Anda di halaman 1dari 88

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa lagi

mempertahankan paradigma lama pembelajaran . Teori, penelitian dan

pelaksanaan kegiatan belajar mengajar membuktikan bahwa para guru sudah harus

mengubah paradigma pengajaran. Kita perlu menelaah kembali praktik-praktik

pembelajaran di sekolah-sekolah . Peranan yang harus dimainkan oleh dunia

pendidikan dalam mempersiapkan anak didik untuk berpartisipasi secara utuh

dalam kehidupan bermasyarakat di abad 21 akan sangat berbeda dengan peranan

tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah.

Terdapat beberapa alasan penting mengapa system pengajaran ini perlu

dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga

terjadi transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah

untuk lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk

bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.

Dalam dunia pendidikan paradigma lama mengenai proses belajar mengajar

bersumber pada teori atau lebih tepatnya asumsi tabula rasa John Locke yang

menyatakan bahwa pikiran anak seperti kertas kosong yang putih dan siap

menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak seperti
2

botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebikaksanaan

sang mahaguru.

Opini umum yang sudah berakar dalam dunia pendidikan juga sudah

menjadi harapan masyarakat. Opini umum ini menganggap bahwa sudah

merupakan tugas guru untuk mengajar dan menyodori siswa dengan muatan-

muatan informasi dan pengetahuan. Guru perlu bersikap atau setidaknya

dipandang oleh siswa sebagai yang paling tahu dan sumber informasi . Lebih

celakanya lagi siswa belajar dalam situasi yang membebani dan menakutkan

karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengajar nilai-nilai tes dan ujian yang

tinggi.

Tampaknya perlu adanya perubahan dalam menelaah proses belajar siswa

interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanya kegiatan belajar mengajar juga

lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa

diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru.

Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa

bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Bahkan banyak

penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (pear teaching)

ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. System pengajaran yang

memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesame siswa

dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai pembelajaran kempompok

atau cooperative learning. Dalam system ini, guru bertindak sebagai fasilitator.
3

Metode adalah cara yang fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Makin baik metode itu, makin efektif pula pencapaian tujuan. Dengan

demikian tujuan merupakan faktor utama dalam menetapkan baik tidaknya

penggunaan suatu metode.

Dalam hal metode mengajar, selain faktor tujuan, murid, situasi,

fasilitas dan faktor guru turut menentukan efektif tidaknya penggunaan suatu

metode. Karenanya metode mengajar itu banyak sekali dan sulit menggolong-

golongkannya. Lebih sulit lagi menetapkan metode mana yang memiliki

efektifitas paling tinggi. Sebab metode yang “kurang baik” di tangan seorang

guru dapat menjadi metode yang “baik sekali” di tangan guru yang lain dan

metode yang baik akan gagal di tangan guru yang tidak menguasai teknik

pelaksanaannya.

Namun demikian, ada sifat-sifat umum yang terdapat pada metode

yang satu tidak terdapat pada metode yang lain. Dengan mencari ciri-ciri

umum itu, menjadi mungkinlah untuk mengenali berbagai macam metode

yang lazim dan praktis untuk dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.

Belajar mengajar merupakan kegiatan yang kompleks. Mengingat kegiatan

belajar mengajar merupakan kegiatan yang kompleks, maka tidak mungkin

menunjukan dan menyimpulkan bahwa suatu metode belajar mengajar

tertentu lebih unggul dari pada metode belajar mengajar yang lainnya dalam

usaha mencapai semua pelajaran, dalam situasi dan kondisi, dan untuk

selamanya. Untuk itu berikut ini akan dibahas beberapa metode yang
4

dimungkinkan dapat digunakan dalam pembelajaran pendidikan seperti

metode ceramah, metode diskusi, metode kelompok

Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode kooperatif atau

Cooperative Learning tidak terlampau asing dan mereka telah sering

menggunakannya dan mengenalnya sebagai metode kerja kelompok. Memang

tidak bisa disangkal bahwa banyak guru telah sering menugaskan para siswa

untuk bekerja dalam kelompok.

Sayangnya, Cooperative Learning saja sering dianggap kurang efektif.

Berbagai sikap dan kesan negatif memang bermunculan dalam pelaksanaan

metode koperatif . Jika kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling

menyalahkan. Sebaliknya jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang

pandai/rajin merasa rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada

hasil kerja mereka. Akibatnya metode kerja kelompok yang seharusnya

bertujuan mulia, yakni menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan

bekerja sama, justru bisa berakhir dengan ketidakpuasan dan kekecewaan.

Bukan hanya guru dan siswa yang merasa pesimis mengenai penggunaan

metode kerja kelompok, bahkan kadang-kadang orang tua pun merasa was-was

jika anak mereka dimasukkan dalam satu kelompok dengan siswa lain yang

dianggap kurang seimbang.

Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelompok

tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak
5

waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja

kelompok. Yang diperkenalkan dalam metode pembelajaran cooperative

learning bukan sekedar kerja kelompok melainkan pada penstrukturannya, jadi

system pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai

kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini

adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling

ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian

bekerjasama dan proses kelompok.

Banyak inovasi telah disajikan dalam memodifikasi pembelajaran

kooperatif ini, diantaranya adalah dengan metode Cooperative Learning .

Paling tidak metode ini telah membuka wawasan guru bahwa variasi yang

dilakukan dalam pembelajaran sangat diperlukan untuk meninggalkan rasa ragu

guru atau siswa akan keberhasilan pembelajarannya

Kekhawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri

secara individual bisa terancam dalam menggunaan metode kerja kelompok

bisa dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara

sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar

mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran

bersama distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam

satu kelompok melaksanakan tanggung jawab pribadinya karena ada system

akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah
6

rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin

perbaikannya.

Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong untuk
melihat pengaruh Penerapan Metode Cooperative Learning dalam
Meningkatkan Pemahaman Konsep Mata pelajaran IPS Materi Dinamika
Pendiuduk Indonesia di Kelas VII-B SMP PELITA 1 Depok Tahun Pelajaran
2019/2020 .

B. Rumusan Masalah

Berpijak pada uraian latar belakang di atas dapat dikaji ada beberapa

permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah metode Cooperative Learning dapat meningkatkan ketuntasan

hasil belajar IPS siswa kelas VII-B SMP PELITA 1 Depok ,tahun pelajaran

2019/2020 ?

2. Apakah pembelajaran metode Cooperative Learning meningkatkan nilai

nilai rata-rata klasikal hasil belajar IPS siswa kelas VII-B tahun pelajaran

2019/2020

C. Batasan Penelitian

Karena keterbatasan waktu, maka diperlukan pembatasan masalah meliputi:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas VII-B SMP PELITA 1 Depok

tahun pelajaran 2019/2020 .


7

2. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2019, semester ganjil

tahun pelajaran 2019/2020 .

3. Meteri yang disampaikan adalah Dinamika Penduduk Indonesia

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan atas rumusan masalah di atas , maka tujuan dilaksanakannya

penelitian ini adalah:

1. Ingin mengetahui pengaruh pembelajaran metode Cooperative Learning

terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VII-B SMP PELITA 1 Depok Tahun

pelajaran 2019/2020 .

2. Ingin mengetahui bagaimanakah pemahaman dan penguasaan mata pelajaran

IPS setelah diterapkannya pembelajaran Cooperative Learning pada siswa

kelas VII-B SMP PELITA 1 Depok Tahun Pelajaran 2019/2020 .

E. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil dan temuan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang model

pembelajaran Cooperative Learningpada pembelajaran IPS

1. Metode pembelajaran dapat dijadikan alternatif yang dapat diberikan dan

bermanfaat bagi siswa


8

2. Dapat meningkatkan motivasi belajar dan melatih sikap sosial untuk saling

peduli terhadap keberhasilan siswa lain dalam mencapai tujuan belajar.

3. Sebagai penentuan kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar

siswa khususnya pada mata pelajaran IPS .

4. Menambah pengetahuan dan wawaan penulis tentang peranan guru IPS

dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar IPS

5. Sumbangan pemikiran bagi guru IPS dalam mengajar dan meningkatkan

pemahaman siswa belajar IPS


9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian tentang Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan

pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran,

baik secara individual atau secara kelompok. Agar tercapainya tujuan

pembelajaran yang telah dirumuskan, seseorang guru harus mengetahui berbagai

metode. Dengan memiliki pengetahuan mengenai sifat berbagai metode, maka

seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling sesuai dengan

situasi dan kondisi. Penggunaan metode mengajar sangat bergantung pada tujuan

pembelajaran.

Syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam

penggunaan metode pembelajaran adalah sebagai berikut :

1. Metode yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, atau

gairah belajar siswa.

2. Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar

lebih lanjut.

3. Metode yang digunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa

untuk mewujudkan hasil karya.

4. Metode yang digunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan

kepribadian siswa.
10

5. Metode yang digunakan harus dapat mendidik murid dalam teknik belajar

sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.

6. Metode yang digunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-

nilai dan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari

Pada mulanya istilah metode banyak digunakan dalam dunia militer

yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk

memenangkan suatu peperangan. Sekarang, istilah metode banyak digunakan

dalam berbagai bidang kegiatan yang bertujuan memperoleh kesuksesan atau

keberhasilan dalam mencapai tujuan. Misalnya seorang manajer atau

pimpinan perusahaan yang menginginkan keuntungan dan kesuksesan yang

besar akan menerapkan suatu metode dalam mencapai tujuannya itu, seorang

pelatih tim Sepakbola akan menentukan metode yang dianggap tepat untuk

dapat memenangkan suatu pertandingan. Begitu juga seorang guru yang

mengharapkan hasil baik dalam proses pembelajaran juga akan menerapkan

suatu metode agar hasil belajar siswanya mendapat prestasi yang terbaik.

Metode pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus

dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara

efektif dan efisien. Kemp (1995). Dilain pihak Dick & Carey (1985)

menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur

pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil

belajar pada siswa.


11

Metode atau Metode merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan

dan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan metode

dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to

achieves a particular educational goal (J. R. David, 1976). Sedangkan menurut

kamus Purwadarminta ( 1976 ), secara umum metode adalah cara yang telah

teratur dan terpikir baik – baik untuk mencapai suatu maksud. Sedangkan

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara kerja yang

bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yang ditentukan. Metode berasal dari bahasa Inggris yaitu Method

artinya melalui, melewati, jalan atau cara untuk memperoleh sesuatu. Metode

pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang

rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Metode pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)

termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau

kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu.

Dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran.

Metode Pembelajaran merupakan cara melakukan atau menyajikan,

menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan isi pelajaran kepada

siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Dapat dikatakan metode pembelajaran

merupakan bagian dari metode instruksional. Tetapi tidak semua metode

pembelajaran sesuai digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Penulisan mengenai metode di bawah ini tidak mengikuti suatu urutan


12

tertentu, tetapi dilakukan secara acak. Diungkapkan pula kapan baiknya

metode tersebut dilaksanakan serta keunggulan dan kekurangan metode

tersebut.

Beberapa prinsip-prinsip yang mesti dilakukan oleh pengajar dalam

memilih metode pembelajaran secara tepat dan akurat, pertimbangan tersebut

mesti berdasarkan pada penetapan. Sebelum memutuskan metode mana yang

akan dipakai dalam proses belajar mengajar, maka seorang pengajar perlu

memperhatikan beberapa pertimbangan berikut :

1. Tujuan Pembelajaran

Penetapan tujuan pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru dalam

memilih metode yang akan digunakan di dalam menyajikan materi

pengajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang hendak dicapai

pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki siswa.

Sasaran tersebut dapat terwujud dengan menggunakan metode -metode

pembelajaran. Tujuan pembelajaran adalah kemampuan (kompetensi) atau

keterampilan yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah mereka

melakukan proses pembelajaran tertentu.

Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu metode yang harus

digunakan guru. Dalam hal ini metode yang dapat membantu siswa-siswa
13

mencapai tujuan adalah metode ceramah, guru memberi instruksi,

petunjuk, aba-aba dan dilaksanakan di lapangan, kemudian metode

demonstrasi, siswa-siswa mendemonstrasikan cara menendang bola

dengan baik dan benar, selanjutnya dapat digunakan metode pembagian

tugas, siswa-siswa kita tugasi, bagaimana menjadi keeper, kapten,

gelandang, dan apa tugas mereka, dan bagaimana mereka dapat

bekerjasama dan menendang bola. Dalam contoh ini, terdapat kemampuan

siswa pada tingkat kognitif dan psikomotorik. Demikian juga

diaplikasikan kemampuan Afektif, tentang bagaimana kemampuan mereka

dalam bekerjasama dalam bermain bola dari metode pemberian tugas

yang diberikan guru kepada setiap individu. Dalam silabus telah

dirumuskan indikator hasil belajar atau hasil yangdiperoleh siswa setelah

mereka mengikuti proses pembelajaran. Terdapat empat komponen pokok

dalam merumuskan indikator hasil belajar yaitu

a. Penentuan subyek belajar untuk menunjukkan sasaran relajar.

b. Kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau yang dapat

ditampilkan melalui peformance siswa

c. Keadaan dan situasi dimana siswa dapat mendemonstrasikan

performancenya
14

d. Standar kualitas dan kuantitas hasil belajar.

Berdasarkan indikator dalam penentuan tujuan pembelajaran maka dapat

dirumuskan tujuan pembelajaran mengandung unsur; Audience (peserta

didik), Behavior (perilaku yang harus dimiliki), Condition (kondisi dan

situasi)

2. Aktivitas dan Pengetahuan Awal Siswa

Belajar merupakan berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai

dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu metode pembelajaran harus dapat

mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak dimaksudkan hanya terbatas pada

aktifitas fisik saja akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis atau

aktivitas mental.

Pada awal atau sebelum guru masuk ke kelas memberi materi pengajaran

kepada siswa, ada tugas guru yang tidak boleh dilupakan adalah untuk

mengetahui pengetahuan awal siswa. Sewaktu memberi materi pengajaran

kelak guru tidak kecewa dengan hasil yang dicapai siswa, untuk mendapat

pengetahuan awal siswa guru dapat melakukan pretes tertulis, tanya jawab di

awal pelajaran. Dengan mengetahui pengetahuan awal siswa, guru dapat

menyusun metode memilih metode pembelajaran yang tepat pada siswa-

siswa. Apa metode yang akan kita pergunakan? Sangat tergantung juga pada
15

pengetahuan awal siswa, guru telah mengidentifikasi pengetahuan awal.

Pengetahuan awal dapat berasal dari pokok bahasan yang akan kita ajarkan,

jika siswa tidak memiliki prinsip, konsep, dan fakta atau memiliki

pengalaman, maka kemungkinan besar mereka belum dapat dipergunakan

metode yang bersifat belajar mandiri, hanya metode yang dapat diterapkan

ceramah, demonstrasi, penampilan, latihan dengan teman, sumbang saran,

pratikum, bermain peran dan lain-lain. Sebaliknya jika siswa telah memahami

prinsip, konsep, dan fakta maka guru dapat mempergunakan metode diskusi,

studi mandiri, studi kasus, dan metode insiden, sifat metode ini lebih banyak

analisis, dan memecah masalah.

3. Integritas Bidang Studi/Pokok Bahasan

Mengajar merupakan usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa.

Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, tetapi juga

meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Karena itu

metode pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian

secara terintegritas.

Pada sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah, program studi

diatur dalam tiga kelompok. Pertama, program pendidikan umum. Kedua,

program pendidikan akademik. Ketiga, Program Pendidikan Agama, IPS ,

Penjas dan Kesenian dikelompokkan ke dalam program pendidikan umum.


16

Program pendidikan akademik bidang studinya berkaitan dengan

keterampilan. Karena itu metode yang digunakan lebih berorientasi pada

masing-masing ranah (kognitif, afektif, dan psikomotorik) yang terdapat

dalam pokok bahasan. Umpamanya ranah psikomotorik lebih dominant dalam

pokok bahasan tersebut, maka metode demonstrasi yang dibutuhkan, siswa

berkesempatan mendemostrasikan materi secara bergiliran di dalam kelas atau

di lapangan. Dengan demikian metode yang kita pergunakan tidak terlepas

dari bentuk dan muatan materi dalam pokok bahasan yang disampaikan

kepada siswa.

B. Pengertian tentang Belajar dan Pembelajaran

Daryanto (2010:2) belajar adalah suatu proses usahan yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Djamarah (2008:13) mengatakan bahwa belajar adalah serangkaian

kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai

hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang

menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

Slameto (2010:2) belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya


17

Fathurrohman dan Sutikno (2010:6) belajar adalah perubahan yang

terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu. Syah

(2010:90) belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu

yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan

lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Uno (2011:15) belajar adalah proses perubahan perilaku seseorang

setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau keterampilan)

tertentu. Yamin (2007:168) belajar merupakan perubahan perilaku seseorang

melalui latihan dan pengalaman, seseorang belajar tidak ditentukan oleh

kekuatan-kekuatan yang datang dari dalam dirinya atau oleh stimulus-

stimulus yang datang dari lingkungan, akan tetapi merupakan interaksi timbal

balik dari determinan-determinan individu dan determinan-determinan

lingkungan.

Hamalik (2011:27) Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan

bukan suatu hasil atau tujuan. Purwanto (2011:38) belajar adalah proses

dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan

perubahan dalam perilaku.

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Dimyati

dan Mudjiono (1996:7) mengemukakan bahwa penentu dari proses belajar

adalah siswa. Selain itu Hilgard dan Marquis berpendapat bahwa belajar

merupakan proses pencarian ilmu dalam diri sendiri melalu latihan,

pembelajaran, dan yang lainnya sehingga terjadi perubahan dalam diri. James
18

L. Mursell mengemukakan belajar adalah upaya yang dilakukan dengan

mengalami, mencari, menelusuri dan memperoleh sendiri apa yang kita

inginkan.

Menurut Gagne (1984) belajar adalah sebagai suatu proses dimana

seorang individu berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.

Sedangkan Henry E. Garret berpendapat, belajar merupakan proses yang

terjadi dalam jangka waktu yang lama melalui latihan yang membawa

terjadinya perubahan dalam diri sendiri. Kemudian Lester D. Crow

mengemukakan bahwa belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaan-

kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap. (DR. H Syaiful Sagala, M.Pd.,2008)

Pembelajaran juga bisa diartikan sebagai upaya untuk menciptakan

kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar. Dengan demikian

pembelajaran dapat didefinisikan sebagai upaya proses membangun

pemahaman siswa. Pembelajaran disini lebih menekankan pada bagaimana

upaya guru untuk mendorong atau memfasilitasi siswa dalam belajar. Istilah

pembelajaran agaknya berkaitan dengan istilah mengajar dalam pengertian

kualitatif menurut Biggs. Biggs (Syah, 1997) membagi konsep mengajar

dalam tiga macam pengertian, yakni

1. Pengertian kuantitatif, mengajar berarti the transmission of knowledge,

yakni mengajar merupakan suatu proses transmisi pengetahuan.


19

2. Pengertian institusional, mengajar diartikan sebagai the efficient

orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan

mengajar secara efisien.

3. Pengertian kualitatif, mengajar diartikan sebagai the facilitation of

learning, yakni upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa.

Selanjutnya berikut ini pendapat beberapa ahli lain pendidikan dan psikologi

tentang belajar yaitu:

1. Belajar menurut pandangan Skinner

Belajar menurut pandangan B. F. Skinner (1958) merupakan suatu

perubahan yang terjadi dalam peluang munculnya respon.

2. Belajar menurut pandangan Robert M. Gagne

Meunurut Robert M. Gagne (1970), belajar merupakan perubahan yang

terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara terus

menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.

3. Belajar menurut pandangan Piaget

Jean Piaget seorang psikologis Swiss (1896-1980) mengemukakan

pendapatnya mengenai pengertian belajar adalah perubahan struktural

yang saling melengkapi antara proses penyesuaian dan penyusunan

kembali (pengubahan) informasi baru terhadap informasi yang telah kita

miliki sehingga informasi baru tersebut dapat disesuaikan dengan baik.

4. Belajar menurut pandangan Carl R. Rogers


20

Menurut pendapat Carl R. Rogers (ahli psiko terapi) belajar adalah suatu

kebebasan atau kemerdekaan untuk mengetahui sesuatu yang baik dan

yang buruk, tetapi dengan penuh tanggung jawab.

5. Belajar menurut pandangan Benjamin Bloom

Menurut Benjamin Bloom (1956) belajar adalah perubahan kualitas

kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf

hidupnya sebagai pribadi, sebagai masyarakat, maupun sebagai mahluk

Tuhan Yang Maha Esa.

6. Belajar menurut pandangan Jerome S. Bruner

Jerome S. Bruner (1960) seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli

psikologi belajar kognitif. Menurutnya belajar adalah suatu cara bagaiman

orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara

efektif.

Bertitik tolak dari pandangan para ahli tersebut yang berbeda-beda, namun

diantara mereka terdapat kesamaan makna dari pengertian belajar yaitu

menunjukkan kepada ”suatu proses perubahan perilaku atau pribadi

seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu”. Hal-hal pokok

dalam pengertian belajar adalah belajar itu membawa perubahan tingkah laku

karena pengalaman dan latihan, perubahan itu utamanya didapat karena

kemampuan baru, dan perubahan itu terjadi karena disengaja.


21

Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan

maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan

oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta

didik atau murid. (DR. H Syaiful Sagala, M.Pd.,2008).

Menurut Slameto (Haling, 2006:1) mengemukakan bahwa belajar

adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Wingkel

(1991) dalam Haling (2006:2) menjelaskan bahwa belajar pada manusia

merupakan suatu proses psikologi yang berlangsung dalam interaksi aktif

subjek dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang bersifat konstan atau menetap.

Perubahan-perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang segera nampak

dalam perilaku nyata.

Moh. Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam

interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua

pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri

seseorang.
22

Menurut Darsono (2000) pengertian belajar adalah terjadinya

perubahan pada diri orang yang belajar karena pengalaman, bukan karena

bawaan sejak lahir. Belajar merupakan komponen dari ilmu pendidikan yang

berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Didalamnya

dikembangkan teori –teori yang meliputi teori tentang tujuan pendidikan,

organisasi kurikulum, isi ‘kurikulum, dan modul-modul pengembangan

kurikulum. (DR. H Syaiful Sagala, M.Pd.,2008)

Sedangkan menurut Morgan, et.al (1986) belajar dapat didefinisikan

sebagai perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil

latihan dan pengalaman. Pendapat ini serupa dengan pendapat Cronbach

(Suryobroto, 1983) yakni “Learning is shown by a change in behavior as

results of experience”, dan pendapat Mazur dan Rocklin (Slavin, 1997) bahwa

: “Learning is usually defined as a change in an individual caused by

experience”. Demikian juga Reber (1988) yang mengemukakan bahwa

“Learning is a relatively permanent change in response potentiality which

occurs as a result of reinforced practice”, belajar merupakan suatu perubahan

kemampuan bereaksi yang relatif tetap sebagai hasil latihan yang diperkuat.

Ormrod (1995) mendeskrIPSikan adanya dua definisi belajar yang

berbeda. Difinisi pertama menyatakan bahwa, ”Learning is relatively

permanent change in behavior due to experience”, belajar merupakan

perubahan perilaku yang relatif permanen karena pengalaman. Sedangkan


23

definisi kedua menyatakan bahwa, “Learning is relatively permanent change

in mental associations due to experience”, belajar merupakan perubahan

mental yang relative permanen karena pengalaman. Sehingga, belajar

diartikan sebagai tahapan aktivitas yang menyebabkan terjadinya perubahan

perilaku dan mental yang relatif sebagai bentuk respon terhadap situasi dan

interaksi dengan lingkungan.

Pengertian- pengertian ini memperlihatkan adanya beberapa karakteristik,

bahwa :

1. Belajar merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan pada

diri individu yang belajar.

2. Perubahan tersebut berupa kemampuan baru dalam memberikan

tanggapan terhadap suatu rangsangan.

3. Perubahan itu terjadi secara permanen.

4. Perubahan tersebut terjadi bukan karena proses pertumbuhan atau

kematangan fisik, melainkan karena usaha sadar.

Beberapa ciri pembelajaran yang perlu diperhatikan guru adalah sebagai

berikut:

1. Mengaktifkan motivasi

2. Memberitahukan tujuan belajar


24

3. Merancang kegiatan dan perangkat pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat terlibat secara aktif, terutama secara

mental

4. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang

berpikir siswa (provoking question)

5. Memberikan bantuan terbatas kepada siswa tanpa memberikan

jawaban final

6. Menghargai hasil kerja siswa dan memberi umpan balik

7. Menyediakan aktivitas dan kondisi yang memungkinkan terjadinya

konstruksi pengetahuan.

Tujuan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi perubahan tingkah laku

dari individu setelah individu tersebut melaksanakan proses belajar. Melalui

belajar diharapkan dapat terjadi perubahan (peningkatan) bukan hanya pada

aspek kognitif, tetapi juga pada aspek lainnya. Selain itu tujuan belajar yang

lainnya adalah untuk memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup.

Benyamin S Bloom, menggolongkan bentuk tingkah laku sebagai tujuan

belajar atas tiga ranah, yakni:

1. Ranah kognitif berkaitan dengan perilaku yang berhubungan dengan

berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ranah kognitif menurut

Bloom, et.al (Winkel, 1999; Dimyati & Modjiono, 1994) dibedakan atas 6

tingkatan dari yang sederhana hingga yang tinggi, yakni:


25

a. Pengetahuan (knowledge), meliputi kemampuan ingatan tentang hal

yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan.

b. Pemahaman (comprehension), meliputi kemampuan menangkap arti

dan makna dari hal yang dipelajari. Ada tiga subkategori dari

pemahaman, yakni:

1) Translasi, yaitu kemampuan mengubah data yang disajikan dalam

suatu bentuk ke dalam bentuk lain.

2) Interpretasi, yaitu kemampuan merumuskan pandangan baru

3) Ekstrapolasi, yaitu kemampuan meramal perluasan trend atau

kemampuan meluaskan trend di luar data yang diberikan

c. Penerapan (aplication), meliputi kemampuan menerapkan metode dan

kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

d. Analisis (analysis), meliputi kemampuan merinci suatu kesatuan ke

dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami

dengan baik. Analisis dapat pula dibedakan atas tiga jenis, yakni:

1) Analisis elemen, yaitu kemampuan mengidentifikasi dan merinci

elemen-elemen dari suatu masalah atau dari suatu bagian besar.

2) Analisis relasi, yaitu kemampuan mengidentifikasi relasi utama

antara elemen-elemen dalam suatu struktur.

3) Analisis organisasi, yaitu kemampuan mengenal semua elemen

dan relasi dari struktur kompleks.


26

e. Sintesis (synthesis), meliputi kemampuan membentuk suatu pola baru

dengan memperhatikan unsur-unsur kecil yang ada atau untuk

membentuk struktur atau sistem baru. Dilihat dari segi produknya,

sintesis dapat dibedakan atas:

1) Memproduksi komunikasi unik, lisan atau tulisan

2) Mengembangkan rencana atau sejumlah aktivitas

3) Menurunkan sekumpulan relasi-relasi abstrak

f. Evaluasi (evaluation), meliputi kemampuan membentuk pendapat

tentang sesuatu atau beberapa hal dan pertanggungjawabannya

berdasarkan kriteria tertentu.

2. Ranah afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, minat, aspirasi dan

penyesuaian perasaan sosial. Ranah efektif menurut Karthwohl dan Bloom

(Bloom.,et.al,1971) terdiri dari 5 jenis perilaku yang diklasifikasikan dari

yang sederhana hingga yang kompleks, yakni:

a. Penerimaan (reseving) yakni sensitivitas terhadap keberadaan

fenomena atau stimuli tertentu, meliputi kepekaan terhadap hal-hal

tertentu, dan kesediaan untuk memperhatikan hal tersebut.

b. Pemberian respon (responding) yakni kemampuan memberikan respon

secara aktif terhadap fenomena atau stimuli.


27

c. Penilaian atau penentuan sikap (valuing) yakni kemampuan untuk

dapat memberikan penilaian atau pertimbangan terhadap suatu objek

atau kejadian tertentu.

d. Organisasi (organization), yakni konseptualisasi dari nilai-nilai untuk

menentukan keterhubungan diantara nilai-nilai.

e. Karakterisasi, yakni kemampuan yang mengacu pada karakter dan

gaya hidup seseorang.

3. Ranah psikomotor mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan

(skill) yang bersifat manual dan motorik. Ranah psikomotor menurut Simpson

(Winkel, 1999;Fleishman & Quaintance, 1984) dapat diklasifikasikan atas:

a. Persepsi (perception), meliputi kemampuan memilah-milah 2 perangsang

atau lebih berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada

masing-masing perangsang.

b. Kesiapan melakukan suatu pekerjaan (set), meliputi kemampuan

menempatkan diri dalam keadaan dimana akan terjadi suatu gerakan atau

rangkaian gerakan.

c. Gerakan terbimbing (mechanism), meliputi kemampuan melakukan

gerakan sesuai contoh atau gerak peniruan.

d. Gerakan terbiasa, meliputi kemampuan melakukan suatu rangkaian

gerakan dengan lancar, karena sudah dilatih sebelumnya.


28

e. Gerakan kompleks (complex overt response), meliputi kemampuan untuk

melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari beberapa

komponen secara lancar, tepat, dan efisien.

f. Penyesuaian pola gerakan (adaptation), meliputi kemampuan mengadakan

perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan khusus

yang berlaku.

g. Kreativitas, meliputi kemampuan melahirkan pola gerak-gerik yang baru

atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

Tujuan pembelajaran pada hakekatnya mempunyai kedudukan yang sangat

penting. Tujuan pembelajaran ini merupakan landasan bagi:

1. Penentuan isi (materi) bahan ajar.

2. Penentuan dan pengembangan metode pembelajaran.

3. Penentuan dan pengembangan alat evaluasi.

Tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan atas tujuan umum dan tujuan

khusus. Tujuan umum adalah pernyataan umum tentang hasil pembelajaran

yang diinginkan yang mengacu pada struktur orientasi, sedangkan tujuan

khusus adalah pernyataan khusus tentang hasil pembelajaran yang diinginkan

yang mengacu pada konstruk tertentu.

Tujuan umum pembelajaran dapat dibedakan atas:

1. Tujuan yang bersifat orientatif, dapat diklasifikasikan pula atas 3 tujuan,

yakni:

a. Tujuan orientatif konseptual


29

Pada tujuan ini tekanan utama pembelajaran adalah agar siswa

memahami konsep-konsep penting yang tercakup dalam suatu bidang

studi

a. Tujuan orientatif prosedural

Pada tujuan ini tekanan utama pembelajaran adalah agar siswa belajar

menampilkan prosedur.

c. Tujuan orientatif teoritik

Pada tujuan ini tekanan utama pembelajaran adalah agar siswa

memahami hubungan kausal penting yang tercakup dalam suatu

bidang studi.

2. Tujuan pendukung dapat diklasifikasikan menjadi 2 tujuan, yakni:

a. Tujuan pendukung prasyarat, yaitu tujuan pendukung yang

menunjukkan apa yang harus diketahui oleh siswa agar dapat

mempelajari tugas yang didukungnya.

b. Tujuan pendukung konteks, yaitu tujuan pendukung yang membantu

menunjukkan konteks dari suatu tujuan tertentu dengan tujuan yang

didukungnya. Selain tujuan umum dan tujuan khusus di atas, terdapat

pula tujuan pembelajaran yang lain yaitu untuk mengembangkan

kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa.


30

C. Pengertian tentang Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan

menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam

hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan

dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).

Purwanto (2011:46) hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta

didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai

penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar

mengajar. Lebih lanjut lagi ia mengatakan bahwa hasil belajar dapat

berupa perubahan dalam aspekkognitif, afektif dan psikomotorik.

Sudjana (2003:3) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah

perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan

psikomotorik yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman

belajar.

Hamalik (2003:155) hasil belajar adalah sebagai terjadinya

perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat di amati dan di

ukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut

dapat di artikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang

lebih baik sebelumnya yang tidak tahu menjadi tahu.


31

Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa

dipisahkan. Beajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang

sebagai subyek dalam belajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa

yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar.

Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan

guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi

dengan guru. Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar

mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas

seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh

siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga

dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor

yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana,

1989 : 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam

diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang

dikemukakan oleh Clark (1981 : 21) menyatakan bahwa hasil belajar

siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 %

dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa

yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran

(Sudjana, 2002 : 39).


32

"Belajar adalah suatu perubahan perilaku, akibat interaksi dengan

lingkungannya" (Ali Muhammad, 204 : 14). Perubahan perilaku dalam

proses belajar terjadi akibat dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi

biasanya berlangsung secara sengaja. Dengan demikian belajar dikatakan

berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu. Sebaliknya apabila

terjadi perubahan dalam diri individu maka belajar tidak dikatakan

berhasil.

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kamampuan siswa dan

kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud adalah

profesional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik

di bidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku

(psikomotorik).

Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar siswa

dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan

personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan.

Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau

diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang mana hal tersebut

dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar

yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupa sehingga nampak pada diri

indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan

dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak

pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.


33

D. Model Pembelajaran Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif muncul karena adanya perkembangan dalam sistem

pembelajaran yang ada. Pembelajaran kooperatif menggantikan sistem

pembelajaran yang individual. Dimana guru terus memberikan informasi

( guru sebagai pusat ) dan peserta didik hanya mendengarkan. Pembelajaran

kooperatif mendapat dukungan dari Vygotsky tokoh teori kontruktivisme.

Dukungan Vygotsky antara lain:

1. Menekankan peserta didik mengkonstruksi pengetahuan mealui interaksi

sosial dengan orang lain.

2. Selain itu dia juga berpendapat bahwa penekanan belajar sebagai proses

dialog interaktif. Semua hal tersebut ada dalam pembelajaran kooperatif.

3. Arti penting belajar kelompok dalam pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif ini membuat siswa dapat bekerjasama dan adanya

partisiasi aktif dari siswa. Guru sebagai fasilisator dan pembimbing yang akan

mengarahkan setiap peserta didik menuju pengetahuan yang benar dan tepat.

Didalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen yang berkaitan.

Menurut Lie ( 2004 ):


34

1. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong

agar siswa merasa saling membutuhkan atau yang biasa disebut dengan saling

ketergantungan positif yang dapat dicapai melalui : saling ketergantungan

mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling

ketergantungan bahan atau sumber, saling ketergantungan peran, saling

ketergantungan hadiah.

2. Interaksi tatap muka

Dengan hal ini dapat memaksa siswa saling bertatap muka sehingga mereka

akan berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru tetapi dengan

teman sebaya juga karena biasanya siswa akan lebih luwes, lebih mudah

belajarnya dengan teman sebaya.

3. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

Penilaian ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi

pelajaran secara individual. Hasil penilaian ini selanjutnya disampaikan oleh

guru kepada kelompok agar semua kelompok mengetahui siapa kelompok

yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan

bantuan,maksudnya yang dapat mengajarkan kepada temannya. Nilai


35

kelompok tersebut harus didasarkan pada rata-rata, karena itu anggota

kelompok harus memberikan kontribusi untuk kelompnya. Intinya yang

dimaksud dengan akuntabilitas individual adalah penilaian kelompok yang

didasarkan pada rata-rata penguasaan semua anggota secara individual.

4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial dalam menjalin hubungan antar siswa harus diajarkan.

Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh

teguran dari guru juga siswa lainnya.

Menurut Roger dan David Johnson ada 5 unsur dalam model pembelajaran

kooperatif, yaitu :

1. Positive interdependence ( saling ketergangtungan positif )

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada 2

pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan

kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu

mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.


36

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu :

a. Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam

kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai

tujuan.

b. Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan

yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

c. Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompok

hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok.

d. Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung

dan saling berhubungan, saling melengkapi dan saling terikat dengan peserta

didik lain dalam kelompok.

2. Personal responsibility ( tanggung jawab perorangan )Tanggung jawab

perorangan merupakan kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat

oleh kegiatan belajar bersama.

3. Face to face promotive interaction ( interaksi promotif )

Unsur ini penting untuk dapat menghasilkan saling ketergantungan positif.

Ciri – ciri interaksi promotif adalah :

a. Saling membantu secara efektif dan efisien

b. Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan


37

c. Memproses informasi bersama secara lebih effektif dan efisien

d. Saling mengingatkan

e. Saling percaya

f. Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama

4. Interpersonal skill ( komunikasi antar anggota / ketrampilan )

Dalam unsur ini berarti mengkoordinasikan kegiatan peserta didik dalam

pencapaian tujuan peserta didik, maka hal yang perlu dilakukan yaitu :

a. Saling mengenal dan mempercayai

b. Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius

c. Saling menerima dan saling mendukung

d. Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

5. Group processing ( pemrosesan kelompok )

Dalam hal ini pemrosesan berarti menilai. Melalui pemrosesan kelompok

dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan

dari anggota kelompok. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas

anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk

mencapai tujuan kelompok.

Tujuan Pembelajaran Koperatif


38

1. Meningkatkan hasil belajar akademik, Meskipun pembelajaran kooperatif

meliputi berbagai macam tujuan social, tetapi juga bertujuan untuk

meningkatkan kinerja siswa dalam tugas – tugas akademik. Beberapa ahli

berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami

konsep – konsep yang sulit.

2. Penerimaan terhadap keragaman, Pembelajaran kooperatif memberi peluang

kepada siswa yang berbada latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling

bergantung satu sama lain atas tugas – tugas bersama.

3. Pengembangan ketrampilan social, Mengajarkan kepada siswa keterampilan

kerjasama dan kolaborasi untuk saling berinteraksi dengan teman yang lain.

Perbedaan Pembelajaran Koperatif dan Pembelajaran Tradisional adalah :

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional


39

Adanya saling ketergantungan positif, saling Guru sering membiarkan adanya siswa yang

membantu dan saling memberikan motivai mendominasi kelompok atau menggantungkan

sehingga ada interaksi promotif. diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur Akuntabilitas individual sering diabaikan

penguasaan materi pelajaran tiap anggota sehingga tugas- tugas sering diborong oleh

kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang salah seorang anggota kelompok, sedangkan

hasil belajar para anggotanya sehingga dapat anggota kelompok lainnya hanya ‘enak-enak

saling mengetahui siapa yang memerlukan saja’ diatas keberhasilan temannya yang

bantuan dan siapa yang dapat memberikan dianggap ‘ pemborong’.

bantuan.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam Kelompok belajar biasanya homogeny

kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik,

dsb sehingga dapat saling mengetahui siapa yang

memerlukan bantuan dan siapa yang dapat

memberikan bantuan.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh

bergilir untuk memberikan pengalaman guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih

memimpin bagi para anggota kelompok. pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Ketrampilan social yang diperlukan dalam kerja Ketrampilan sosial sering tidak diajarkan

gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan secara langsung.

berkomu nikasi, mempercayai orang lain dan


40

mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, Pemantauan melalui observasi dan intervensi

guru terus melakukan pemantauan melalui sering dilakukan oleh guru pada saat

observasi dan melakukan intervensi jika terjadi belajarkelompok sedang berlangsung.

masalah dalam kerja sama antar anggota

kelompok.

Guru memperhatikan secara langsung proses Guru sering tidak memperhatikan proses

kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok yang terjadi dalam kelompok –

kelompok belajar. kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas Penekanan sering hanya pada penyelesaian

tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan tugas.

antar pribadi yang saling menghargai).

Keuntungan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah :

1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan social

2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,

informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai – nilai sosial dan

komitmen.

5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.


41

7. Berbagi ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan

saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai

perspektif.

10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih

baik.

11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan

kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan

orientasi tugas

Pembelajaran kooperatif selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan –

kelemahan antara lain :

1. Dalam pembelajaran kooperatif apabila kelompoknya tidak dapat bekerjasama

dengan baik dan kompak maka akan terjadi perselisihan karena adanya

berbagai perbedaan yang dapat menyebabkan perselisihan.

2. Terkadang ada anggota yang lebih mendominasi kelompok dan ada yang

hanya diam, sehingga pembagian tugas tidak merata.

3. Dalam pembelajarannya memerlukan waktu yang cukup lama sebab harus

saling berdiskusi bersama teman – teman lain untuk menyatukan pendapat dan

pandangan yang dianggap benar.


42

4. Karena sebagian pengetahuan didapat dari teman dan yang menerangkan

teman maka terkadang agak sulit dimengerti, sebab pengetahuan terbatas.

E. Hakekat Ilmu Pengetahuan Sosial

IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu

tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu,

disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri.

2001:89). Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for

Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan

“Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat

terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik,

ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya

Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut

meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS).

1. Ilmu Sosial (Sicial Science)

Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial

(Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-

disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan biasanya

dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.


43

Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan

disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara

ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada

kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.

Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang

ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara

perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial

adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia

sebagai anggota masyarakat.

2. Studi Sosial (Social Studies).

Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang

keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang

pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang Studi Sosial ini,

Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai berikut : Sudi Sosial

tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan

pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar.

3. Pengetahuan Sosial (IPS)

Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat.

Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut

pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of

Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian

lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada
44

kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial

yang mempunyai minat sama. Hakikat IPS, adalah telaah tentang manusia dan

dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan

sesamanya. Dengan kemajuan teknologi pula sekarang ini orang dapat

berkomunikasi dengan cepat di manapun mereka berada melalui handphone

dan internet. Kemajuan Iptek menyebabkan cepatnya komunikasi antara orang

yang satu dengan lainnya, antara negara satu dengan negara lainnya. Dengan

demikian maka arus informasi akan semakin cepat pula mengalirnya. Oleh

karena itu diyakini bahwa “orang yang menguasai informasi itulah yang akan

menguasai dunia”.

Suatu tempat atau ruang dipermukaan bumi, secara alamiah dicirikan oleh

kondisi alamnya yang meliputi iklim dan cuaca, sumber daya air, ketinggian

dari permukaan laut, dan sifat-sifat alamiah lainnya. Jadi bentuk muka bumi

seperti daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan daerah pegunungan

akan mempengaruhi terhadap pola kehidupan penduduk yang menempatinya.

Lebih jelasnya Anda dapat mencermati contoh berikut ini.

a. Corak kehidupan masyarakat di tepi pantai utara Jawa yang bentuknya

landai dengan laut yang tenang dan tidak begitu tinggi serta arus angin

yang tidak begitu kencang, sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk

mencari ikan. Hal ini disebabkan ikan banyak berkumpul di kawasan laut

yang dangkal yang masih tertembus sinar matahari. Oleh karena itu

mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Hampir


45

semua pelabuhan-pelabuhan besar di pulau Jawa sebagian besar terletak di

pantai utara Jawa.

b. Dataran rendah yang meliputi daerah pantai sampai ketinggian 700 meter

di atas permukaan laut merupakan kawasan yang cadangan airnya cukup,

didukung oleh iklimnya yang cocok, merupakan potensi alam yang

cocokuntuk dikembangkan sebagai areal pertanian, misalnya Karawang,

Bekasi, Indramayu, Subang dan sebagainya. Dataran tinggi yang beriklim

sejuk, dengan cadangan air yang sudah semakin berkurang maka sistem

pertanian yang dikembangkan adalah pertanian lahan kering dan

holtikultura seperti sayuran, buah-buahan, da tanaman hias.

c. Lain dengan daerah pegunungan yang memiliki corak tersendiri. Karena

sedikitnya persediaan air tanah, mengakibatkan pemukiman penduduk

terpusat di lembah-lembah atau mendekati alur sungai. Hal ini

dikarenakan mereka berusaha untuk mendapatkan sumber air yang relatif

mudah. Ladang yang mereka usahakan biasanya terletak di lembah

pegunungan.

Aspek pengaturan dan kebijakan ini termasuk aspek politik

Marilah kita cermati kembali apa yang sudah kita pelajari di atas. Setelah

kita pelajari ternyata kehidupan itu banyak aspeknya, meliputi aspek-

aspek:
46

1. hubungan sosial: semua hal yang berhubungan dengan interaksi

manusia tentang proses, faktor-faktor, perkembangan, dan

permasalahannya dipelajari dalam ilmu sosiologi

2. ekonomi: berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia,

perkembangan, dan permasalahannya dipelajari dalam ilmu ekonomi

3. psikologi: dibahas dalam ilmu psikologi

4. budaya: dipelajari dalam ilmu antropologi

5. sejarah: berhubungan dengan waktu dan perkembangan kehidupan

manusia dipelajari dalam ilmu sejarah

6. geografi: hubungan ruang dan tempat yang sangat berpengaruh

terhadap kehidupan manusia dipelajari dalam ilmu geografi

7. politik: berhubungan dengan norma, nilai, dan kepemimpinan untuk

mencapai kesejahteraan masyarakat dipelajari dalam ilmu politik.

IPS (Ilmu Pengetauan Sosial) bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau

disiplin bidang akademik, melainkan lebih merupakan suatu bidang

pengkajian tentang gejala dan masalah social. Dalam kerangka kerja

pengkajiannya IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) menggunakan bidang-bidang

keilmuan yang termasuk bidang ilmu social.IPS (Ilmu Pengetauan Sosial)

segai satu program pendidikan tidak hanya menyajikan tentang konsep-

konsep pengetahuan semata, namun harus pula mampu membina peserta didik

menjadi warga masyarakat yang tahu akan hak dan kewajiban, yang juga

memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan bersama yang seluas-luasnya.


47

Oleh karena peserta didik yang dibina melalui IPS tidak hanya memiliki

pengetahuan dan kemampuan berpikir tinggi,namun peserta didik diharapkan

pula memiliki kesabaran dan tanggung jawab yang tinggi terhadap diri dan

lingkungannya.

Tujuan Pembelajaran IPS

Sebagai bidang pengetahuan dan sejarah IPS yang memiliki delapan tujuan

sebagai berikut:

1. IPS mempersiapkan siswa untuk studi lanjut dibidang sosial science, mata

pelajaran seperti sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi budaya

haruslah diberikan lepas-lepas sebagai vak tersendiri. Mata pelajaran IPS

yang terpecah-pecah tadi tak memerlukan usaha peramuan bagian-bagian

dari mata pelajaran lain

2. IPS hakikatnya merupakan suatu kompromi antara 1 dan 2 tersebut di

atas.Sebagai suatu penyederhanaan dan penyaringan terhadap ilmu-ilmu

sosial, dengan kemampuan dan daya tangkap.

3. IPS yang mempelajari closed areas atau masalah-masalah sosial yamg

pantas untuk dibicarakan dimuka umum. Bahannya menyangkut macam-

macam misalnya ekonomi, pengetahuan sampai politik dadi sosial sampai

kultural. Biar berlatih berpikir demokrat.

4. IPS yang bertujuan mendidik kewarganegaraan yang baik. Dalam konteks

budaya melalui pengolahan secara ilmiah dan psikologis yang tepat.


48

5. Menurut pedoman khusus Bidang Studi IPS, tujuan bidang studi tersebut,

yaitu dengan materi dipilih. Kegiatan belajar dan pembelajaran IPS

mengarah kepada 2 hal.

6. Nilai-nilai dan sikap hidup yang dikandung oleh pancasila atau UUD 1945

secara dasar dan intersif ditanamkan kepada siswa sehingga terpupuk

kemauan dan tekad untuk hidup bertanggung jawab demi keselamatan

diri, bangsa, negara, dan tanah air.

7. Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah,

dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.

8. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri,

memecahkan masalah, dan keterampilan sosial

membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan

7. Meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat

yang majemuk, baik secara nasional maupun global.

Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut (Nursid

Sumaatmadja. 2006) adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang

baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian social yang

berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara” Sedangkan secara

rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan IPS berorientasi pada

tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap
49

hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan (Oemar

hamalik. 1992 : 40-41).

Fungsi pembelajaran IPS adalah Membekali anak didik dengan pengetahuan

sosial yang berguna, ketrampilan sosial dan intelektual dalam membina

perhatian serta kepedulian sosial nya sebagai SDM yang bertanggung jawab

dalam merealisasikan tujuan nasional.

Konsep dasar IPS yang dikembangkan berdasarkan konsep-konsep

dalam ilmu-ilmu Sosial sangat dibutuhkan sebagai bahan pembelajaran pada

tingkat persekolahan mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan,

maupun sebagai bahan pengembangan kemampuan data nalar para mahasiswa

di Penguruan Tinggi. Yana menjadi pertanyaan, bagaimana kita mengenal dan

mengembangkan konsep-konsep dasar IPS yang dihasilkan atas

pengembangan, pengujian, dan penelaahan Ilmu-Ilmu Sosial.

Dorothy J. Skeet (1979: 18) menyatakan bahwa konsep adalah sesuatu

yang tergambar dalam pikiran suatu pemikiran, gagasan atau suatu pengertian.

James G. Womack (1970: 30) mengemukakan pengertian tentang konsep,

terutama berkaitan dengan Studi Sosial (IPS) sebagai berikut:

Konsep IPS yaitu suatu kala atau ungkapan yang berhubungan dengan sesuatu

yang menonjol, sifat yang melekat. Pemahaman dan penggunaan konsep yang

tepat bergantung pada. Penguasaan sifat yang melekat tadi, dan pengertian

umum kata yang bersangkutan. Konsep memiliki pengertian denokatif dan

juga pengertian konotatif.


50

Pengertian denotatif adalah pengertian berdasarkan arti katanya yang

dapat digali dalam kamus, sedangkan pengertian konotatif adalah pengertian

yang tingkatnya tinggi dan luas.

Konsep-konsep dan fakta menurut IPS yang penting untuk dapat

dipahami dan dipecahkan berkaitan dengan masalah-masalah sosial. Misalnya,

di dalam geografi tentang perusakan lingkungan, akhirnya terjadi gejala

kerusakan alam yang tidak hanya kerusakan geografi belaka, namun secara

ekonomi, sosial kemasyarakatan, politik, hukum dan lainnya pun menjadi

tidak seimbangatau berkaitan erat.

Bahwa bidang studi IPS, pada hakikatnya merupakan perpaduan

pengetahuan sosial seperti dikemukakan oleh Nursid Sumaatmadja (1984)

adalah untuk SD inti merupakan perpaduan antara georafi dan sejarah.

Penembangan Sumber Daya Manusia (SDM), harus bersamaan dengan

pengembangan nilai-nilai yang dimaksud pembelajaran IPS, nilai-nilai

tersebut dikelompokkan menjadi 5 yaitu meliputi:

1. Nilai Edukatif

2. Nilai Praktis

3. Nilai Teoretis

4. Nilai Filsafah

5. Nilai Ketuhanan

F. Hakekat Penelitian Tindakan Kelas


51

Konsep tentang penelitian tindakan atau action research dikemukakan

pertama kali pada tahun 1944 oleh Kurt Lewin. Tetapi orang meragukan

validitas penelitian model tersebut. Foster (1972) menye-butkan action

research hanya menghasilkan penelitian dengan tindakan kecil atau

menghasilkan tindakan dengan penelitian kecil. Tetapi Freire (1982) melihat

dari sisi lain dan mengatakan bahwa penelitian tindakan bukan dimaksudkan

untuk mengembangkan ilmu, melainkan untuk kepentingan orang yang

melakukan penelitian tindakan itu sendiri termasuk guru-guru yang mengajar

di sekolah . Apa kepen-tingan yang bersangkutan ? Kepentingan yang

bersangkutan adalah mengupayakan perbaikan berkelanjutan atas

tindakannya. Jadi bagi guru adalah mengupayakan perbaikan berkelanjutan

berbagi aspek yang menyangkut peningkatan mutu pendidikan dan

pembelajaran. PTK adalah terjemahan dari bahasa Inggris “classroom action

research”, yang saat ini sedang berkembang dengan pesatnya di negara-negara

maju seperti Inggris, Amerika, Australia, Canada. Para ahli penelitian

pendidikan akhir-akhir ini memberi perhatian yang cukup besar terhadap

PTK, karena jenis penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru

untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses

belajar-mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan

proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. McNiff (1999: 1)

dalam bukunya yang berjudul Action Research Principles and Practice

memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh


52

guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk

pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian

mengajar, dan sebagai salah satu bentuk evaluasi diri guru.

Dalam PTK guru dapat meneliti sendiri praktek pembelajaran yang ia

lakukan di kelas. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan

penelitian terhadap siswa dilihat dari aspek interaksinya dalam proses

pembelajaran Dalam PTK guru dan pihak lain/ahli kependidikan secara

kolaboratif juga dapat melakukan penelitian terhadap proses dan atau produk

pembelajaran secara reflektif di kelas. Yang paling penting, dengan

melakukan penelitian tindakan guru dapat memperbaiki praktek-praktek

pembelajaran menjadi lebih efektif.

Namun demikian, dapat muncul pertanyaan : “Haruskah guru mengorbankan

proses pembelajaran demi melakukan PTK ?” Pada dasarnya tidak, karena

justru dengan melakukan PTK guru akan dapat meningkatkan kualitas proses

dan produk pembelajarannya. Penelitian tindakan kelas tidak harus

membebani pekerjaan guru dalam kesehariannya. Jika guru melakukannya

secara kolaboratif dengan dosen perguruan tinggi khususnya LPTK tentu hal

itu tidak akan bertujuan untuk mengesampingkan tugas mengajar sehari-hari.

Sebaliknya PTK dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan


53

sehari-hari. Oleh sebab itu guru tidak perlu risau dan takut terganggu dalam

mencapai target kurikulernya jika akan melaksanakan PTK.

Penelitian tindakan kelas juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori

dan praktek pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena setelah meneliti

kegiatannya sendiri, di kelas sendiri dengan melibatkan siswa sendiri, melalui

sebuah tindakan-tindakan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi,

guru akan memperoleh umpan balik yang sistematik mengenai apa yang

selama ini selalu dilakukan dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan

demikian guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar-mengajar dapat

diterapkan dengan baik di kelas yang ia miliki. Jika sekiranya ada teori yang

tidak cocok dengan kondisi kelasnya, melalui PTK guru dapat mengadaptasi

teori yang ada untuk kepentingan proses dan atau produk pembelajaran yang

lebih efektif, optimal, dan fungsional.

Dari sisi lain, dalam PTK, guru juga dapat melihat, merasakan, dan

menghayati apakah praktek-praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan

memiliki efektivitas yang tinggi. Jika dengan penghayatannya itu guru dapat

menyimpulkan bahwa praktek-praktek pembelajaran tertentu seperti:

pemberian pekerjaan rumah siswa yang terlalu banyak, umpan balik yang

bersifat verbal terhadap kegiatan siswa di kelas tidak efektif, cara bertanya

guru kepada siswa di kelas tidak mampu merangsang siswa untuk berpikir,
54

dan sebagainya, maka guru dapat merumuskan secara tentatif tindakan

tertentu untuk memperbaiki keadaan tersebut dengan melalui prosedur PTK.

Dari uraian di atas kita dapat mendefinisikan pengertian PTK secara lebih

lugas. Secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai:

“suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-

tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-

praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional.”

Oleh karena itu, PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran

sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi

persoalan rendahnya minat baca siswa, sehingga kondisi ini sangat

menghambat pencapaian tujuan kurikuler, maka guru dapat melakukan

penelitian tindakan kelas agar minat baca siswa dapat ditingkatkan. Dengan

penelitian tindakan kelas guru dapat mencoba berbagai tindakan yang berupa

program pembelajaran tertentu seperti mencoba menggunakan bahan bacaan

yang memiliki gambar dan ceritera yang menarik, memanfaatkan ceritera-

ceritera lokal, menggunakan buku yang memiliki ceritera lucu, dan

sebagainya. Dari program pembelajaran yang dirancang sebagai bentuk PTK

akhirnya guru dapat memperbaiki persoalan rendahnya minat baca para

siswanya. Sebaliknya. jika sebenarnya siswa telah memiliki minat baca yang

tinggi, akan tetapi tidak dapat memanfaatkan bahan bacaan secara tepat,
55

guru juga dapat melakukan PTK untuk mencari dan memilih terapi yang

tepat terhadap kesalahan siswa dalam memanfaatkan bahan bacaan yang

kurang fungsional.

1. Karakteristik PTK

Apa yang menjadi karakteristik penting bagi penelitian tindakan kelas ?

Semua penelitian memang berupaya untuk memecahkan suatu problema.

Di lihat dari segi problema yang harus dipecahkan, penelitian kelas

memiliki karakteristik penting yaitu bahwa problema yanc diangkat

untuk dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat dari persoalan

praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Jadi PTK akan

dapat dilaksanakan jika guru sejak awal memang menyadari adanya

persoalan yang terkait dengan proses dan produk pembelajaran yang ia

hadapi di kelas. Kemudian dari persoalan itu guru menyadari pentingnya

persoalan tersebut untuk dipecahkan secara profesional.

Jika seorang guru merasa bahwa apa yang dia praktekkan sehari-hari di

kelas tidak bermasalah, PTK tidak diperlukan lagi bagi guru tersebut.

Persoalannya ialah tidak semua guru mampu melihat sendiri apa yang

telah dilakukan bantuan orang lain untuk melihat apa yang selama ini

dilakukan dalam proses belajar-mengajar di kelasnya. Dalam konteks

seperti itu guru lain/dosen dan guru dapat duduk bersama, berdiskusi
56

dengan guru untuk mencari dan merumuskan persoalan pembelajaran di

kelas. Dengan demikian guru dan guru lain/dosen dapat melakukan

penelitian tindakan kelas secara kolaboratif. Dari sinilah akan muncul

kesadaran terhadap kemungkinan adanya banyak masalah yang diperbuat

selama guru itu melaksanakan proses belajar-mengajar. Jika guru bersedia

melakukan PTK secara kolaboratif dengan para dosen/guru lain, banyak

manfaat yang akan diperolehnya baik secara profesional maupun secara

fungsional dalam meningkatkan kariernya. Karya tulis ilmiah semakin

diperlukan oleh guru di masa depan. Penelitian tindakan kelas secara

kolaboratif akan mampu menawarkan peluang yang luas terhadap

terciptanya karya tulis bagi guru sambil mengajar di kelas sesuai dengan

rancangan PTK yang akan di kolaborasikan dengan para guru lain/dosen.

Karakteristik berikutnya dapat dilihat dari bentuk nyata kegiatan

penelitian itu sendiri. Penelitian tindakan Relas memiliki karakteristik

yang khas, yaitu adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk

memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas. Tanpa tindakan tertentu

suatu penelitian juga dapat dilakukan di dalam kelas, yang kemudian

sering disebut dengan “penelitian kelas”. Misalnya, guru dapat

melakukan penelitian mengenai tingkat keseringan siswa dalam

membolos. Jika penelitian itu dilakukan tanpa disertai tindakan-tindakan

tertentu, maka jenis penelitian yang dicontohkan itu bukan termasuk


57

dalam penelitian tindakan kelas. Penelitian yang dicontohkan itu hanya

sekedar ingin tahu, tidak ingin memperbaiki keadaan tingginya tingkat

pembolosan siswa melalui tindakan-tindakan tertentu. Sebaliknya, jika

dengan penelitian itu guru mencoba berbagai tindakan untuk mencegah

terjadinya pembolosan, sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan

dengan lebih baik dan efektif, baru penelitian itu termasuk dalam

kategori penelitian tindakan kelas. Tindakan untuk mencegah tingginya

pembolosan siswa mungkin dapat berbentuk diciptakannya sistem

presensi yang dilakukan oleh siswa sendiri, mungkin dapat berbentuk

pengalihan pengawasan secara kelompok oleh, dari dan untuk siswa

sendiri, mungkin dapat diciptakan sistem ulangan harian pada hari-hari di

mana siswa biasa melakukan tindakan membolos, dan sebagainya.

Penelitian-penelitian kelas yang dilakukan dengan mencobakan berbagai

tindakan seperti inilah yang menjadi karakteristik penting bagi PTK.

2. Tujuan Penelitian Tindakan kelas

Tujuan melakukan penelitian tindakan kelas yang paling lugas adalah

untuk peningkatan dan atau perbaikan praktek pembelajaran yang

seharusnya dilakukan oleh guru. Saat ini masyarakat kita berkembang

begitu cepat. Akibatnya tuntutan terhadap layanan pendidikan yang harus

dilakukan oleh guru juga meningkat. Penelitian tindakan merupakan salah

satu cara yang strategis bagi guru untuk meningkatkan dan atau
58

memperbaiki layanan pendidikan bagi guru dalam konteks pembelajaran

di kelas. Bahkan McNiff (1992) menegaskan bahwa dasar utama bagi

dilaksanakannya Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk perbaikan. Kata

perbaikan di sini terkait dan memiliki konteks dengan proses

pembelajaran.

Tujuan itu dapat dicapai dengan melakukan berbagai tindakan alternatif

dalam memecahkan berbagai persoalan pembelajaran di kelas. Oleh

karena itu fokus penelitian tindakan kelas adalah terletak pada tindakan-

tindakan alternatif yang direncanakan oleh guru, kemudian dicobakan,

dan kemudian dievaluasi apakah tindakan-tindakan alternatif itu dapat

digunakan untuk memecahkan persoalan pembelajaran yany sedang

dihadapi oleh guru. Jika perbaikan dan peningkatan layanan profesional

guru dalam konteks pembelajaran dapat terwujud berkat diadakannya

penelitian tindakan kelas, ada tujuan penyerta yang juga dapat dicapai

sekaligus dalam kegiatan penelitian itu. Tujuan penyerta apa itu ? Tujuan

yang dapat dicapai ialah berupa terjadinya proses latihan dalam jabatan

selama proses penelitian tindakan kelas itu berlangsung. Hal ini dapat

terjadi karena tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas adalah perbaikan

dan peningkatan layanan pembelajaran. Dengan demikian guru akan lebih

banyak berlatih mengaplikasikan berbagai tindakan alternatif sebagai

upaya untuk meningkatkan layanan pembelajaran, dari pada perolehan


59

pengetahuan umum dalam bidang pendidikan yang dapat

digeneralisasikan. Dengan kata lain, guru akan lebih banyak

mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktek pembelajaran

secara reflektif, dan bukannya bertujuan untuk mendapatkan ilmu baru

dari penelitian tindakan kelas yang dilakukan itu. Borg (1986) juga

menyebutkan secara eksplisit bahwa tujuan utama dalam penelitian

tindakan ialah pengembangan keterampilan guru berdasarkan pada

persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru di kelasnya

sendiri, dan bukannya bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum

dalam bidang pendidikan.

3. Manfaat Penelitian Tindakan Kelas

Akan diperoleh banyak manfaat dengan dilakukannya penelitian tindakan

kelas. Hal itu antara lain dapat dilihat dan dikaji dalam beberapa

komponen pendidikan dan atau pembelajaran di kelas. Kemanfaatan yang

terkait dengan komponen pembelajaran antara lain mencakup:

a. Inovasi pembelajaran,

b. Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas,

c. Peningkatan profesionalisme guru.


60

Dalam inovasi pembelajaran, guru perlu selalu mencoba untuk mengubah,

mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajarnya agar ia mampu

melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelasnya. Guru

selalu berhadapan dengan siswa yang berbeda dari tahun ke tahun. Oleh

sebab itu jika guru melakukan penelitian tindakan kelas dari kelasnya

sendiri, dan berangkat dari persoalannya sendiri, kemudian menghasilkan

solusi terhadap persoalan tersebut, maka secara tidak langsung ia telah

terlibat dalam proses inovasi pembelajaran. Dengan cara seperti itu inovasi

pembelajaran benar-benar berangkat dari realitas permasalahan yang dihadapi

oleh guru dalam mengajar di kelas. Inovasi pembelajaran seperti ini dengan

sendirinya akan jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan penataran-

penataran untuk tujuan yang serupa. Mengapa demikian ? Karena penataran

tidak jarang berangkat dari teori yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan

guru secara individual bagi pemecahan persoalan pembelajaran di kelasnya.

Sebaliknya, penelitian tindakan kelas akan selalu relevan dengan kebutuhan

guru untuk mengadakan inovasi dalam proses pembelajaran. Di samping

penelitian itu berangkat dari realitas kegiatan guru, dalam proses penelitian

tindakan kelas sangat terbuka bagi guru untuk merumuskan masalahnya

sendiri, meneliti sendiri, dan kemudian mengevaluasi sendiri bagi efektivitas

model-model pembelajaran di kelasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat

Rapoport (1970) antara lain yang menyatakan bahwa penelitian tindakan


61

memiliki kepedulian terhadap pemecahan persoalan-persoalan praktik yang

dihadapi oleh manusia dalam pekerjaannya sehari-hari.

Dari segi pengembangan kurikulum, dalam kaitan dengan peran guru sebagai

pengembang kurikulum, penelitian tindakan kelas juga dapat dimanfaatkan

secara efektif oleh guru. Guru kelas juga harus bertanggung jawab terhadap

pengembangan kurikulum dalam sekolah dan atau kelas. Untuk kepentingan

pengembangan kurikulum pada level kelas, penelitian tindakan kelas akan

sangat bermanfaat jika digunakan sebagai salah satu sumber masukan. Hal

ini menjadi demikian karena menurut Elliott (1992), proses reformasi

kurikulum secara teoritik tidak netral. Sebaliknya, proses itu akan

dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang saling berhubungan mengenai hakikat

pendidikan, pengetahuan, dan pengajaran. Penelitian tindakan kelas dapat

membantu guru untuk lebih dapat memahami hakikat tersebut secara empirik,

dan bukan hanya sekedar pemahaman yang bersifat teoritik.

Jika penelitian tindakan kelas dilihat dari aspek profesionalisme guru dalam

proses pembelajaran, memiliki manfaat yang sangat penting. Guru yang

profesional tentu tidak enggan melakukan perubahan-perubahan dalam

praktek pembelajarannya sesuai dengan kondisi kelasnya. Penelitian tindakan

kelas merupakan salah satu media yang dapat digunakan oleh guru untuk

memahami apa yang terjadi di kelas, dan kemudian meningkatkannya menuju


62

ke arah perbaikan-perbaikan secara profesional. Bahkan dalam konteks

profesionalisme guru, McNiff (1992: 9) menyatakan bahwa dalam penelitian

tindakan kelas guru ditantang untuk memiliki keterbukaan terhadap

pengalaman dan proses-proses pembelajaran yang baru. Dengan demikian

tindakan-tindakan dalam penelitian tindakan kelas juga merupakan

pendidikan bagi guru. Keterlibatan guru dalam penelitian tindakan kelas, oleh

karenanya, akan secara tidak langsung dapat meningkatkan profesionalisme

guru dalam proses pembelajaran.

Guru yang profesional perlu melihat dan menilai sendir secara kritis

terhadap praktek pembelajarannya di kelas. Dengan melihat unjuk kerjanya

sendiri, kemudian direfleksikan, dan lalu diperbaiki, guru pada akhirnya akan

mendapat otonomi secara profesional. Konsep penting dalam pendidikan

ialah selalu adanya upaya perbaikan dari waktu ke waktu pada proses

pembelajaran. Perbaikan pembelajaran yang dapat dilakukan akibat dari

diadakannya penelitian tindakan kelas akan memungkinkan bagi guru, sebagai

peneliti dalam penelitian tindakan kelas, untuk meningkatkan

profesionalismenya secara sistematik dan sistemik.

Bila guru akan menerapkan penelitian tindakan kelas, bagaimana

memulainya. Perlukah penelitian tindakan kelas dilakukan di kelas tempat guru

yang bersangkutan mengajar? Faktor utama yang harus dimiliki guru ialah
63

perasaan ketidakpuasan terhadap praktek pembelajaran yang selama ini

dilakukan. Manakala guru selalu merasa puas dengan apa yang ia lakukan dalam

proses pembelajaran di kelasnya, meskipun sebenarnya terdapat beberapa atau

bahkan banyak hambatan diaIami dalam proses itu, sulit kiranya bagi guru untuk

memunculkan pertanyaan seperti di atas, yang kemudian dapat menggiring

dimulainya sebuah PTK. leh sebab itu agar guru dapat menerapkan penelitian

tindakan kelas dalam upayanya untuk memperbaiki dan atau meningkatkan

layanan pembelajaran secara lebih profesional, ia dituntut keberaniannya untuk

mengatakan secara jujur kepada dirinya sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang

dimiliki dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan kata lain guru harus mampu

merefleksi, merenung, berpikir balik, terhadap apa saja yang telah dilakukan

dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah yang

mungkin ada. Dalam proses perenungan itu mungkin guru akan menemukan

kelemahan-kelemahan praktek pembelajaran yang selama ini selalu dilakukannya

tanpa disadari.

Sebagai contoh dalam perenungan itu akhirnya guru menyadari bahwa

anak didiknya selalu mengalami kesulitan untuk belajar bilangan pecahan. Di

lihat dari pencapaian hasil belajar para siswa selalu mendapatkan nilai yang amat

jelek pada penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan. Untuk mengatasi

persoalan ini guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas dengan mencoba

berbagai alternatif model pembelajaran agar siswa dapat belajar bilangan pecahan
64

dengan lebih mudah. Model pembelajaran yang perlu dicobakan dalam penelitian

tindakan kelas itu mungkin dapat menggunakan gambar (diagram) yang dibagi-

bagi menurut pecahan tertentu, atau mungkin dapat menggunakan alat peraga dari

benda lunak yang bentuknya teratur yang dapat dibagi-bagi sesuai dengan

kaedah dan prinsip bilangan pecahan yang akan diajarkan. Dengan melakukan

tindakan itu kemudian guru mengamati dan juga merefleksi kembali mengenai

efektvitas tindakan-tindakan yang dicobakan dalam upayanya untuk

mernudahkan siswa belajar bilangan pecahan. Dengan mencobakan itu akhirnya

guru dapat menemukan model dan atau metoda mengajar bilangan pecahan yang

paling tepat agar para siswa lebih mudah memahaminya.

Begitu juga jika guru menghadapi kesulitan untuk menanamkan sikap disiplin

pada anak didik, penelitian tindakan kelas dapat dimanfaatkan untuk mengatasi

permasalahan ini. Dalam penelitian itu mungkin guru dapat mencoba dengan

berbagai tindakan seperti menciptakan sistem reward (hadiah) bagi siswa yang

dapat menegakkan disiplin; atau mungkin guru dapat mencoba tindakan berupa

latihan-latihan gerakan yang disertai dengan nyanyian-nyanyian yang memiliki

pesan nilai-nilai kedisiplinan, dan sebagainya. Pendek kata penelitian tindakan

kelas dapat dimanfaatkan guru untuk memperbaiki persoalan-persoalan praktek

pembelajaran di kelasnya sendiri. Dengan pemanfaatan penelitian tindakan kelas

guru akhirnya dapat menemukan solusinya berupa tindakan-tindakan yang paling

efektif untuk memecahkan persoalan pembelajaran yang dihadapinya. Agar dapat


65

mengoptimalkan penerapan penelitian kelas bagi perbaikan proses pembelajaran,

guru perlu memulainya sedini mungkin begitu merasakan adanya persoalan-

persoalan dalam proses pembelajaran.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP PELITA 1 Depok, Waktu penelitian di

laksanakan pada semester pertama tahun pelajaran 2019/2020

B. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian tindakan kelas ini adalah siswa – siswi kelas VII-B

SMP PELITA 1 Depok Tahun Pelajaran 2019/2020 yang berjumlah 30 orang

terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan.

C. Alat Pengumpul Data


66

Alat pengumpul data dari penelitian ini adalah lembar observasi pelaksanaan

KBM, diskusi, dan ulangan post siklus yang diadakan sebanyak 2 kali.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah butir-butir tes pilihan ganda

setiap siklusnya sebanyak 15 butir, form pelaksanaan KBM persiklus, lembar

observasi diskusi dan lembar pengamatan, serta catatan lapangan.

E. Teknik Analisa Data

Analisis data yang digunakan sesuai dengan metode dan jenis data yang

dikumpulkan oleh peneliti yaitu bentuk kuantitatif dan bentuk kualitatif. Data

kuantitatif menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan

hasil belajar kondisi awal, dengan siklus 1, juga membandingkan dengan siklus 2

dan kondisi awal dengan kondisi akhir, kemudian di refleksi.Data yang

dibandingkan meliputi rata – rata ketuntasan belajar, prosentase ketuntasan dan

aktivitas siswa. Data kualitatif mengunakan hasil pengamatan menggunakan

analisis deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi

F. Hipotesis Tindakan
67

Apabila pembelajaran IPS materi Dinamika Pendduk Indonesia dilaksanakan

dengan metode Cooperative Learning, maka hasil belajar IPS pada siswa kelas

VII-B Tahun Pelajaran 2019/2020 akan meningkat.

G. Langkah-Langkah Penelitian

Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian

tindakan kelas, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari

Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk

spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi

planning (rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection

(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah

direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I

dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan.

Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada

gambar 1 berikut:
68

Gambar 3.1: Alur PTK

Penjelasan alur diatas adalah:

1. Planning atau perencanaan, rancangan/rencana awal. Sebelum mengadakan

penelitian, terlebih dahulu menyusun rumusan masalah, tujuan dan

membuat rencana tindakan termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan

perangkat pembelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

2. Action atau pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini guru menerapkan tindakan

yang telah disusun dan direncanakan sebelumnya, yang tidak lain adalah

langkah-langkah kegiatan pembelajaran terkait dengan penerapan metode


69

pembelajaran metode Cooperative Learningyang telah dipilih dan

ditetapkan.

3. Observation ;Pengamatan atau observasi. Tahap ini pelaksanaannya

bersamaan dengan tahap sebelumnya, yakni pelaksanaan tindakan. Dan jika

pelaksana tindakan (guru) sekaligus bertindak sebagai pengamat (dalam

penelitian tindakan individual, di mana guru bertindak sekaligus sebagai

peneliti tanpa kolaborasi dengan pihak lain), maka instrumen pengamatan

sebaiknya telah disiapkan secara terstruktur dan sistematis.

4. Reflexion atau refleksi. Tahap ini merupakan kegiatan untuk merenungkan

dan memikirkan kembali tindakan-tindakan yang sudah maupun yang belum

dilakukan, keberhasilan dan kekurangannya, hambatan-hambatan yang

dihadapi selama melakukan tindakan, dan lain sebagainya. Apabila guru

pelaksana tindakan juga berstatus sebagai pengamat peneliti, maka refleksi

dilakukan terhadap diri sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat

dirinya kembali, memberikan pertanyaan dengan dirinya sendiri untuk

menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah

sesuai dengan rencana, atau untuk menemukan hal-hal yang masih perlu

diperbaiki. untuk menjaga obyektifitas yang diharapkan seringkali

diperlukan hasil refleksi itu divalidasi atau minimal dikonsultasikan dengan

teman sejawat, , kepala sekolah, atau pihak lain yang kompeten dalam

bidang itu. Jadi pada intinya, kegiatan refleksi adalah kegiatan evaluasi
70

tindakan, analisis, pemaknaan, penjelasan, penyimpulan dan identifikasi

tindak lanjut dalam perencanaan siklus penelitian berikutnya.

H. Indikator Keberhasilan

Setelah menimbang latar belakang dan karakteristik siswa sebagai obyek

penelitian maka indikator keberhasian dari penelitian tindakan kelas ini

adalah :

1. Nilai rata-rata secara klasikal mencapai minimal 76

2. Prosentase ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 85% dari

jumlah siswa

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Kondisi Awal

Sebelum melakukan tindakan pada awalnya guru menggunakan metode

konvensional yaitu metode ceramah, tanya jawab dan diskusi untuk membahas
71

materi pelajaran IPS . Dari kondisi awal sebelum diberlakukan Cooperative

Learning hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS relatif rendah, padahal

untuk mencapai ketuntasan siswa harus memperoleh nilai 76. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada table 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil belajar siswa pada kondisi awal

NO NAMA L/P NILAI KETUNTASAN


YA TDK
1 Agnia Nuril Amalia 73 √
2 Alvan Gibran 75 √
3 Anggi Tri Purwati 72 √
4 Damayanti 68 √
5 Danu Priyadi Saripudin 76 √
6 Dena Nurul Anjani 68 √
7 Dinda Chessa Varisa 74 √
8 Eki Alifiah 75 √
9 Elisa Husnia 78 √
10 Fayza Muthia Ihsani 76 √
11 Gadis Bunga Aulia 80 √
12 Hani Pratiwi Muliinah 66 √
13 Muhamad Helan B 70 √
14 Maulana Revan Sy 68 √
15 Maulida Sapitri 80 √
16 Moh. Reihan Putra Faden 75 √
17 Muhamad Raihan 78 √
18 Nayla Putri Anhar 68 √
19 Priyta Nius Moor Saragih 80 √
20 Puspita Devi A 70 √
21 Putri Melinda 78 √
22 Rachel Samora 80 √
23 Reo]ihan Atarjati 78 √
72

24 Rio Darmawan 80 √
25 Salsa Billa 72 √
26 Sarah Febriyanti 82 √
27 Sartika Wandana 78 √
28 Tedi Rizky Cahyadi 80 √
29 Yulitha 74 √
30 Zahra Putri P 76 √
JUMLAH NILAI 2248 17 13
RATA-RATA 74,38 53,85% 46,15%
NILAI TERTINGGI 82
NILAI TRENDAH 66

Dari data diatas dapat diketahui bahwa perolehan nilai rata-rata secara

klasikal pada kondisi awal sebesar 74,38 . Dibandingkan dengan nilai Kriteria

Ketuntasan Minimal untuk mata pelajaran ini adalah 76, berarti angka ini

masih di bawah nilai KKM. Dari 30 siswa yang tuntas hanya 17 orang atau

53,85% , sedangkan jumlah siswa yang tidak tuntas ada 13 orang dari 39

orang siswa atau sebesar 46,15 %

Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Hasil belajar Kondisi Awal

Statistics
Hasil Belajar Kondisi Awal
N Valid 30
Missing 0
Mean 74,38
Median 75,00
Mode 80
Std. Deviation 5,014
Skewness -,326
Std. Error of ,378
73

Skewness
Minimum 64
Maximum 84
Sum 2901

Gambar 4.1 Histogram Hasil Belajar kondisi Awal


74

B. Hasil Penelitian

1. Hasil Penelitian Siklus 1

Pada siklus pertama guru sudah melaksanakan KBM dengan Metode

Cooperative Learning. Pada Metode ini dikelompokkan masing- masing

kelompok berjumlah 4 atau 5 orang .Guru membagikan lembar kerja berisi

pertanyaan= pertanyaan tentang kondisi sosial manusia, siswa berdiskusi

dalam kelompoknya . Guru mengamati dengan mengisi lembar observasi

unjuk kerja .Setelah pembelajaran siklus pertama ini dilaksanakan kemudian

guru mengadakan tes hasil belajar berupa 20 soal Pilihan ganda. Dan hasil

pembelajara siklus 1 dapat dilihat pada table 4.2 berikut ini.

Tabel 4.3 Hasil Belajar Siklus 1

NO NAMA L/P NILAI KETUNTASAN


YA TDK
1 Agnia Nuril Amalia P 75 √
2 Alvan Gibran L 75 √
3 Anggi Tri Purwati P 74 √
4 Damayanti P 76 √
5 Danu Priyadi Saripudin L 86 √
6 Dena Nurul Anjani P 76 √
7 Dinda Chessa Varisa P 70 √
8 Eki Alifiah P 77 √
9 Elisa Husnia P 78 √
10 Fayza Muthia Ihsani P 80 √
11 Gadis Bunga Aulia P 70 √
12 Hani Pratiwi Muliinah P 80 √
75

13 Muhamad Helan B L 75 √
14 Maulana Revan Sy L 78 √
15 Maulida Sapitri P 86 √
16 Moh. Reihan Putra Faden L 70 √
17 Muhamad Raihan L 86 √
18 Nayla Putri Anhar P 68 √
19 Priyta Nius Moor Saragih P 80 √
20 Puspita Devi A P 87 √
21 Putri Melinda P 78 √
22 Rachel Samora P 80 √
23 ReYhan Atarjati L 86 √
24 Rio Darmawan L 84 √
25 Salsa Billa P 70 √
26 Sarah Febriyanti P 82 √
27 Sartika Wandana P 74 √
28 Tedi Rizky Cahyadi L 82
29 Yulitha P 74 √
30 Zahra Putri P P 76 √
JUMLAH NILAI 2333 19 11
RATA-RATA 77,56 69,24% 30,76%
NILAI TERTINGGI 87
NILAI TRENDAH 68

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa nilai rata-rata secara klasikal adalah

77,56 . Sebenarnya angka rata-rata klasikal sudah melampaui batas KKM

yaitu 76, namun jika kita mengamati prosentase ketuntasan klasikal msih

69,24 %, padahal dalam penelitian tindakan ini diharapkan rata-rata klasikal

sebesar 85%, jika kita melihat dari jumlah kriteria ketuntasan siswa Dari 30

siswa terdapat 19 siswa atau sebanyak 69,24 % siswa telah tuntas, sedangkan
76

yang belum tuntas ada 11 orang siswa atau sebesar 30,76 %. Oleh karena

nilai rata – rata secara klasikal, maupun prosentase ketuntasan belum

mencapai mencapai indikator keberhasilan oleh karena itu guru melakukan

rencana perbaikan pengajaran pada siklus ke dua.

Tabel 4.4 Deskripsi Statistik Siklus 1

Statistics
Hasil Belajar Siklus 1
N Valid 40
Missing 0
Mean 76,75
Median 76,00
Mode 70a
Std. Deviation 5,261
Skewness ,229
Std. Error of ,343
Skewness
Minimum 68
Maximum 87
Sum 3684
a. Multiple modes exist. The
smallest value is shown
77

Gambar 4.2 Histogram Hasil Belajar Siklus 1

2. Hasil Penelitian Siklus 2

Pada siklus kedua ini, kembali guru melaksanakan KBM dengan

Metode Cooperative Learning, namun dengan perbaikan, yaitu tidak. Pada

siklus ke dua ini siswa terlihat lebih bersemangat dengan melihat alat peraga

yang lebih cerah berwarna warni. Setelah pembelajaran siklus ke dua ini

dilaksanakan kemudian guru mengadakan tes hasil belajar berupa 15 soal


78

pilihan ganda . Dan hasil pembelajara siklus 2 dapat dilihat pada table 4.3

berikut ini.

Tabel 4.5. Hasil Belajar siklus 2

NO NAMA L/P NILAI KETUNTASAN


YA TDK
1 Agnia Nuril Amalia P 78 √
2 Alvan Gibran L 78 √
3 Anggi Tri Purwati P 74 √
4 Damayanti P 78 √
5 Danu Priyadi Saripudin L 86 √
6 Dena Nurul Anjani P 80 √
7 Dinda Chessa Varisa P 76 √
8 Eki Alifiah P 80 √
9 Elisa Husnia P 78 √
10 Fayza Muthia Ihsani P 80 √
11 Gadis Bunga Aulia P 82 √
12 Hani Pratiwi Muliinah P 80 √
13 Muhamad Helan B L 75 √
14 Maulana Revan Sy L 86 √
15 Maulida Sapitri P 86 √
16 Moh. Reihan Putra Faden L 75 √
17 Muhamad Raihan L 94 √
18 Nayla Putri Anhar P 78 √
19 Priyta Nius Moor Saragih P 80 √
20 Puspita Devi A P 88 √
21 Putri Melinda P 78 √
22 Rachel Samora P 84 √
23 Reo]ihan Atarjati L 86 √
24 Rio Darmawan L 84 √
25 Salsa Billa P 72 √
26 Sarah Febriyanti P 82 √
79

27 Sartika Wandana P 84 √
28 Tedi Rizky Cahyadi L 82 √
29 Yulitha P 74 √
30 Zahra Putri P P 76 √
JUMLAH NILAI 2414 27 3
RATA-RATA 80,58 87,18% 12,82%
NILAI TERTINGGI 94
NILAI TRENDAH 72

Pada siklus ke dua nilai rata-rata secara klasikal adalah telah mencapai 80,58.

Nilai ini telah melampaui batas indikator yang telah ditetapkan sebelum

melakukan penelitian ini yaitu 76 . Dari 30 siswa terdapat 27 siswa telah

tuntas atau sebesar 87,18 %, sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 3

orang siswa atau sebesar 12,82 %

Tabel 4.6 Deskripsi Statistik Hasil Belajar Siklus 2

Statistics
Hasil Belajar Siklus 2
N Valid 48
Missing 0
Mean 79,90
Median 80,00
Mode 80
Std. Deviation 5,183
Skewness ,314
80

Std. Error of ,343


Skewness
Minimum 70
Maximum 94
Sum 3835

Gambar 4.3 Histogram Hasil Belajar Siklus 2

C. Pembahasan

Dari hasil pengamatan pada prasiklus dan hasil penelitian siklus 1 dan siklus 2

dapat terlihat bahwa ada kenaikan nilai rata-rata seperti terlihat pada table 4.4

berikut

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa per Siklus

NO Aspek Prasiklus Siklus 1 Siklus 2


81

1 Nilai Rata-Rata 74,38 77,26 80,58

2 Prosentase Ketuntasan 53,85 69,24 87,18

3 Jumlah Nilai 2901 3025 3143

4 Nilai Tertinggi 84 87 94

5 Nilai terendah 64 68 72

Jika dibandingkan pada kondisi awal dengan kondisi akhir siklus 1 terjadi

peningkatan nilai rata-rata sebesar 3,18 point yaitu dari 74,38 pada kondisi awal

menjadi 77,26 pada akhir siklus 1 . Pada akhir siklus 2 terjadi peningkatan lagi

sebesar 3,32 point dari 77,26 padasiklus pertama menjadi 80,58 pada akhir

siklus 2, sehingga jika dihitung peningkatan dari kondisi awal ke akhir siklus 2

terjadi peningkatan sebesar 6,5 point..


82

Gambar 4.4 Diagram batang Rata – Rata Klasikal tiap siklus

Prosentase ketuntasan meningkat sebesar dari 53,85 % pada kondisi awal

meningkat sebesar 5,39 pada siklus pertama,meningkat menjadi 69,24 % pada

akhir siklus pertama. Pada siklus kedua prosentase ketuntasan meningkat lagi

sebesar 7,94 % menjadi 87,18 % . Berarti jika dihitung dari kondisi awal maka

terjadi peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 13,33 %


83

Gambar 4.5 . Diagram Batang Prosentase Ketuntasan

Dari paparan tersebut diatas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa

metode Cooperative Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa

kelas VII-B SMP PELITA 1 Depok Tahun Pelajaran 2019/2020 .


84

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kegiatan penelitian yang telah dilakukan dapat dismpulkan hal- hal

sebagai berikut :

1. Metode Pembelajaran Cooperative Learning dapat meningkatkan nilai

rata-rata siswa pada mata pelajaran IPS materi dinamika penduduk

Indonesia di kelas VII-B SMP PELITA 1 Depok, tahun pelajaran

2019/2020 sebesar 6,20 point yaitu dari 74,38 menjadi 80,58

2. Metode Pembelajaran Cooperative Learningjuga dapat meningkatkan

prosentase ketuntasan siswa pada mata pelajaran IPS materi dinamika

penduduk Indonesia di kelas VII-B SMP PELITA 1 Depok, tahun

pelajaran 2019/2020 sebesar 33,33 % yaitu dari 53,85 % menjadi 87,18

3. Metode Pembelajaran Cooperative Learning dapat meningkatkan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kelas VII-B SMP PELITA 1

Depok, tahun pelajaran 2019/2020


85

A. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode

Pembelajaran Cooperative Learning terbukti dapat meningkatkan prestasi

belajar siswa pada pelajaran IPS , maka disarankan :

1. Metode Cooperative Learning terus dikembangkan secara teknik

maupun metode pelaksanaan sehingga mendukung terciptanya

pembelajaran yang efektif dan menyenangkan serta dapat mencapai

tujuan pembelajaran.

2. Guru menjadikan metode Cooperative Learning sebagai metode

pembelajaran alternatif untuk meningkatkan keterampilan, aktivitas

dan hasil belajar siswa pada setiap mata pelajaran, bukan hanya pada

mata pelajaran IPS saja.

3. Kegiatan penelitian sejenis perlu dilakukan dengan baik dalam mata

pelajaran IPS maupun pelajaran lainnya, baik memecahkan masalah

yang muncul atau meningkatkan mutu pembelajaran.

4. Sekolah memfasilitasi guru baik dari segi logistik maupun

pengembangan diri agar guru dapat mengembangkan metode

pembelajaran interaktif lainnya.


86

DAFTAR PUSTAKA

IGK Wardani, Kuswaya Wihardit, dan Noehi Nasoetion. (2002). Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. (2007). Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta: Bumi Aksara.

Tri Rijanto, ”Karya Tulis Ilmiah”, Handout Disampaikan pada Pelatihan

Pengembang.

PP. No. 19 Tahun 2005 tentang Bandan Standar Nasional Pendidikan

Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, (2009). Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta:

Indeks.

Flavell, H Roger, (1985), Developing English with Young Learners. London:

MacMillan Publishers Limited.

Ratumanan, Tanwey, Gerson, Drs., M.Pd. (2002). Belajar dan Pembelajaran.

Surabaya. Unesa University Press.

Sagala, Syaiful, DR.,H.,M.Pd. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Jakarta.

Alfabeta Bandung.
87

Udin. S. Winataputra, dkk. (2008).Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta.

Universitas Terbuka.

Internet

http://didikz888.wordpress.com/tag/pengertian-kompetensi/

http://web.library.emory.edu/subjects/humanities/history/Nationalism/ September

2011]. (2010) Belajar IPS [online].

http://web.sdikotablitar.sch.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=77:metode -pembelajaran-CL -untuk-
meningkatkan-hasil-belajar-IPS -&catid=1:latest-news&Itemid=50
Chris Hendry cs, 1993. Human Resource Management

Claryce Evans, 1993, Support tor Teachers Studying Their Own Work

Cunningham, 1983, Gathering Data in a Changing Organization in School.

G.M.Sparks-Langer and A.M.Colton, Synthesis of Research on Teachers Reflective


Thinking

Isodor Chein, cs, 1948. The field of Action Research

John Elliot, 1978, What is Action Research in School

J.P.Killon and G.R.Todnern, 1993 A Process for Personal Theory Building

John Losak & Cathy Morris, 1983, Integrating Research into Decision Making.
Providing Examples for an Informal Action Research Model

Karen E.Watkins, 1991, Validity in Action Research

Kemmis & Taggart, 1982, The Action Research Planner

M.Carrol Tamma and Kenneth Peterson, 1993, Achieving Reflectivity through


Literature
88

M. Foster, 1972, An Introduction to the Theory and Practice of Action Reseorch in


Work Organization

Paulo Freire, 1982, Creating Alternative Research Methods: Learning to Do It by


Doing It

P.J.Palmer & E. Jacobson, Action Research: A New Style of Politics Education,


and Ministry

Richard Sagor, 1993. What Project LEARN Reveals aboaut Collaborative Action
Research

Stephen M.Corey, 1949. Action Research Fundamental Research and Educational


Practices

Wilma S. Longstreet, 1 993, Action Research: A Paradigm.

Anda mungkin juga menyukai