa membawa buku dan
juga alat tulis.
❖ Kegiatan inti (45 menit)
• Guru menjelaskan materi pelajaran dan siswa memperhatikan
dengan baik, namun ada bebrapa siswa yang masih berbicara
dan bermain dengan teman sebangkunya. Guru pun terus
menasehati dan memberikan peringatan pada mereka.
• Guru dan peneliti membagikan kelompok kepada siswa untuk
menerapkan model Make a Match. Siswa di bagi menjadi 2
kelompok, Misalnya kelompok A dan kelompok B. Kedua
kelompok tersebut diminta berhadap-hadapan, Dalam tahap-
tahap ini banyak siswa yang masih ribut dan merasa malu
dan tidak nyaman karena beberapa siswa berhadapan dengan
teman lain.
• Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan
jawabannya kepada kelompok B. Pertanyaan tersebut sudah
disiapakan sebelumnya seperti, Apa saja Ciri-ciri negara
ASEAN dan jawaban di pegang oleh kelompok B seperti
Berbentuk hampir seperti lingkaran, Seperti kepulauan yang
berpisah- pisah, Lebih konpeleks dan beragam biasanya,
Berbentuk memanjang.
• Guru dan peneliti menyampaikan kepada siswa bahawa
mereka harus mencari/ mencocokan jawaban yang di pegang
dan kartu kelompok lain.
32

• Guru dan peneliti meminta semua kelompok A untuk mencari


pasangan di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan
pasangan masing-masing, guru/peneliti meminta siswa
melaporkan diri kepadanya. Peneliti mencatat meraka pada
kertas yang sudah di siapkan. Pada tahap ini siswa sangat
banyak yang ribut dan mencari pasangannya masing-masing,
masih banyaksiswa yang keliru dalam mencari pasangan.
• Jika waktu sudah habis, mereka harus di beritahu bahwa
waktu sudah habis, siswa yang belum menemukan
pasangannya di minta untuk berkumpul tersendiri dan
mendapat hukuman.
• Guru dan peneliti memanggil pasangan untuk presentasi.
Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan
memperhatiakan dan memberikan tanggapan apakah
pasangan itu cocok atau tidak. Ada siswa yang bisa
memprsentasikan hasil diskusinya dengan teman
pasangannya.
• Guru dan peneliti memberikan konfirmasi tentang kebenaran
dan kecocokan pertanyakaan dan jawaban dari pasangan yang
memberikan presentasi, begitu seterusnya sampai serluruh
pasangan melakukan presentasi.
❖ Kegiatan Penutup (10 menit)
Pada kegiatan penutup guru dan siswa membuat kesimpulan tentang
perubahan ruang dan interaksi antar ruang akibat faktor alam dan
manusia. Peserta didik bersama guru berdoa untuk mengakhiri
pelajaran, guru memberi salam penutup.

b. Hasil Observasi
Hasil observasi di peroleh dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti
terhadap guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung
dengan mengisi lembar observasi yang telah disiapkan, peneliti
33

melakukan observasi terhadap sikap perilaku siswa selama proses


pembelajaran berlangsung serta keterampilan guru dalam mengajar dan
menggunakan model Make a Match pada materi perubahan ruang dan
intraksi antrruang akibat faktor alam dan manusia.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan terlihat sudah kriteria-
kriteria yang sudah ditetapkan, namun masih ada kekurangan-
kekurangan dan hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
Tabel 3.4
Hasil Aktivitas Siswa kelas VIII Siklus I
No Kegiatan Guru Skor
1 Sekor perolehan 20

2 Sekor maksimal 30

3 Persentase 66,66%

4 Katagori Baik

Dari tabel 3.4 diatas, data hasil observasi aktivitas siswa selama
proses pembelajaran dengan menggunakan Make a Match pada siklus
I tergolong aktif di lihat dari skor perolehan 20 dan skor maksimal 30
dengan prsentase mencapai 66,66%. Hal ini dapat dilihat dari
antusiasme siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Walaupun
aktivitas siswa perlu ditingkatkan lagi agar berdampak juga pada
peningkatan hasil belajar IPS.
Hasil evaluasi di laksanakan pada tiap akhir siklus. Evaluasi di
laksankan dalam bentuk soal isian. Data hasil belajar siswa dapat
dilihat pada tabel berikut :
34

Tabel 3.5
hasil evaluasi belajar siswa Siklus I
Kelas VIII
No Analisis Hasil Belajar Siswa Hasil Belajar

1 Jumlah Siswa 22

2 Nilai Tertinggi 80

3 Nilai Terendah 60

4 Jumlah Siswa Yang Ikut Tes 22

5 Jumlah Siswa Yang Tuntas 12

6 Jumlah Siswa Yang Tidak Tuntas 10

7 Jumlah Nilai 1,525

8 Nilai Rata-Rata 69,32%

9 Jumlah Siswa Yang Tuntas Secara Klasikal 54,54%

10 Katagori Ketuntasan Tidak Tuntas

Dari data tabel kelas IX siklus I dapat dilihat hasil belajar


evaluasi siswa sengan jumlah siswa yang ikut tes 22 orang, hanya
12 orang siswa yang dinyatakan tuntas dan yang tidak tuntas 10
orang dengan nilai rata-rata 69,36 dengan jumlah siswa yang
tuntas secara kelasikal mencapai 54,54%. Hal ini disebabkan
karena siswa belum memahami secara mendalam materi tersebut.
Sementara ketuntasan siswa yang diharapkan mencapai 85%.
Dengan begitu perlu diadakan perbaikan pada siklus berikutnya.

c. Tahap Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus 1
menunjukan bahwa hasil belajar yang di peroleh belum mencapai
indikator keberhasilan kinerja yang telah di tetapkan yaitu 85% siswa
35

2. Hasil Penelitian Siklus II


Kegiatan pembelajaran dalam pembelajaran siklus II hampir sama
dengan siklus I, namun pada siklus II di lakukan perbaikan berdasarkan
hasil refleksi pada siklus I.
Siklus II berlangsung dalam dua kali pertemuan yaitu pada tanggal 23
Agustus 2021, selama 3x45 menit. Pada pertemuan ini siswa melakukan
kegiatan pembelajaran tentang “Mengenal negara-negara ASEAN
(Philipina, Thailand, Brunei Darusalam) Evaluasi dilaksanakan dengan soal
berbentuk isian sebanyak 12 item. Dengan alokasi waktu 15 menit.
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II terdiri dari 4 tahapan yaitu:
Perencanaan, Pelaksanaan tindakan, Observasi, Evaluasi dan refleksi.
a. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan oleh guru (Peneliti) pada tahap perencanaan ini
adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan skenario pembelajaran (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran)
2) Menyiapkan alat peraga berbentuk kartu soal dan kartu jawaban
3) Menyiapkan lembar observasi aktivitas siswa dan guru
4) Menyusun soal evaluasi untuk mengetahui kualitas hasil belajar

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan


Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan tindakan
adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas sesuai dengan
rencana pembelajaran yang telah di susun berdasarakan rencana
pelaksanaan pembelajaran pada siklus II dengan menggunakan Make a
Match. Pelaksanaan pembelajaran hampir sama dengan siklus I, namun
pada siklus II proses pembelajarannya dilaksanakan berdasarkan hasil
refleksi pada siklus I.
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan Tindakan
yaitu :
1) Kegiatan Awal (Pendahuluan)
36

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah guru


melaksanakan kegiatan pembelajaran di dalam kelas sesuai dengan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus II yang telah
disusun, serta menggunakan model Make a Match yang sesuai dengan
materi pembelajaran pada siklus II dengan mengacu pada siklus I.
Pada tahap kegiatan awal atau pendahuluan, guru memberi
motivasi dan mengeksplorasi pengetahuan awal siswa dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan materi yang
akan diajarakan kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai serta menjelaskan metode yang digunakan dengan jelas
dan bersama-sama membuat kontrak belajar.
2) Kegiatan inti
Kegiatan pada tahap ini, guru mengawalnya dengan
mengkondisikan kelas suapaya tertib baru kemudian guru dan peneliti
memulai dengan membagi kelompok. Kelompok A membawa kartu
pertanyaan dan kelompok B membawa kartu jawaban. Masing-
masing dari kelompok mengatur posisi sehingga belajar saling
berhadepan. Setelah itu guru menjelaskan aturan permainan kartunya.
Setiap kelompok di bagikan beberapa kartu sesuai dengan
kelompoknya (kelompok pertanyaan dan kelompk jawaban) jika
masing-masing kelompok telah mendapatkan kartu, setelah itu siswa
memikirkan jawaban atas pertanyan yang meraka dapat lalu mencari
pasangannya masing-masing. Jika ada yang sudah menemukan
jawaban atau pasangan maka masing-masing pasangan maju kedepan
untuk mencocokan jawaban dan pertanyaan dan mempresentasikan
melalui pasangan kartu yang telah mereka cocokkan. Agar siswa
lebih memahami materi yang disampaikan oleh guru. Namun guru
juga tidak lupa memberikan motivasi kepada siswa agar berani
mengajukan pertanyaan terhadap materi yang belum dipahami oleh
siswa.
37

3) Kegiatan Akhir (Penutup)


Pada tahap akhir (penutup) kegiatan pembelajaran, guru
menyimpulkan materi bersama dengan mengajukan pertanyaan
kepada siswa terkait materi tersebut. Kemudian guru memberikan
tugas kepada siswa untuk materi selanjutnya
c. Tahap Observasi dan Evaluasi
Data aktivitas belajar siswa selama kegiatan pembelejaran
berlangsung di peroleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas
belajar siswa yang dilakukan oleh peneliti.
Tabel 3.6
Data Hasil Aktivitas Siswa kelas VIII Siklus II
No Kegiatan Guru Sekor

1 Sekor perolehan 27

2 Sekor maksimal 30

3 Persentase 90%

4 Katagori Sangat Baik


Dari table. Diatas, data hasil observasi siswa bahwa nilai
aktivitas selama proses pembelajaran dengan menggunakan
model Make a Match pada siklus II tergolong tinggi. Dimana
pada saat mencapai nilai perolehan 27 dan skor maksimal 30
dengan krekteria persentase mencapai 90% dengan kriteria
sangat aktif. Hal ini dapat membuktikan bahwa terjadi
peningkatan aktivitas belajar siswa dari siklus sebelumnya. Jadi
kesimpulannya bahwa dengan menggunakan model make a
match dapat meningkatkan akitivitas dan hasil belajar, maka
sangat penting dalam proses pembelajaranmenggunakan model
Make a Match terebut.
38

1) Evaluasi Hasil Belajar Siswa


Evaluasi di laksanakan pada tiap akhir siklus.
Dilaksankan dengan memberikan soal isian sebanyak 12 soal.
Sehingga di peroleh data sebagai berikut:
Tabel 3 . 7
hasil evaluasi belajar siswa Siklus II
Kelas VIII
No Analisis Hasil Belajar Siswa Hasil Belajar

1 Jumlah Siswa 22

2 Nilai Tertinggi 95

3 Nilai Terendah 65

4 Jumlah Siswa Yang Ikut Tes 22

5 Jumlah Siswa Yang Tuntas 20

6 Jumlah Siswa Yang Tidak Tuntas 2

7 Jumlah Nilai 1,940

8 Nilai Rata-Rata 88,18%

9 Jumlah Siswa Yang Tuntas Secara Kelasikal 90,90%

10 Katagori Ketuntasan Tuntas

Dari data tabel diatas dapat di lihat bahwa hasil nilai siswa
ada peningkatan bahwa nilai tertinggi mencapi 95 dengan nilai
sangat baikdan nilai terendah mencapai 65 dengan kualifikasi
cukup baik. Sedangkan pada jumlah nilai rata-rata siswa
mencapai 88,18 dengan ketuntasan nilai klasikal mencapai
90,90% ini menandakan bahwa ketuntasan belajar siswa
dikatagorikan sudah mencapai krekteria ketuntasan klasikal.
Siswa dikatakan tuntas apabila lebih mencapai dari 85%.
Meskipun ada bebrapa siswa yang yang belum tuntas secara
39

individu penelitian ini dapat diberhentikan karena telah


mencapai dari 85%. Dengan begitu tidak perlu diadakan
perbaikan pada siklus selanjutnya.

B. Pembahasan
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebagai upaya untuk
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS siswa kelas IX di MTs. Jauharotul
Huda Jakarta dengan menggunakan model Make a Match. Penelitian ini
dilaksanakan dalam 2 siklus dan pelaksanaannya dari tanggal 19 Agustus 2022.
Berdasarkan hasil pelaksanaan pada siklus I dan II dapat dinyatakan
bahwa pembelajaran IPS menggunakan model Make a Match dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IX MTs. Jauharotul Huda
Jakarta. Sebelum melaksanakan pembelajaran pada siklus I, terlebih dahulu
telah disusun perencanaan pelaksanaan pembelajaran yaitu skenario
pembelajaran yang disusun sebagai langkah-langkah yang akan dilakukan oleh
guru dalam kegiatan belajar mengajar. Di samping itu peneliti juga membuat
lembar observasi aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung. Untuk mengukur penguasaan siswa dalam materi “Interaksi
Antar Negara Asia dengan Negara lainnya”, peneliti menyiapkan alat berupa
soal isian sebanyak 5 soal.
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, adapun tiap siklus terdiri
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pada tahap
perencanaan guru dan peneliti membuat RPP dan menyusun lembar
observasi aktivitas siswa dan guru, pada pelaksanaan tindakan guru melakukan
proses pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun,
pada tahap observasi atau pengamatan saat proses belajar mengajar dilakukan
secara kolaboratif dengan guru mata pelajaran, sedangkan yang diamati adalah
aktivitas siswa dan guru, pada tahap refleksi guru menyusun perbaikan-
perbaikan terhadap kekurangan pada siklus sebelumnya. Sebelum guru
memulai kegiatan belajar mengajar guru terlebih dahulu menginformasikan
metode yang akan digunakan oleh siswa yaitu: siswa di bagi dalam empat
40

kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok diminta


berhadapan. Guru dan peneliti membagikan kartu dan jawaban kepada
kelompok A untuk soal dan kelompok B untuk jawaban begitu juga dengan
kelompok lain. Guru harus menyampaikan bahwa mereka harus
mencari/mencocokan kartu kelompok dengan lain.
Tetapi sebelum mencari pasangan siswa harus memikirkan apa maksud
soal dan jawaban yang sudah di bagikan. Setelah itu baru siswa mencocokan
jawaban mereka kepada kelompok lain. Guru meminta mereka melaporkan diri
kepadanya dan mencatat pada kertas. Guru memanggil pasangan untuk
presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan di hukum
dan memperhatikan, memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau
tidak. Guru memberikan komfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan
pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi. Pada hasil
observasi dan evaluasi siklus I terlihat pada total sekor aktivitas belajar siswa
adalah 66,66% dengan kriteria aktif. Sementara ketuntasan hasil belajar siswa
secara kelasikal masih dibawah 85% yaitu baru mencapai 54,54% dengan sekor
nilai rata-rata 69,32 hal ini disebabkan karena ada beberapa kekurangan dalam
proses belajar mengajar dan kurang terbiasanya dalam pembelajaran
menggunakan model Make a Match ini, rendahnya keaktifan siswa selama
mengikuti pelajaran, hal ini di sebabkan kurangnya penguatan yang diberikan
oleh guru, pengelolaan terhadap waktu pembelajaran, persiapan dan
perencanaan dalam proses pembelajaran berlangsung begitupun sebaliknya
dengan guru yang mengajar menggunakan model atau metode Make a Match
hal ini dapat dilihat dari hasil observasi pada siklus I pertemuan pertama dan
kedua.
Setelah melihat kekurangan pada siklus I dan melakukan perbaikan pada
siklus II terlihat peningkatan aktivitas belajar dan hasil belajar, dari hasil
observasi sebelumnya, dan setelah diperbaiki keaktifan siswa kelas IX
mencapai 90%, hasil evaluasi atau nilai rata-rata kelas IX mencapai 88,18%
dan ketuntasan kelasikal mencapai 90,90% peningkatan aktivitas siswa kelas
IX ini disebabkan karena menggunakan model atau metode Make a Match
41

sudah lebih tepat dimana kelebihan dalam menggunkan medol Make a Match
dapatmeningkatkan keaktifan belajar siswa pada proses pembelajaran. Hal ini
disebabkan karena siswa terlihat cukup baik dalam kesiapan mengikuti
pelajaran. Interaksi siswa dengan guru tentang materi yang belum di mengerti,
dan pada saat berdiskusi siswa sudah memulai berintraksi dengan siswa lain.
Jadi sebenarnya peningkatan keaktifan siswa tidak terlepas dari peranan
guru sebagai mediator dan fasilitator. Berdasarkan hal tersebut pembelajaran
dengan menggunakan model atau metode Make a Match merupakan model
pembelajaran yang mendorong siswa untuk berdiskusi, kerjasama untuk
menyelesaikan suatu masalah dan tugas atau mengerjakan sesuatu untuk
mencapai tujuan bersama teman lainya.
Dari hasil observasi yang telah di peroleh pada pembelajaran siklus I dan
siklus II dapat disimpulkan bahwa penerapan model Make a Match dapat
meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, secara
keseluruhan bahwa penggunaan model Make a Match pada mata pelajaran IPS
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini di sebabkan
karena model pembelajaran ini dapat memudahkan anak dalam memahami
materi serta membangkitkanmotivasi siswa dalam belajar.
Melalui model pembelajaran ini siswa mendapatkan pengalaman secara
langsung, membuktikan konsep secara menyenangkan, menggali kreativitas,
melatih cara berfikir tingkat tinggi, menguatkan hafalan, dapat belajar
bekerjasama dengan temannya. Selain itu model pembelajaran ini dapat
meningkatkan keterampilan kognitif, keterampilan motorik halus, melatih
kemampuan nalar, melatih kesabaran dan meningkatkan keterampilan sosial.
Jadi model Make a Match merupakan salah satu model pembelajaran yang
dapat bermanfaat untuk siswa dan dapat motivasi atau dorongan untuk belajar
siswa. Kareana dengan bermain kartu siswa akan melatih sel-sel otaknya
untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.
Seperti yang di kutip oleh Dimayati dan Mudjiono dalam hidayati (2004)
dengan belajar secara aktif di harpkan siswa akan mengenal dan
mengembangkan kafasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh.
42

Menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat di


sekitarnya. Di samping itu siwa dapat lebih terlatih dan berprasangka, berpikir
secara teratur, keritis, tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari
serta lebih terampil serta menggali, menjajah, mencari dan mengembangkan
informasi yang bermakna baginya.
Dengan demikian berdasrakan pendapat peneliti ini bahwa menggunakan
model Make a Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada
mata pelajaran IPS siswa kelas IX di MTs. Jauharotul Huda Jakarta.
43

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan penelitian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
penerapan model kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa kelas IX MTs. Jauharotul Huda Jakarta pada mata
pelajaran IPS. Dengan menggunakan model make a match, siswa
mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan aktif dalam pembelajaran
belangsung.
Hal ini dapat dilihat pada siklus I hasil dari observasi aktivitas siswa yaitu
66,66% dengan rata-rata nilai siswa 69,32 dan ketuntasan klasikal sebesar
54,54%. Pada siklus II hasil observasi aktivitas siswa meningkat menjadi 90%
dan rata-rata nilai sebesar 88,18 dengan ketuntasan nilai klasikal yang
berjumlah 90,90%.

B. Saran
Berdasarkan hasl penelitian yang telah dilakukan di MTs. Jauharotul
Huda Jakarta dengan menggunakan model Make a Match untuk meningkatkan
keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran IPS, maka peneliti memberikan
beberapa saran kepada:
Pertama bagi guru kelas diharapkan untuk dapat menggunakan model
pembelajaran, khususnya model Make a Match dalam proses belajar mengajar
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa tidak hanya pada mata
pelajaran IPS tapi juga pada mata pelajaran lain.
Kedua bagi siswa diharpkan agar lebih aktif dan termotivasi dalam
kegiatan pembelajaran melalui model Make a Match.
Ketiga bagi kepala sekolah diharpkan dapat mengambil kebijakan untuk
para guru agar menerapkan penggunaan model Make a Match dalam proses
belajar mengajar di sekolah guna untuk meningkatkan mutu pendidikan.

43
44

DAPTAR PUSTAKA

Adriani, dkk, 2010, Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka


Aqib, 2016, Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Yrama Widy
Arifin, 2016, Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Arikunto, Suharsimi, 2017, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: PT. Bumi Aksara
Arum Rahma Sopiya. 2013, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Make A Match Untuk Meningkatkan Motivasi Hasil Belajar Sosiologi Siswa
Kelas XI IPS 3 SMA Negri 3 Wonogiri”, Skripsi Uiniversitas Sebelas Maret
Surakarta
Dhestha Hazilla Aliputri. 2018, ”Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
make a match berbantuan kartu bergambar untuk meningkatkan hasil belajar
siswa”, Jurnal Bidang Pendidikan Dasar (JBPD), Vol.2 No. 1A April 2018
Dinda setiani. 2017, “Penerapan Strategi Make A Match Pada Mata Pelajaran Ips
Terpadu Dengan Tema Pengaruh Interaksi Sosial Terhadap Mobilitas Sosial
Untuk Siswa Kelas VIII Smpn 1 Kartasura Kabupaten Sukoharjo,Skripsi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamadiyah
Surakarta, 25 Oktober 2017
Etin Solihatin, 2011, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran Ips, PT
Bumi Aksara
https://WWW, massofa-wordpress>Pengertian,Ruang Lingkup Ips. Di Akses
Tanggal 9-Desember-2010
Krisno Prastyo Wibowo, Marzuki 2015. “ Penerapan model make a match
berbantuan media untuk Meningkatan motivasi dan hasil belajar
ips”,Harmoni sosial: Jurnal Pendidikan Ips,Volume 2, No 2, September 2015
Masitoh, dan Laksmi Dewi, 2009, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Dirjen
Pendidikan Islam Depag RI
Miftaul Huda, 2017, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, Yogyakarta:
Pustaka Belajar
Muhamad faturrohman,2017, model-model pembelajaran inovatif,Jakarta: Ar-
Ruzz Media
Muhibbin Syah, 2010, Psikologi Pendidikan Edisi Revisi, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Muhamad Nurman, Evaluasi Pendidikan Sayang-Sayang Cakra Negara
Mataram, Institut Agama Islam Negri (IAIN) Mataram
Nana Sudjana, 2009, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung:
RemajaRosdakarya
Nurkencana, 1990, Evaluasi Hasil Belajar, Surabaya: Usaha Nasional, 1990
Oemar Malik, 2013, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara
45

Sobry Sutikno, 2013, Belajar dan Pembelajaran, Lombok: Holistika


Suharsimi Arikunto Dkk, 2014, Penelitian Tindakan Kelas : Pt Bumi Akasara,
Jakarta
Terianto, 2007, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik
Jakarta, Perstasi Pustaka
Viviani Diyah riyantika. 2016, ”Penerapan model Koopratif tipe make a match
dalam meningkatkan minat dan hasil hasil belajar siswa X 3 SMA Pengudi
luhur pada materi protista”, Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Wirawan Andianto Abdullah. 2015, “Penerapan model pembelajaran kooperatif
tipemake a match dalam meningkatkan minat dan hasil belajar matematika
siswa kelas III SD Negeri 3 Palar, Klaten”, Skripsi, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
46

LAPORAN HASIL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH DALAM


MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA
KELAS IX PADA PEMBELAJARAN IPS
DI MTS JAUHAROTUL HUDA JAKARTA

Di Susun Oleh :
KOMARIAH, S.Pd
NIP. 197109052007102003

KANTOR KEMENTRIAN AGAMA KOTA


MTS JAUHAROTUL HUDA
OKTOBER 2022
47

DAFTAR ISI

JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………. 1
B. Sasaran Tindakan ……………………………………………… 3
C. Rumusan Masalah ……………………………………………... 4
D. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 4
E. Manfaat dan Hasil Penelitian ………………………………….. 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Tinjauan Tentang Model Kooperatif Type Make A Match……. 6
1. Pengertian Kooperatif …………………………………….. 6
2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif …………………………. 7
3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif ……………………….. 7
4. Manfaat Belajar Kooperatif ………………………………. 8
5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif …….. 8
B. Tinjauan Tentang Make A Match ……………………………... 9
1. Pengertian Model Make A Match ………………………… 9
2. Langkah-Langkah make a match …………………………….. 10
3. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make a 10
Match………………………………………………………………
C. Tinjauan Tentang Aktivitas Belajar ……………………………. 11
1. Pengertian Aktivitas Belajar ………………………………. 11
2. Jenis-jenis Aktivitas Belajar ………………………………. 12
D. Tinjauan Tentang Hasil Belajar ……………………………….. 13
1. Pengertian Hasil Belajar …………………………………... 13
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ………… 14
E. Tinjauan Tentang IPS ………………………………………….. 15
1. Pengertian IPS …………………………………………….. 15
2. Tujuan IPS ………………………………………………… 15
3. Ruang Lingkup Kajian IPS ………………………………... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian …………………………………………………
B. Setting dan Subjek Penelitian ………………………………….. 17
C. Desain Penelitian ……………………………………………… 18
D. Metode Pengumpulan Data ……………………………………. 19
22
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian …………………………………………………
B. Pembahasan …………………………………………………… 29
39
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………..
B. Saran …………………………………………………………... 43
43
DAFTAR PUSTAKA

ii
48

Anda mungkin juga menyukai