Anda di halaman 1dari 27

Oleh Nurwahyuni Latif

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana
dan prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan
memperlancar proses belajar-mengajar, yang akan menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal yang
pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, antara lain dengan
perbaikan mutu belajar-mengajar. Belajar mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara
sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran.
Usaha perencanaan pengajaran diupayakan agar peserta didik memiliki kemampuan maksimal dan
meningkatkan motifasi, tantangan dan kepuasan sehingga mampu memenuhi harapan baik oleh guru sebagai
pembawa materi maupun peserta didik sebagai penggarap ilmu pengetahuan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah.
Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan sumber daya manusia yang
harus dibina dan dikembangkan. Usaha meningkatkan kemampuan guru dalam belajar-mengajar, perlu
pemahaman ulang. Mengajar tidak sekedar mengkomunikasikan pengetahuan agar dapat belajar, tetapi
mengajar juga berarti usaha menolong si pelajar agar mampu memahami konsep-konsep dan dapat
menerapkan konsep yang dipahami.

SMA Muhammadiyah Kendari adalah salah satu SMA swasta yang statusnya disejajarkan dengan SMA
negeri dan diakui oleh pemerintah. Sejak tahun pelajaran 2006/2007 SMA Muhammadiyah, seperti halnya
SMA lainnya telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), namun menurut hasil
wawancara dengan guru diketahui bahwa terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan KTSP. Salah satu
kendala utama adalah kurangnya antusias siswa untuk belajar siswa lebih cenderung menerima apa saja yang
disampaikan oleh guru, diam dan enggan dalam mengemukakan pertanyaan maupun pendapat. Hal ini
dikarenakan oleh pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung menggunakan metode pembelajaran
konvensional yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. Padahal dalam kerangka pembelajaran
matematika, siswa mesti dilibatkan secara mental, fisik dan sosial untuk membuktikan sendiri tentang
kebenaran dari teori-teori dan hukum-hukum matematika yang telah dipelajarinya melalui proses ilmiah. Jika
hal ini tidak tercakup dalam proses pembelajaran dapat dipastikan penguasaan konsep matematika akan
kurang dan akan menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa yang pada akhirnya akan mengakibatkan
rendahnya mutu pendidikan.

Berdasarkan informasi tersebut, dilakukan observasi di SMA Muhammadiyah Kendari pada tanggal 18
Desember 2006 dan diperoleh keterangan bahwa prestasi belajar matematika siswa kelas XIIA-1 di sekolah
tersebut masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan harian siswa hanya
mencapai 4,5. Nilai rata-rata ini jika dibandingkan dengan ketuntasan belajar menurut kurikulum, yakni
sebesar 6,5 atau 65 % dapat dikatakan bahwa nilai tersebut berada dibawah standar ketuntasan yang
diharapkan. Dari hasil wawancara ini pula diperoleh informasi dari guru matematika bahwa pokok bahasan
yang dianggap sulit untuk dipahami oleh siswa adalah pokok bahasan Limit Fungsi. Dalam hal ini siswa
seringkali mengalami kesulitan dan kekeliruan dalam menyelesaikan soal-soal latihan. Misalnya:
Tentukan jika . Sebagian besar siswa lansung mensubstitusikan ke sehingga . Dengan

cara penyelesaian seperti itu, maka tidak mempunyai nilai karena pembagian dengan 0 tidak
terdefinisi. Untuk kasus limit seperti ini penyelesaiannya adalah sebagai berikut :

Jika , maka : , sehingga jawaban yang benar dari = . Dari


gambaran jawaban, terlihat bahwa siswa tidak memiliki keterampilan untuk menyelesaikan soal. Hal ini
disebabkan karena siswa hanya bekerja sendiri dimana kemampuan mereka dalam menyelesaikan soal sangat
minim. Selama ini mereka hanya menerima apa saja yang diberikan oleh guru dan tidak pernah bertanya
kepada guru atau teman yang lebih tahu jika mereka mengalamai kesulitan dan siswa yang bisa menjawab
tidak mau memberikan penjelasan kepada siswa lain yang belum mengerti. Terlebih lagi guru jarang
memberikan soal-soal latihan. Guru hanya menjelaskan materi dan membuat rangkuman. Oleh karena itu jika
siswa diberi soal-soal latihan mereka tidak bisa menjawab. Yang bisa mereka jawab hanya soal-soal yang
sama persis dengan yang dicontohkan oleh guru. Guru dan peneliti menduga model pembelajaran yang
digunakan selama ini belum efektif. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika
siswa khususnya siswa kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari pada pokok bahasan limit fungsi.

Atas dugaan di atas maka peneliti bersama-sama dengan guru sepakat untuk menawarkan suatu tindakan
alternatif untuk mengatasi untuk mengatasi masalah yang ada berupa penerapan model pembelajaran lain
yang lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan
potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pemebelajaran kooperatif.

Model pembelajaran kooperatif tumbuh dari suatu tradisi pendidikan yang menekankan berpikir dan latihan
bertindak demokratis, pembelajaran aktif, perilaku kooperatif, dan menghormati perbedaan dalam
masyarakat multibudaya. Dalam pelaksanaannya pembelajaran kooperatif dapat merubah peran guru dari
peran terpusat pada guru ke peran pengelola aktivitas kelompok kecil. Sehingga dengan demikian peran guru
yang selama ini monoton akan berkurang dan siswa akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan, bahkan permasalahan yang dianggap sulit sekalipun. Beberapa peneliti yang terdahulu yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa model pembelajaran tersebut dengan
beberapa tipe telah memberikan masukan yang berarti bagi sekolah, guru dan terutama siswa dalam
meningkatkan prestasi. Olehnya itu lebih lanjut guru bersama peneliti ingin melihat pembelajaran kooperatif
melalui pendekatan struktural tipe Numbered Heads Together (NHT).

Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan
karena dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda. Setiap
siswa dibebankan untuk menyelesaikan soal yang sesuai dengan nomor anggota mereka. Tetapi pada
umumnya mereka harus mampu mengetahui dan menyelesaikan semua soal yang ada dalam LKS.

Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe NHT. Siswa aktif bekerja dalam kelompok. Mereka
bertanggungjawab penuh terhadap soal yang diberikan. Misalnya siswa yang bernomor urut 2 dalam
kelompoknya mempertanggungjawabkan soal nomor 2 dan seterusnya. Walaupun pada saat persentase
mereka bisa ditunjuk untuk mengerjakan nomor lain. Sedangkan pada model pembelajaran kooperatif yang
lain terkadang siswa saling berharap kepada teman kelompok lain yang lebih pintar. Dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD misalnya, siswa hanya disuruh bekerja dalam kelompok dan pertanggungjawabannya
secara kelompok pula. Siswa kurang aktif dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT juga dinilai lebih memudahkan siswa berinteraksi dengan teman-teman
dalam kelas dibandingkan dengan model pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru. Pada
model pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa perlu berkomunikasi satu sama lain, sedangkan pada model
pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru dan terus memperhatikan gurunya.

Dengan dasar inilah yang mendorong peneliti dan guru bersama-sama mencoba mengadakan penelitian
dalam bentuk penelitian tindakan kelas dengan judul ”Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI IA-1
SMA Muhammadiyah Kendari Pada Pokok Bahasan Limit Fungsi Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe NHT”

2. Batasan Masalah

Pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam penelitian
ini dibatasi pada pokok bahasan Limit Fungsi kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari semester Genap
Tahun Ajaran 2006/2007.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : “Apakah dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT hasil belajar matematika siswa kelas XIIA-1 SMA
Muhammadiyah Kendari pada pokok bahasan Limit Fungsi dapat ditingkatkan?”.

4. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari pada pokok bahasan Limit
Fungsi melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu
pembelajaran matematika

2. Siswa semakin termotivasi untuk belajar karena partisipasi aktif dalam proses pembelajaran dan
suasana pembelajaran semakin variatif dan tidak monoton

3. Dapat memberikan masukan yang berarti/bermakna pada sekolah dalam rangka perbaikan atau
peningkatan pembelajaran

4. Peneliti dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti tentang model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan dapat menambah pengalaman peneliti

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Kajian Pustaka

1. Proses Belajar - Mengajar

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak
hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap,
pengertian, penghargaan, minat, penyesuaian diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi
seseorang (Nasution, 1995: 35). Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2003: 2).
Selanjutnya Winkel (1989: 15) mengemukakan bahwa belajar pada manusia merupakan suatu proses
siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek dengan lingkungannya yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap/ konstan.
Selain itu Sardiman (1992: 22) menyatakan bahwa belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku
atau keterampilan dengan serangkaian kegiatan misalnya membaca, mengamati, mendengarkan dan lain
sebagainya.

Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi belajar yaitu suatu proses untuk
mencapai suatu tujuan yaitu perubahan kearah yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang bersifat menetap.

2. Pengertian Mengajar.

Menurut Slameto (1995: 29) mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman dan kecakapan
kepada anak didik kita. Adapun defenisi lain di negara-negara modern yang sudah maju mengatakan
bahwa mengajar adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar. Defenisi ini menunjukkan bahwa
yang aktif adalah siswa, yang mengalami proses belajar. Guru hanya membimbing, menunjukkan jalan
dengan memperhitungkan kepribadian siswa. Kesempatan untuk berbuat dan aktif berpikir lebih banyak
diberikan kepada siswa.

Mengajar didefinisikan oleh Sudjana (2000: 37) sebagai alat yang direncanakan melalui pengaturan dan
penyediaan kondisi yang memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin.
Pasaribu
(1983: 7) mengajar adalah suatu kegiatan mengorganisir (mengatur) lingkungan sebaik-baiknya dengan
anak sehingga terjadi proses belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah suatu kegiatan membimbing dan
mengorganisasikan lingkungan sekitar anak didik, agar tercipta lingkungan belajar yang kondusif yang
memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal.

3. Proses belajar-mengajar matematika

Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar mengajar
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses perubahan sedangkan belajar merupakan
proses pengaturan agar perubahan itu terjadi. Proses belajar mengajar untuk mata pelajaran matematika
harus memperhatikan karakteristik matematika. Sumarmo (2002: 2) mengemukakan beberapa
karakteristik matematika yaitu : materi matematika menekankan penalaran yang bersifat deduktif materi
matematika bersifat hirarkis dan terstruktur dan dalam mempelajari matematika dibutuhkan ketekunan,
keuletan, serta rasa cinta terhadap matematika. Karena materi matematika bersifat hirarkis dan terstruktur
maka dalam belajar matematika, tidak boleh terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan.
Artinya, perlu mendahulukan belajar tentang konsep matematika yang mempunyai daya bantu terhadap
konsep matematika yang lain.

2. Prestasi Belajar Matematika

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 895) prestasi diartikan sebagai yang telah dicapai (telah
dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Menurut Arifin (1991: 3), prestasi berarti hasil usaha. Dalam
hubungannya dengan usaha belajar, prestasi berarti hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan
kegiatan belajar pada kurun waktu tertentu. Prestasi belajar siswa mampu memperlihatkan perubahan-
perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman dalam bidang ketrampilan, nilai dan sikap.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil usaha yang telah dicapai
oleh seseorang sedang prestasi belajar adalah hasil yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan
kegiatan belajar dalam kurun waktu tertentu.

Seorang siswa yang telah melakukan kegiatan belajar matematika, dapat diukur prestasinya setelah
melakukan kegiatan belajar tersebut dengan menggunakan suatu alat evaluasi. Jadi prestasi belajar
matematika merupakan hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun
waktu tertentu dan diukur dengan menggunakan alat evaluasi (tes).

3. Pembelajaran Kooperatif
Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu konsep baru, melainkan telah dikenal
sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang
belajar harus memiliki pasangan.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni
kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Johnson dan Johnson dalam
Ismail, 2002: 12). Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari
materi pelajaran yang telah ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada
siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan
dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat
secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.

Model pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar
pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-
asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik
mengelola kelas dengan efektif.

Roger dan David Johnson dalam Lie (2002: 30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa
dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model
pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu : 1) saling ketergantungan positif,
2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka, 4) komunikasi antar anggota, 5) evaluasi proses kelompok.

Untuk memenuhi kelima unsur tersebut harus dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat para anggota
kelompok para peserta didik harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan
belajar kelompok yang akan saling menguntungkan. Selain niat, peserta didik juga harus menguasai kiat-kiat
berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Salah satu cara untuk mengembangkan niat dan kerja sama
antar peserta didik dalam model pembelajaran kooperatif adalah melalui pengelolaan kelas. Ada tiga hal
penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yakni
pengelompokan semangat kerja sama dan penataan ruang kelas.

1. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif

Menurut Stahl dalam Ismail (2002: 12) bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah :

1. Belajar dengan teman

2. Tatap muka antar teman

3. Mendengarkan diantara anggota

4. Belajar dari teman sendiri dalam kelompok

5. Belajar dalam kelompok kecil

6. Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat

7. Siswa membuat keputusan

8. Siswa aktif

Sedangkan menurut Johnson dalam Ismail (2002: 12) belajar dengan koopertif mempunyai ciri :

1. Saling ketergantungan yang positif

2. Dapat dipertanggungjawabkan secara individu

3. Heterogen

4. Berbagi kepemimpinan

5. Berbagi tanggung jawab

6. Ditekankan pada tugas dan kebersamaan

7. Mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial

8. Guru mengamati

9. Efektifitas tergantung kepada kelompok

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :

1. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat dan membuat
keputusan secara bersama.

2. Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang
sosial, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.

3. Panghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok.

Menurut Ibrahim (2000: 6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

1. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3. Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk
semua anggota kelompok.

6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama dalam
proses belajarnya.

7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.

2. Tujuan pembelajaran kooperatif


Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan yang hendak
dicapai :

1. Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa
untuk memahami konsep-konsep yang sulit.

2. Pengakuan adanya keragaman

Model pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima


teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut
antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengembangkan keterampilan social siswa. Keterampilan


sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif adalah berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja sama dalam
kelompok.
3. Fase-Fase Pembelajaran kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase – 1 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang


ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
Menyampaikan tujuan dan siswa belajar
memotivasi siswa

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan


Fase – 2 jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Menyajikan informasi

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya


membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
Fase – 3 kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok-
kelompok belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada


saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase – 4

Membimbing kelompok
bekerja dan belajar

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang


telah dipelajari atau masing-masing kelompok
Fase – 5 mempresentasekan hasil kerjanya.

Evaluasi

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya


hasil belajar individu maupun kelompok

Fase – 6

Memberikan penghargaan

(Ibrahim, 2000: 10)


4. Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif
Manfaat-manfaat model pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, antara lain
Linda Lundgren dalam Ibrahim
(2000 : 18) adalah :

1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

2. Memperbaiki kehadiran

3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar

4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

5. Konflik antar pribadi berkurang

6. Pemahaman yang lebih mendalam

7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

8. Hasil belajar lebih tinggi

5. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT


Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam
Ibrahim (2000 : 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Spencer Kagen dalam Ibrahim (2000 :
28) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran
dengan mengecek pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan
lansung kepada seluruh kelas, guru menggunakan empat langkah sebagai berikut : (a) Penomoran, (b)
Pengajuan pertanyaan,
(c) Berpikir bersama, (d) Pemberian jawaban.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah sesuai dengan kebutuhan
pelaksanaan penelitian ini. Keenam langkah tersebut adalah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT.

Langkah 2. pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru
membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa. Guru memberi
nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk
merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar.
Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan
masing-masing kelompok.
Sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan
menjelaskan tiga aturan dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu :

1. Tetap berada dalam kelas

2. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru

3. Memberikan umpan balik terhadap ide-ide serta menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam
kelompok

Langkah 3. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari.
Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa
setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah
diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari spesifik sampai yang bersifat umum.

Langkah 4. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 5. Memberi kesimpulan

Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan
materi yang disajikan.

Langkah 6. Memberikan penghargaan

Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada siswa dan memberi nilai yang
lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik.

2. Kerangka Berpikir

Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap pelajaran matematika, guru harus mampu menciptakan
suasana belajar yang optimal dengan menerapkan berbagai model pembelajaran.

Dalam pelajaran matematika, salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan suatu
pokok bahasan adalah pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan, karena
melihat kondisi siswa yang mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam
menerima materi pelajaran yang disajikan guru di kelas, ada siswa yang mempunyai daya serap cepat dan ada
pula siswa yang mempunyai siswa yang mempunyai daya tanggap yang lama.

Menyikapi kenyataan ini, penulis menilai perlu digunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, yaitu
membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang siswa dan setiap kelompok mempunyai
tingkat kemampuan yang beragam, ada yang pintar, sedang, dan ada pula yang tingkat kemampuannya
kurang. Kemudian setiap anggota kelompok diberikan tanggung jawab untuk memecahkan masalah atau soal
dalam kelompoknya dan diberikan kebebasan mengeluarkan pendapat tanpa merasa takut salah. Oleh karena
itu tidak tampak lagi mana siswa yang unggul karena semuanya berbaur dalam satu kelompok dan
sama-sama bertanggung jawab terhadap kelompok tersebut. Dengan demikian, untuk meningkatkan prestasi
belajar matematika siswa kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari khususnya pada pokok bahasan Limit
Fungsi , guru perlu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajarkan pokok bahasan
tersebut karena daya serap siswa dalam menerima materi pada pokok bahasan Limit Fungsi tidak sama dan
diharapkan dengan model pembelajaran tipe NHT setiap siswa akan mempunyai tingkat kemampuan yang
relative sama terhadap materi Limit Fungsi dan pada akhirnya prestasi belajar siswa akan lebih baik.

3. Penelitian Yang Relevan


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruslan (2004), yang menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas I SMP Negeri 1 Sampolawa pada
pokok bahasan bilangan bulat dalam belajar matematika.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wa Sinar (2003), yang menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas I5 SMP Negeri 1 Kendari
dalam belajar matematika.

4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) maka hasil belajar
siswa kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari pada pokok bahasan limit fungsi dapat ditingkatkan”.

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas. Karakteristik yang khas dari penelitian
tindakan kelas yakni adanya
tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas (Muhtar, 2007 : 7).

2. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada di SMA Muhammadiyah Kendari. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 14 Maret 2007 sampai tanggal 12 April 2007 di kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari.

3. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XIIA-1 SMA Muhammadiyah Kendari yang berjumlah 25
orang yang terdiri dari 6 orang laki-laki dan 19 orang perempuan, dengan kemampuan yang heterogen

4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lembar observasi, untuk memperoleh data tentang kondisi pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT di kelas

2. Tes hasil belajar, untuk memperoleh data tenteng prestasi belajar siswa setelah diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
3. Jurnal refleksi diri, untuk memperoleh data tentang refleksi diri.

5. Defenisi Operasional
1. Hasil belajar matematika adalah suatu hasil yang dicapai oleh siswa setelah
mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu, yang diukur dengan
menggunakan alat evaluasi tertentu (tes).

2. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu model
pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antar siswa. Siswa dibagi ke dalam
kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 4 siswa heterogen. Setiap siswa dalam
kelompoknya diberi nomor yang berbeda.

6. Faktor yang diselidiki


Untuk mampu menjawab permasalahan, ada beberapa faktor yang ingin diselidiki. Faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Faktor siswa : yaitu melihat aktivitas/kegiatan siswa dalam mempelajari matematika


khususnya pada saat mempelajari pokok bahasan

2. Faktor guru : yaitu melihat atau memperhatikan guru dalam menyajikan materi
pelajaran serta teknik yang digunakan guru dalam menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT.

3. Faktor sumber pelajaran : yaitu melihat sumber atau bahan pelajaran yang digunakan,
apakah sudah dapat mendukung pelaksanaan model pembelajaran yang diterapkan.

2. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tindakan kelas ini direncanakan terdiri dari tiga siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai
dengan perubahan yang ingin dicapai pada faktor-faktor yang diselidiki. Untuk dapat mengetahui prestasi
siswa dalam belajar matematika sebelum diberikan tindakan, terlebih dahulu diberikan tes awal sedangkan
observasi awal (18 Desember 2006) adalah untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dalam
rangka meningkatkan prestasi belajar siswa. Dimana tindakan yang akan dilakukan yaitu dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

Dalam pelaksanaan tindakan pada tiap siklus mencakup tahap-tahap sebagai berikut: (1) Perencanaan, (2)
Pelaksanaan tindakan, (3) Observasi dan evaluasi, (4) Refleksi.

Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas tersebut dijabarkan sebagai berikut :

1. Perencanaan : adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi :

1. Membuat perangkat pembelajaran (RPP dan LKS).

2. Membuat instrumen penelitian yang meliputi alat evaluasi berupa tes disertai jawaban dan
panduan penskoran.
3. Membuat lembar observasi

4. Membuat jurnal untuk mengetahui data refleksi diri.

2. Pelaksanaan tindakan: kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini disesuaikan dengan rencana yang
telah disusun dalam rencana pembelajaran.

3. Observasi dan evaluasi: kegiatannya adalah melaksanakan proses observasi terhadap pelaksanaan
tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat dan melakukan evaluasi hasil
belajar siswa setelah dilakukan tindakan.

4. Refleksi: pada tahap ini, hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dikumpulkan
kemudian dianalisis. Dari hasil tersebut akan dilihat apakah telah memenuhi target yang ditetapkan
pada indikator kerja. Jika belum memenuhi target, maka penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya.
Kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya akan diperbaiki pada
siklus berikutnya.

8. Data dan Teknik Pengambilan Data

1. Sumber data: yaitu guru dan siswa.

2. Jenis data: jenis data yang akan diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif.
Data kuantitatif diperoleh dari tes prestasi belajar, sedangkan data kualitatif diperoleh
dari lembar observasi dan jurnal.

3. Teknik pengambilan data :

• Data mengenai kondisi pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT


diambil dengan menggunakan lembar observasi

• Data mengenai refleksi diri diambil dengan menggunakan jurnal.

• Data mengenai hasil belajar matematika diambil dengan menggunakan tes.

9. Indikator Kerja

Sebagai indikator keberhasilan dalam penelitian kelas ini adalah bila minimal 75% siswa telah memperoleh
nilai minimal 6,0 (ketetapan dari sekolah).
Desain dan Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(Tim pelatih PGSM, 1997: 27).

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian

1. Kegiatan Pendahuluan

Sebelum melakukan tindakan dalam penelitian, peneliti melakukan observasi awal dan wawancara singkat
dengan guru matematika kelas XI SMA Muhammadiyah Kendari. Hasil observasi menunjukan bahwa
prestasi belajar matematika siswa khususnya kelas XI masih tergolong rendah dan model pembelajaran yang
digunakan adalah model pembelajaran yang konvensional. Berdasarkan hasil wawancara tersebut,diputuskan
untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajarkan pokok bahasan limit fungsi
dikelas IX 1A-1.

Pada tanggal 14 maret 2007 diadakan tes awal pada siswa kelas IX 1A-1. Untuk mengetahui kemampuan
awal siswa terhadap materi limit fungsi. Nilai tes awal dijadikan acuan untuk mengetahui peningkatan
prestasi belajar matematika siswa kelas IX1A-1 SMA Muhammadiyah Kendari setelah diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Soal-soal tes awal berupa materi yang berhubungan dengan pokok bahasan yang akan diajarkan dalam hal ini
materi untuk soal tes awal adalah materi fungsi,pemfaktoran,komposisi fungsi,sebagaimana terlihat pada
lampiran 4. Dari tes awal tersebut,terlihat bahwa siswa yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan
6,0 mencapai (6 orang siswa) dengan nilai rata-rata 4,86. Halini memberikan gambaran bahwa prestasi
belajar matematika siswa masih tergolong rendah.

2. Siklus I

1. Perencanaan
Setelah ditetapkan untuk menerapkan model pembelajaran model kooperatif tipe NHT dalam mengajar
matematika pokok bahasan limit fungsi, maka kegiatan selanjutnya adalah menyiapkan beberapa hal yang
diperlukan pada saat pelaksanaan tindakan. Setelah berkonsultasi dengan guru bidang studi matematika kelas
IX1A-1 SMA Muhammadiyah Kendari, peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Membuat skenario pembelajaran untuk tindakan siklus I

2. Membuat lembaran observasi terhadap guru dan siswa selama proses pembelajaran di kelas

3. Membuat LKS

4. Membuat alat evaluasi

5. Membuat jurnal untuk refleksi diri


2. Pelaksanaan Tindakan

1. Pertemuan Pertama

Pelaksanaan tindakan dilakukan oleh guru matematika sedangkan peneliti bertindak sebagai pengamat.
Tindakan siklus I untuk pertemuan pertama dilakukan pada hari kamis, 15 maret 2007. Kegiatan
pembelajaran diawali dengan guru menginformasikan model pembelajaran yang digunakan yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe NHT selama 2 menit. Guru tidak memotivasi siswa dan tidak memberikan
apersepsi kepada siswa sebelum memasuki materi pelajaran. Guru juga tidak menyampaikan tujuan dan
indikator yang harus dicapai dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh kehadiran peneliti. Guru
merasa canggung dalam mengajar.

Memasuki kegiatan inti, guru berkolaborasi dengan peneliti melakukan pembagian kelompok sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT selama 5 menit. Kelompok yang terbentuk sebanyak 5 kelompok
dan setiap kelompok terdiri dari 5 orang siswa yang heterogen. Setelah terbentuk kelompok dan siswa berada
dalam kelompoknya masing-masing, guru membagikan LKS 1.1 yang terdiri dari 4 nomor soal yang dapat
dilihat pada lampiran 7 dan menjelaskan secara singkat cara kerja dalam LKS selama  25 menit. Guru
menjelaskan bahwa jika suatu limit atau maka limit tersebut harus disederhanakan terlebih dahulu
dengan cara pemfaktoran atau merasionalkan bentuk akar. Setelah itu guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk menyelesaikan soal-soal dalam LKS. Guru memantau siswa dan sesekali keluar ruangan. Selama
proses ini berlangsung para siswa tidak bertanya kepada guru tentang hal-hal yang mereka tidak mengerti.
Setelah  13 menit guru memastikan semua siswa telah menyelesaikan soal yang diberikan dan
mengumpulkan lembar jawaban siswa secara kelompok. Kemudian guru secara acak memanggil nomor
anggota siswa dalam kelompok untuk mempersentasekan hasil kerja kelompoknya. Pada kesempatan ini guru
memanggil siswa bernomor 2 untuk menyelesaikan soal nomor 1. Semua siswa yang bernomor 2 unjuk jari
dan kemudian guru menunjuk perwakilan dari kelompok II. Soal yang dikerjakan sebagai berikut:

Tentukan limit fungsi f(x) untuk x = 1 jika

Jawaban dari siswa adalah sebagai berikut:

Karena jawaban siswa dari kelompok II sudah benar maka tidak ada sanggahan dari kelompok lain,
kemudian guru melanjutkan kenomor lain sampai selesai. Masing-masing kelompok diberi waktu 2 menit
untuk mempersentasekan hasil kerja kelompoknya.

Pada saat persentase, guru mengetahui bahwa ada satu nomor soal yang tidak dapat dijawab oleh siswa yaitu
soal nomor 4. Oleh karena itu guru menjelaskan cara penyelesaiannya. Soal tersebut sebagai berikut:

Tentukan nilai limit berikut:

Guru menjelaskan bahwa untuk menyelesaikan soal seperti di atas kita harus merasionalkannya terlebih
dahulu dengan cara mengalikan dengan akar sekawannya.

Jadi:

Setelah menyimpulkan jawaban siswa yang tadi sebenarnya guru masih akan memberikan PR kepada siswa
tapi karena waktu telah habis akhirnya guru menutup pelajaran

2. Pertemuan Kedua.

Pertemuan kedua adalah lanjutan dari pertemuan pertama. Pertemuan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 21
Maret 2007. Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menginformasikan kepada siswa model
pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe NHT serta menyampaikan
indikator pembelajaran.

Selanjutnya masuk pada kegiatan inti guru menyajikan materi” Penggunaan Konsep Limit Fungsi Untuk
Menghitung Bentuk Tak Tentu Fungsi Aljabar dan Trigonometri”. Kemudian guru menyuruh siswa
bergabung dengan kelompoknya masing-masing dan membagikan LKS 1.2 dan menyuruh siswa
menyelesaikan soal-soal yang ada dalam LKS. Selama siswa menyelesaikan soal dalam LKS guru memantau
kerja dari tiap-tiap kelompok. Sesekali guru menegur siswa yang kedapatan bermain-main atau tidak aktif
dalam diskusi kelompok. Ada sebagian siswa yang merasa kesulitan menyelesaikan soal yang ada dalam
LKS. Hal ini disebabkan siswa kurang memperhatikan penjelasan guru. Setelah siswa menyelesaikan soal
dalam LKS guru secara acak memanggil nomor anggota siswa dalam kelompok untuk mempersentasikan
hasil kerja kelompoknya. Pada tahap ini masih terjadi keributan dalam kelas namun tidak seperti pertemuan
pertama, hanya sebagian siswa yang masih takut jika nomornya yang dipanggil maju ke depan kelas.
Selanjutnya siswa yang ditunjuk untuk mewakili kelompoknya maju ke depan kelas untuk mempersentasikan
jawabannya wlaupun jawaban mereka belum sepenuhnya benar. Hal ini menjadi tugas guru menyimpulkan
jawaban siswa dan memberikan penghargaan berupa tepuk tangan kepada kelompok yang memperoleh hasil
terbaik.

Selanjutnya guru menutup pembelajaran dengan membimbing siswa merangkum materi yang telah dibahas.
Guru tidak sampai memberikan PR kepada siswa karena waktu yang terbatas.

3. Observasi

Hal-hal yang diobservasi pada pelaksanaan tindakan siklus I adalah cara guru menyajikan materi pelajaran
apakah sudah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat atau belum. Selain itu juga dilihat
aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran.

Hasil observasi terhadap guru menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

1. Guru tidak memberi motivasi dan tidak memberi apersepsi

2. Guru tidak secara merata memberikan bimbingan kepada siswa.

3. Guru belum mampu mengelola waktu dengan baik, akibatnya ada tahapan-tahapan dalam skenario
pembelajaran yang tidak terlaksana karena kehabisan waktu.

Setelah peneliti berkonfirmasi kepada guru hal-hal diatas disebakan oleh:

• Kehadiran peneliti mempengaruhi kinerja guru sehingga guru menjadi


canggung dan suasana kelas menjadi kaku, hal ini nampak pada saat
guru memberikan penjelasan, suara kurang jelas dan gerakan kurang
leluasa.

• Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dianggap hal yang baru bagi
pribadi guru mata pelajaran matematika di SMA Muhammadiyah
Kendari maupun bagi sekolah sehingga guru masih canggung dalam
melaksanakan skenario yang telah dibuat.

Hasil observasi terhadap siswa menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

1. Siswa terlihat masih kaku jika berada dalam kelompoknya

2. Masih banyak siswa yang kurang aktif dalam mengerjakan soal-soal dalam LKS yang telah diberikan

3. Siswa masih ragu mengemukakan pendapat

4. Hanya beberapa siswa yang mampu mempresentasikan hasil kerja kelompoknya dan banyak siswa
yang merasa gugup ketika nomornya terpanggil untuk maju kedepan kelas

Hal-hal tersebut di atas disebakan oleh:


• Sebagian siswa tidak memperhatikan penjelasan guru

• Sebagian besar siswa belum dapat menyampaikan pendapat atau


pertanyaan karena merasa asing dengan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT.

4. Evaluasi

Setelah pelaksanaan tindakan siklus I selama 2 kali pertemuan , diadakan evaluasi dengan tes seperti yang
ada pada lampiran 4. Hasil tes siklus I menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan
hasil tes awal yaitu dari 24%
(6 orang) siswa memperoleh nilai ≥ 6,0 pada tes awal dan meningkat menjadi 48% (12 orang) siswa
memperoleh nilai ≥ 6,0. Walaupun hasil tes siklus I menunjukkan peningkatan, tapi karena belum mencapai
indikator keberhasilan maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. Hasil tes tindakan siklus I selengkapnya
terdapat pada lampiran I.

5. Refleksi

Pada tindakan siklus I ini penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam mengajarkan pokok
bahasan limit fungsi belum sempurna sesuai dengan yang diharapkan.

Analisis terhadap observasi dijadikan sebagai bahan untuk menentukan tindakan selanjutnya. Setelah
diadakan refleksi antara guru dan peneliti maka pada pertemuan selanjutnya guru harus:

1. Memberi motivasi dan apersepsi kepada siswa sebelum


memulai proses pembelajaran

2. Membeti bimbingan kepada setiap kelompok yang


mengalami kesulitan

3. Mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua


tahapan kegiatan dalam skenario pembelajaran dapat
terlaksana

3. Siklus II

1. Perencanaan

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi, pelaksanaan tindakan siklus I belum mencapai indikator
keberhasilan yang telah ditetapkan, sehingga peneliti bersama guru merencanakan tindakan siklus II.
Kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam memperbaiki kelemahan dan kekurangan pada siklus I untuk diperbaiki
pada siklus II adalah :

1. Guru harus memotivasi siswa agar siswa bersemangat dalam belajar serta guru
harus memberikan apersepsi.

2. Guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa yang
tidak memperhatikan penjelasan guru.

3. Guru harus selalu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa


untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.

4. Guru harus mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan
kegiatan dalam skenario pembelajaran dapat terlaksana.

Selain hal-hal yang merupakan rencana perbaikan untuk tindakan siklus I, peneliti harus mempersiapkan juga
scenario pembelajaran, lembar observasi untuk guru dan siswa, alat evaluasi dan jurnal refleksi diri untuk
tindakan siklus II.

2. Pelaksanaan tindakan

1. Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama siklus II dilaksanakan pada hari Rabu, 28 Maret 2007. kegiatan pembelajaran diawali
dengan guru menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar dan menginformasikan model pembelajaran
yang akan digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru juga memotivasi siswa agar lebih
aktif dan banyak latihan sehingga mudah menyelesaikan soal-soal latihan yang berkaitan dengan materi limit
fungsi karena ujian semester sudah dekat. Guru memberi apersepsi kepada siswa dengan mengadakan tanya
jawab tentang materi yang sudah dipelajari.

Memasuki kegiatan inti guru menjelaskan cara membagi pembilang dan penyebut dengan variabel pangkat
tertinggi untuk memudahkan proses pencarian limitnya. Kemudian guru menyuruh siswa untuk bergabung
dalam kelompoknya masing-masing. Setelah siswa berada dalam kelompoknya masing-masing guru
membagikan LKS 2.1 dan memina siswa secara kelompok menyelesaikan soal-soal dalam LKS. Ada yang
mengalami kesulitan dan siswa tersebut langsung bertanya kepada guru tentang kesulitannya. Guru
memberikan bimbingan kepada kelompok atau siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal
LKS. Kemudian guru memanggil secara acak nomor anggota siswa untuk menjawab atau mempersentasikan
hasil kerja kelompoknya. Setelah persentasi selesai guru menyimpulkan jawaban siswa dengan memberikan
penghargaan pada kelompok yang memperoleh skor tertinggi.

Guru mengakhiri pembelajaran dengan memberikan PR sebanyak 1 nomor. Guru tidak membimbing siswa
merangkum materi pelajaran.

2. Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua adalah lanjutan dari pertemuan sebelumnya. Pertemuan ini dilaksanakan pada hari kamis,
29 Maret 2007. Pada awal pertemuan guru membahas PR yang dianggap sulit oleh siswa dan
menginformasikan kepada siswa model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Kemudian guru menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar serta memberikan
motivasi kepada siswa suapaya sering mengerjakan soal-soal latihan agar bisa berhasil dalam ujian.

Masuk pada kegiatan inti guru menyajikan materi cara menentukan limit suku banyak dan menjelaskan
teorema-teorema limit. Kemudian guru menyuruh siswa bergabung dengan kelompoknya masing-masing.
Setelah berada dalam kelompoknya guru membagikan LKS 2.2 dan meminta siswa menyelesaikan soal-soal
dalam LKS. Selama siswa menyelesaikan soal dalam LKS guru memantau kerja dari tiap-tiap kelompok .
sesekali keluar ruangan dan mengobrol dengan peneliti. Ternyata ada soal yang mereka anggap sulit dan
langsung bertanya kepada gurunya. Guru kemudian menjelaskannya. Setelah semua siswa telah
menyelesaikan soal yang diberikan, guru secara acak memanggil nomor anggota siswa dalam kelompok
untuk menjawab atau mempersentasikan hasil kerja kelompoknya. Siswa sudah tidak lagi ketika nomor
anggotanya terpanggil. Siswa sudah mampu persentasi walaupun hasilnya belum terlalu bagus. Selanjutnya
guru menyimpulkan jawaban sisiwa dan memberikan penghargaan berupa tepuk tangan pada kelompok yang
memperoleh skor tertinggi.
Selanjutnya guru membimbing siswa untuk merangkum materi yang telah dibahas kemudian guru
memberikan PR sebanyak 2 nomor dan selanjutnya mengakhiri pembelajaran.

3. Observasi

Secara umum pada pelaksanaan tindakan siklus II ini telah ada peningkatan dibandingkan dengan siklus I.
Hal ini terlihat pada hasil observasi guru dan siswa.

Hasil observasi terhadap guru menunjukan bahwa :

1. Guru selalu menjelaskan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.

2. Guru sudah bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa yang tidak memperhatikan
penjelasan guru.

3. Guru memberikan bantuan/bimbingan kepada kelompok atau siswa yang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal-soal dalam LKS dan memberikan penghargaan kepada kelompok /siswa yang
menjawab dengan benar.

4. Guru sudah dapat melaksanakan hampir semua tahapan kegiatan dalam skenario pembelajaran pada
siklus II.

Hasil observasi terhadap siswa menunjukan bahwa :

1. Siswa memperhatikan dengan baik penjelasan guru

2. Sebagian siswa sudah berani menanyakan hal-hal yang kurang dimengerti yang ada kaitannya dengan
materi yang diajarkan.

3. Sebagian besar siswa sudah mampu mempresentasikan hasil kerja kelompoknya.

Hasil observasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.

4. Evaluasi

Setelah 2 kali pertemuan yang membahas materi mengenai limit fungsi di suatu titik, kembali diadakan
evaluasi untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar matematika siswa. Soal tes tindakan siklus II
selengkapnya terdapat pada lampiran 4.

Hasil tes siklus II menunjukkan peningkatan prestasi belajar matematika siswa dibandingkan dengan siklus I
yaitu dari 48% (12 orang) siswa yang telah memperoleh nilai pada siklus I meningkat menjadi 68%
(17 orang) siswa telah memperoleh nilai pada siklus II. Dari hasil tes siklus II, walaupun menunjukkan
peningkatan tetapi karena belum mencapai indikator keberhasilan maka penelitian dilanjutkan pada siklus III.
Hasil evaluasi pelaksanaan tindakan siklus II dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 1.

5. Refleksi

Berdasarkan hasil observasi dan evaluasi pelaksanaan tindakan siklus II, hal yang masih perlu diperhatikan
adalah bimbingan terhadap siswa yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan latihan perlu ditingkatkan.
Kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan yang terjadi pada tindakan siklus II akan diperbaiki pada
pelaksanaan tindakan siklusIII.
Hasil refleksi diri pada pelaksanaan tindakan siklus II selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6.

4. Tindakan siklus III

a. Perencanaan

Berdasarkan hasil observasi, evaluasi dan refleksi diri pada tindakan siklusII, maka peneliti bersama dengan
guru merencanakan tindakan siklus III agar
kekurangan-kekurangan pada tindakan siklus II dapat diperbaiki.

Adapun hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka memperbaiki tindakan siklus II adalah guru harus selalu
membimbing siswa dalam mengerjakan soal-soal LKS yang telah diberikan. Selain itu, pada tahap
perencanaan ini peneliti tetap membuat skenario pembelajaran, lembar observasi terhadap guru dan siswa,
alat evaluasi dan jurnal refleksi diri untuk tindakan siklus III.

b. Pelaksanaan tindakan

1. Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama siklus III dilaksankan pada hari Kamis, 5 April 2007. Pada awal pertemuan guru
membahas PR yang dianggap sulit oleh siswa. Kemudian guru menginformasikan model pembelajaran yang
akan digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan menyampaikan indikator dan tujuan
pembelajaran. Guru juga memotivasi siswa agar mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian semester.

Masuk pada kegiatan inti guru mengecek pemahaman dasar siswa tentang trigonometri. Kemudian guru
menjelaskan materi limit fungsi trigonometri di satu titik dengan menggunakan metode ceramah. Selanjutnya
guru menyuruyh siswa untuk bergabung dengan kelompoknya masing-masing dan membagikan LKS 3.1,
serta menyuruh siswa mengerjakan soal-soal yang ada dalam LKS yang telah dibagikan. Kemudian siswa
berdiskusi dengan teman-teman dalam kelompoknya dan ternyata ,masih ada satu soal yang sulit mereka
kerjakan. Mereka lalu bertanya kepada guru dan guru membantu menjelaskannya. Setelah siswa
menyelesaikan soal dalam LKS, guru secara acak memanngil nomor anggota siswa adalam kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas dan kelompok yang lain menanggapinya. Disini
siswa sudah tidak takut lagi ketika nomornya dipanggil. Siswa sudah aktif bekerja dalam kelompok dan
menjawab soal dengan benar. Selanjutnya guru menyimpulkan jawabn siswa dan memberikan penghargaan
pada kelompok yang memperoleh skor tertinggi.

Setelah jeda kurang lebih 1 menit guru mengakhiri pelajaran dengan membimbing siswa membuat
rangkuman tentang materi yang telah dibahas dan memberikan latihan soal-soal untuk dikerjakan di rumah.

2. Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua adalah lanjutan dari pertemuan sebelumnya. Pertemuan ini dilaksanakan pada hari Rabu, 11
April 2007. Pada awal pertemuan guru selalu membahas PR yang tidak dimengerti oleh siswa. Selanjutnya
guru menyampaikan indikator pembelajaran dan memotivasi siswa agar lebih semangat dalam belajar. Guru
tidak lupa menginformasikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif
tipe NHT.

Memasuki kegiatan inti guru mengawali pembelajaran dengan menjelaskan arti bentuk tak tentu dari limit
fungsi. Kemudian guru meminta siswa bergabung dalam kelompoknya masing-masing dan membagikan
LKS 3.2 serta menyuruh siswa mengerjakan soal-soal dalam LKS yang telah dibagikan. Selanjutnya siswa
berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyelesaikan soal-soal dalam LKS. Hal ini sangat membantu siswa
untuk memahami materi yang diajarkan. Sehingga siswa tidak kesulitan lagi dalam menyelesaikan soal.
Setelah memastikan semua siswa telah menyelesaikan soal yang diberikan guru meminta wakil dari setiap
kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas dan memandu jalannya diskusi.
Selanjutnya guru dan siswa merumuskan jawaban yang benar dan memberi kesimpulan.

Pada akhir pelajaran guru memberikan soal-soal untuk dikerjakan di rumah. Karena masih ada waktu yang
tersisa guru menyarankan siswa untuk mengerjakan
soal-soal yang ada dalam buku paket.

c. Observasi

Peneliti kembali melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus III dan hasil observasi
terhadap guru menunjukkan bahwa guru telah mampu melaksanakan skenario pembelajaran dengan baik.
Hasil observasi terhadap siswa menunjukkan hal-hal berikut:

1. Semua siswa sudah memperhatikan penjelasan guru

2. Siswa sudah mampu mempresentasikan hasil kerja kelompoknya

3. Siswa sudah mampu mengemukakan pendapat.

Hasil observasi selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.

Secara umum pelaksanaan tindakan sudah sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat. Semua
tahapan kegiatan dalam skenario pembelajaran telah dilaksanakan dengan sempurna oleh guru. Hanya masih
ada sedikit kelemahan-kelemahan pada pihak siswa yaitu ada beberapa siswa yang belun mampu
mengemukakan pendapat.

d. Evaluasi

Setelah 2 kali pertemuan, maka kembali diadakan tes tindakan siklus III untuk mengetahui peningkatan
prestasi belajar matematika siswa. Hasil tes menunjukkan adanya peningkatan dari siklus sebelumnya yaitu
dari 68% (17 0rang) siswa telah memperoleh nilai pada siklus II meningkat menjadi 80% (20 orang)
siswa telah memperoleh nilai pada siklus III.

Dari hasil tes siklus III menunjukkan adanya peningkatan dan telah mencapai indikator keberhasilan yang
telah ditetapkan, maka pelaksanaan tindakan dihentikan hanya sanpai pada siklus III. Hasil evaluasinya dapat
dilihat pada lampiran 1.

e. Refleksi

Kegiatan refleksi yang dilakukan pada tindakan siklus III menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan
baik bagi guru mata pelajaran maupun bagi peneliti. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sudah
mendapatkan hasil yang lebih baik, walaupun masih ada beberapa siswa yang belum dapat menyampaikan
pendapat tetapi siswa tersebut aktif melibatkan diri dalam melaksanakan tugas kelompok.

Jika dilihat dari hasil tes pada evaluasi pelaksanaan tindakan siklus III, yaitu telah mencapai 80% (20 orang)
siswa yag telah memperoleh nilai atau dengan kata lain telah mencapai indikator keberhasilan, maka
penelitian ini telah berhasil dilaksanakan sesuai rencana pelaksanaan penelitian dengan tiga siklus tindakan.
2. Pembahasan
Penelitian ini berakhir setelah pelaksanaan siklus III karena telah mencapai indikator kinerja yang telah
ditetapkan.

Pada siklus I, perolehan nilai siswa berdasarkan ketuntasan belajar hanya 48%
(12 orang) siswa yang telah memperoleh nilai . Nilai evaluasi hasil tes siklus I meningkat 24% dari
hasil tes awal. Berdasarkan hasil observasi pada siklus I, guru dan siswa telah melakukan kegiatan
pembelajaran yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, namun masih terdapat
kekurangan-kekurangan dimana kekurangan itu ada yang berasal dari guru dan ada juga yang berasal dari
siswa. Diantaranya ada sebagian siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru pada saat menyampaikan
materi, dan kekurangan yang berasal dari guru adalah belum terlaksananya semua komponen dalam skenario
pembelajaran. Hal itu dikarenakan guru belum dapat mengatur waktu sebaik mungkin, guru terlalu banyak
memberikan waktu pada siswa untuk bekerja menyelesaikan soal-soal yang diberikan, dan guru merasa
canggung dalam mengajar karena kehadiran peneliti. Melihat kekurangan yang masih ada serta prestasi
belajar matematika siswa terhadap pokok bahasan limit fungsi pada tindakan siklus I belum memenuhi
indikator keberhasilan yang telah ditetapkan, maka penelitian dilanjutkan pada tindakan siklus II. Hal-hal
yang harus diperbaiki pada tindakan siklus II adalah guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi
sanksi kepada siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru dan yang tidak mau bekerja sama dengan
teman kelompoknya. Guru juga harus mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan kegiatan
dalam skenario pembelajaran dapat terlaksana.

Pada tindakan siklus II, model pembelajaran kooperatif tipe NHT kembali dilaksanakan. Berdasarkan hasil
observasi pada tindakan siklus II, kegiatan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran telah meningkat.
Dimana kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus I sudah dapat diperbaiki sedikit demi sedikit. Siswa
sudah lebih memperhatikan penjelasan guru walaupun hanya beberapa siswa mampu dan mau mengajukan
pertanyaan jika mendapat masalah dalam menyelesaikan soal-soal LKS yang diberikan. Berdasarkan hasil
evaluasi yang dilakukan pada siklus II, siswa yang memperoleh nilai sebanyak 16 orang atau 68%. Ini
berarti mengalami peningkatan dibanding hasil evaluasi pada siklus I. Melihat hasil tes tindakan siklus II ini
belum mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan maka penelitian dilanjutkan kembali pada
siklus berikutnya. Hal-hal yang harus diperbaiki pada siklus III adalah guru harus selalu membimbing siswa
dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan.

Setelah siklus III, nilai siswa menunjukkan lagi peningkatan menjadi 80% siswa telah memperoleh nilai
dan secara rata-rata juga meningkat menjadi 6,82. Hal ini berarti telah mencapai indikator yang telah
ditetapkan. Karena indikator keberhasilan dalam penelitian telah tercapai, ini berarti hipotesis tindakan telah
tercapai yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT prestasi belajar matematika
siswa kelas IX1A-1 SMA Muhammadiah Kendari pada pokok bahasan limit fungsi dapat ditingkatkan.

i.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1994. Kurikulum 1994. Jakarta : Depdiknas.


_______, 1999. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Proyek PGSM Dikti.

Hudojo, Herman, 1990. Mengajar Belajar Matematika. Malang : IKIP Malang.

Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University
Press.

Ismail, 2002. Model-model Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

Lie, 2002. Cooperative Learning. Jakarta : PT Grasindo.

Pasaribu, I. L. dan Simandjuntak, B. 1983. Proses Belajar Mengajar Edisi II. Bandung : Tarsito.

Ruseffendi, E.T. 1980. Pengajaran Matematika Modern Untuk Orang Tua Murid, Guru dan SPG.
Bandung : Tarsito.

Sardiman, A. M. 1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Pedoman Bagi Guru dan Calon
Guru. Jakarta : Rajawali Press.

Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta.

Sudjana, N. 2000. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sumarmo, Utari. 2002. Alaternatif Pembelajaran Matematika Dalam Implementasi Kurikulum


Berbasis Kompetensi. Bandung : FMIPA-UPI.

Winkel, W. S. 1989. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta : Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai