Anda di halaman 1dari 39

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD


DALAM RANGKA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SISWA KELAS VII SEMESTER I
SMPN 5 KOTA SERANG
PADA MATERI POKOK ARITMATIKA SOSIAL
TAHUN PELAJARAN 2013/ 2014

(Proposal Penelitian Tindakan Kelas)


Pada Siswa Kelas VII SMPN 5 KOTA SERANG

Disusun oleh :

AYAT SUPRIYATNA A.Md. Pd


NUPTK: 13286218010453
BAB I . PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Berdasarkan Undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan

nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikakan nasional adalah untuk

berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman betaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional tersebut sangat relevan dengan kondisi dalam era

globalisasi saat ini.Dimana suasana kehidupan menjadi semakin rumit, cepat berubah

dan sulit diprediksi.Kondisi ini membwa dampak pesaingan yang sangat ketat untuk

mendapatkan kehidupan yang layak, siapa yang memiliki keunggulan kompetitif dia

yang mendapatkan kemudahan hidup.

Masalah pendidikan yang utama di Indonesia sangat rendahnya mutu pada

setiap jenjang pendidikan. Setelah dilakukan perbaikan dalam bidang pendidikan,

semakin disadari bahwa semakin banyak kekurangan-kekurangan tersebut adalah

terletak pada inti kegiatan pendidikan itu sendiri yaitu proses belajar mengajar yang

melibatkan anak didik dan pendidik, salah satu contoh yaitu penggunaan satu metode

mengajar.

Menurut Djamarah tahun 2005, penggunaan satu metode, lebih cenderung

menghasilkan kegitan hasil belajar mengajar yang membosankan bagi siswa, jalan
pengajaran pun tampak kaku siswa kurang bergaiah belajar, kejenuhan dan

kemalasan menyelimuti kegiatan belajar siswa.

Salah satu metode yang biasa digunakan adalah metode ceramah, metode

ceramah adalah metode yang boleh dikatakan konvensional, karena sejak dulu

metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan

siswa.Dalam penerapannya, proses belajar mengajar lebih berpusat pada guru, siswa

hanya mendengarkan, menulis dan menghafalkan materi yang diajarkan dan

mengajarkan soal secara individu ditempat masing-masing.

Dewasa ini telah banyak dikembangkan model pembelajaran, seperti model

pembelajaran kooperatif dan model diskusi kelas. Menurut Ibrahim, dkk (2000) suatu

model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan

struktur penghargaan. Demikian juga dengan model pembelajaran kooperatif dan

model pembelajaran diskusi.

Menurut Nur (1996), terkait dengan tuntutan dan tantangan kehidupan masa

depan untuk menerapkan dan mengembangkan wawasan kekeluargaan dan

kebersamaan, keunggulan, yakni suatu wawasan yang akan menumbuhkan etos kerja

yang maksimal, kemauan untuk mencapai prestasi tertinggi, sikap kritis, keimanan

dan ketakwaan, keahlian dan profesional, karya dan cipta, kemandirian dan

kewirausahaan, maka sangat tepat bila pembelajaran di kelas semakin menekankan

dan membutuhkan siswa aktif terutama pengajaran pada Sekolah Menengah Pertama

(SMP).
Banyak penelitian menunjukkan bahwa dalam latar kooperatif, siswa lebih

banyak belajar dari temannya sendiri sesama siswa daripada belajar dari guru.Metode

pembelajaran memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi sesama

temannya. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif

memiliki dampak yang sangat positif bagi siswa yang rendah hasil belajar, suasana

belajar kooperatif juga mampu menghasilkan prestasi yang tinggi, hubungan yang

lebih positif dan penyesuaian psikologi yang lebih baik daripada suasana belajar yang

penuh dengan persaingan dan memisah memisahkan siswa (Anita Lie, 2002).

Hal inilah yang terjadi di SMP Negeri 5 Kota serang, informasi yang dipeoleh

dari hasil wawancara peneliti denga guru matematika Kelas VII, dengan penggunaan

metode ceramah sebagian besar siswa sering mengalami kesulitan dalam memahami

materi yang diajakan, mereka merasa pelajaran matematika adalah pelajaran yang

sulit. Disamping itu aktifitas siswa selama proses belajar mengajar juga masih sangat

kurang sehingga pada akhirnya prestasi belajar siswa menjadi rendah. Sebagai

gambaran situasi tersebut, berikut ini diuraiakan tentang perolehan nilai ulangan

harian siswa kelas VII semester I tahun pelajaran 2013/2014 dapat dilihat dilihat pada

tabel 1.1.

Tabel 1.1 Tabel nilai rata-rata ulangan harian mata pelajaan matematika semester I

kelas VII SMP Negeri 5 kota serang tahun pelajaran 2013/2014.

No Ulangan Harian Nilai Rata-rata


1 Bilangan bulat 5,62
2 Pecahan 4,17
3 Operasi hitung aljabar 5,43
4 Persamaan linear 1 variabel dan pertidaksamaan linear 5,23

1 variabel

Dari data diatas diketahui bahwa nilai rata-rata ulangan harian matematika

pada pokok bahasan pecahan masih sangat rendah. Oleh karena itu diperlukan

pemilihan model pembelajaran yang tepat. Siswa SMP Negeri 5 kota serang pada

umumnya belum memiliki interaksi yang besifat kooperatif artinya belum belajar

secara besama dalam suatu kelompok, dimana siswa masih belajar secara

individualistis tanpa ada saling tukar fikiran, contoh nampak dari siswa yang pintar

atau siswa yang mempunyai kemampuan lebih setelah mereka memperoleh

pengajaran dari guru dan memahami konsep yang diberikan, mereka tidak mau

membimbing dan mengajarkan temannya yang kurang memahami konsep sehingga

siswa yang kurang atau minim pengetahuannya tetap tidak ada perkembangan.

Perbedaan ini perlu ditekan sekecil mungkin supaya tidak menimbulkan efek

psikologi bagi siswa untuk diperlukan suatu sarana berupa model pembelajaran yang

mampu membuat terjalinnya kerjasama diantara siswa yaitu salah satu pembelajaran

kooperatif tipe STAD (Student Team Achievemen Division).

B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “apakah melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan hasil belajar materi pokok Aritmatika sosial pada siswa kelas VII

SMP Negeri 5 Kota Serang Tahun Pelajaran 2013/2014.


C.    Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa

materi pokok Aritmatika sosial melalui pembelajaran kooperatf tipe STAD (Student

Team Achievemen Division).

D.    Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievemen

Division).Dalam meningkatkan hasil belajar materi pokok Aritmatika sosial pada

siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kota Serang Tahun Pelajaran 2013/2014.

Secara umum penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

-  Siswa

Dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran

matematika khususnya dalam materi pokok Aritmatika sosial standar kompetensi

dapat dituntaskan oleh siswa secara optimal.

-  Guru

Sebagai salah satu pedoman bagi guru dalam memilih metode pembelajaran

khususnya dalam materi pokok Aritmatika sosial

-  Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk memperkaya

khasanah ilmu pengetahuan, pengembangan strategi pembelajaran dan dapat menjadi

alternatif dalam mengatasi masalah pembelajaran terutama mata pelajaran


Matematika materi pokok Aritmatika sosial pada siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kota

Serang.

a.        Definisi Istilah

1.        Model Kooperatif

Model Kooperatif adalah model pembelajaran dengan sejumlah siswa sebagai

anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.

2.        Tipe STAD

STAD (Student Team Achievement Division) yaitu menekankan pada kerja

sama untuk mengembangkan keterampilan penalaran dan fisik seseorang untuk

membangun suatu gagasan atau pengetahuan baru / meningkatkan pengetahuan yang

sudah terbentuk untuk mencapai tujuan bersama.

3.        Hasil Belajar

Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah

melalui kegiatan belajar. Hasil belajar adalah terjadinya perubahan dari hasil

masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil dan masukan dari

lingkungan berupa rancangan dan pengelolaan motivasional tidak berpengaruh

terdadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai tujuan belajar

Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu apabila dalam dirinya telah terjadi

suatu perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan yang terjadi. Jadi hasil belajar

merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari proses

belajar, maka didapat hasil belajar.


BAB II .  KAJIAN PUSTAKA

A.       Hakekat Matematika


Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara para

matematikawan, apa yang disebut matematika itu. Sasaran penelaahan matematika

tidaklah konkrit, tetapi abstrak. Dengan mengetahui sasaran penelaahan matematika,

kita dapat mengetahui hakekat matematika yang sekaligus dapat kita ketahui juga

cara berpikir matematika itu. Kalau kita telaah, matematika itu tidak hanya

berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan unsur

ruang sebagai sasarannya. Kalau pengertian bilangan dan ruang ini dicakup menjadi

satu istilah yang disebut kuantitas, maka nampaknya matematika dapat didefinisikan

sebagai ilmu yang mengenai kuantitas. Tetapi bagaimana halnya dengan geometri

proyeksi yang lebih mementingkan tentang kedudukan dari pada kuantitas? Terlebih

lagi sejak permulaan abad 19, matematika berkembang yang sasarannya ditujukan ke

hubungan, pola, bentuk, dan struktur (Hudojo. H, 1988:2).

Misalnya saja satu potong garis, ini tidak memberikan pengertian apa-apa.

Potongan garis itu barulah berarti bila ada garis lain yang diletakkan didekatnya

untuk diliat sebagai kemungkinan yang ada, misalnya perbandingan yang panjang.

Hubungan yang ada dalam matematika memang bertalian erat dengan kehidupan

sehari-hari misalnya saja tentang kesamaan, lebih besar dan kecil. Hubungan-

hubungan itu kemudian diolah secara logic-deduktif. Karena itu dapat dikatakan

bahwa matematika itu sama saja dengan hubungan-hubungan yang bebas dari isi

materialnya hal-hal yang ditelaah. Yang dimaksud pola adalah suatu sistem mengenai

hubungan-hubungan di antara perwujudan alamiah. Perwujudan alamiah yang


nampak rumit, sering kali dengan abstraksi di dalam pikiran, biasanya dapat

diketemukan pola. Dengan demikian menjadi tugas matematikalah untuk menemukan

hubungan-hubungan di dalam alam ini dan menganalisis pola-polanya sehingga pola-

pola itu dapat dikenal bila muncul. Dari tinjauan ini, matematika merupakan

penggolongan dan penalaahan tentang semua pola. Ini berarti penggolonga dan

penelaahan itu mencakup hampir setiap macam keteraturan yang dapat dikenal

pikiran (Hudojo. H, 1988:2-3).

Analisis hubungan-hubungan teori dalam matematika merupakan

pembuktian dalam matematika berbentuk rumus (teorema, dalil) matematika. Karena

itu bentuk suatu rumus matematika lebih penting dari simbul-simbul yang

dipergunakan. Penelaahan bentuk dalam matematika membawa matematika itu ke

struktur-struktur. Jadi matematika itu dapat pula didefinisikan sebagai penelaahan

tentang struktur-struktur itu. Penelaahan terhadap struktur inilah yang merupakan ciri

matematika yang berkembang sampai saat ini. Sasaran matematika lebih dititik

beratkan ke struktur sebab sasaran terhadap bilangan dan ruang tidak banyak artinya

lagi dalam matematika. Kenyataan yang lebih utama ialah hubungan-hubungan antara

sasaran-sasaran itu dan aturan-aturan yang menetapkan langkah-langkah operasinya.

Matematika sebagai ilmu mengenal struktur dan hubungan-hubungannya,

simbul-simbul diperlukan. Simbul-simbul itu penting untuk membantu memanipulasi

aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Simbulisasi menjamin adanya

komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep


baru. Konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya

sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara hirarkis. Simbulisasi itu

barulah berarti bila suatu simbul itu dilandasi suatu ide. Jadi kita harus memahami ide

yang terkandung dalam symbul tersebut. Dengan perkataan lain, ide harus dipahami

terlebih dahulu sebelum ide tersebut disimbulkan. Secara singkat dikatakan bahwa

matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun

secara hirarkis dan penalarannya deduktif (Hudojo. H, 1988:3).

Pada dasarnya apabila dikatakan mengajar, tentu ada subjek yang diberi

palajaran,yaitu peserta didik dan ada subyek yang mengajar yaitu pengajar. Pengajar

disini dapat saja tidak langsung berhadapan muka dengan yang diberi pelajaran,

misalnya melalui media seperti buku teks, modul dan lain-lain. Dari uraian ini tersirat

bahwa mengajar itu adalah suatu kegiatan dimana pengajar menyampaikan

pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Tujuan mengajar

adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik. Karena

itu, mengajar yang baik itu jika hasil belajar peserta didik baik. Pernyataan ini dapat

dipenuhi, bila pengajar mampu memberikan fasilitas belajar yang baik sehingga dapat

terjadi proses belajar yang baik (Hudojo. H, 1988:5).

Apabila terjadinya proses belajar matematika itu baik, dapat diharapkan hasil

belajar peserta didik akan baik pula. Dengan proses belajar matematika yang baik,

subyek yang belajar akan dapat memahami matematika dengan baik pula dan ia

dengan mudah mempelajari matematika selanjutnya serta dengan mudah pula


mengaplikasikannya kesituasi baru, yaitu dapat menyelesaikan masalah baik dalam

matematika itu sendiri maupun ilmu lainnya atau dalam kehidupan sehari-hari. Dari

uraian tersebut di atas, terlihat pula bahwa mengajar itu suatu kegiatan yang

melibatkan pengajar dan peserta didik. Peserta didik diharapkan belajar karena

adanya intervensi pengajar. Dengan intervensi ini, diharapkan peserta didik menjadi

terbiasa belajar sehingga ia mempunyai kebiasaan belajar (Hudojo. H, 1988:5).

Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia berhubungan dengan ide

dan penalaran. Ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran manusia itu merupakan

sistem-sistem yang bersifat untuk menggambarkan konsep-konsep abstrak, dimana

masing-masing sistem bersifat deduktif sehingga berlaku umum dalam

menyelesaikan maslah.

Sehubungan dengan hal di atas Hudoyo (1988:3).

B.       Hakekat Belajar

Hilgrad (Dimyati dan Mujiono, 1994:9) mengatakan belajar adalah proses

melahirkan atau mengubah  suatu kegiatan melalui jalan latihan, yang dibedakan

dalam perubahan-perubahan oleh faktor-faktor yang tidak termasuk latihan, misalnya

perubahan karena mabuk atau minum ganja bukan termasuk belajar.  Sedangkan

Skiner (Dimyati dan Mujiono, 1994:9) berpandangan bahwa belajar adalah suatu

perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya,

bila ia tidak belajar maka responnya menurun.jadi disini siswa dikatakan telah
mengalami kegiatan belajar jika prilakunya, baik aspek kognitif, afektif, maupun

psikomotornya telah mengalami perubahan menuju arah yang lebih baik.

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.

Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan

suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat akan tetapi lebih luas dari

pada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,

melainkan perubahan Kelakuan. (Oemar Hamalik, 2005:36). Pendapat lain

mengatakan “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2003:2).

Selanjutnya menurut Sardiman (2003:20-21) belajar dapat dilihat dalam arti

luas maupun sempit atau khusus. Dalam pengertian luas belajar dapat diartikan

sebagai kegiatan psiko-fisik menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian

dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu

pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian

seutuhnya.

Selain ahli di atas ada juga beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya

tentang belajar dan pembelajaran yaitu:

1)         Menurut Skinner


Belajar adalah suatu perilaku. Pada saat belajar maka responnya menjadi lebih

baik. Sebaliknya jika tidak maka responnya akan menurun. Sehingga oleh Skinner

dalam belajar ditemukan adanya hal sebagai berikut:

-        Kesempatan terjadinya yang menimbulkan respon belajar.

-        Respon si pembelajar

-        Konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut.

Dalam menerapkan teori Skinner guru perlu memperhatikan dua hal yang

penting: pertama pilihan stimulus, kedua penggunaan penguatan. Hal ini dilakukan

untuk menciptakan suasana pembelajaran yang tepat sesuai dengan langkah-langkah

pembelajaran berdasarkan kondisi operan. Adapun langkah-langkah pembelajaran

berdasarkan kondisioning operan tersebut adalah:

-        Mempelajari keadaan Kelas.

-        Membuat daftar penguat positif.

-        Memilih dan menentukan ukuran tingkah laku yang dipelajari dan jenis

penguatnya.

-        Membuat program pembelajaran.

2)         Menurut Gagne

Belajar adalah kegiatan yang kompleks dan terdiri dari tiga komponen penting

yaitu: kondisi eksternal, kondisi internal dan hasil belajar. Sehingga belajar

merupakan interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa dengan
stimulus dan lingkungannya. Proses koginitif tersebut menghasilkan suatu hasil

belajar yang berupa informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik,

sikap dan siasat kognitif. Dan kelima hasil tersebut merupakan kapabilitas.

3)         Menurut Piaget

Pieget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu

melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Pieget juga menyarankan

guru harus memperhatikan empat langkah pembelajaran yaitu:

-    Menentukan topik.

-    Memilih dan mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut.

-    Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang

menunjang proses pemecahan masalah.

-    Menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatiakn keberhasilan dan melakukan

revisi.

4)         Menurut Rogers

Menurut pendapatnya, praktek pendidikan menitik beratkan pada segi

pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru

yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran. Dengan melihat hal tersebut

Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan

pembelajaran. Prinsip pendidikan dan pembelajaran sebagai berikut:

-    Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.

-    Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.


-    Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru,

sebagai bahan yang bermakna bagi siswa.

-    Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-

proses belajar, keterburukan belajar mengalami sesuatu, bekerjasama dengan

malakukan perubahan diri terus-menerus.

-    Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung

jawab dalam proses belajar.

-    Belajar mengalami (eskperimental learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi

diri.

-    Belajar mengalami tuntutan keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.

(Dimyati dan Moedjiono, 2002:7-16)

Dari uraian di atas berarti belajar adalah suatu proses atau serangkaian

kegiatan jiwa-raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari

pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut unsur

cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

C.       Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar

setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar juga merupakan kemampuan yang

diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar adalah terjadinya

perubahan dari hasil masukan pribadi berupa motivasi dan harapan untuk berhasil dan

masukan dari lingkungan berupa rancangan dan pengelolaan motivasional tidak


berpengaruh terdadap besarnya usaha yang dicurahkan oleh siswa untuk mencapai

tujuan belajar Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu apabila dalam dirinya

telah terjadi suatu perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan yang terjadi. Jadi

hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk

dari proses belajar, maka didapat hasil belajar.

Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif mengubah norma budaya dan

membuat norma budaya lebih dapat menerima prestasi sehingga dapat memberi

keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja

sama menyelsaiakan tugas-tugas akademik

Hasil belajar adalah seperangkat pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan

tindakan (psikomotorik) yang diperoleh siswa setelah melewati tahapan pembelajaran

tertentu. Hasil belajar tersebut diwujudkan dari perubahan tingkah laku, sikap belajar

dan pemahaman siswa. Indikator pencapaian hasil belajar tersebut tertuang dalam

laporan dalam hasil belajar siswa. Sesuai dengan konsep KTSP bahwa hasil belajar

siswa ditunjukan dengan kemampuan siswa menguasai standar kompetensi dengan

indikator KKM yang telah ditetapkan .

D.       Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement

Divisions)

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin Robert

dan teman-temannya di Universitas Jhon Hopkin. Metode ini dipandang sebagai yang

paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan pembelajaran koopertaif.


Model ini mengacu kepada belajar kelompok. Anggota team menggunakan lembar

kegiatan atau pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya.

Kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran dan

memecahkan masalah melalui diskusi.

Masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 orang, dibentuk dari anggota

yang heterogen terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,

memiliki kamapuan tinggi, sedang, dan rendah. Salah satu tujuan mengapa anggota

kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan heterogen yaitu agar siswa

dapat saling berbagi (sharing) dan saling melengkapi.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu:

Penyajian kelas, kegiatan kelompok, kuis, skor kemajuan (perkembangan) individu,

dan penghargaan kelompok. Siklus pembelajaran yang teratur dari STAD yaitu:

a.          Penyajian kelas

Guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan penyajian kelas.

Penyajian kelas tersebut mencakup pembukaan, pengembangan dan latihan

pembimbing.

b.          Kegiatan kelompok

Siswa mendiskusikan lembar kerja yang diberikan dan diharapkan saling

membantu sesama anggota kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan

menyelesaikan permasalahan yang diberikan.


Guru perlu mengingatkan siswa dalam kegiatan kelompok untuk

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.     Masing-masing siswa itu sendiri mempunyai tanggung jawab untuk memastikan

teman kelompoknya yang telah mempelajari materi.

2.     Tidak seorangpun siswa selesai belajar sebelum anggota kelompoknya menguasai

materi pelajaran.

3.     Meminta bantuan kepada teman satu kelompok sebelum meminta bantuan pada

guru.

c.          Kuis (Quiz)

Kuis adalah tes dalam bentuk essay yang dikerjakan secara mandiri dengan

tujuan untuk mengetahui keberhasilan siswa belajar kelompok. Hasil tes digunakan

sebagai hasil perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan

dan keberhasilan kelompok.

d.          Skor kemajuan (perkembangan) individu

Skor kemajuan individu ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi

berdasarkan pada seberapa jauh skor kuis terkini melampui rata-rata skor siswa yang

lalu.

e.          Penghargaan kelompok

Penghargaan kelompok adalah pemberian predikat kepada masing-masing

kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor kemajuan kelompok. Skor

kemajuan (perkembangan) kelompok diperoleh dengan mengumpulkan skor


kemajuan masing-masing anggota kelompok kemudian dibagi dengan jumlah anggota

dalam kelompok sehingga diperoleh skor rata-rata kelompok. Dalam memberikan

penghargaan kelompok terdapat tingkatan yaitu: kelompok super (super team),

kelompok hebat (great team), dan kelompok baik (good team).

“Penghargaan yang diterima akan mempengaruhi konsep diri siswa secara

positif yang meningkatkan keyakinan diri siswa” (Slameto, 2003).

f.           Langkah-langkah secara umum proses pembelajaran kooperatif tipe STAD

yaitu:

1.     Tahap pendahuluan

Guru memberikan informasi kepada siswa tentang materi yang akan mereka

pelajari, tujuan pembelajaran, dan pemberian motivasi agar siswa tertarik pada

materi.

a.          Guru membentuk siswa kedalam kelompok yang sudah direncanakan.

b.          Mensosialisasikan kepada siswa tentang model pembelajaran yang digunakan

dengan tujuan agar siswa dapat mengenal dan memahaminya.

c.          Guru memberikan persepsi yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

2.     Tahap Pengembangan

a.      Guru mendemonstrasikan konsep atau keterampilan secara efektif dengan

menggunakan alat bantu atau manipulatif lain.

b.     Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) sebagai bahan diskusi kepada masing-

masing kelompok.
c.      Siswa memberikan kesempatan untuk mendiskusikan LKS bersama kelompoknya.

d.     Guru memantau kerja dari tiap-tiap kelompok dan membimbing siswa yang

mengalami kesulitan.

3.     Tahap penerapan

a.      Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal yang ada

dalam LKS dengan waktu yang ditentukan, siswa diharapkan bekerja secara individu

tetapi tidak menutup kemungkinan mereka saling bertukar pikiran dengan anggota

lainnya.

b.     Setelah siswa selesai mengerjakan soal, lembar jawaban dikumpulkan untuk dinilai.

c.      Guru dan siswa membahas soal-soal LKS.


BAB III. METODE PENELITIAN

A.       Kondisi Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah Siswa kelas VII.4 SMP Negeri 1 Kayangan, jumlah

siswa di kelas ini adalah 31 orang yang terdiri dari 18 orang siswi, dan 13 orang

putra.

B.       Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan menggunakan dua

siklus, setiap siklus menggunakan langkah-langkah :

- Perencanaan.

- Pelaksanaan.

- Observasi.

- Refleksi. Secara lengkap dapat di lihat pada skema

SKEMA GAMBAR RANCANGAN SIKLUS 1 DAN 2


1.        Obyek Tindakan

Proses penelitian tindakan kelas ini dititikberatkan pada peningkatan hasil

belajar siswa melalui proses model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Melalui

strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam meraih hasil

belajar.

1.        Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Kayangan, Kecamatam Kayangan,

Kabupaten Lombok Utara Propinsi NTB. Penelitian dilaksanakan selama dua bulan

mulai Minggu ke tiga bulan November 2012 sampai dengan Minggu keempat bulan

Desember 2012. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII.4 SMPN 1 Kayangan.

2.        Sumber Data

Sumber data penelitian adalah data primer yang diperolah melalui angket,

wawancara, dan observasi pada siwa kelas VII.4 SMP Negeri 1Kayangan.

3.        Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik :

a.     Angket, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data secara cepat dari responden

dalam waktu yang singkat.

b.     Observasi, hal ini dimaksudkan untuk cross check data yang dikumpulkan melalui

angket, tentang sikap dan perilaku guru selama kegiatan, sehingga diharapkan

mendapatkan data yang akurat.


c.     Wawancara, hal ini dimaksudkan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui

angket, dan observasi.

4.        Validasi Data

Agar data yang dikumpulkan valid, maka penulis mengumpulkan data melalui

perpaduan antara angket, observasi, dan wawancara sehingga data yang diperoleh

obyektif , valid, dan dapat dipertanggung jawabkan.

5.        Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian adalah analisis kuantitatif dan kualitatif.

Adapun pengertian data kualitatif dan kuantitatif adalah sebagai berikut :

  Analisis kuantitatif adalah analisis data yang dinyatakan dengan angka.

  Analisis kualitatif adalah analisis data yang dinyatakan dengan kualitatif atau

keterangan yang dilakukan pada data hasil angket, observasi, dan wawancara.

Rancangan penelitian tindakan kelas dilaksanakan dengan menggunakan dua

siklus, setiap siklus menggunakan 4 langkah :

1.     Perencanaan.

2.     Pelaksanaan.

3.     Observasi.

4.     Refleksi. Secara lengkap dapat di lihat pada skema

Analisis digunakan terhadap data hasil penelitiantahap pra siklus, siklus

pertama, dan siklus ke dua. Teknik analisis dilakukan dengan membandingkan


seberapa besar selisih nilai yang diperoleh siswa dalam mengikuti ulangan harian dan

aktifitas siswa selama proses pembelajaran pada setiap tahap.

a.        Jadwal Penelitian

Jadwal kegiatan penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari minggu

ke tiga bulan November sampai dengan minggu keempat bulan Desember. Secara

lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini.

Tabel jadwal kegiatan Penelitian Tindakan Kelas

November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4
No Jenis Kegiatan
1. Penyusunan proposal x x

2. Mengajukan koordinasi x x
3. Melakukan pengkajian teori x x
4. Menyiapkan instrumen x x
5. Melaksanakan pengumpulan data dan x x x

penelitian
6. Menganalisis data x x x
7. Penyusunan laporan x x x
8. Diskusi hasil penelitian x
9. Revisi laporan penelitia x

C.       Pelaksanaan Penelitian

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri

dari empat langkah yaitu perencanaan (Planning), pelaksanaan (actuating), observasi

(observing), dan refleksi (reflecting).

Prosedur penelitian tindakan kelas dilakukan secara bertahap mulai dari

kegiatan awal (pra siklus), pelaksanaan tindakan siklus pertama dan siklus ke dua.
Tahapan Penelitian Tindakan kelas.

1.        Tahap Pra Siklus

Langkah Tindakan pada Kegiatan Pra Siklus

a.        Menginformasikan kepada kelas VII.4 SMPN 1 Kayanganpada saat proses

pembelajaran akan dimulai bahwa kelasnya dijadikan penelitian.

b.        Mengadakan ulangan harian

c.        Menganalisis hasil ulangan

d.        Mengamati aktifitas siswa baik sikap dan perilakunya selama mengikuti proses

pembelajaran maupun ulangan.

e.        Melakukan penelitian.

  Siklus Pertama

Kegiatan penelitian tindakan kelas tahap siklus pertama dilaksanakan

berdasarkan hasil kegiatan tahap pra siklus. Tahap siklus pertama diterapkan

tindakan penelitian dengan menggunakan pendekatan STAD yaitu sebagai berikut:

a.        Perencanaan

Penyusunan perencanaan mengacu pada peningkatan hasil belajar siswa mata

pelajaran matematika

Perencanaan penelitian tindakan kelas menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut:

1). Mengkondisikan kelas agar dapat digunakan untuk penelitian tindakan kelas.

2). Menyiapkan perangkat penelitian, antara lain :


a). Menyusun angket penelitian.

b). Menyusun pedoman observasi.

c). Menyusun pedoman wawancara atau panduan wawancara.

d). Menyiapkan pedoman analisis data.

b.        Tindakan

Melaksanakan penelitian tindakan kelas, dengan menggunakan skenario

sebagai berikut :

1)       Membentuk kelompok belajar berdasarkan hiterogenitas jenis kelamin,

kemampuan.

2)       Memberi penjelasan kepada kelompok tentang materi yang harus didiskusikan, dan

yang dilakukan dalam kelompok.

3)       Menugaskan kelompok untuk membuat kesimpulan materi yang didiskusikan

dalam kelompok

4)       Membimbing kelompok dalam mengerjakan tugas diskusi.

5)       Rangkuman yang dibuat harus dihubungkan dengan kondisi riil di masyarakat

setempat.

6)       Masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok.

7)       Kelompok lain diberi kesempatan untuk memberi tanggapan hasil kelompok lain.

8)       Meminta kelompok mengumpulkan hasil kerja kelompok.

9)       Membuat kesimpulan bersama dalam kelas.

c.        Pengamatan atau Observasi


Peneliti mengadakan pengamatan atau observasi selama proses pembelajaran dan

laporan hasil kerja kelompok siswa berupa rangkuman hasil diskusi kelompok,

meliputi :

1). Reaksi siswa saat menerima tugas mendiskusikan materi.

2). Aktifitas siswa selama diskusi kelompok.

3). Partisipasi siswa dalam membuat laporan hasil kerja.

4). Produk siswa yang berupa laporan hasil kerja kelompok

5). Partisipasi siswa selama diskusi kelas.

6). Partisipasi siswa selama membuat laporan bersama.

d.        Refleksi

Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi dan wawancara selama kagiatan

suklus pertama, diperoleh data aktifitas dan hasil kerja siswa selama diskusi. Data

tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun rencana tindakan pada siklus ke

dua.

Kegiatan refleksi dilakukan untuk mengetahui kelemahan tindakan siklus

pertama, apakah telah terjadi perubahan atau belum, dan bagaimana cara mengatasi

kelemahan-kelamahan yang terjadi pada siklus tersebut, selanjutnya digunakan untuk

merencanakan tindakan siklus ke dua.

  Siklus ke Dua

Penelitian tindakan kelas pada siklus ke dua dilaksanakan berdasarkan refleksi

dari pelaksanaan tindakan siklus pertama. Pelaksanaan tindakan siklus ke dua


dilaksanakan dengan tujuan memperbaiki kelemahan - kelemahan tindakan siklus

pertama. Adapun langkah-langkah tindakan siklus ke dua adalah sebagai berikut :

a.        Perencanaan

Kegiatan perencanaan siklus ke dua adalah sebagai berikut :

1)       Menyusun rencana atau skenario tindakan ulang berdasarkan evaluasi dan catatan

yang didapat berdasarkan hasil refleksi siklus pertama.

2)       Menyiapkan perangkat tindakan berupa lembar pengumpulan data dan perangkat

analisis data.

3)       Melaksanakan rencana tindakan siklus ke dua dengan pendekatan STAD.

b.        Tindakan

Pada siklus ke dua, peneliti melakukan tindakan yang berupa perbaikan dari

tindakan siklus pertama, dengan menggunakan pendekatan yang sama seperti siklus

pertama yakni pendekatan CTL yang lebih bervariasi.

c.        Observasi atau pengamatan

Kegiatan yang dilakukan pada saat observasi adalah

1)       Peneliti melakukan pengamatan atau observasi dengan menggunakan lembar

pengamatan terhadap proses diskusi siswa

2)       Mengumpulkan data hasil diskusi siswa baik diskusi kelompok maupun diskusi

kelas.

d.        Refleksi

Kegiatan yang dilakukan pada saat refleksi adalah


1)       Memeriksa dan menilai hasil diskusi siswa

2)       Mengidentifikasi kelemahan yang timbul pada tindakan siklus ke dua berlangsung

3)       Melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap proses dan hasil kerja siswa

selama siklus ke dua.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.       Hasil Penelitian

Hasil penelitian merupakan hasil yang diperoleh pada tahap pra siklus,

pelaksanaan tindakan siklus pertama, dan pelaksanaan tindakan siklus ke dua. Hasil
penelitian berupa hasil ulangan harian siswa dan sikap atau perilaku siswa selama

diskusi kelompok dan diskusi kelas.

1.     Hasil Pra Siklus

Data pra siklus yang diperoleh melalui angket, wawancara, dan observasi siswa

kelas VIII SMPN 1Kayangan sebanyak 31siswa, menunjukkan hasil sebagai berikut:

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat prestasi

belajar siswa kelas VII.4 Semester I SMP Negeri I Kayangan pada materi pokok

aritmatika sosial melalaui pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team

Achievement Division). Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dari hasil

observasi diperoleh data kualitatif yang akan memberikan gambaran tentang kegiatan

yang dilakukan siswa dan guru selama proses belajar mengajar dan hasil tes siswa

yang diperoleh berupa data kuantitatif. Data-data tersebut selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan metode dan rumus yang telah ditetapkan sebelumnya.

Adapun analisis data dari tiap-tiap siklus akan diperoleh sebagai berikut :

a.        Analisis data penelitian siklus I

I. Data obsevasi aktivitas guru.

Data observasi guru diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh observer

dengan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan oleh peneliti yang

bertujuan untuk merekam jalannya proses belajar mengajar. Observasi terhadap

aktivitas guru dilakukan dengan mengamati prilaku guru pada saat proses belajar

mengajar. Semua aktivitas guru yang tampak diberi tanda rumput dalam lembar
observasi (lampiran 8) yang sesuai dengan item yang tersedia. Adapun hasil data

yang diperoleh dari observasi terhadap guru dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4.1. Data hasil observasi aktifitas guru siklus I

Total skor Kategori


7 Aktif

Dari hasil di atas terlihat bahwa total skor aktivitas guru pada siklus 1 sebesar

7 yang berkategori aktif

2. Data observasi aktivitas siswa.

Data lengkap mengenai aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran

dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus I dapat dilihat

pada lampiran 8. Berdasarkan banyaknya siswa dan banyaknya deskriptor pada setiap

indikator maka jumlah skor ideal untuk tiap-tiap indikator adalah 4 sehingga kriteria

penggolongan aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2. Data hasil observasi aktivitas siswa siklus I

Banyak Siswa Total Skor Kategori


31 73 Kurang aktif

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa total skor aktivitas belajar siswa pada

siklus I sebesar 73 yang berarti bahwa aktivitas belajar siswa berkategori kurang

aktif, sehingga pada siklus selanjutnya perlu ditingkatkan lagi.

3. Data prestasi belajar


Data prestasi belajar siswa siklus I adalah membahas bilangan-bilangan

pecahan dan mengubah bentuk pecahan. Data lengkap prestasi belajar siswa siklus I

(Lampiran 5), kemudian dianalisis sehingga diperoleh data seperti berikut:

Tabel 4.3. Data hasil evaluasi belajar siklus I

Banyak Siswa
Persentase
Banyak Siswa Total Nilai Nilai Rata-Rata Yang Tidak
Ketuntasan
Tuntas
31 2277 73,45 17 49

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata siswa adalah 73,45 Dari

31 siswa yang mengikuti tes evaluasi terdapat 14 siswa yang tuntas belajar,

persentase ketuntasan belajar adalah 49%. Nilai masih kurang dari ketuntasan belajar

secara klasikal. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa belum mencapai

target dari prestasi belajar yang diinginkan yaitu ketuntasan belajar klasikal yang >65

%. Dan untuk mengetahui dapat meningkat atau tidaknya prestasi belajar siswa, maka

akan dilanjutkan ke siklus II.

Memperhatikan data pada table 4.1 4.2 4.3 tersebut ,maka kekurangan yang

terdapat pada siklus 1 adalah :

1.     Komunikasi dua arah antara guru dan siswa masih kurang

2.     Komunikasi dan kerja sama siswa dalam kelompok Nampak kurang. Demikian

siswa yang berkemampuan rendah , enggan bertanya pada Temanya yang

berkemampuan tinggi.
3.     Guru kurang membimbing siswa dalam diskusi.

4.     Guru kurang mengatur alokasi waktu, sehingga waktu untuk pengerjaan yang

tidak cukup

5.     Guru kurang memotivasi siswa dalam membangkitkan minat pada awal pelajaran

Memperhatikan kekurangan di atas, maka rencana perbaikan yang akan

dilakukan pada siklus II adalah:

1.     Guru memberikan beberapa pertanyaan dan memberikan kesempatan kepada

siswa untuk bertanya, sehingga komunikasi antara guru dan siswa tercipta.

2.     Guru mentukan tutor sebaya untuk tiap-tiap kelompok agar mau membantu atau

mengajari temenya yang belum bisa. Guru menekankan kepada siswa bahwa

kelompok yang dikatakan berhasil apabila tiap anggota kelompoknya mengerti atau

bias menjawab pertanyaan yang diberikan

3.     Guru lebih aktif memberikan bimbingan kepada tiap kelompok dengan terus

mengoreksi kelompok tiap pelajaran berlangsung

4.     Guru mengatur kembali alokasi waktu pengerjaan LKS serta menentukan jumlah

soal dan tingkat kesulitan soal sesuai dengan waktu yang tersedia.

5.     Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk membangkitkan minat pada

pelajaran yaitu dengan memberikan gambaran tentang kegunaan materi yang sedang

dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

b.        Analisis data penelitian siklus II

1.     Data Observasi Kegiatan Guru


Observasi terhadap aktivitas guru dilakukan dengan mengamati prilaku guru

pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Data lengkap tentang aktivitas guru

selama proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD

pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 9. Berdasarkan hasil observasi pada siklus

II skor rata-rata aktivitas guru dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4. Data hasil observasi aktifitas guru siklus II

Total skor Kategori


9 Sangat aktif

Dari hasil data diatas terlihat bahwa total skor pada siklus II adalah 9 dan

berkategori sangat aktif.

2.     Data Observasi Aktivitas Siswa

Data lengkap tentang aktivitas siswa selama pelajaran dengan menerapkan

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 6

Berdasarkan hasil observasi dari skor rata-rata siswa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5. Data hasil observasi aktifitas belajar siswa siklus II

Banyak Siswa Total Skor Kategori

31 80 aktif

Dari tabel di atas terlihat bahwa total skor aktivitas belajar siswa pada siklus

II sebesar 80 yang berarti bahwa aktivitas belajar siswa sudah berkategori aktif.
3.     Data Prestasi Belajar

Data lengkap tentang prestasi belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada

lampiran 6 Data pada lampiran tersebut dianalisis sehingga diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 4.6. Data hasil evaluasi belajar siklus II

Banyak
Persentase
Banyak Siswa Total Nilai Nilai Rata-Rata Siswa Yang
Ketuntasan
TidakTuntas
31 2444 78,83 4 87

Dari data diatas menunjukkan bahwa persentase siswa yang mendapat nilai

minimal 27. (ketuntasan minimal) adalah 87 %. Karena ketuntasan klasikal tercapai

jika banyaknya siswa yang tuntas ≥ 65.%, maka hasil penelitian pada siklus II sudah

tercapai ketuntasan belajar secara klasikal, ini berarti bahwa proses pembelajaran

pada siklus II sudah dapat dikatakan berhasil.

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa terdapat peningkatan yang signifikan

dari hasil prestasi belajar siswa yang kurang pada siklus I sudah dapat ditingkatkan

pada siklus II, dengan demikian ini menunjukkan bahwa tujuan yang diharapkan

yaitu meningkatkan prestasi belajar siswa tercapai.

Dari tindakan siklus II ternyata target yang ditetapkan oleh kurikulum sudah

tercapai. Dengan demikian, maka pada siklus berikutnya dapat dihentikan karena

telah diperoleh informasi –informasi yang cukup untuk mengambil beberapa


keputusan sehubungan dengan target penelitian ini. Walaupun demikian namun masih

ada beberapa siswa yang masih dibawah target, maka perlu mendapat perhatian

penanggulangan khusus dari guru bidang studi yang bersangkutan.

B.       Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan sesuai prosedur penelitian tindakan kelas (PTK)

yang telah ditetapkan dengan diawali pada perencanaan, pelaksanaan tindakan,

observasi sampai refleksi.

Berdasarkan analisis data, pelaksanaan tindakan pada siklus I menunjukan

bahwa nilai rata-rata kelas sebesar 73,45. dan persentase ketuntasan klasikal adalah

45%. Hasil ini belum mencapai ketuntasan klasikal yaitu 65% atau lebih. Adapun

untuk hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I diperoleh bahwa skor rata-

rata aktivitas belajar siswa adalah 7 dengan total skor sebesar 73 yang tergolong

dalam kategori kurang aktif. Hasil penelitian pada siklus I menunjukan bahwa

prestasi belajar siswa masih kurang dan aktivitas belajar siswa juga masih rendah.

Karna ketuntasan belajar pada siklus I belum tercapai, maka pelaksanaan

tindakan dilanjutkan ke siklus II dengan melakukan perbaikan-perbaikan dan

penyempurnaan kekurangan-kekurangan pembelajaran kooperatif pada siklus I.

Setelah melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran, dari hasil analisa

pada siklus II diperoleh nilai rata – rata kelas sebesar 78,83 dan persentsae ketuntasan

klasikal sebesar 87%. Pada hasil observasi aktivitas belajar siswa diperoleh skor rata

– rata aktifitas siswa adalah 9 dengan total nilai sebesar 100 yang tergolong aktif.
Data ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan rata-rata skor pada aktivitas siswa

dan peningkatan nilai prestasi belajar siswa jika dibandingkan dengan siklus

sebelumnya. Dan setelah dianalisis dengan menggunakan ketuntasan klasikal dan

nilai rata-rata, maka prestasi belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan

secara signifikan.

Dari hasil yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat

dilihat bahwa pembelajaran ini dapat meningkatkan aktifitas serta prestasi belajar

siswa. Karena dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat saling membantu

memahami pembelajaran dan memperbaiki jawaban teman serta kegiatan lainnya

dengan mencapai tujuan belajar bersama. Hal ini sesuai dengan pendapat Anita

Lie(2002) yang menyebutkan bahwa “Suasana belajar kooperatif juga mampu

menghasilkan prestasi yang lebih tinggi, serta hubungan yang lebih positif dan

penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada suasana belajar yang penuh dengan

persaingan dan memisah – misahkan siswa“.

Terjadinya peningkatan ini pula disebabkan oleh model pembelajaran

kooperatif tipe STAD yang diterapkan dalam pembelajaran Matematika memiliki

keuntungan – keuntungan sesuai pendapat Ibrahinm dkk (2000) diantaranya “Siswa

berperan aktif sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatakan keberhasilan

kelompok, interaksi antara siswa seiring kemampuan mereka dalam berpendapat”.


Dengan demikian, penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

dapat meningkatkan prestasi belajar matematika materi pokok bilangan pecahan pada

siswa kelas VII.I SMP Negeri 1 Kayangan Tahun Pelajaran 2012/2013.

Anda mungkin juga menyukai