Anda di halaman 1dari 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Salah satu program pembangunan nasional dewasa ini adalah peningkatan

kualitas pendidikan. Oleh karena itu semua lembaga pendidikan dari pendidikan

dasar sampai pendidikan tinggi di Indonesia, memiliki langkah kewajiban yang

sama untuk meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan jenjang masing-

masing. Tugas pokok program-program pendidikan yang berhubungan dengan

mempelajari cara belajar yang baik dan pendidikan umum seharusnya untuk

menghasilkan perubahan-perubahan yang positif di dalam kecerdasan-kecerdasan

dasar pada peserta didik.

Salah satu tujuan pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah agar

siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan

sehari-hari. Apabila dalam pembelajaran IPA guru tidak menggunakan alat

peraga, maka sulit bagi siswa untuk menyerap konsep-konsep pelajaran yang

disampaikan guru sehingga berdampak pada kurangnya tingkat keberhasilan siswa

dalam belajar. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam

proses pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa berhasil tidaknya pencapaian

tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami

oleh siswa.

Fakta di lapangan proses pendidikan sampai saat ini masih banyak yang

bersifat teacher centered bukan student centered yaitu guru sebagai sumber

informasi dan sumber pengetahuan. Chotimah (2004) menyebutkan gambaran


2

pendidikan saat ini bahwa: (1) proses pendidikan masih didominasi dengan

penyampaian informasi, bukan pemrosesan informasi; (2) proses pendidikan

masih terpusat pada kegiatan mendengarkan dan menghafal, belum memahami

dan menerapkan terhadap apa yang dipelajari dan upaya untuk membangun

pengetahuan; (3) proses pendidikan masih didominasi oleh guru yang otoriter,

belum memberikan kesempatan mengembangkan dan menunjukkan kemampuan

siswa yang beragam sehingga tercipta suasana yang demokratis.

Gambaran proses pembelajaran di atas, pada pelajaran IPA di sekolah

berdampak negatif dan bertolak belakang dengan konsep tujuan pengajaran IPA

yaitu agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran yang bersifat teacher centered

menyebabkan siswa bergantung pada informasi dari guru, daya imajinasi siswa

pasif bahkan siswa menjadi asing dengan lingkungan sendiri. Siswa kurang

berkesempatan untuk transfer of learning dan transfer of principles untuk

dituangkan ke dalam karya-karya kreatif menggunakan daya dukung lingkungan

hidup sehari-hari. Seorang guru dalam proses pembelajaran berperan sebagai

mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar peserta didik berjalan

dengan baik. Jadi kegiatan belajar mengajar ditekankan kepada siswa sebagai

pebelajar bukan kepada guru yang bertugas sebagai pengajar. Untuk itu dalam

proses belajar mengajar diperlukan upaya agar siswa dapat belajar bersama

dengan sesama sehingga diharapkan mampu mengembangkan berpikir kritis

dalam upaya menguasai proses dan hasil belajar yang telah ditentukan.
3

Keadaan inilah yang sebenarnya diharapkan oleh kurikulum tingkat satuan

pendidikan yang diaplikasikan pada masing-masing standar kompetensi maupun

kompetensi dasar.

Kompetensi dasar pada mata pelajaran IPA menekankan pada

kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan.

Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan, sesuai dengan tujuan pendidikan

nasional mencakup kompetensi pengetahuan, keterampilan, kecakapan,

kemandirian, kualitas, kesehatan, akhlak, ketaqwaan dan kewarganegaraan.

Perwujudan penerapan pada pembelajaran yang diselenggarakan sekolah

adalah perlunya pencapaian kompetensi dasar yang telah ditentukan. Kompetensi

dasar dicapai dengan pengembangan strategi pembelajaran yang meliputi

pembelajaran tatap muka dan pengalaman belajar. Pengalaman belajar dapat

dilakukan di dalam maupun di luar kelas menggunakan metode bervariasi agar

siswa tidak merasa bosan belajar.

IPA merupakan salah satu ilmu yang yang sangat penting dalam

memajukan daya pikir manusia di dalam menghadapi era global. Oleh karena itu

pelajaran IPA perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari Sekolah

Dasar untuk membekali peserta didik tentang pengetahuan alam dan

kehidupan yang ada. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik

dapat memiliki pengetahuan, mengelola dan pemanfaatan alam untuk bertahan

hidup di era global nanti.

Pada penelitian ini penulis berupaya meningkatkan hasil belajar peserta

didik melalui pembelajaran dengan model Think Pair Share.


4

Model Think Pair Share merupakan focus dalam pembelajaran IPA kali

ini. Sebab dapat membuat siswa menjadi lebih aktif. Dikarenakan mengajar

bukan semata persoalan menceritakan. Tetapi siswa, perlu aktif

mengembangkan keterampilan memahami masalah, menyelesaikan masalah,

dan menafsirkan solusinya. Oleh sebab itu dalam kegiatan pembelajaran dituntut

suatu strategi atau model pembelajaran yang direncanakan oleh guru dengan

mengedepankan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Melalui

kegiatan belajar yang menekankan pada aktivitas siswa diharapkan mampu

meningkatkan motivasi dan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan di

sekolah.

Menurut Suparno, dkk (2002) siswa yang aktif dalam proses pembelajaran

dicirikan oleh dua aktivitas, yaitu aktivitas dalam berpikir (mind-on), dan aktivitas

dalam berbuat (hand-on). Perbuatan nyata siswa dalam pembelajaran merupakan

hasil keterlibatan berpikir siswa terhadap kegiatan belajarnya. Dengan demikian

proses siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar merupakan suatu kegiatan

pembelajaran yang harus dilaksanakan secara terus menerus dan tiada henti. Hal

ini dapat dilakukan apabila interaksi antara guru dan siswa terjalin dengan baik.

Sebab menurut Usman (2002) interaksi dan hubungan timbal balik antara guru

dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar

mengajar.

Karena belajar merupakan proses interaksi dan komunikasi antara

pendidik dan siswa dimana pendidik menyampaikan pesan dalam bentuk bahan

ajar kepada siswa. Proses pembelajaran dirasakan efektif apabila seluruh


5

perangkat yang terlibat dalam pendidikan dan pengajaran ditangani secara

maksimal.

Penelitian Think Pair Share dengan upaya “Meningkatkan Prestasi

Belajar IPA Materi Pesawat Sederhana” telah dilakukan oleh SDN Tahunan III

Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014 dari hasil

penelitian tersebut menunjukkan peningkatan prestasi yang sisnifikan bagi peserta

didik, siswa tampak aktif dan kreatif. Berdasarkan dari pernyataan diatas penulis

meyakini metode itu sangat tepat diterapkan di SD saya.

Berdasarkan dari pernyataan diatas maka dalam penelitian ini penulis

mengambil judul “Peningkatan Prestasi Belajar IPA Materi Pesawat Sederhana

Dengan Model Pembelajaran Think Pair Share Siswa Kelas V SDN Tahunan

III Pacitan”.

1.2. Identifikasi dan Batasan Masalah

Identifikasi dan batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas V pada SDN Tahunan III

Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014.

2. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014.

3. Materi yang disampaikan adalah materi pesawat sederhana.

4. Prestasi belajar dengan menggunakan model Think Pair Share pada mata

pelajaran IPA pada siswa kelas V SDN Tahunan III Kecamatan

Tegalombo Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014.


6

5. Pembelajaran dengan model pembelajaran Think Pair Share lebih efektif

dalam menumbuhkan motivasi belajar mata pelajaran IPA.

1.3. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut:

Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar IPA materi pesawat sederhana dengan

menggunakan model Think Pair Share Pada Siswa Kelas V SDN Tahunan III

Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014?

1.4. Tujuan Penelitian

Secara umum melalui penelitian (PTK) ini bertujuan untuk mengetahui

peningkatan prestasi belajar IPA materi pesawat sederhana setelah diterapkannya

model Think Pair Share Pada Siswa Kelas V SDN Tahunan III Kecamatan

Tegalombo Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian (PTK) ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan siswa

lebih termotivasi dalam belajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan

motivasinya. Siswa dapat memiliki sikap menghargai kegunaan IPA

dalam kehidupan sehari-hari, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan

minat dalam mempelajari IPA, serta sifat ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.
7

2. Bagi Guru

Sebagai salah satu bahan masukan untuk meningkatkan kinerjanya,

sehingga kualitas pembelajaran yang dilakukan akan lebih baik serta dapat

memotivasi diri untuk lebih giat melakukan penelitian tentang upaya

pemecahan masalah di kelas secara kreatif dan inovatif.

3. Bagi Sekolah

Meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan

pembelajaran di sekolah.

4. Bagi Teman Sejawat

Dapat menjadi motivasi untuk melakukan perbaikan KBM yang

dilakukan.

1.6. Definisi Istilah

Sebagai upaya menghindari kerancuan dalam memahami variabel

penelitian maka yang di maksud:

1. Prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah

melaksanakan usaha-usaha belajar.

2. Model pembelajaran adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan

tujuan dan isi pelajaran, serta dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan proses

belajar mengajar.

3. Model pembelajaran Think-Pair-Share disebut sebagai model belajar-

mengajar berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank

Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985 (Think-Pair-Share)

sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong.


8

4. Pesawat Sederhana adalah alat mekanik yang dapat mengubah arah atau

besaran dari suatu gaya. Secara umum, alat ini bisa disebut sebagai

mekanisme paling sederhana yang memanfaatkan keuntungan mekanik untuk

menggandakan gaya. Sebuah pesawat sederhana menggunakan satu gaya kerja

untuk bekerja melawan satu gaya beban. Dengan mengabaikan gaya gesek

yang timbul, maka kerja yang dilakukan oleh beban besarnya akan sama

dengan kerja yang dilakukan pada beban.

1.7. Hipotesis Tindakan

Hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut “ada peningkatan

prestasi belajar IPA pada materi Pesawat Sederhana Siswa Kelas V SDN Tahunan

III Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014 setelah

diterapkan model pembelajaran Think Pair Share”.


9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Belajar

2.1.1. Pengertian Belajar

Dalam proses pendidikan di sekolah, belajar merupakan aktivitas yang

paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan

banyak tergantung pada bagaimana proses belajar dapat berlangsung efektif.

Pemahaman tentang pengertian belajar akan mempengaruhi cara guru itu

mengajar. Dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli, secara umum belajar

merupakan proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil

interaksi antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup.

” Belajar ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari

pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”: (Surya,

dkk : 2000 hal. 8.4)

Menurut Gagne (1984) belajar adalah suatu proses di mana suatu

organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman (Udin S. Winatapura,

dkk 2001. 2.3). Berdasarkan pengertian belajar seperti tersebut di atas, dapat

disimpulkan bahwa dalam belajar terdapat tiga ciri utama belajar, yaitu : proses,

perubahan perilaku, dan pengalaman.

a. Proses
10

Proses adalah tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan

kemampuan seseorang, dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh

siswa atau peserta didik. Salah satu peran yang harus dimiliki oleh seorang guru

untuk melalui tahap ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang

baik guru harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan

pembelajaran.

b. Perubahan Perilaku

Para pakar psikologi berpendapat bahwa tidak semua perubahan tingkah

laku dihasilkan dari belajar, misalnya seorang anak dapat merangkak, duduk,

berjalan merupakan perubahan tingkah laku yang banyak disebabkan oleh

kematangan daripada belajar. Perubahan tingkah laku dalam belajar meliputi tiga

ranah, yaitu : pengetahuan (kognitif), nilai atau sikap (afektif), dan keterampilan

motorik (psikomotor).

c. Pengalaman

Pengalaman yang dimaksud adalah siswa mengalami sendiri. Pengalaman

tersebut diperoleh dari adanya interaksi antara siswa dengan lingkungan, baik

lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik, misalnya : alam

sekitar, buku, alat peraga. Lingkungan sosial, misalnya: guru, siswa, kepala

sekolah, penjaga sekolah.

Agar siswa memperoleh pengalaman yang maksimal maka perlu

diciptakan lingkungan pembelajaran yang merangsang dan menantang siswa

untuk belajar.
11

2.1.2. Landasan Pengertian Belajar

Landasan pengertian belajar (H.M. Surya, dkk : 2000) tediri dari:

a. Belajar adalah usaha memperoleh perubahan tingkah laku. Prinsip ini

mengandung makna bahwa ciri utama dari proses relajar adalah perubahan

tingkah laku dalam diri individu. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar

ciri-cirinya sebagai berikut:

a) Belajar adalah usaha memperoleh perubahan tingkah laku.

b) Perubahan yang disadari, artinya individu yang melakukan proses belajar

menyadari bahwa pengetahuannya telah bertambah, keterampilannya

telah bertambah.

c) Perubahan yang bersifat kontinu (berkesinambungan), artinya suatu

perubahan yang telah terjadi menyebabkan terjadinya perubahan tingkah

laku yang lain.

d) Perubahan yang bersifat fungsional, artinya perubahan yang telah

diperoleh sebagai hasil belajar memberikan manfaat bagi individu yang

bersangkutan.

e) Perubahan yang bersifat positif, artinya terjadi perubahan dalam diri

individu yang membedakan dengan keadaan sebelumnya.

f) Perubahan yang bersifat aktif, artinya perubahan itu tidak terjadi dengan

sendirinya akan tetapi melalui aktitivitas individu.

g) Perubahan yang bertujuan dan terarah, artinya perubahan itu terjadi


12

karena ada sesuatu yang hendak dicapai.

b. Hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan.

Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan tingkah laku sebagai hasil

belajar meliputi semua aspek tingkah laku dan bukan satu atau dua aspek saja.

Perubahan tingkah laku itu meliputi aspek-aspek tingkah laku kognitif, afektif,

dan motorik. Belajar yang hanya menghasilkan satu atau dua aspek saja

disebut sebagai belajar sebagian (partial learning) dan bukan belajar lengkap

(complete learning).

c. Belajar merupakan proses. Prinsip yang ketiga ini mengandung makna bahwa

belajar itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan. Di dalam

aktivitas itu terjadi tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.

d. Proses belajar terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada sesuatu

tujuan akan dicapai. Prinsip ini mengandung makna bahwa aktivitas belajar itu

terjadi karena adanya yang mendorong dan sesuatu yang ingin dicapai.

e. Belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah

kehidupan melalui situasi yang nyata dengan tujuan tertentu. Belajar

merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, sehingga akan

memberikan pengalaman dari situasi nyata.

2.1.3. Jenis-Jenis Belajar

Bertitik tolak dari pengertian belajar dan prinsip-prinsip belajar yang

terjadi telah diuraikan di atas, Gagne (1985) mengelompokkan delapan jenis

belajar. Kedelapan jenis belajar tersebut adalah:


13

a. Belajar Isyarat (Signal Learning)

Belajar melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu

karena adanya tanda isyarat. Misalnya siswa akan masuk kelas bila tanda

bel dipukul 2 kali, atau berhenti di perempatan jalan raya saat lampu merah

menyala.

b. Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)

Belajar jenis ini akan terjadi bila adanya rangsangan dari luar individu.

c. Belajar Rangkaian (Chaining Learning)

Belajar rangkaian terjadi melalui perpaduan antara stimulus-respon

(S–R) yang dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang segera atau

spontan, misalnya, merah-putih, siang-malam, panas-dingin, dan lain-lain.

d. Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)

Belajar asosiasi verbal terjadi apabila individu telah mengetahui sebutan

bentuk dan dapat menangkap makna yang bersifat verbal.

e. Belajar Membedakan (Discrimination Learning)

Belajar diskriminasi terjadi bila individu berhadapan dengan benda,

suasana, atau pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang

jumlahnya banyak itu.

f. Belajar Konsep (Concept Learning)

Belajar konsep terjadi apabila individu menghadapi beberapa fakta atau

data yang kemudian ditafsirkan ke dalam suatu pengertian.

g. Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning)

Belajar hukum atau aturan terjadi apabila individu menggunakan beberapa


14

rangkaian peristiwa atau perangkat data yang terdahulu atau yang diberikan

sebelumnya dan menerapkan kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan.

h. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)

Belajar pemecahan masalah terjadi apabila individu menggunakan

berbagai konsep atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan.

Kedelapan jenis belajar tersebut merupakan tahapan belajar yang sifatnya

bertahap, dalam arti jenis belajar pertama merupakan dasar dari pada terjadinya

jenis belajar berikutnya. Belajar adalah suatu aktifitas mental atau psikis yang

berlansung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, tingkah laku, keterampilan, sikap, dan kemampuan

daya reaksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (1989:28) yaitu: Belajar

adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya suatu perubahan pada diri

seseorang. Perubahan sebagai hasil belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai

bentuk seperti perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku, keterampilan,

kecakapan, kemampuan daya reaksi, daya penerimaan dan aspek yang ada dalam

individu.

Dalam proses belajar dan pembelajaran diharapkan terjadi perubahan

tingkah laku dalam diri peserta didik berkat interaksi antara individu dengan

lingkungannya. Perubahan yang diharapkan adalah perubahan yang mampu

mengantarkan seseorang yang belajar tersebut pada tingkah laku yang positif.

Menurut Slamet (1995:3) ciri-ciri perubahan tingkah laku orang yang telah belajar

adalah:

a. Perubahan terjadi secara sadar


15

b. Perubahan dalam belajar terjadi bersifat kontinu dan fungsional

c. Perubahan dalam belajar bersifat tetap

d. Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positif

e. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah

f. Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek

Orang yang memiliki ciri-ciri belajar berarti telah mengalami proses

pembelajaran (pengajaran). Untuk mencapai perubahan-perubahan tersebut, tidak

terlepas dari fungsi guru dalam proses pembelajaran (pengajaran).

2.2. Pembelajaran

Pembelajaran (pengajaran) dapat diartikan sebagai proses, cara,

menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sependapat dengan pernyataan

tersebut Sutomo (119: 68) mengemukakan bahwa pengajaran adalah proses

pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan sehingga

memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku.

Pasal 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasional

menyebutkan bahwa pengajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Jadi pembelajaran (pengajaran) adalah proses yang disengaja yang

menyebabkan peserta didik belajar pada suatu lingkungan untuk melakukan

kegiatan pada situasi tertentu.

Berkaitan dengan hal tersebut B.S. Bloom (W.S. Winkel : 2007 hal. 272 -

279) mengelompokkan/mengkalsifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: (1) ranah

kognitif, (2) ranah afektif, dan (3) ranah psikomotorik. Tiga pengelompokkan
16

tersebut biasa dikenal dengan ”Taksonomi Bloom”.

Lebih jelas klasifikasi atau Taksonomi Bloom adalah sebagai berikut:

b.1 Ranah Kognitif, meliputi:

1. Pengetahuan

2. Pemahaman

3. Penerapan

4. Analisis

5. Síntesis

6. Evaluasi

b.2. Ranah Afektif, meliputi:

1. Penerimaan

2. Partisipasi

3. Penilaian

4. Organisasi

5. Pembentukan pola hidup

b.3. Ranah Psikomotorik, meliputi:

1. Persepsi

2. Kesiapan

3. Gerakan terbimbing

4. Gerakan yang terbiasa

5. Gerakan yang komplek


17

6. Penyesuaian pola gerakan

7. Kreativitas

Adapun penjelasan pola masing-masing ranah sebagai berikut:

b.1.1. Ranah Kognitif

(1) Pengetahuan : mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan

disimpan dalam ingatan, meliputi : fakta, kaidah dan prinsip serta metode

yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan digali saat

dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat atau mengenal.

(2) Pemahaman : mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari bahan

yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi

pokok dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk lain,

seperti rumus matematika ke dalam bentuk kata-kata.

(3) Penerapan : mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau

metode bekerja pada suatu kasus baru yang dinyatakan dalam aplikasi suatu

rumus pada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu rumus pada

persoalan yang baru.

(4) Analisis : mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam

bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat

dipahami dengan baik.

(5) Sintesis : mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola

baru.

(6) Evaluasi : mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai


18

sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu,

yang berdasarkan kriteria tertentu.

b.1.2. Ranah Afektif

(1) Penerimaan : mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan

kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu.

(2) Partisipasi : mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan

berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

(3) Penilai : mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu

dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.

(4) Organisasi : mencakup kemampuan untuk membentuk sistem nilai sebagai

pedoman dan pegangan dalam kehidupan.

(5) Pembentukan pola hidup : mencakup kemampuan menghayati nilai-nilai

kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi.

b.1.3. Ranah Psikomotorik

(1) Persepsi : mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat

antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik

yang khas pada masing-masing rangsangan.

(2) Kesiapan : mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan

akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan.

(3) Gerakan terbimbing : mencakup kemampuan untuk melakukan rangkaian

gerak-gerik, sesuai contoh.

(4) Gerakan yang terbiasa : mencakup kemampuan untuk melakukan sesuatu


19

rangkaian gerakan dengan lancar.

(5) Gerakan komplek : mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu

ketrampilan, yang terdiri atas beberapa komponen dengan lancar, dan tepat.

(6) Pernyesuaian pola gerakan : mencakup kemampuan untuk mengadakan

perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau

menunjukkan suatu taraf kemahiran .

(7) Kreativitas : mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik

yang baru, seluruhnya atas dasar parkarsa dan inisiatif sendiri.

2.3. Prestasi Belajar IPA

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.

Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi

lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada

hasil yang akan dicapai siswa dalam proses di sekolah.

Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang

dicapai (dilakukan, dikerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil

pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja

serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang

dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah

siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat

diketahui dengan megadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan untuk

mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan

oleh guru.
20

Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi

belajar IPA adalah nilai yang dipreroleh siswa setelah melibatkan secara

langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif

(pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar

mengajar IPA.

2.4. Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran

langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif

untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat

bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep-konsep yang

sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur

penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar

akademik, dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

Menurut Faiq Dzaki, pembelajaran kooperatif adalah sekelompok strategi

mengajar dimana didalamnya melibatkan siswa untuk bekerja secara

berkolaborasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran

kooperatif tercipta saat para pakar pendidikan berusaha meningkatkan partisipasi

siswa, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengenal kepemimpinan

dalam kelompok, dan pengalaman membuat keputusan secara bersama, serta

memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan saling belajar dalam

perbedaan latar belakang baik sosial, ekonomi, maupun kemampuan.

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk


21

rnengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan

ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang

dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung.

2.5. Model Pembelajaran Kooperatif Think-Pair-Share

Model Think-Pair-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif,

model Think-Pair-Share dapat juga disebut sebagai model belajar-mengajar

berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari

Universitas Maryland pada tahun 1985 (Think-Pair-Share) sebagai struktur

kegiatan pembelajaran gotong royong. Model ini memberikan siswa kesempatan

untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Think-Pair-Share

memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi peserta didik

waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama

lain. Model Think-Pair-Share sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas.

Sebagai suatu model pembelajaran Think-Pair-Share memiliki langkah-langkah

tertentu.

Menurut Muslimin (2001: 26) langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga

yaitu : Berpikir (Thingking), berpasangan (Pair), dan berbagi (Share).

Tahap 1 :

Berfikir (Thingking)

Kegiatan pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan

pertanyaan yang berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta

untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara individu untuk beberapa saat.

Dalam tahap ini peserta didik dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi
22

yang dia dapat.

Tahap 2 :

Berpasangan (Pairing)

Pada tahap ini guru meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain

untuk mendiskusikan apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi

pada tahap ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya

guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

Tahap 3 :

Berbagi (Share)

Pada tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban

dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif

dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai

sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Keunggulan dari Think-Pair-Share ini adalah optimalisasi partisipasi

siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan

membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model Think-Pair-Share ini

memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi

mereka kepada orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran

dan untuk semua tingkatan siswa.


23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Tahunan III

Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan pelaksanaan dimulai pada Bulan April

2014.

3.1.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Tahunan III

Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan. Secara geografis Sekolah Dasar

Negeri Tahunan III terletak dipinggiran Kota Pacitan.

3.2. Subjek Penelitian

3.2.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Kuantitatif

(nilai hasil belajar siswa) dan dianalisis secara deskriptif, misalnya mencari nilai

rata-rata, persentase keberhasilan belajar dan lain sebagaiannya.

3.2.2. Teknik Pengumpulan Data

Penggunaan prosedur pengumpulan data yang tepat dapat diperoleh data

yang objektif dalam kegiatan penelitian. Beberapa teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian tindakan ini diantaranya:

a. Post tes (soal evaluasi)


24

Menurut Sudjana (dalam Chotimah 2007 : 19) menjelaskan bahwa tes

sebagai alat penilaian berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa

untuk mendapatkan jawaban dalam bentuk lisan, tulis, atau dalam bentuk

perbuatan. Tes pada umumnya digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa,

terutama hasil belajar kognitif. Soal-soal tes dan post tes selengkapnya dapat

dilihat lampiran.

b. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Zuriah, 2003). Pengamatan

dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau

berlangsungnya peristiwa.

Ada dua jenis observasi yang dilakukan, diantaranya: (a) Observasi

langsung, yaitu observasi yang dilakukan dimana observer berada bersama objek

yang diselidiki, dan (b) Observasi tidak langsung, yaitu observasi atau

pengamatan yang dilakukan tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang

akan diteliti. Dengan menggunakan teknik ini, melakukan catatan terhadap hasil

observasi dengan menggunakan daftar cek (chek list).

c. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu prosedur terpenting untuk

mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif, sebab banyak informasi yang

diperoleh peneliti melalui wawancara. Menurut Arifin (1998) yang dimaksud

dengan wawancara adalah suatu percakapan yang bertujuan memperoleh

konstruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas, organisasi,


25

perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya. Menurut Lincoln dan

Guba yang dikutip oleh Moleong (2000), maksud mengadakan wawancara antara

lain untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi,

perasaan, motivasi, tuntutan kepedulian dan lain-lain.

Wawancara dilakukan peneliti untuk memperoleh data sesuai dengan

kenyataan pada saat peneliti melakukan wawancara. Wawancara dalam penelitian

ini ditujukan kepada Siswa Sekolah Dasar Negeri Tahunan III Kecamatan

Tegalombo Kabupaten Pacitan peserta didik kelas V dan guru kelas V di sekolah

tersebut dengan tujuan untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya. Namun

dalam pelaksanaan wawancara tersebut tetap mengacu pada Guba dan Lincoln

(Bafadal, 1994) bahwa sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu disusun

garis-garis besar pertanyaan yang disampaikan kepada informan berdasarkan

ruang lingkup penelitian.

d. Dokumentasi

Menurut Zuriah (2003) teknik ini adalah cara mengumpulkan data melalui

peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku

tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum lain yang berhubungan dengan

masalah penelitian. Guba & Lincoln (1981) mengatakan bahwa dokumen dan

record dapat digunakan untuk keperluan penelitian karena: (1) merupakan sumber

yang stabil, kaya dan mendorong, (2) berguna sebagai bukti untuk suatu

pengujian, (3) sifatnya alamiah sesuai dengan konteks, (4) hasil pengkajian akan

membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan yang diselidiki.

3.2.3. Teknik Analisis Data


26

Analisis data merupakan proses menyeleksi, menyederhanakan,

mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional sesuai dengan tujuan

penelitian. Kemudian mendeskripsikan data hasil penelitian tersebut dengan

menggunakan tabel sebagai alat bantu untuk memudahkan dalam

menginterprestasikan. Untuk selanjutnya, data hasil penelitian pada masing-

masing tabel tersebut diinterprestasikan (pengambilan makna) dalam bentuk

naratif (uraian) dan dilakukan penyimpulan.

Analisis data dilakukan dengan tiga tahap yaitu:

1. Paparan data, adalah proses penyajian data secara lebih sederhana dalam

bentuk table untuk diinterprestasikan dalam bentuk naratif.

2. Pengolahan data adalah proses penyederhanaan data hasil penelitian yang

dilakukan melalui proses pengelompokkan data sesuai dengan tujuan

penelitian dan perhitungan data mentah menjadi informasi yang lebih

bermakna.

3. Penyimpulan, adalah proses pengambilan intisari dari keseluruhan paparan

dan penyajian data yang telah dideskripsikan untuk diformulasikan dalam

bentuk kalimat yang singkat dan sebagai jawaban terhadap tujuan

penelitian. Data atau informasi yang dikumpulkan dan kemudian

dianalisis dalam panelititan ini.

Pemberian dan Pengolahan Skor Hasil Penelitian

a. Pengertian Skor dan Nilai


27

Skor dalam sistem pendidikan merupakan data mentah dalam bentuk

bilangan yang menunjukkan nilai dari suatu butir soal dalam tes maupun nilai dari

suatu objek yang diamati. Mengingat skor masih merupakan data mentah, maka

perlu diolah supaya dapat dinterprestasikan lebih lanjut menjadi nilai, sehingga

dapat ditentukan kualitas mengenai objek yang dinilai. Nilai yang dimaksud dapat

berupa bilangan atau dapat pula berupa huruf. Berdasarkan nilai ini

diinterprestasikan dengan mengacu atau berpedoman pada standart atau criteria

kualifikasi yang ditetapkan.

b. Pemberian Skor

Untuk menghidari unsure subjektif dalam penilaian pelaksanaan tindakan,

maka guru bersama peneliti membuat rambu-rambu penilaian, sebagai berikut:

1) Standart Skor Penilaian Observasi

Standart skor penilaian tersebut dipergunakan untuk memberikan nilai

terhadap objek yang diamati yaitu:

Tabel Kriteria Penilaian

Kategori Bobot Skor


Sangat baik 4
Baik 3
Cukup baik 2
Kurang baik 1

c. Pengolahan Skor
28

Pengolahan skor merupakan kegiatan dalam proses analisis data dari

pelaksanaan tindakan untuk menentukan kualifikasi penilaian (mengubah skor

mentah menjadi skor) sebagai hasil evaluasi.

Ada dua kegiatan pengolahan skor yang dilakukan dalam hal ini, yaitu:

1) Pengolahan Skor Hasil Observasi

Data penelitian berupa skor hasil observasi ini adalah skor yang diperoleh

dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti bersama guru terhadap pelaksanaan

proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan kegiatan siswa.

Untuk menentukan nilai tersebut menggunakan rumus sesuai dengan

pedoman penilaian hasil belajar si sekolah dasar kurikulum 2007 (Depdiknas,

2007:25) yaitu:

skorperolehan
N= ×100
skormaksimal

Keterangan :
N : Nilai yang diperoleh siswa.
Skor perolehan : Skor yang diperoleh siswa dari sejumlah
jawaban yang benar.
Skor Maksimal : Jumlah skor keseluruhan dari indokator
yang telah ditetapkan.

2) Pengolahan Skor Hasil Tes

Pengolahan skor hasil post-tes adalah hasil tes akhir pembelajaran. Untuk

menentukan nilai siswa dari hasil tes tersebut adalah didasarkan pada pencapaian
29

skor dalam tes dibagi dengan jumlah skor maksimal yang diharapkan. Rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut:

skorperolehan
N= ×100
skormaksimal
Keterangan :
N : Nilai yang diperoleh siswa.
Skor perolehan : Skor yang diperoleh siswa dari sejumlah
jawaban yang benar.
Skor Maksimal : Jumlah skor keseluruhan dari indokator
yang telah ditetapkan.
Persentase N dikonversikan ke dalam kriteria keberhasilan tindakan yang

dapat ditentukan sebagai berikut:

75% < N ≤ 100% : Sangat Baik


50% < N ≤ 75% : Baik
25% < N ≤ 50% : Cukup Baik
0% < N ≤ 25% : Kurang Baik

3.3. Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian adalah semua alat yang digunakan untuk

mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau mengumpulkan,

mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif

dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis. Jadi

semua alat yang bisa mendukung suatu penelitian bisa disebut instrumen

penelitian. Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang


30

diteliti. Dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan tergantung pada

jumlah variable yang diteliti. Jadi jika variable yang digunakan jumahnya 3, maka

instrumen yang digunakan juga 3 jumlahnya.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal post test,

observasi, wawancara, dokumentasi.

3.4. Prosedur Penelitian

1. Perencanaan

Dalam penelitian ini digunakan rancangan PTK. PTK merupakan

penelitian tindakan yang bersifat eksprerimental dalam arti percobaan yang

dilakukan bersifat segera dan ditelaah kembali efektivitasnya.

Titik berat penelitian ini adalah meneliti suatu kasus tertentu dan juga untuk

memperoleh gambaran mengenai guna keperluan pemecahan masalah praktek,

sehingga bisa dipergunakan teknik pemecahan masalah yang obyektif. Jadi

dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperbaiki praktek pembelajaran di

kelas dan dilakukan oleh guru pada waktu mengajar.

Model ini menjadi acuan dari beberapa model Penelitian Tindakan Kelas karena

Kurt Lewin yang pertama kali memperkenalkan penelitian tindakan yang terdiri

dari empat komponen yaitu : (a) perencanaan (planning), (b) tindakan (acting),

(c) pengamatan (observing), (d) refleksi (reflecting). Hubungan keempat

komponen ini dipandang sebagai satu siklus.

2. Pelaksanaan

Tindakan penelitian yang direncanakan dalam penelitian tindakan ini


31

adalah sebagai berikut: (1) Menetapkan indikator desain pembelajaran Think Pair

Share yang digunakan dalam proses belajar mengajar, (2) Menyusun strategi

penyampaian dan pengelolaan pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif

yang meliputi: merancang dan menyusun bahan ajar, merancang satuan pelajaran

yang digunakan dalam kegiatan proses belajar mengajar, (3) Menyusun metode

dan alat perekam data yang terdiri atas catatan lapangan, pedoman observasi,

pedoman analisis, dan catatan harian, dan (4) Menyusun perencanaan teknik

pengolahan data didasarkan pada model analisis data penelitian kualitatif.

Berkaitan dengan tindakan penelitian, maka diperlukan suatu langkah-langkah

penelitian, agar dalam pelaksanaan penelitian dapat terprogram dengan baik.

Menurut Zurich (2003) mengatakan bahwa penelitian tindakan direncanakan

melalui beberapa tahap perencanaan, diantaranya: (1) refleksi awal, (2) peneliti

merumuskan permasalahan secara operasional, (3) peneliti merumuskan hipotesis

tindakan, dan (4) menetapkan dan merumuskan rancangan tindakan.

1. Tahap Refleksi Awal

Merupakan fase refleksi awal yang berarti melakukan refleksi terhadap

situasi yang sebenarnya, setelah merumuskan tema penelitian.

2. Tahap Perencanaan

Merupakan fase perencanaan yang dilakukan setelah melakukan fase

pertama, perlu mereview analisis awal yang harus dilakukan, tentang model

pembelajaran Think Pair Share dalam kegiatan belajar mengajar pada Siswa

Kelas V SDN Tahunan III Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan Tahun

Pelajaran 2013/2014.
32

Dalam tahap ini diharapkan (a) dapat menterjemahkan gambaran yang jelas

tentang model pembelajaran Think Pair Share dalam proses belajar mengajar,

dan alasan pemilihan tema tersebut, (b) draf kerja tindakan tiap individu dan

kelompok, (c) gambaran tentang pihak yang terlibat, (d) garis besar rencana

program kerja, (e) memonitor perubahan saat penelitian berlangsung, dan (f)

gambaran awal tentang efisiensi data yang terkumpul. Tahap ini memastikan

bahwa Siswa Kelas V SDN Tahunan III Kecamatan Tegalombo Kabupaten

Pacitan Tahun Pelajaran 2013/2014 dijadikan sebagai objek penelitian dengan

pertimbangan karakteristik yang dimiliki kelas ini sesuai dengan permasalahan

yang akan di bahas oleh peneliti dan sekaligus peneliti sebagai walikelas di kelas

tersebut.

3. Tahap Tindakan Observasi

Tahap ini merupakan tahap penjabaran rencana ke dalam tindakan dan mengamati

jalannya tindakan. Menurut Nasution (1988) yang dimaksud dengan observasi

adalah dasar semua ilmu pengetahuan selama di lapangan, peneliti berusaha

berinteraksi dengan subyek secara aktif, sebab observasi adalah kegiatan selektif

dari suatu proses aktif. Dimaksudkan untuk mengetahui keadaan obyek penelitian

sebelum peneliti melakukan penelitian sesuai dengan kenyataan yang ada.

4. Tahap Refleksi Akhir

Tahap ini terdiri dari: (a) menganalisis, (b) melakukan sintesis, (c) memberikan

makna, (d) eksplanasi, dan (e) membuat simpulan.

Kegiatan-kegiatan dan fase dalam setiap siklus dapat didefinisikan sebagai

berikut:
33

Siklus I

1. Rencana tindakan

Peneliti menyampaikan model pembelajaran Think Pair Share pada siswa.

2. Pelaksanaan tindakan

a. Siswa diminta mengerjakan LKS secara individu (think), kemudian diminta

mengerjakan secara berdua (pair) dan berempat (share).

b. Siswa melaksanakan diskusi kelas dan menyimpulkan hasil pembelajaran.

c. Peneliti membagikan post tes sesuai materi.

3. Observasi

Pada saat pelaksanaan tindakan, sekaligus diadakan observasi secara

langsung oleh observer. Dalam hal ini yang bertugas menjadi observer adalah

teman sejawat yaitu : Suyatno, S.Pd

Pada saat pelaksanaan tindakan, tugas observer adalah sebagai

berikut :

a. Mengamati dan mencataat aktifitas siswa pada saat proses pembelajaran.

b. Mengamati kapan siswa mulai konsentrasi dalam belajar.

c. Mengamati kapan siswa kurang/tidak konsentrasi dalam belajar.

d. Mencatat keaktifan (minat) siswa pada saat diskusi kelas berlangsung.

4. Refleksi

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, tahap refleksi perlu untuk

mengetahui kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I yang nantinya

digunakan sebagai acuan pada siklus II.


34

Siklus II

Pelaksanaan siklus II dilakukan setelah mempelajari hasil refleksi pada

siklus I. Dengan mengetahui hasil, kekurangan, serta akibat yang terjadi pada

siklus I yang nantinya akan digunakan sebagai acuan perbaikan pada siklus II.

Rencana tindakan yang dilakukan pada siklus II adalah

mengubah/menentukan pasangan setiap siswa berdasarkan hasil belajar yang

diperoleh pada siklus I, memperbaiki Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP)

serta memberikan gambar penghargaan (rewads) kepada siswa yang aktif pada

saat diskusi kelas. Tahap-tahap pelaksanaan tindakan pada siklus II sama dengan

tahap-tahap siklus I tetapi dengan materi pembelajaran yang berbeda.


35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian Siklus I

4.1.1. ` Perencanaan Tindakan

Wujud perencanaan kegiatan pada siklus I adalah sebagai berikut:

a. Menyusun RPP siklus I.

b. Menyiapkan LKS dan rubrik jawaban LKS.

c. Menyusun format penilaian proses belajar siswa berupa format penilaian

diskusi kelas, presentasi lisan dan mengajukan pertanyaan.

d. Menyusun soal post tes dan rubrik jawaban post tes.

e. Peneliti menyampaikan pengarahan kepada siswa tentang pembelajaran model

Think Pair Share.

4.1.2. Pelaksanaan Tindakan

Pada siklus I, wujud pelaksanaan tindakan pada pertemuan pertama (2 x 30

menit) adalah sebagai berikut:

a. Peneliti sebagai guru membuka pelajaran dengan menulis topik dan

menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan RPP yang dibuat oleh

guru.

b. Guru membagikan LKS 1 kepada siswa.


36

c. Guru meminta siswa mengerjakan LKS 1 secara individu (think), kemudian

secara berpasangan (pair) dan berkelompok/ berempat (share).

d. Guru meminta siswa mempresentasikan LKS 1.

e. Guru dan pengamat mencatat semua temuan selama kegiatan pembelajaran.

Pada siklus I pertemuan kedua (2 x 30 menit), adalah sebagai berikut:

a. Guru meminta perwakilan salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil

LKS 1, siswa yang lain sebagai penanya dan penyanggah.

b. Guru membimbing jalannya diskusi, dalam hal ini guru sebagai moderator

dalam diskusi.

c. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya pada saat diskusi

kelas. Kemudian guru meminta siswa mempresentasikan hasil jawaban LKS

2.

d. Guru memperbaiki miskonsepsi siswa dan bersama siswa menyusun

kesimpulan.

e. Guru membagikan soal post test (post test dilaksanakan selama 15 menit).

f. Guru dan pengamat mencatat semua temuan selama kegiatan pembelajaran.

4.1.3. Observasi dan Evaluasi

a. Hasil Belajar pada Ranah Kognitif

Berdasarkan data hasil belajar siswa pada siklus I diketahui bahwa skor

terendah adalah 40 dan skor tertinggi 82,5. Berdasarkan data tersebut dapat

diketahui bahwa secara klasikal siswa kelas V belum tuntas belajar karena

ketuntasan belajar klasikal yang dicapai adalah 66,67 % sehingga kurang dari

80 %.
37

b. Hasil Belajar pada Ranah Afektif

Berdasarkan data hasil observasi minat belajar siswa pada silkus I masih

kurang dalam mengembangkan sikap tenggang rasa pada sesama teman.

Kurangnya tenggang rasa siswa terutama ditunjukan pada saat kegiatan diskusi

presentasi berlangsung. Contoh kurangnya sikap tenggang rasa siswa yaitu: sibuk

berbicara dengan teman saat penyaji membaca hasil jawaban LKS, mengeluarkan

pernyataan yang kurang sopan pada saat proses tanya jawab, dan memanggil

siswa lain dengan sebutan-sebutan yang kurang baik sehingga kelas menjadi

gaduh.

c. Hasil Belajar pada Ranah Psikomotor

Diskusi Kelas dan Presentasi Lisan

Pada siklus I secara umum siswa terutama penyaji kurang siap melakukan

kegiatan diskusi dan presentasi lisan. Hal ini ditunjukkan, misalnya dengan

penulisan transparasi yang belum selesai saat diskusi akan berlangsung, penyiapan

alat yang digunakan dalam kegiatan diskusi presentasi yang sering terlambat.

Siswa masih sangat membutuhkan bimbingan guru untuk menemukan

jawaban yang benar walaupun jawaban tersebut ada di buku teks. Sebagian besar

siswa masih menunggu perintah dari guru untuk membantu menjawab, sehingga

keingianan untuk mengemukakan pendapat belum sepenuhnya muncul dari diri

siswa sendiri.

4.1.4. Refleksi Siklus I

Berdasarkan hasil observasi dan hasil evaluasi pada siklus I, ada beberapa

catatan penting pada siklus I sebagai berikut:


38

a. Guru kurang bisa mengelola kelas sehingga kondisi kelas kurang kondusif

selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung.

b. Saat diskusi berlangsung, guru sebagai moderator kurang bisa

membimbing kegiatan diskusi sehingga siswa yang berpartisipasi dalam

kegiatan diskusi belum bisa merata.

c. Siswa masih kurang paham dalam mengerjakan LKS yang dibagikan oleh

guru. Sehingga guru perlu memberikan penjelasan secara lisan petunjuk

mengerjakan LKS.

d. Siswa kurang termotifasi dan aktif saat diskusi kelas, karena guru tidak

memberi penghargaan pada siswa yang aktif bertanya, menjawab ataupun

menyanggah pada saat diskusi.

Pengamatan Aktifitas Guru Pada Siklus I


Kemunculan
No. Aspek yang diamati Tidak Komentar
Ada
ada
1. Apersepsi √
Penguasaan materi dan alat
2. √
peraga
Guru masih
3. Pengelolaan kelas √
kurang
Memberikan kesempatan bagus
4. √
siswa untuk bertanya dalam
mengelola
5. Pengaturan waktu √
kelas dan
memotivasi
6. Gaya/ Sikap √
siswa
7. Pemberian motivasi √

8. Penguatan materi √
39

4.2. Hasil Penelitian Siklus II

4.2.1. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I maka peneliti melakukan

perbaikan pada siklus II. Adapun rencana perbaikan pada siklus II adalah sebagai

berikut:

a. Peneliti mengubah dan mengatur pasangan siswa. Hal ini menghindari adanya

pasangan siswa yang terlalu aktif dan adanya pasangan siswa yang terlalu

pasif. Penentuan pasangan siswa berdasarkan hasil belajar yang diperoleh

pada siklus I. Harapan peneliti, siswa yang pintar menjadi tutor sebaya bagi

pasangannya/ kelompoknya, sehingga transfer materi dapat berlansung dengan

baik.

b. Peneliti memperbaiki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk sub

konsep pesawat sederhana.

c. Peneliti menyampaikan kepada siswa bahwa peneliti juga akan memberi

hadiah (rewads) kepada siswa yang aktif pada saat diskusi kelas, hal ini

bertujuan untuk memotifasi siswa agar lebih berani dalam bertanya dan

menjawab.

4.2.2. Pelaksanaan Tindakan

Pada siklus II, wujud pelaksanaan tindakan pada pertemuan pertama

(2x30 menit) adalah sebagai berikut:

a. Peneliti sebagai guru membuka pelajaran dengan menuliskan topik dan

menyampaikan tujuan pembelajaran sesuai dengan RPP yang dibuat oleh

guru.
40

b. Guru menentukan dan mengatur pasangan siswa, kemudian guru meminta

siswa duduk sesuai dengan pasangan yang telah ditentukan oleh guru.

c. Guru membagikan LKS 1.

d. Siswa diminta mengerjakan LKS 1 secara individu (think) kemudian

berpasangan (pair) dan berkelompok (share).

e. Guru dan pengamat mencatat semua temuan selama kegiatan pembelajaran.

Pada siklus II pertemuan kedua (2 x 30 menit), adalah sebagai berikut:

a. Guru membagikan lembar pertanyaan dan lembar jawaban kepada setiap

siswa.

b. Guru meminta perwakilan kelompok mempresentasikan hasil LKS 1, siswa

yang lain sebagai penanya dan penyanggah.

c. Penyaji memberi kesempatan kepada audiens (kelompok lain) untuk bertanya

pada saat diskusi kelas, kemudian guru meminta siswa mempresentasikan

LKS 2.

d. Guru memperbaiki miskonsepsi siswa dan bersama siswa menyusun

kesimpulan. Guru membagikan soal post test.

e. Guru dan pengamat mencatat semua hasil temuan selama kegiatan

pembelajaran.

4.2.3. Observasi dan Evaluasi

a. Hasil Belajar pada Ranah Kognitif

Berdasarkan data hasil belajar siswa pada siklus II diketahui bahwa skor

terendah adalah 50 dan skor tertinggi 82,5. Dengan demikian jika dibandingkan

dengan retata skor kelas pada siklus I maka rerata skor kelas mengalami kenaikan.
41

Berdasarkan data hasil ketuntasan belajar siswa pada lampiran 10 dapat

diketahui bahwa ketuntasan belajar secara klasikal pada siswa kelas V sebesar

80%. Hal ini berarti siswa kelas V sudah mengalami ketuntasan belajar klasikal.

b. Hasil Belajar pada Ranah Afektif

Pada siklus II siswa lebih tenang dan mengikuti petunjuk yang diberikan

guru. Sikap siswa terutama tenggang rasa mengalami perbaikan ditunjukan oleh

sikap siswa yang lebih memperhatikan siswa lain yang mengemukakan pendapat,

tidak menyela atau mengeluarkan pernyartaan yang kurang sopan pada saat

pembelajaran.

Berdasarkan data hasil observasi minat belajar siswa pada siklus II

mengalami peningkatan. Pemberian penghargaan dapat memotifasi siswa untuk

aktif saat diskusi kelas. Siswa berebut saat diberi kesempatan untuk bertanya dan

menjawab. Keadaan kelas pada siklus II lebih kondusif dari pada siklus I.

c. Hasil Belajar pada Ranah Psikomotor

Diskusi Kelas dan Presentasi Lisan

Pada silkus II secara umum siswa terutama penyaji lebih siap melakukan

kegiatan diskusi dan presentasi lisan. Ketika perwakilan mempresentasikan LKS

siswa lain mendengarkan dan mencatat jawaban LKS yang dipresentasikan oleh

penyaji.

4.2.4. Refleksi Siklus II

Berdasarkan hasil observasi dan hasil evaluasi, ada beberapa catatan

penting pada siklus I sebagai berikut:

a. Pada siklus II guru telah melakukan semua tindakan pembelajaran sehingga


42

presentasi ketercapaian tindakan guru mencapai 86,66 %.

b. Kondisi kelas lebih kondusif dibandingkan dengan siklus I.

c. Siswa paham dalam mengerjakan LKS yang dibagikan oleh guru, sehingga

guru tidak perlu memberi penjelasan secara lisan petunjuk mengerjakan LKS

kepada siswa.

d. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan, hal ini ditunjukkan dengan jumlah

siswa yang remidi berkurang apabila dibandingkan dengan siklus I.

e. Guru belum memberikan bimbingan secara intensif pada siswa yang belum

tuntas belajar, pemantapan materi hanya dilakukan secara klasikal.

f. Guru harus lebih sering memberikan pertanyaan yang bersifat rebutan karena

terbukti telah dapat meningkatkan motifasi siswa untuk menjawab.

Pengamatan Aktivitas Guru Pada Siklus II


Kemunculan
No. Aspek yang diamati Tidak Komentar
Ada
ada
1. Apersepsi √
Penguasaan materi dan alat
2. √
peraga
3. Pengelolaan kelas √
Memberikan kesempatan Kegiatan
4. √ pembelajar-
siswa untuk bertanya
an yang
5. Pengaturan waktu √ dilakukan
guru sudah
6. Gaya/ Sikap √ baik.

7. Pemberian motivasi √

8. Penguatan materi √
43

4.3. Pembahasan

Siklus I

1. Ranah Kognitif

Pada penelitian ini hasil belajar yang diukur meliputi tiga ranah yaitu:

Ranah Kognitif, Ranah Afektif, dan Ranah Psikomotor. Gulo (2002: 50) dalam

Yayuk (2005) Menyatakan Ranah Kognitif berkaitan dengan daya pikir,

pengetahuan dan penalaran, sehingga hasil belajar pada ranah ini dapat diketahui

dari perubahan pola pikir dan cara penalaran siswa.

Berdasarkan data hasil belajar siswa sebelum diberi tindakan pada siklus I

diketahui ada peningkatan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

pembelajaran model Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar pada

ranah kognitif.

Pada siswa yang kurang bertanggung jawab atau memiliki minat yang

rendah dalam belajar sering kali terlihat jenuh dan tidak jarang membuat gaduh

dalam kelas sehingga mengganggu ketenangan peserta didik lain. Skor yang

rendah dianggap sebagai hal biasa sehingga tidak ditanggapi dengan usaha untuk

mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Untuk menanggulanginya guru

memberi perhatian lebih pada siswa tersebut misalnya dengan selalu meminta

partisipasi mereka untuk membantu guru dalam kelas atau untuk bertanya dan

menjawab.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif merupakan bagian dari hasil belajar yang sulit diukur karena

berkaitan dengan perasaan, sikap, dan kesadaran. Keberhasilan pembelajaran pada


44

ranah kognitif dan psikomotor sangat dipengaruhi oleh kondisi afektif siswa

(Dikdasmen, 2004b:4). Sikap yang baik terhadap pembelajaran akan mendukung

siswa untuk mencapai hasil yang optimal dalam pembelajaran. Karena itu dalam

memilih strategi, model pembelajaran yang akan diterapkan pada suatu kelas guru

sebaiknya memperhatikan kerakteristik peserta didik terutama sikap siswa pada

materi atau objek tertentu.

Berdasarkan data hasil observasi sikap siswa pada siklus I secara umum

peserta didik kelas V masih sangat kurang dalam bersikap tenggang rasa dan

menghormati orang lain.

3. Ranah Psikomotor

Pada siklus I kegiatan diskusi masih didominasi oleh beberapa siswa

tertentu. Dominasi ini akan menghambat terciptanya “iklim terbuka”pada diskusi.

Dominasi itu dapat berupa sikap yang sok tahu, mendomonasi keadaan, dan sikap

kurang mengharhai pendapat orang lain (Gulo, 2002 dalam yayuk 2005). Kurang

aktifnya siswa dalam kegiatan diskusi juga dapat disebabkan perasaan ragu-ragu

dan rendah diri.

Pada siklus I sebagian siswa yang aktif adalah siswa yang sama yang

memiliki kepercayaan diri yang tinggi atau mendominasi kelompok.

Siklus II

1. Ranah Kognitif

Hasil belajar ranah kognitif pada siklus II mengalami peningkatan

dibandingkan siklus I. Peningkatan rerata kelas tersebut juga disertai dengan

peningkatan ketuntasan belajar siswa baik secara perorangan maupun klasikal.


45

Pada siklus II ketuntasan belajar meningkat hal ini berarti juga bahwa minat

belajar siswa kalas V juga mengalami peningkatan.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif mengalami peningkatan hal ini ditandai dengan

meningkatnya minat belajar siswa. Siswa lebih aktif melakukan diskusi kelas baik

bertanya dan menjawab.

3. Ranah Psikomotor

Pada siklus II ranah psikomotor juga mengalami peningkatan hal ini

terlihat pada kegiatan diskusi II keaktifan siswa lebih merata dibandingkan

dengan siklus I. Keaktifan siswa dalam kegiatan diskusi dipengaruhi oleh

kemampuan guru dalam pengeloaan kelas.


46

BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Pembelajaran dengan menggunakan metode Think Pair Share terbukti

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V SDN Tahunan III dari siklus I

66,67% dan siklus II 86,66%.

Sedangkan respon siswa terhadap metode yang dikembangkan ialah positif

dan dapat membantu siswa meningkatkan prestasi belajarnya.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka diajukan beberapa saran

yang perlu dipertimbagkan sebagi berikut:

1. Sebaiknya dalam membimbing maupun melakukan investigasi, siswa

diberikan buku panduan atau petunjuk tertulis karena petunjuk lebih efektif

jika dibandingkan diberikan secara lisan.

2. Sebaiknya siswa yang belum tuntas belajar mendapatkan remedial dengan

memperhatikan karakteristik siswa.

3. Sebaiknya dalam memilih model pembelajaran, guru juga mempertimbangkan


47

kesesuaian model dengan kerakteristik siswa atau karakteristik materi.

Anda mungkin juga menyukai