Anda di halaman 1dari 85

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakekatnya pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia karena dengan pendidikan dapat meningkatkan kualitas sumber daya

manusia (SDM). Selain itu pendidikan berperan penting dalam pembangunan dan

merupakan satu hal penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga

tidak salah jika pemerintah senantiasa meningkatkan mutu pendidikan. Pendidikan

dapat dilaksanakan dimana saja, salah satu lembaga yang memberikan pendidikan

adalah sekolah. Sekolah merupakan tempat terjadinya proses belajar mengajar

yang memberikan pengajaran secara formal, yang bertujuan untuk meningkatkan

mutu pendidikan.

Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan negara. Proses pendidikan di Indonesia

selalu mengalami penyempurnaan, baik dalam sistemnya ataupun hal yang

berkaitan langsung dengan praktek pembelajaran.

Pembelajaran merupakan proses membantu siswa untuk memperoleh

informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, dan cara-cara belajar bagaimana

belajar. Proses pembelajaran harus benar-benar memperhatikan keterlibatan siswa.

1
Menurut Rusman, pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas

berbagai komponen yang saling berhubungan satu sama lain. Komponen tersebut

meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen tersebut harus

diperhatikan guru dalam memilih dan menentukan model pembelajaran yang akan

digunakan. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat memberikan dampak

positif pada penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan dan hasil

belajar siswa. Pada kenyataan di lapangan, proses pembelajaran yang ada selama

ini belum optimal karena siswa masih belum aktif dalam mengikuti pembelajaran.

Siswa hanya duduk diam dan mendengarkan materi dari guru. Pembelajaran yang

sering dilakukan oleh guru adalah pembelajaran ekspositori (exspository learning)

yang merupakan proses pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Pada

model pembelajaran ini guru sangat aktif dalam proses pembelajaran tetapi siswa

sangat pasif, menerima dan mengikuti penjelasan dari guru. Sehingga dapat

dikatakan model pembelajaran ekspositori merupakan proses pembelajaran

berpusat pada guru (teacher centered), guru menjadi sumber dan pemberi

informasi utama (Sanjaya, 2006). Pembelajaran seperti ini akan mengakibatkan

keterampilan berpikir kritis siswa kurang optimal dan hal ini tidak sesuai dengan

standar kompetensi lulusan menurut Peraturan Menteri no 23 tahun 2006.

Pembelajaran matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib

diikuti oleh siswa di sekolah dari jenjang pendidikan dasar. Hal ini dimaksudkan

untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,

kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama (Daryanto, 2013: 411). Sebagian

siswa menganggapnya sebagai pelajaran yang sulit dan kurang diminati. Padahal

2
3

siswa seharusnya menyadari bahwa kemampuan berpikir logis, kritis, cermat,

efisien dan efektif adalah menjadi ciri pelajaran matematika yang sangat

dibutuhkan dalam menghadapi zaman yang semakin berkembang. Namun

anggapan yang berkembang di masyarakat tentang matematika merupakan

pelajaran yang sangat sulit tidak dapat disalahkan begitu saja karena anggapan itu

muncul dari pengalaman yang kurang menyenangkan terhadap pembelajaran

matematika.

Hal ini juga terlihat pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tomia yang

sebagian siswanya belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada

mata pelajaran matematika yang ditetapkan di sekolah tersebut yakni pada nilai

65. Berdasarkan nilai ulangan semester kelas VII SMP Negeri 2 Tomia semester

ganjil tahun ajaran 2017/2018 diketahui 39,1% siswanya memperoleh nilai di

bawah 65, dan 60,9% yang lainnya mampu mencapai nilai lebih dari atau sama

dengan 65. Siswa SMP Negeri 2 Tomia dikatakan tuntas dalam mata pelajaran

matematika apabila sekurang-kurangnya 85% siswa dalam kelas memperoleh nilai

lebih dari atau sama dengan 65.

Rendahnya hasil belajar siswa pada pelajaran matematika di SMP Negeri 2

Tomia sebabkan oleh banyak faktor yang terkait di dalamnya. Salah satunya

adalah siswa tidak terlibat secara aktif dalam pembelajaran disebabkan oleh

pembelajaran masih berpusat pada guru. Hal ini menggambarkan lemahnya

kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan guru di kelas. Hasil observasi

peneliti menunjukan bahwa siswa hanya diarahkan menghafal informasi, siswa

hanya diarahkan mengingat dan menimbun berbagai informasi kurang dituntut


untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan

kehidupan sehari-hari. Sebagai salah satu sekolah menengah pertama yang telah

menerapakan kurikulum 2013, beberapa guru di SMP Negeri 2 Tomia masih

melaksanakan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru dan kurang

mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran aktif akan mengarah pada

pembelajaran bermakna. Pembelajaran bermakna akan memudahkan siswa dalam

memahami konsep matematika. Salah satu peran guru adalah sebagai fasilitator

dalam pembelajaran, yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa

baik dalam memahami suatu konsep maupun dalam mengingat suatu konsep.

Dalam hal ini guru dituntut untuk kreatif dalam menggunakan pendekatan dan

model pembelajaran yang dapat mengaktifkan interaksi antara siswa dan guru,

siswa dan siswa, serta siswa dan bahan pelajarannya.

Berdasarkan hasil diskusi pada tanggal 3 Desember 2017 dengan salah

seorang guru matematika SMP Negeri 2 Tomia terungkap beberapa kelemahan

siswa, antara lain: siswa terlihat kurang antusias, daya kreatifnya rendah, dan

siswa bersikap acuh tak acuh. Diskusi dengan guru-guru matematika SMP Negeri

2 Tomia, menghasilkan beberapa kemungkinan penyebab kelemahan siswa

tersebut, antara lain: (1) proses pembelajaran masih berpusat pada guru, (2) pola

pengajaran selama ini masih pada tahapan memberikan informasi tentang materi-

materi, memberikan contoh-contoh dan berikutnya latihan-latihan sehingga

pengetahuan siswa bukan hasil konstruksi pemikiran sendiri (3) dalam

merencanakan menyelesaikan soal tidak diajarkan strategi-strategi yang bervariasi

4
5

untuk menemukan jawaban soal, dan (4) siswa kurang diarahkan untuk

menemukan sendiri jawaban atas masalah yang disajikan guru.

Memperhatikan akar masalah itu, maka perlu dipikirkan cara-cara

mengatasinya. Apalagi sekarang siswa dituntut untuk menemukan masalah sendiri

dan kemudian mencari solusi. Upaya yang dilakukan dapat dari segi materi,

proses pembelajaran, perbaikan dan dukungan sarana dan prasarana, pembagian

materi menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana atau peningkatan mutu siswa

di sekolah. Pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti lebih

menekankan pada proses pembelajarannya, karena proses tersebut merupakan

tugas dan tanggung jawab guru sehari-hari dan akan berdampak pada tugas-tugas

di kelas berikutnya. Meninjau cara pembelajaran yang diharapkan maka di

perlukan model pembelajaran yang sesuai.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai yaitu model pembelajaran

discovery learning. Model pembelajaran discovery learning merupakan model

pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk dapat menemukan jawaban melalui

proses pembelajaran yang berlangsung dengan beberapa kelebihan seperti

membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-

keterampilan dan proses-proses kognitif, pengetahuan yang diperoleh melalui

model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan

transfer, menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa

menyelidiki dan berhasil, metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan

cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.


Model ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena

memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya, berpusat pada siswa

dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan

gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi

diskusi. membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi

proses belajar yang baru, mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan

hipotesis sendiri. Dengan demikian diharapkan dengan menggunakan model

pembelajaran ini prestasi belajar matematika siswa akan lebih baik.

Vahlia (2013: 192) mengungkapkan bahwa model pembelajaran discovery

merupakan suatu cara untuk mengembangkan belajar siswa aktif dengan

menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang akan diperoleh akan

tahan lama dalam ingatan, tidak mudah dilupakan siswa. Di dalam pembelajaran

matematika di kelas tidak hanya dipengaruhi oleh model pembelajaran saja,

namun tingkat kreativitas juga diduga mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Diharapkan jika siswa secara aktif terlibat didalam menemukan suatu prinsip

dasar sendiri, ia akan memahami konsep lebih baik, ingat lama dan akan mampu

menggunakannya kedalam konteks yang lain.

Pendekatan matematika realistik adalah suatu pendekatan pembelajaran

yang berusaha membantu siswa untuk mengaitkan materi yang dipelajarinya

dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang diperolehnya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka

sehari-hari. Pendekatan pembelajaran matematika realistik juga menekankan

untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengkaitkannya

6
7

dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Selanjutnya siswa dapat

menyelesaikan masalah tersebut dengan langsung menggunakan konsep yang

telah dimilikinya atau siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan mengubah

ke dalam model matematika lalu menggunakan konsep yang telah dimiliki untuk

menyelesaikan masalah. Hadi (2005:19) menjelaskan bahwa dalam matematika

realistik dunia nyata digunakan sebagai titik awal untuk pengembangan ide dan

konsep matematika. Penjelasan lebih lanjut bahwa pembelajaran matematika

realistik ini berangkat dari kehidupan siswa, yang dapat dengan mudah dipahami

oleh siswa, nyata dan terjangkau oleh imajinasinya, dan dapat dibayangkan

sehingga mudah baginya untuk mencari kemungkinan penyelesaiannya dengan

menggunakan kemampuan matematis yang telah dimiliki

Penelitian yang dilakukan oleh Putrayasa, Syahrudin dan Margunayasa

(2014) menegaskan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari hasil model

pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar IPA siswa dibandingkan

dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Penelitian

yang dilakukan oleh Susanti (2012) mengungkapkan bahwa ditetapkannya

pendekatan matematika realistik dapat memperbaiki kualitas pembelajaran di

SMPN 2 Krapyak pada pelajaran matematika.

Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar siswa dapat diperbaiki dengan

menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik. Untuk melihat pengaruh model pembelajaran discovery

learning dengan pendekatan matematika realistik terhadap hasil belajar siswa

dapat dilakukan dengan cara membandingkannya dengan penerapan model


pembelajaran langsung. Dari beberapa hasil penelitian terdahulu diperoleh

informasi model pembelajaran ini lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar

matematika siswa.

Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Pendekatan

Matematika Realistik Terhadap Hasil Belajar Siswa SMP Negeri 2 Tomia”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan judul penelitian di atas, penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana deskripsi hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan

model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika

realistik?

2. Bagaimana deskripsi hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan

model pembelajaran langsung?

3. Apakah penerapan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar matematika

siswa?

4. Apakah penereapan model pembelajaran langsung mempunyai pengaruh

terhadap hasil belajar matematika siswa?

5. Apakah ada perbedaan pengaruh model pembelajaran discovery learning

dengan pendekatan matematika realistik dan model pembelajaran langsung

terhadap hasil belajar matematika siswa?

8
9

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan

dengan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik.

2. Untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan

model pembelajaran langsung.

3. Untuk menguji pengaruh penerapan model pembelajaran discovery learning

dengan pendekatan matematika realistik terhadap hasil belajar matematika

siswa

4. Untuk menguji pengaruh penerapan model pembelajaran langsung terhadap

hasil belajar matematika siswa

5. Untuk menguji perbedaan pengaruh model pembelajaran discovery learning

dengan pendekatan matematika realistik dan model pembelajaran langsung

terhadap hasil belajar matematika siswa

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi guru, dapat memberikan informasi tentang penerapan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

sehingga penguasaan matematika siswa dapat meningkat.

2. Bagi siswa, untuk membangkitkan minat siswa dan menciptakan suasana

pembelajaran yang menyenangkan melalui model pembelajaran discovery

learning dengan pendekatan matematika realistik sehingga dapat


meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa.

3. Bagi sekolah, untuk bahan refleksi sekolah mengenai penerapan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik.

10
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran Matematika

Menurut Suprihatiningtum (2016: 14), belajar merupakan suatu proses

usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah

laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat

diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan

lingkungan. Dapat dikatakan juga bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental

atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan

menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta

nilai-nilai, dan sikap.

Fontana mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan yang

relative tetap dari perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Tahun 1985

Gagne menyatakan belajar adalah suatu dalam kemampuan yang bertahan lama

dan bukan berasal dari proses pertumbuhan (Hamzah dan Muhlisrarini, 2014: 18).

Jihad dan Haris (2013:1) Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur

yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan,

hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada

keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Burner

dalam (Slameto, 2010:11) Belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang

tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga

siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Sebab itu Bruner mempunyai

11
pendapat, alangkah baiknya bila sekolah dapat menyediakan kesempatan bagi

siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata

pelajaran tertentu.

Belajar berkaitan pula dengan pembelajaran. Karena perubahan-perubahan

yang terjadi dalam belajar adalah perubahan yang disebabkan oleh proses

pembelajaran. Menurut Arifin (2011: 12-13), kata dasar “pembelajaran” adalah

belajar. Dalam arti sempit pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses atau

cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan belajar. Sedangkan

dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis

dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik (guru)

dengan peserta didik, sumber belajar dan lingkungan untuk menciptakan suatu

kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di

kelas maupun di luar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai

kompetensi yang telah ditentukan.

Pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan

dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Menurut Palaki (2015: 9),

pembelajaran adalah suatu proses interksi yang dilakukan oleh individu (pendidik)

dan peserta didik untuk meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan

baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi

pembelajaran atau secara umum untuk memperoleh suatu perubahan perilaku

yang baru secara keseluruhan. Usman dalam novita (2014: 130), pembelajaran

adalah usaha untuk mengubah struktur kognitif, afektif dan psikomotor siswa

12
13

melalui penataan belajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk

membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan, disimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai output dari beberapa

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang, perubahan yang dimaksud yaitu

perubahan positif yang relatif baik untuk menciptakan pengalaman baru dari

kegiatan belajar tersebut. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang

didalamnya terdapat suatu rancangan yang dibuat oleh guru untuk menghasilkan

perubahan pada tingkah laku siswa.

Menurut Susanto (dalam Dewi, dkk, 2014), pembelajaran matematika

adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk

mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi

pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

materi matematika.

Pembelajaran matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami

arti dan hubungan-hubungan serta symbol-simbol.Kemudian diterapkan pada

situasi nyata. Peran guru di sekolah sangat dibutuhkan dalam tercapainya tujuan

pembelajaran matematika serta proses belajar mengajar untuk membantu siswa

mencapai hasil belajar yang optimal (Uno dalam Fitri, dkk, 2014: 18).

Menurut Suherman dalam Fitri, dkk (2014: 18), Pembelajaran matematika

merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan

matematika. Pengetahuan matematika akan lebih baik jika siswa mampu


mengkonstruksi melalui pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya. Untuk

itu, keterlibatan siswa secara aktif sangat penting dalam kegiatan pembelajaran.

Dalam hal ini pembelajaran matematika merupakan pembentukan pola pikir

dalam penalaran suatu hubungan antara suatu konsep dengan konsep yang

lainnya.

Berdasarkan pendapat tentang pembelajaran matematika di atas, maka

dapat disimpulkan pembelajaran matematika adalah suatu usaha yang dilakukan

guru sebagai organisator dalam membantu siswa untuk berfikir logis kritis dan

sistematis dengan kemampuan sendiri dan melibatkan interaksi soial di dalamnya,

dengan cara memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode, model dan

strategi untuk mencapai kompetensi yang diinginkan.

2. Hasil Belajar Matematika

Arikunto dalam ngatini (2012: 153) menyatakan hasil belajar adalah hasil

akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan

yang dapat diamati dan dapat diukur”. Juliah dalam jihad (2008: 15) menyatakan

hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari

kegiatan belajar yang dilakukannya. Dari berbagai definisi dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah menerima materi

pelajaran dalam kegiatan pembelajaran.

Untuk mengetahui hasil belajar dilakukan evaluasi atau penilaian yang

merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa.

Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu

pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian penilaian hasil

14
15

belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari disekolah, baik itu mencakup

pengetahuan sikap dan keterampilan. Hal ini sesuia dengan pendapat Hasibuan

(2009: 6) yang menyatakan bahwa hasil belajar siswa mencakup perubahan pada

tiga ranah siswa yaitu ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotorik.

Abdurrahman dalam Jihad (2008: 14) menyatakan hasil belajar adalah

kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu

sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh

suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan

pembelajaran biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil

dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang hasil belajar maka dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan nilai yang dicapai oleh siswa setelah

melalui kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Jadi, hasil belajar matematika

adalah tingkat keberhasilan dalam menguasai bidang studi matematika setelah

memperoleh pengalaman atau proses belajar dalam tes hasil belajar. Hasil belajar

matematika dalam penelitian ini yaitu nilai yang diperoleh siswa di kelas

berdasarkan hasil tes yang diberikan peneliti setelah diberikan pembelajaran

dalam kurun waktu tertentu.

3. Model Pembelajaran Discovery Learning

Model pembelajaran berasal dari dua kata yaitu model dan pembelajaran.

Model adalah sebuah gambaran mental yang membantu kita memahami sesuatu

yang tidak bisa kita lihat atau alami secara langsung (Smith, 2010: 73) sedangkan

pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks yang didalamnya melibatkan


berbagai unsur yang dinamis. Eggen dan kauchak mengemukakan bahwa model

pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar (Triyanto,

2011: 5).

Menurut Mulyatiningsih (2011: 235-236), Discovery learning merupakan

strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah secara intensif di bawah

pengawasan guru. Pada discovery, guru membimbing peserta didik untuk

menjawab atau memecahkan suatu masalah. Discovery learning merupakan

metode pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif menciptakan

situasi yang dapat membuat peserta didik belajar aktif menemukan pengetahuan

sendiri. Agar peserta didik belajar melalui keterlibatannya secara aktif dengan

konsep-konsep dan prinsip yang dapat menambah pengalaman dan mengarah

pada kegiatan eksperimen.

Menurut Fitmawati (2015: 3), discovery learning merupakan model

pembelajaran yang lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip

yang sebelumnya tidak diketahui pada pengajaran dan keterampilan pemecahan

masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Dengan menggunakan

model pembelajaran ini siswa diharapkan mampu mengembangkan kemampuan

berpikirnya dan untuk menemukan penyelesaian dari suatu permasalahan yang

diberikan.

Menurut Purnomo (2011: 25), Model pembelajaran discovery learning

merupakan model pembelajaran yang bersifat student oriented dengan teknik trial

and error, menerka, menggunakan, intuisi, menyelidiki, menarik kesimpulan,

serta memungkinkan guru melakukan bimbingan dan penunjuk jalan dalam

16
17

membantu siswa untuk mempergunakan ide, konsep, dan keterampilan yang

mereka miliki untuk menemukan pengetahuan yang baru.

Tujuan model pembelajaran discovery learning adalah:

a. memperkuat informasi pengetahuan yang sudah dikenal siswa, terutama jika

bahan mata pelajaran dapat disampaikan dengan cara berbeda,

b. mengembalikan konsep-konsep yang sulit, dan perlu didiskusikan lagi dengan

siswa secara terperinci,

c. berpikir kembali tentang masalah-masalah yang sulit, karena siswa

menyelesaikan masalah sebelumnya yang tidak nampak, dan

d. menyampaikan bahan dari beberapa masalah yang belum terselesaikan untuk

membantu siswa memperbaiki keterampilan intelektual mereka sehingga

secara perlahan memberi mereka kesempatan untuk belajar sendiri.

Tahap pelaksanaan model discovery learning terdapat enam tahap yaitu:

1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pada tahap ini, siswa dihadapkan pada sesuatu permasalahan yang

menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberikan

generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki permasalahan tersebut.

Selain dengan menghadapkan pada suatu masalah, guru juga dapat memulai

pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan

aktivitas lainnya yang mengarahkan siswa pada persiapan pemecahan masalah.

2. Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah)


Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi

sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran. Kemudian

salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban

sementara).

3. Data Collection (pengumpulan data)

Siswa mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,

mengamati objek, atau melakukan uji coba sendiri, dan sebagainya untuk

membuktikan hipotesis yang telah dibuat. Pada tahap ini secara tidak langsung

menghubungkan masalah dengan pengetahuan sebelumnya.

4. Data Processing (pengolahan data)

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, diklasifikasikan, atau

dihitung untuk memperoleh jawaban apakah sesuai dengan hipotesis atau tidak

5. Verification (pembuktian)

Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat dan teliti untuk

membuktikan kebenaran hipotesis yang ditetapkan sebelumnya, serta

dihubungkan dengan hasil data processing.

6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap ini, dilakukan penyimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan

berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan

hasil verifikasi. (Sari, 2016: 14)

18
19

Tabel 2.1 Sintaks Discovery Learning

Tahap Pembelajaran discovery learning


1. Menyampaikan Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran
tujuan dan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa memotivasi siswa belajar. Kemudian guru membagi
siswa dalam kelompok belajar yang terdiri dari 5-6
orang.
2. Simulasi Guru memberi umpan atau stimulus kepada siswa
dengan pemberian materi atau pertanyaan dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya
3. Pernyataan Guru memberi contoh permasalahan yang berkaitan
masalah dengan kehidupan sehari–hari terkait materi yang
diajarkan.
4. Pengumpulan Guru meminta setiap kelompok melakukan
data pembagian tugas, sehingga semua siswa dapat
mencermati, mengumpulkan data/informasi
sebanyak–banyaknya (membaca buku, literatur,dll),
serta mulai membangun strategi penyelesaian.

5. Pengolahan data Siswa mengolah data/informasi yang telah


dikumpulkan tersebut. Kemudian siswa bersama
kelompok belajarnya memecahkan permasalahan
dan membuat hipotesis yang diperoleh dari
mengolah data.
6. Verifikasi Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori atau pemahaman
7. Generalisasi Guru membimbing siswa untuk membuat
kesimpulan tentang materi yang telah diajarkan
8. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari dengan memberikan soal latihan
dikerjakan secara individu.
9. Memberikan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
penghargaan upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
(Priansa, 2015: 219-220).

Kelebihan model pembelajaran discovery learning, sebagai berikut:

1. model ini menyebabkan peserta didik mengarahkan sendiri cara belajarnya,

sehingga ia lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar,

2. model ini dapat membantu memperkuat pribadi peserta didik dengan

bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses–proses

penemuan,

3. model ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada mereka

dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide,

4. membantu perkembangan peserta didik menuju skeptisisme yang sehat untuk

menemukan kebenaran akhir dan mutlak,

5. membantu siswa melaksanakan hakikat sesungguhnya pembelajaran, yaitu

perolehan informasi dan aplikasinya ke situasi baru dan ke pemecahan

masalah,

6. melatih siswa agar tidak selalu tergantung pada faktor eksternal, seperti

persetujuan guru, hadiah orang tua, atau penghindaran kegagalan untuk

menimbulkan motivasi intrinsik, sebab siswa yang berhasil melakukan suatu

penemuan memperoleh kepuasan diri atas hasil temuannya itu, dan

7. materi pelajaran melalui penemuan memiliki retensi yang lebih lama daripada

materi yang diajarkan guru, sebab materi itu diorganisasi berdasarkan interes

20
21

itu sendiri, sehingga lebih siap direproduksi jika diperlukan (Ansyar, 2015:

233).

Sejumlah kelemahan penemuan terbimbing menurut Suryosubroto dalam

Priansa (2015: 222) adalah sebagai berikut:

1. dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini,

2. metode ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar,

3. harapan yang ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru

dan peserta didik yang suadah biasa dengan perencanaan dan pengajaran

secara tradisional,

4. mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu

mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan

diperolehnya sikap dan keterampilan,

5. dalam beberapa ilmu fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide–ide

mungkin tidak ada, dan

6. model ini mungkin tidak akan meberi kesempatan untuk berfikir kreatif,

kalau pengertian–pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih

dahulu oleh guru, demikian pula proses–proses dibawah pembinaanya tidak

semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.

4. Pendekatan Matematika Realistik

Pendidikan matematika realistik adalah suatu teori tentang pembelajaran

matematika yang salah satu pendekatan pembelajarannya menggunakan konteks

“dunia nyata”. Pendekatan matematika realistik kali pertama dikenalkan oleh

matematikawan dari Freudhenthal Institute di Uttech University Belanda sejak


lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, tepatnya pada 1973. Dia menyatakan bahwa

pendekatan pembelajaran matematika yakni pendekatan strukturalis, yang terlalu

berorientasi pada sistem personal matematika adalah antididaktik (Fahturrohman,

2015: 185).

Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata agar dapat

memudahkan siswa dalam belajar matematika. Selain itu, siswa juga diberikan

kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu,

diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain (Utari dkk., 2012:

33). Selanjutnya, menurut Sumantri (2015: 109) karena matematika realistik

menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, maka situasi

masalah perlu diusahakan benar-benar kontekstual atau sesuai dengan pengalaman

siswa, sehingga siswa dapat memecahakan masalah dengan cara-cara informal

melalui matematisasi horizontal. Cara-cara informal yang ditunjukan oleh siswa

digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematikanya

ditingkatkan melalui matematisasi vertikal. Melalui proses matematisasi

horizontal- vertikal diharapakan siswa memahami atau menemukan konsep

matematika (pengetahuan matematika formal).

Menurut Gravemeijer (Supinah, dkk. 2008: 16), ada tiga prinsip kunci RME

yaitu Guided re-invention, DidacticalPhenomenology dan Self-delevoped.

a. Guided Reinvention (menemukaan kembali)

Penemuan kembali terbimbing (guided reinvention) danmatematisasi

progresif (progressive mathematization). Menurut prinsip ini bahwa dalam

pembelajaran matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman

22
23

dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan

bimbingan guru. Ketika siswa melakukan proses belajar maka dalam dirinya

terjadi proses matematisasi baik matematisasi horizontal maupun vertikal.

Matematisasi horizontal merupakan proses penalaran dari dunia nyata ke dalam

simbol-simbol matematika. Matematika vertikal merupakan proses penalaran

yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri.

b. DidacticalPhenomenology (fenomena didaktik)

Topik-topik matematika disajikan atas dasar aplikasinya dan kontribusinya

bagi perkembangan matematika.Pembelajaran matematika yang cenderung

berorientasi kepada memberi informasi atau memberitahu siswa dan memakai

matematika yang sudah siap pakai untuk memecahkan masalah, diubah dengan

menjadikan masalah sebagai sarana utama untuk mengawali pembelajaran

sehingga memungkinkan siswa dengan caranya sendiri mencoba memecahkannya.

Dalam memecahkan masalah tersebut, siswa diharapkan dapat melangkah ke arah

matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal. Kaitannya dengan

matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal ini, De Lange menyebutkan,

bahwa proses matematisasi horisontal antara lain meliputi proses atau langkah-

langkah informal yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah

(soal), membuat model, membuat skema, menemukan hubungan dan lain-lain,

sedangkan matematisasi vertikal, antara lain meliputi proses menyatakan suatu

hubungan dengan suatu formula (rumus), membuktikan keteraturan, membuat

berbagai model, merumuskan konsep baru, melakukan generalisasi, dan

sebagainya. Proses matematisasi horisontal-vertikal inilah yang diharapkandapat


memberi kemungkinan siswa lebih mudah memahami matematika yang berobyek

abstrak. Dengan masalah kontekstual yang diberikan pada awal pembelajaran

seperti tersebut di atas, dimungkinkan banyak/beraneka ragam cara yang

digunakan atau ditemukan siswa dalam menyelesaikan masalah (Marpaung dalam

Supinah,dkk. 2008: 17).

c. Self Developed Models (Pengembangan Model Sendiri)

Pada waktu siswa mengerjakan masalah kontekstual, siswa

mengembangkan suatu model. Model ini diharapkan dibangun sendiri oleh siswa,

baik dalam proses matematisasi horizontal ataupun vertikal. Kebebasan yang

diberikan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara mandiri atau

kelompok, dengan sendirinya akan memungkinkan munculnya berbagai model

pemecahan masalah buatan siswa.

Menurut Arends (dalam Yuwono, 2007: 4), sintaks pembelajaran

matematika realistik dapat dilaksanakan melalui 4 fase yaitu dapat dilihat dalam

tabel berikut:

Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Matematika Realistik

Aktivitas
No Fase
Guru Siswa

 Memberikan masalah  Memahami masalah


kon-tekstual Masalah kontektual yang diberikan
yang diberikan sesuai guru.
Memahami dengan konteks siswa.  Secara aktif mengkontruk-
1 Masalah Masalah yang disajikan sikan pemahaman dan
Kontekstual tidak harus konkret, tetapi pengetahuannya sendiri
dapat juga sesuatu yang dengan cara mengaitkan
dipahami atau dapat penjelaan guru dengan
dibayangkan siswa. Level pengetahuan dan pengala-
konteks ditingkatkan dari man yang dimiliki.

24
25

informal menuju formal.  Bertanya kepada guru bila


 Meminta siswa masih ada yang belum
memahami masalah dipahami dari masalah
tersebut. tersebut.
 Menjelaskan situasi dan
kondisi masalah dengan
caramemberikan petunjuk
seperlunya terhadap
bagian tertentu yang
belum dipahami oleh
siswa. Penjelasan
diberikan terbatas sampai
siswa mengerti maksud
masalah.
 Memberikan pertanyaan
pancingan agar terarah
pada pemahaman masalah
kontekstual tesebut
apabila siswa kesulitan
dalam memahami
masalah kontekstual.
 Memberikan petunjuk be-  Menyelesaikan masalah
rupa pertanyaan “Apa dengan cara mereka sendiri.
yang dapat kamu ketahui  Membangun kerjasama
dari masalah tersebut?; interaktif antar siswa
bagai-mana kamu tahu maupun siswa dan guru
itu?; Bagaimana agar proses pemecahan
mendapatkan-nya?; masalah dapat diselesaikan
Mengapa kamu berpikir dengan baik. Melalui
demikian?; dan lain-lain. interaksi tersebiut diharap-
 Memberikan kesempatan kan terjadi prosees saling
Menyelesaikan kepada siswa untuk membantu. Dalam menye-
menyelesaikan masalah lesaikan masalah konteks-
2 Masalah yang disajikan sehingga tual, dapat digunakan
Kontekstual dapat menemukan model berupa benda
kembali konsep-konsep manipulatif, skema atau
matematika sesuai dengan diagram untuk men-
pengalaman siswa jembatangi kesenjangan
tersebut. antara konkret dan abstrak
 Memberikan dorongan atau dari abstraksi yang
agar siswa secara satu ke abstrak selanjut-
mandiri/ kelompok dalam nya.
menyelesaikan masalah
yang disajikan.
 Membangun interaksi di-
namis antara siswa dan
siswa serta siswa dengan
guru.
 Menerapkan pendekatan
individual sehingga dapat
memberikan perlakuan
kepada siswa sesuai
dengan kebutuhan dan
karakteris-tiknya.

 Memberikan kesempatan  Melalui perwakilan siswa


kepada siswa atau kelompok memapar-
membanding-kan dan kan hasil pemecahan
mendiskusikan jawaban masalah kepada teman lain.
masalah berke-lompok,  Berkomunikasi dan mem-
agar siswa dapat belajar berikan sumbangan atau
mengemukakan dan gagasan kepada siswa lain.
menanggapi atau  Memproduksi dan meng-
Membanding- menerima pendapat orang konstruksi gagasan mereka
lain. sehingga proses pem-
kan dan
3  Memberikan dorongan belajaran menjadi kons-
mendiskusikan agar semua siswa truktif dan produktif.
jawaban berpartisipasi  Membandingkan hasil
memberikan kontribusi temuannya masing-masing
selama diskusi. dengan temuan siswa
 Memberikan penghargaan lainnya.
kepada siswa yang secara  Menyampaikan pendapat
aktif menyampaikan untuk menemukan peme-
gagasan atau sumbangsi cahan masalah yang lebih
pikiran agar terjadi baik untuk meningkatkan
pertukaran ide dalam level belajar.
proses pembelajaran.
 Mengarahkan siswa  Menyimpulkan pemecahan
menarik kesimpulan suatu atas masalah yang disajikan
konsep matematika berdasarkan hasil
berdasarkan hasil membandingkan dan
membandingkan dan mendiskusikan jawaban
mendiskusikan jawaban. dengan siswa lain.
4 Menyimpulkan  Memberikan kesempatan  Memformulasikan kesim-
kepada siswa untuk pulan sebagai proses antara
membuat kesimpulan pengetahuan informal dan
sendiri melalui masalah matematika formal.
yang disajikan tersebut.
 Mengarahkan siswa pada
kesimpulan yang sesung-
guhnya.

26
27

Menurut Asmin dalam Marzuqoh (2009: 17), beberapa keunggulan dalam

pendekatan pembelajaran RME diantaranya:

1) pembelajaran RME lebih memberikan makna pada peserta didik karena

dikaitkan dengan kehidupan dunia nyata. Konteks dunia nyata yang digunakan

untuk sumber pembelajaran dapat berperan sebagai penguat kesan (a memory

jogger) atau tidak mudah lupa,

2) peserta didik lebih senang dan lebih termotivasi karena pembelajaran

menggunakan realitas kehidupan,

3) peserta didik merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap jawaban

peserta didik ada nilainya,

4) memupuk kerjasama dalam kelompok,

5) melatih keberanian peserta didik, karena harus menjelaskan jawaban yang

telah ditemukan,

6) melatih peserta didik untuk terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapat,

7) aplikasi mata pelajaran benar-benar terdemonstrasikan.

Menurut Shiomin (2016: 152), beberapa kelemahan RME yaitu:

1) tidak mudah untuk mengubah pandangan yang mendasar tentang berbagai hal

misalnya mengenai siswa, guru, dan peranan sosial atau masalah kontekstual,

sedangkan perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya RME,

2) pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut

dalam pembelajaran matematika realistik tidak selalu mudah untuk setiap


pokok bahasan matematika yang dipelajari siswa, terlebih lebih karena soal-

soal tersebut harus biasa diselesaikan dengan berbagai macam cara,

3) tidak mudah bagi guru dalam mendorong siswa agar biasa menemukan

berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah.

5. Model Pembelajaran Langsung

Menurut Arends dalam Suprihatiningrum (2016: 229), model

pembelajaran langsung didesain bagi siswa dalam mempelajari pengetahuan yang

terstruktur dan dapat dipelajari melalui tahap demi tahap. Model ini berpusat pada

guru (teacher centered) dan melandaskan pada tiga ciri: (1) tipe siswa yang

dihasilkan; (2) alur atau sintaks dalam proses pembelajaranya; dan (3) lingkungan

(suasana) belajarnya.

Trianto (2011: 29) menjelaskan bahwa pembelajaran langsung merupakan

salah satu pendekatan mengajar yang dirancang secara khusus untuk menunjang

proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan

pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan

pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah.

Terdapat 5 langkah atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan

pembelajaran langsung seperti tampak pada tabel 2.3

28
29

Tabel 2.3 Sintaks Model Pembelajaran Langsung

Fase-Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1 Memberikan tujuan secara


keseluruhan Memberikan informasi
Clarify goal and establisblishset latar belakang dan pentingnya
pelajaran, mempersiapkan siswa
Menjelaskan dan menetapkan
untuk belajar.
tujuan

Fase 2 Mendemonstrasikan dengan jelas

tahap demi tahap suatu pengetahuan


Demonstrate knowledge or skill
atau keterampilan baru.
Mendemonstrasikan pengetahuan

atau keterampilan.

Fase 3 Menyediakan kesempatan bagi siswa

untuk melatih pengetahuan atau


Provide guide practice
keterampilan baru.
Memberikan latihan dan

memberikan bimbingan.

Fase 4 Memeriksa kebenaran pemahaman

siswa dan kinerja siswa. Memberikan


Check for understanding and
umpan balik sesegera mungkin dan
provide feedback
disampaikan dengan jelas.
Memeriksa pemahaman dan
memberikan umpan balik.

Fase 5 Menyiapkan latihan lanjutan pada

situasi yang lebih kompleks dan


Provide extended practice and
memberikan perhatian pada proses
transfer
transfer.
Memberikan latihan mandiri.

(Suprihatiningrum, 2016: 232-233)

Kelebihan model pembelajaran langsung, antara lain sebagai berikut:

a) guru dapat mengendalikan isi materi dan urutan materi yang akan diberikan

ke siswa,

b) model ini memungkinkan untuk diterapkan secara efektif dalam kelas yang

besar maupun kecil,

c) melalui pembimbingan, guru dapat menekankan hal-hal penting atau

kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa,

d) merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan

keterampilan-keterampilan eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah

karena guru memberikan bimbingan secara individual,

e) informasi yang banyak dapat tersampaikan dalam waktu yang realtif singkat

yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa,

f) salah satu metode yang dipakai dalam model ini adalah ceramah,

g) model pembelajaran langsung menekankan kegiatan mendengar (misalnya,

ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang

cocok belajar dengan cara-cara ini,

30
31

h) model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat member siswa

tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat diantara teori

(yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat), dan

i) model pembelajaran ini berguna bagi siswa yang tidak memiliki atau

keterampilan dalam melakukan tugas seperti yang didemonstrasikan oleh

guru (Suprihatiningrum, 2016: 236-237).

Selain memiliki beberapa kelebihan, model pembelajaran langsung juga

memiliki beberapa kelemahan

a) tidak semua siswa memiliki kemampuan untuk mendengarkan, mengamati,

dan mencakup dengan baik. Oleh karena itu, guru masih harus mengajarkan

dan membimbing siswa,

b) guru kadang kesulitan untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan,

pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau

ketertarikan siswa,

c) kesempatan siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan

interpersonal terbatas karena partisipasi aktif lebih banyak dilakuakn oleh

guru,

d) kesuksesan pembelajaran ini sangat tergantung pada guru. Jika guru siap,

berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat belajar

dengan baik,

e) model pembelajaran ini dapat berdampak negatif terhadap kemampuan

penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa karena

ketidaktahuan siswa akan selesai dengan pembmbingan guru,


f) model pembelajaran langsung membutuhkan keterampilan komunikasi yang

baik dari guru. Jika komunikasi tidak berlangsung efektif, dapat dipastikan

pembelajaran tidak akan berhasil,

g) guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa

sehingga dapat berakibat ketidakpahaman siswa atau kesalapahaman siswa,

h) model pembelajaran ini akan sulit diterapkan untuk materi-materi yang

abstrak dan kompleks,

i) jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan

kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat isi

sedikit materi yang disampaikan, dan

j) siswa menjadi tidak bertanggung jawab mengenai materi yang harus

dipelajari oleh dirinya karena menganggap materi yang akan diajarkan oleh

guru (Suprihatiningrum, 2016: 237-238).

B. Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Putrayasa, Syahrudin dan Margunayasa

(2014) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari hasil

model pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar IPA siswa

dibandingkan dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran

konvensional. Bagian yang relevan pada penelitian ini yakni sama-sama

mengkaji pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran discovery

learning. Sedangkan bagian yang tidak relevan dari penelitian ini melihat

pengaruh model pembelajaran discovery learning.

32
33

2. Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2012) mengungkapkan bahwa

ditetapkannya pendekatan matematika realistik dapat memperbaiki kualitas

pembelajaran di SMPN 2 Krapyak pada pelajaran matematika. Bagian yang

relevan dari penelitian ini adalah ditetapkannya pendekatan matematika

realistik. Sedangkan bagian yang tidak relevan yakni pendekatan

matematika realistik memperbaiki kualitas pembelajaran.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto (2014) menyimpulkan bahwa

Penerapan Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Bagian yang relevan pada penelitian ini adalah sama-sama meneliti hasil

belajar. Sedangkan bagian yan tidak relevan yakni penerepan model

pembelajaran discovery learning

C. Kerangka Berpikir

Model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model untuk

mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan dan menyelidiki sendiri.

Melalui discovery learning, siswa juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba

memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Kelebihan dari model pembelajaran

discovery learning adalah siswa tidak hanya aktif menyelidiki masalah sendiri

tetapi dengan menyelediki masalah, siswa dapat merasa puas dan senang dalam

belajar matematika serta pengetahuan yang diteliti sendiri dapat terekam di otak

lebih lama dibandingkan dengan pengetahuan yang diberikan oleh guru. Melalui

penerapan model discovery learning diharapkan mampu meningkatkan

kemampuan penalaran matematis siswa, sehingga terpacu untuk lebih

bersemangat dalam belajar matematika.


Pendekatan RME diawali dengan dunia nyata agar dapat memudahkan

siswa dalam belajar matematika. Pendekatan RME memberikan kesempatan

untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Untuk memahami konsep

matematis yang dipelajari, pendekatan RME melibatkan 4 tahap dalam

pembelajarannya. Tahap pertama, guru menghadirkan masalah yang dekat dengan

kehidupan nyata siswa sehingga siswa lebih mudah memahami masalah yang

dihadirkan. Pada tahap ini akan nampak aktivitas mental siswa yaitu menanggapi

soal dan menganalisis. Pada tahap kedua siswa diarahkan untuk menyelesaikan

masalah kontekstual. Pada tahap ini, prinsip-prinsip RME seperti penemuan

kembali sifat, defenisi, teorema, atau prosedurnya, penemuan situasi–situasi

masalah khusus yang dapat digenerarisasikan, dan penggunaan model agar dapat

menjembatangi antara konkret dan abstrak. Pada tahap ketiga, siswa diarahkan

untuk mendiskusikan selesaian masalah kontekstual bersama teman-teman

kelompok. Pada tahap ini, akan terjadi tukar pikiran dan perbedaan pendapat.

Melalui tukar pikiran dalam diskusi inilah yang akan semakin memantapkan

pemahaman siswa mengenai materi yang dipelajari. Tahap terakhir yaitu tahap

kesimpulan yang melibatkan interaksi antara guru dan siswa dalam menarik

kesimpulan tentang konsep, defenisi, teorema, prinsip ataupun prosedur

matematika yang terkait dengan masalah kontekstual yang telah dibahas. Melalui

serangkaian tahap tersebut siswa akan lebih mudah memahami konsep matematis

yang dipelajari.

34
35

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dibahas

pada bab sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini, antara lain:

1. Ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran discovery

learning dengan pendekatan matematika realistik terhadap hasil belajar

matematika siswa.

Hipotesis statistik:

H0 : 𝜇1 = 0 vs H1 : 𝜇1 ≠ 0

Keterangan:

𝜇1 = rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika

realistik

H0 = tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran

discovery learning dengan pendekatan matematika realistik terhadap

hasil belajar matematika siswa

H1 = ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran

discovery learning dengan pendekatan matematika realistik terhadap

hasil belajar matematika siswa

2. Ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran langsung

terhadap hasil belajar matematika siswa

Hipotesis statistik:

H0 : 𝜇2 = 0 vs H1 : 𝜇2 ≠ 0

Keterangan:
𝜇2 = rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran langsung

H0 = tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran

langsung terhadap hasil belajar matematika siswa.

H1 = ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran langsung

terhadap hasil belajar matematika siswa.

3. Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa

diajar dengan model pembelajaran langsung.

Secara statistik sebagai berikut.

Hipotesis statistiknya :

𝐻0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2

𝐻1 : 𝜇1 > 𝜇2

Keterangan:

H0: rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

lebih rendah daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar

dengan pembelajaran langsung.

H1: rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

36
37

lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar

dengan pembelajaran langsung.

𝜇1 : rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

𝜇2 : rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran

langsung.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini dalam jenis penelitian quasi eksperimen. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan

model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

kelas VII SMP Negeri 2 Tomia.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 2 Tomia. Penelitian

dilakukan pada siswa kelas VII semester genap tahun ajaran 2017/2018 yang

dimulai pada tanggal 24 April 2018 sampai pada tanggal 22 Mei 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri

2 Tomia yang tersebar dalam 4 kelas paralel yaitu VIIA – VIID. Gambaran

populasi kelas VII di SMP Negeri 2 Tomia diperlihatkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1
Populasi Siswa Kelas VII dengan Nilai Rata-rata hasil belajar Matematika
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2017/2018
No. Kelas Jumlah Nilai Rata-Rata Varians
1. VIIA 20 70 41,80
2. VIIB 21 65 37,80
3. VIIC 19 64 42, 90
4. VIID 20 61 55,51

38
39

2. Sampel

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik purposive sampling dimana dipilih dua kelas berbeda yang mempunyai

nilai rata-rata hasil belajar matematika yang relatif sama. Adapun penentuan kelas

yang akan digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara

random (classical random sampling). Dari teknik tersebut diperoleh kelas VIIC

sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan model discovery learning dengan

pendekatan matematika realistik dan kelas VIIB sebagai kelas kontrol yang diajar

dengan model pembelajaran langsung.

D. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari suatu variabel

bebas dan satu variabel terikat.

1. Variabel bebas yaitu model pembelajaran (X), model pembelajaran discovery

learning dengan pendekatan matematika realistik (X1) dan model

pembelajaran langsung (X2).

2. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu hasil belajar matematika (Y), siswa

yang diajar dengan model pembelajaran discovery learning dengan

pendekatan matematika realistik (Y1) dan hasil belajar matematika siswa

yang diajar dengan model pembelajaran langsung (Y2)

E. Definisi Operasional Variabel

1. Pengaruh merupakan daya yang timbul dari sesuatu yang berkuasa atau

berkekuatan. Dalam penelitian ini pengaruh yang ditimbulkan model


40

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan mate matika realistik

terhadap hasil belajar siswa.

2. Model pembelajaran discovery learning yang dimaksud adalah model

pembelajaran yang lebih menekankan siswa untuk menyelesaikan sendiri

permasalahan yang diberikan.

3. Pendekatan RME adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa

secara aktif untuk menemukan konsep dan mengkontruksi pengetahuannya

dengan berdasarkan pada masalah kontekstual (dunia nyata) yang

memungkinkan siswa mengggunakan cara-cara informal untuk

menyelesaikan masalah.

4. Hasil belajar matematika adalah nilai yang diperoleh siswa berdasarkan hasil

evaluasi yang diberikan peneliti setelah diberikan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik maupun model pembelajaran langsung

F. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain pretest-posttest control group design,

yaitu penelitian yang melibatkan dua kelompok sampel yang dipilih secara

random. Kelompok eksperimen diberi perlakuan dengan model pembelajaran

discovery learning dengan pendekatan matematika realistik dan kelompok kontrol

diberi perlakuan dengan model pembelajaran langsung. Desain penelitian tersebut

dinyatakan dalam Tabel 3.2


41

Tabel 3.2
Desain Penelitian pretest-posttest group design

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X1 O2

Kontrol O3 X2 O4

(Sugiyono, 2009: 79)

Keterangan:

X1 = Perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik.

X2 = Perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran

langsung

O1 = Hasil belajar matematika siswa sebelum sebelum diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

O2 = Hasil belajar matematika siswa setelah diajar dengan model pembelajaran

discovery learning dengan pendekatan matematika realistik.

O3 = Hasil belajar matematika siswa sebelum diajar dengan model pembelajaran

langsung.

O4 = Hasil belajar matematika siswa setelah diajar dengan model pembelajaran

langsung.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah alat untuk mengumpulkan data tentang

perangkat pembelajaran matematika model pembelajaran discovery learning

dengan pendekatan matematika realistik. Instrumen pada penelitian ini yaitu,

lembar observasi dan instrumen tes dalam bentuk soal uraian.


42

1. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengukur keberlangsungan

(terlaksana/tidaknya) pembelajaran dengan model pembelajaran discovery

learning dengan pendekatan matematika realistik pada setiap proses pembelajaran

selama penelitian. Lembar pengamatan ini terdiri atas 2 jenis, yaitu lembar

observasi untuk guru yang digunakan untuk mengamati aktivitas guru dalam

proses pembelajaran dan lembar observasi untuk siswa yang digunakan untuk

mengamati kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran. Lembar observasi yang dibuat mengacu pada rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP) yang telah dibuat sebelumnya yang mana lembar pengamatan

yang dibuat terdiri dari beberapa aspek observasi yang bertujuan untuk

mengontrol setiap aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kelas,

selama proses pembelajaran berlangsung, persiapan materi pembelajaran, serta

teknik yang digunakan guru dalam pembelajaran dimana setiap aktivitas yang

diamati dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah model pembelajaran

discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

2. Tes Hasil Belajar

Dalam penelitian ini peneliti membuat instrumen tes berupa soal bentuk

uraian (essay) untuk mengukur hasil belajar siswa. Tes uraian adalah suatu tes

yang meminta siswa untuk mengingat dan mengorganisasi gagasan atau hal hal

yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikannya

dalam bentuk uraian tertulis (Ahiri dan Hafid, 2011: 32). Tes hasil belajar

dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes hasil belajar sebelum kelas diberi perlakuan
43

(pre test) dengan jumlah 5 butir soal dari 2 indikator pada materi garis dan sudut

dan tes hasil belajar setelah kelas tersebut diberikan perlakuan (post test) dengan

jumlah 5 butir soal dari 2 indikator pada materi segiempat dan segitiga

Tes hasil belajar matematika mengacu pada kisi-kisi instrumen hasil

belajar. Tes hasil belajar ini dilakukan pada kelas yang menggunakan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik dan

pada kelas yang menggunakan model pembelajaran langsung.

3. Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Instrumen

Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian yang dilakukan pada

penelitian ini adalah uji coba instrument. Validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Untuk tes uraian,

validitas butir tesnya dihitung dengan menggunakan rumus korelasi product

moment dengan angka kasar sebagai berikut (Sundayana, 2014: 59-60).

𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 ∑ 𝑌
𝑟𝑥𝑦 =
√(𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 ) (𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 ))

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi

N = Jumlah responden

X = Skor item butir soal

Y = Jumlah skor total tiap soal

Adapun kriteria pengujian sebagai berikut.


44

a) Jika rXY ≥ rtabel dengan α = 0,05 maka butir soal tersebut valid

b) Jika rXY < rtabel dengan α = 0,05 maka butir soal tersebut tidak valid.

Perhitungan koefisien validitas tiap butir soal juga dapat dilakukan dengan

menggunakan bantuan SPSS. Berdasarkan uji validitas secara empiris yang telah

dilakukan pada tanggal 28 April 2018 dan 30 April 2018, diperoleh kesimpulan

bahwa dari 5 soal instrumen pretest terdapat 5 soal yang dinyatakan valid dan dari

5 soal instrumen posttest terdapat 5 soal yang dinyatakan valid. Hasil analisis

validitas instumen pretest dapat dilihat pada tabel 3.3 dan lampiran 12 halaman

205 dan posttest dapat dilihat pada tabel 3.4 dan lampiran 12 halaman 220.

Tabel 3.3
Hasil Analisis Validitas Pretest Hasil Belajar Matematika
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
Pearson 0,660 0,496 0,676 0,491 0,462
Correlation

Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

N 22 22 22 22 22

Uji coba dilakukan pada 22 responden dengan nilai rtabel adalah 0,423 pada

taraf signifikan 5%. Berdasarkan tabel 3.3, secara berturut turut koefisien validitas

(rhitung) dari kelima soal instrumen tes yaitu: 0,660, 0,496, 0,676, 0,491, dan 0,462,

dimana koefisien validitas kelima soal tersebut rhitung ≥ rtabel sehingga dapat

disimpulkan bahwa kelima soal instrumen tes tersebut valid.


45

Tabel 3.4
Hasil Analisis Validitas Posttest Hasil Belajar Matematika
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5

Skor

Pearson Correlation 0,804 0,763 0,706 0,878 0,708

Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

N 22 22 22 22 22

Uji coba dilakukan pada 22 responden dengan nilai rtabel adalah 0,432 pada

taraf signifikan 5%. Berdasarkan tabel 3.4, secara berturut-turut koefisien validitas

(rhitung) dari keenam soal instrumen tes yaitu: 0,804, 0,763, 0,706, 0,878, dan

0,078, dimana koefisien validitas kelima soal tersebut koefisien validitas rhitung ≥

rtabel sehingga dapat disimpulkan bahwa kelima soal instrumen tes tersebut valid.

Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan

menggunakan tes tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama, senantiasa

menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya stabil atau konsisten. Reliabilitas

menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Untuk mengetahui

reliabilitas tes uraian digunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:

Reliabilitas tes ditentukan dengan menggunakan rumus Alpha yaitu (Sundayana,

2014: 69):

𝑛 ∑ 𝑆𝑖 2
𝑟11 =( ) (1 − 2 )
𝑛−1 𝑆𝑡
46

Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas instrumen

n = banyaknya butir soal yang valid

∑ 𝑆𝑖 2 = jumlah varians skor tiap butir soal

St2 = varians skor total

Pemberian interpresentasi terhadap koefisien reliabilitas tes (r11)

digunakan kriteria berikut :

r11 ≤ 0,20 reliabilitas: sangat rendah

0,20 < r11 ≤ 0,40 reliabilitas: rendah

0,40 < r11 ≤ 0,60 reliabilitas: sedang

0,60 < r11 ≤ 0,80 reliabilitas: tinggi

0,80 < r11 ≤ 1,00 reliabilitas: sangat tinggi

Dalam penelitian ini, untuk mengukur reliabilitas instrument tes hasil

belajar matematika digunakan alpha crobach dengan bantuan SPSS. Hasil analisis

reliabilitas pretest dan posttest hasil belajar matematika dengan menggunakan alat

bantu SPSS. Hasil analisis reliabilitas instumen pretest dapat dilihat pada tabel 3.5

dan lampiran 12 halaman 206 dan posttest dapat dilihat pada tabel 3.6 dan

lampiran 12 halaman 221.

Tabel 3.5.
Hasil Analisis Reliabilitas Pretest Hasil Belajar Matematika.
Reliability Statistics

Cronbach Alpha N of Items

0,427 5
47

Tabel 3.6.
Hasil Analisis Reliabilitas Posttest Hasil Belajar Matematika.
Reliability Statistics

Cronbach Alpha N of Items

0,803 5

Berdasarkan Tabel 3.5 diperoleh koefisien reliabilitas pretest sebesar

0,427 yang dapat diinterpretasikan dalam kategori sedang dan pada tabel 3.6

diperoleh koefisien reliabilitas posttest sebesar 0,803.

H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian

berupa lembar observasi dan tes hasil belajar matematika berbentuk tes uraian.

Lembar observasi digunakan pada setiap pertemuan yang diisi oleh observer

dengan mencentang item-item kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa pada

saat proses pembelajaran berlangsung baik di kelas yang diajar menggunakan

model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

maupun yang diajar dengan model pembelajaran langsung.

Setelah proses kegiatan pembelajaran yang berlangsung selama 4 kali

pertemuan maka lembar observasi tersebut diolah. Pengelolaannya yaitu jika

tercentang pada pilihan “ya” maka bernilai 1 dan centang pada pilihan “tidak”

bernilai 0. Setelah diperoleh data dari lembar observasi kemudian data tersebut

dibuat dalam bentuk persentase dengan cara skor perolehan dibagi skor ideal

dikali dengan 100%. Untuk tes hasil belajar matematika dilakukan sebanyak dua

kali yaitu data pretest dan data posttest. Sebelum dilaksanakan kegiatan

pembelajaran di kelas eksperimen dan kontrol maka terlebih dahulu dilakukan


48

pretest yang terdiri atas 5 soal yang kemudian dikerjakan oleh siswa. Setelah

kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran discovery learning dengan

pendekatan matematika realistik dan model pembelajaran langsung dilakukan,

maka diadakan posttest yang terdiri atas 5 soal kemudian soal pretest dan posttest

dikerjakan oleh siswa, selanjutnya hasil pekerjaan siswa dikumpul oleh peneliti

untuk diperiksa dan diberi skor. Jika siswa menjawab dengan benar maka skor

yang diberikan pada soal pretest nomor 1,2,3,4, dan 5 berturut-turut 4, 6, 6, 10,

dan 6 serta skor yang diberikan pada soal posttest nomor 1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-

turut 4, 6, 6, 10, dan 6. Setelah diberikan skor pada pekerjaan siswa kemudian

skor tersebut dikonversikan ke dalam nilai dengan skala 100 menggunakan rumus:

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = × 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

Nilai yang diperoleh siswa inilah yang dijadikan data dalam penelitian ini.

I. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis

data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah

terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang

berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2017: 147). Analisis deskriptif

digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas guru dan siswa, data ini

diperoleh dari lembar observasi yang digunakan untuk melihat intensitas aktivitas

guru dan siswa setiap pertemuan. Analisis deskriptif yang digunakan untuk

mendeskripsikan data dari hasil lembar observasi disajikan dalam bentuk tabel.
49

Analisis deskriptif juga diperlukan untuk mendeskripsikan hasil belajar

siswa. Analisis deskriptif untuk menggambarkan hasil belajar siswa dapat

dilaporkan dalam bentuk mean, median, modus standar deviasi, varians, nilai

minimum dan nilai maksimun, Penyajian data desktiptif bertujuan untuk

memberikan gambaran singkat tentang hasil penelitian supaya lebih mudah

dibaca dan dipahami (Mulyatiningsih, 2014).

2. Analisis Inferensial

Analisis inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis perbedaan rata-

rata hasil belajar matematika antar siswa yang diajar dengan model pembelajaran

discovery learning dengan pendekatan matematika realistik dan yang diajar

dengan model pembelajaran langsung. Namun sebelum melakukan uji hipotesis,

terlebih dahulu melalui tahapan uji prasyarat untuk melakukan uji hipotesis, yaitu

uji normalitas dan uji homogenitas. Data yang digunakan dalam uji normalitas, uji

homogenitas dan uji hipotesis. Data yang digunakan dalam uji normalitas, uji

homogenitas dan uji hipotesis berbentuk skor Normalized Gain (N-gain). Gain

ternormalisasi (N-gain) ini diperkenalkan oleh Hake, dan secara sederhana

merupakan gain absolut dibagi dengan gain maksimum yang mungkin (ideal).

Rumus normal gain menurut Hake adalah:

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑧𝑒𝑑𝐺𝑎𝑖𝑛 =
Nilaimax 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − Nilai pretest

Dengan kriteria nilai normalized gain (N-gain) sebagai berikut:


50

Tabel 3.7
Kriteria Gain Ternormalisasi (N-Gain)
Perolehan N_Gain Kriteria

N-Gain> 0,70 Tinggi

0,30 ≤ N-Gain ≤ 0,70 Sedang

N-gain< 0,30 Rendah

(Hake, 1999: 1)

a. Uji normalitas

Uji normalitas data dimaksudkan untuk mengetahui apakah data yang

diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk

keperluan ini maka statistik yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov.

Dalam penelitian ini uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan menggunakan

program IBM SPSS 21 dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut :

a) Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) ≥ α pada 0,05 maka data berasal dari populasi

yang berdistribusi normal.

b) Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) < α pada 0,05 maka data berasal dari populasi

yang tidak berdistribusi normal.

Hipotesis statistiknya sebagai berikut :

H0 : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

Jika asumsi normal data dipenuhi maka dilanjutkan uji statistik parametrik, yakni

uji homogenitas varians dan uji hipotesis dengan uji-t.


51

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok

memiliki varians yang sama atau tidak. Uji homogenitas dilakukan apabila

kelompok data yang ada normal. Adapun uji homogenitas tidak perlu dilakukan

apabila dua kelompok data atau lebih mempunyai varians yang sama besar

sehingga data yang digunakan tersebut tidak dianggap homogen. Apabila kedua

kelompok mempunyai varians yang sama maka kedua kelompok tersebut

homogen.

Dalam pengujian ini untuk menguji apakah data mempunyai varians yang

sama atau tidak digunakan uji Levene dengan bantuan SPSS 21 dengan kriteria

pengambilan keputusan sebagai berikut:

Jika nilai signifikan > 𝛼 = 0,05, maka kedua kelompok homogen, dan

jika nilai signifikan < 𝛼 = 0,05, maka kedua kelompok tidak homogen.

c. Pengujian Hipotesis

Setelah pengujian prasyarat analisis, yaitu uji normalitas dan uji

homogenitas data, maka akan dilakukan pengujian hipotesis dengan

menggunakan statistik uji-t. Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada atau

tidaknya perbedaan antara hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan

menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik dengan siswa yang diajarkan menggunakan model

pembelajaran langsung.

Rumusan hipotesis statistik yang akan diuji adalah.


52

𝐻0 : 𝜇1 ≤ 𝜇2

𝐻1 : 𝜇1 > 𝜇2

dimana:

H0: rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

lebih rendah daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar

dengan pembelajaran langsung.

H1: rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar

dengan pembelajaran langsung.

𝜇1 : rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

𝜇2 : rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran

langsung.

Jika ditemukan dataterdistribusi normal dan varians homogen, maka

pengujian hipotesis yang digunakan adalah statistik uji-t. Rumus t-test yang

digunakan adalah

X1  X 2
t hitung 
1 1
Sg 
n1 n2

dengan
53

n 1  1S12  n 2  1S 22
Sg  (Sundayana, 2014:146)
n1  n 2  2

Keterangan:

thitung = Nilai hitung untuk uji-t,

X 1 = Rata-rata skor responden kelas eksperimen,

X 2 = Rata-rata skor responden kelas kontrol,

n1 = Jumlah responden kelas eksperimen,

n2 = Jumlah responden kelas kontrol,

Sg = Simpangan baku gabungan,

S12 = Varians data sampel kelas eksperimen, dan

S 22 = Varians data sampel kelas kontrol.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu penelitian.

Analisis data tes hasil belajar siswa kelas VIIC SMP Negeri 2 Tomia yang diajar

dengan menggunakan model pembelajaran Discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik dan kelas VIIB SMP Negeri 2 Tomia yang diajar dengan

menggunakan model pembelajaran langsung dapat dilihat pada hasil penelitian

dengan menggunakan dua analisis yaitu hasil analisis deskriptif dan hasil analisis

inferensial dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS.

1. Hasil Analisis Deskriptif

a. Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran

dengan Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Pendekatan

Matematika Realistik

Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran matematika pada kelas

eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan

pendekatan matematika realistik pada materi segitiga dan segiempat dapat dilihat

pada tabel 4.1.

Tabel 4.1
Hasil Observasi Aktivitas Guru Dalam
Pembelajaran Discovery Learning dengan Pendekatan Matematika Realistik

Pertemuan Skor perolehan Persentase


(keterlaksanaan)
Pertama 18 81,81%
Kedua 20 90,9%
Ketiga 20 90,9%
Keempat 21 95,45%

54
55

Hasil observasi pengelolaan pembelajaran oleh guru selama pembelajaran

sebagaimana disajikan pada tabel 4.1, keberhasilan pengelolaan pembelajaran

pada pertemuan pertama sudah baik dengan tingkat keberhasilan sebesar 81,81%

yang dimana pengelolaan pembelajaran pada pertemuan pertama sudah masuk

dalam kriteria efektif. Hal ini, dikarenakan peneliti yang bertindak sebagai guru

masih menyesuaikan diri dengan kondisi kelas juga kondisi siswa dengan model

pembelajaran yang baru diterapkan dikelas eksperimen ditambah lagi guru belum

mampu mengorganisasikan waktu dengan optimal, sehingga guru belum

memberikan motivasi kepada siswa saat pembelajaran berlansung pada kegiatan

pendahuluan. Pada kegiatan inti guru tidak memberikan penjelasan tambahan

mengenai materi segitiga dan segiempat selain mengacu pada buku paket dan

bahan ajar. Selanjutnya guru juga tidak meminta perwakilan tiap siswa untuk

mempresentasikan hasil diskusi bersama kelompoknya. Selain itu, di akhir

pembelajaran pada kegiatan penutup, guru tidak menginformasikan materi

pembelajaran pada pertemuan berikutnya karena keterbatasan waktu .

Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan kedua dan ketiga mengalami

peningkatan yang baik dibanding pada pertemuan pertama. Tingkat keberhasilan

mencapai 90,9% dengan kategori sangat baik. Pada pertemuan kedua, guru tidak

membimbing siswa dalam mencermati masalah. Pada kegiatan inti, guru juga

tidak lagi membimbing siswa dalam pengelolaan data di karenakan agar siswa

lebih mengerti dengan permasalahan yang diberikan oleh guru. Sedangkan pada

pertemuan ketiga, guru tidak meyampaikan tujuan pembelajaran dan guru juga
56

tidak memberikan PR kepada para siswa tentang materi tersebut karena siswa

sudah mulai memahami dan dapat menyelesaikan soal–soal yang ada pada buku

dan LKS yang di pegang siswa. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan

terakhir atau pertemuan keempat persentase mengelolah kelas dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik sudah

sangat baik dengan peningkatan yang cukup besar yakni dengan tingkat

keberhasilannya 95,45%. Namun, peneliti tidak memberikan PR karena

pemahaman siswa dalam menyelesaikan LKS sudah sangat baik.

b. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pelaksanaan Pembelajaran

dengan Model Pembelajaran Discovery Learning dengan Pendekatan

Matematika Realistik

Data yang diperoleh dari hasil observasi aktivitas siswa selama proses

belajar mengajar berlangsung yang dilakukan selama empat pertemuan dan

diamati oleh pengamat dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.2
Hasil Observasi Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Model Pembelajaran
Discovery Learning dengan Pendekatan Matematika Realistik
Pertemuan Skor perolehan Persentase
(keterlaksanaan)
Pertama 9 64,3%
Kedua 11 78,57%
Ketiga 13 92,85%
Keempat 14 100%
Berdasarkan tabel 4.2, keaktifan atau partisipasi siswa menggunakan

pembelajaran model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik pada materi segitiga dan segiempat untuk pertemuan pertama
57

masih kurang baik dengan tingkat keberhasilannya 64,3%. Pada pertemuan

tersebut, mayoritas siswa kurang dalam mencermati masalah dan menggali

informasi dari LKS, sehingga sebagian siswa sulit mengumpulkan, mengolah,

menyusun, memproses, mengorganisir dan menganilisis permasalahan pada LKS

serta siswa tidak berani mengemukakan pendapat karena siswa takut jika pendapat

atau jawaban yang mereka sampaikan itu salah, serta siswa belum mampu

menyimpulkan hasil diskusi karena keaktifan siswa dalam kelompoknya masih

sangat kurang.

Persentase keaktifan siswa pada pertemuan kedua mencapai 78,57%. Pada

pertemuan kedua ini, siswa sudah bisa mengamati masalah dan menggali

informasi dari LKS sehingga sebagian siswa sudah bisa mengumpulkan,

mengolah, menyusun, memproses, mengorganisir dan menganilisis permasalahan

pasa LKS hanya saja siswa kurang dalam menemukan sendiri penyelesaian suatu

masalah sehingga peneliti harus benar-benar membimbing siswa yang mengalami

kesusahan tersebut karenanya proses pembelajaran sudah lebih baik dari

pertemuan sebelumnya. Kemudian, pada pertemuan ketiga, persentase keaktifan

siswa mencapai 92,85%. Pada pertemuan ini siswa sudah mampu menemukan

sendiri penyelesaian suatu masalah. Keberhasilan ini disebabkan karena siswa

sudah bisa mengamati masalah, menggali informasi dan menganalisis

permasalahan tersebut hanya saja mayoritas siswa tidak berani dalam

mengemukakan pendapatnya.

Berdasarkan hasil refleksi dari pertemuan pertama, kedua, dan ketiga

tersebut, pada pertemuan keempat, peneliti dan siswa berhasil melaksanakan


58

pembelajaran yang direncanakan. Setiap tahapan pada pertemuan keempat

tersebut dilaksanakan dengan baik dengan persentase keaktifan siswa mencapai

100%. Pada pertemuan ini sudah mulai terbiasa menyelesaikan masalah yang

diberikan oleh guru, siswa sudah mulai aktif secara individu dalam menyelesaikan

soal yang diberikan dan siswa terlibat aktif pula dalam kelompoknya dengan

antusias dalam bertanya dan mengikuti proses pembelajaran dengan sangat baik,

meskipun masih ada juga sebagian siswa yang belum berani mengemukakan

pendapat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa

memerlukan waktu untuk beradaptasi dalam suatu model pembelajaran yang

mereka anggap baru, hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan persentase

ketercapaian indikator yang diamati pada setiap pertemuan.

c. Hasil Analisis yang Diperoleh dari Data Pretest dan Posttest Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Berdasarkan hasil analisis deskriptif hasil belajar siswa dari data pretest dan

Posttest pada kelas eksperimen yang berjumlah 19 siswa dan kelas kontrol dengan

jumlah 21 siswa. Diperoleh data pretest dan Posttest hasil belajar siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 236 yang

disajikan pada Tabel 4.3 berikut


59

Tabel 4.3
Deskriptif Pretest dan Posttest Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Pretest Posttest
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Mean 57,06 50,49 80,09 70,53
Median 57,81 51,15 78,90 70,97
Mode 59,37 56,25 78,12 75,00
Standard Deviation 4,97 7,47 5,43 5,09
Sample Variance 24,78 55,91 29,52 25,94
Kurtosis 0,42 -1,02 4,26 -1,17
Skewness -0,75 -0,49 1,91 -0,21
Minimum 46,87 37,50 75,00 62,50
Maximum 65,62 59,37 96,87 78,12
Count 19 21 19 21

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pretest pada Tabel 4.3 diperoleh

hasil belajar matematika pada siswa kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut

mempunyai nilai rata-rata 57,06 dan 50,49. Median atau nilai tengah kelas

eksperimen dan kelas kontrol adalah 57,81 dan 51,15. Modus atau nilai yang

sering muncul kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 59,37 dan 56,25.

Varians kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut 24,78 dan 55,91.

Artinya, bahwa keragaman data posttest pada kelas eksperimen tergolong kecil

dibandingkan dengan data pada kelas kontrol. Nilai skewness dari data pretest

kelas eksperimen dan kontrol berturut- turut -0,75 dan -0,49. Hal ini menunjukkan

bahwa pada kelas eksperimen lebih banyak siswa yang hasil belajarnya di atas

rata-rata dibanding siswa yang berada pada kelas kontrol. Nilai kurtosis dari data

pretest kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut 0,42 dan -1,02. Tanda negatif
60

dari nilai kurtosis kelas kontrol ini menunjukan bahwa kurva runcing

(leptokurtic). Sehingga data pretest hasil belajar pada kelas kontrol terkonsentrasi

pada nilai rata-rata.Sedangkan tanda positif pada kurtosis kelas eksperimen

menunjukkan bahwa kurva runcing platikurtik, Sehingga data pretest hasil belajar

matematika siswa kelas eksperimen tidak terkonsentrasi pada nilai rata-rata. Nilai

minimum hasil pretest kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut 46,87 dan

37,50, sedangkan nilai maksimum hasil pretest kelas eksperimen dan kontrol

berturut-turut 65,62 dan 59,37.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif posttest pada Tabel 4.3 diperoleh

hasil belajar matematika pada siswa kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut

mempunyai nilai rata-rata 80,09 dan 70,53. Median atau nilai tengah kelas

eksperimen dan kelas kontrol adalah 78,90 dan 70,97. Modus atau nilai yang

sering muncul kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 78,12 dan 75. Varians

kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut 29,52 dan 25,94. Artinya, bahwa

keragaman data posttest pada kelas eksperimen tergolong kecil dibandingkan

dengan data pada kelas kontrol. Nilai skewness dari data post tesi kelas

eksperimen dan kontrol berturut- turut 1,91 dan -0,21. Hal ini menunjukkan

bahwa pada kelas eksperimen lebih banyak siswa yang hasil belajarnya di atas

rata-rata dibanding siswa yang berada pada kelas kontrol. Nilai kurtosis dari data

posttest kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut 4,26 dan -1,17. Tanda negatif

dari nilai kurtosis ini menunjukan bahwa kurva runcing (leptokurtic). Selanjutnya

data posttest hasil belajar pada kelas eksperimen dan kontrol terkonsentrasi pada

nilai rata-rata. Nilai minimum hasil Posttest kelas eksperimen dan kontrol
61

berturut-turut 75 dan 62,50, sedangkan nilai maksimum hasil Posttest kelas

eksperimen dan kontrol berturut-turut 96,87 dan 78,12.

Tampak bahwa perubahan nilai standar deviasi pada data posttest lebih

kecil dari data pretest baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ini

menunjukkan terdapat perubahan ke arah yang lebih baik dalam pemerataan hasil

belajar matematika siswa kelas eksperimen setelah diajar dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik dan

kelas kontrol setelah diajar dengan model pembelajaran langsung. Selain itu,

tampak bahwa perubahan data standar deviasi pada data pretest dan posttest pada

kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Ini menunjukkan bahwa hasil

belajar matematika siswa pada kelas eksperimen lebih tersebar secara merata

daripada kelas kontrol.

d. Hasil Analisis Deskriptif N-Gain Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas


Eksperimen dan Kelas Kontrol

Data kuantitatif diperoleh dari pretest dan Posttest hasil belajar matematika

siswa. Skor yang diperoleh dalam pretest dan Posttest diolah menjadi normalized

gain (N-Gain) agar terlihat peningkatan yang diperoleh oleh siswa. Berdasarkan

hasil analisis deskriptif dengan bantuan aplikasi SPSS diperoleh data hasil belajar

matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada lampiran

15 halaman 236 yang disajikan pada Tabel 4.4


62

Tabel 4.4
Statistik Deskriptif N-gain Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas kontrol

Eksperimen Kontrol
Mean 0,52 0,38
Median 0,49 0,40
Mode 0,46 0,50
Standard Deviation 0,13 0,16
Sample Variance 0,01 0,02
Kurtosis -1,17 3,66
Skewness 1,80 0,01
Minimum 0,38 0,14
Maximum 0,92 0,65
Count 19 21

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Tabel 4.4 diperoleh hasil belajar

matematika pada siswa kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut mempunyai

nilai rata-rata 0,52 dan 0,38. Median atau nilai tengah kelas eksperimen dan kelas

kontrol adalah 0,49 dan 0,40. Modus atau nilai yang sering muncul kelas

eksperimen dan kelas kontrol adalah 0,46 dan 0,5. Varians kelas eksperimen dan

kelas kontrol berturut-turut 0,01 dan 0,02. Artinya, bahwa keragaman data

peningkatan hasil belajar pada kelas kontrol tergolong besar dibandingkan dengan

data pada kelas eksperimen. Nilai skewness dari data peningkatan hasil belajar

kelas eksperimen dan kontrol berturut - turut 1,80 dan 0,01. Hal ini menunjukkan

bahwa pada kelas eksperimen lebih banyak siswa yang hasil belajarnya di atas

rata-rata dibanding siswa yang berada pada kelas kontrol. Nilai kurtosis dari data

n-gain kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut-1,17 dan 3,66. Tanda negatif

dari nilai kurtosis ini menunjukan bahwa kurva runcing (leptokurtic). Sehingga

data n-gain hasil belajar pada kelas eksperimen dan kontrol terkonsentrasi pada
63

nilai rata-rata. Nilai minimum hasil n-gain kelas eksperimen dan kontrol berturut-

turut 0,38 dan 0,14, sedangkan nilai maksimum hasil n-gain kelas eksperimen dan

kontrol berturut-turut 0,92 dan 0,65.

e. Klasifikasi Normalized Gain hasil belajar matematika siswa yang diajar


dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan
pendekatan matematika realistik

Data hasil penelitian pada kelas eksperimen, menghasilkan data klasifikasi

normalized gain dapat dilihat pada lampiran 14 halaman 232 yang disajikan pada

Tabel 4.5

Tabel 4.5
Daftar Distribusi Frekuensi dan Klasifikasi Normalized Gain Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen

Perolehan N_Gain Kriteria F Frekuensi Relatif (%)


N_Gain< 0,30 Rendah 0
0,30 ≤N_Gain ≤ 0,70 Sedang 17 89%
N_Gain > 0,70 Tinggi 2 11%
Jumlah 19 100 %

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai normalized gain paling banyak

terdapat pada klasifikasi yang “sedang” yakni pada interval 0,30 ≤ N-Gain ≤ 0,70

dengan jumlah siswa 17 orang dan terdapat 2 orang siswa berada pada klasifikasi

tinggi. Ini menunjukkan bahwa, lebih dari setengah jumlah siswa memiliki

kualitas peningkatan hasil belajar matematika yang sedang, dengan persentase

sebesar 89%. Rerata normalized gain yang diperoleh pada kelas eksperimen yaitu

0,52 sehingga memiliki klasifikasi “sedang” dengan nilai normalized gain terbesar

yang diperoleh pada kelas ekspeimen sebesar 0,92 dan nilai normalized gain

terkecil yang diperoleh pada kelas eksperimen sebesar 0,38.


64

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dibuat grafik yang menunjukkan klasifikasi

normalized gain hasil belajar matematika kelas eksperimen, seperti dimuat pada

gambar 4.1.

17
18
16
14
12
10
8
6
4
2 0
0
rendah sedang tinggi

Gambar 4.1. Grafik Frekuensi Data Klasifikasi Normalized Gain Hasil Belajar

Siswa Kelas Eksperimen

f. Klasifikasi Normalized Gain Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas


kontrol yang Diajar Menggunakan model pembelajaran langsung

Data hasil penelitian pada kelas eksperimen, menghasilkan data klasifikasi

normalized gain dapat dilihat pada lampiran 14 yang disajikan pada Tabel 4.6

Tabel 4.6
Daftar Distribusi Frekuensi dan Klasifikasi Normalized Gain Hasil Belajar
Matematika SiswaKelas Kontrol
Perolehan N_Gain Kriteria F Frekuensi Relatif (%)
N_Gain< 0,30 Rendah 7 33%
0,30 ≤N_Gain ≤ 0,70 Sedang 14 64%
N_Gain > 0,70 Tinggi 0 0
Jumlah 21 100%
65

Tabel 4.6 menunjukkan nilai normalized gain paling banyak terdapat pada

klasifikasi yang “sedang” yakni pada interval 0,30 ≤ N-Gain ≤ 0,70 dengan

jumlah siswa 14 orang dan terdapat 7 orang siswa berada pada klasifikasi rendah.

Ini menunjukkan bahwa, lebih dari setengah jumlah siswa memiliki kualitas

peningkatan hasil belajar matematika yang sedang, dengan persentase sebesar

64%. Rerata normalized gain yang diperoleh pada kelas kontrol yaitu 0,38

sehingga memiliki klasifikasi “sedang” dengan nilai normalized gain terbesar

yang diperoleh pada kelas kontrol sebesar 0,65 dan nilai normalized gain terkecil

yang diperoleh pada kelas kontrol sebesar 0,14.

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dibuat grafik yang menunjukkan klasifikasi

normalized gain hasil belajar matematika kelas kontrol, seperti dimuat pada

gambar 4.2.

14
14

12

10

8 7

2
0
0
rendah sedang tinggi

Gambar 4.2. Grafik Frekuensi Data Klasifikasi Normalized Gain Hasil Belajar

Siswa Kelas Kontrol.


66

2. Hasil Analisis Inferensial

Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis

inferensial. Melalui analisis inferensial ini kita dapat mengetahui apakah hipotesis

penelitian ini diterima atau ditolak. Dalam analisis inferensial ini terdapat

beberapa tahap analisis yang menjadi prasyarat untuk melakukan uji hipotesis

yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Setelah melalui syarat uji normalitas dan

uji homogenitas maka dilanjutkan dengan uji hipotesis. Data hasil analisis

inferensial dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 237.

a. Hasil Data Pretest Penelitian

Tabel 4.7
Hasil uji K – S (Uji normalitas) data pretest

Data Kelas Sig  Keputusan

Eksperimen 0,296 0,05 Terima H0


Pretest
Kontrol 0,653 0,05 Terima H0

Berdasarkan tabel tersebut, kelas eksperimen mempunyai nilai Sig > 0,05 dan

kelas kontrol mempunyai nilai Sig > 0,05, sehingga diputuskan terima H0.

Kesimpulannya adalah data pretest berdistribusi normal.

Tabel 4.8
Hasil Uji F (Uji Homogenitas) data pretest

F (   0.05 )
Data Kelas Varians Keputusan
Hitung Tabel
Eksperimen 24,78
Pretest 2,25 4,09 Terima H0
Kontrol 55,91
67

Berdasarkan tabel 4.8 tersebut, nilai Fhitung< Ftabel, sehingga diputuskan H0

diterima. Kesimpulannya adalah data pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol

mempunyai varians yang sama (homogen).

Tabel 4.9
Hasil uji - t (uji perbedaan rata – rata) data pretest

t hitung Sig (2 – tailed) Keputusan

3,23 0,03 Tolak H0

Berdasarkan tabel 4.9 tersebut, nilai Sig thit (2 – tailed) = 0,03, dalam hal ini

Sig thit (2 – tailed) < 0,05, sehingga diputuskan tolak H0. Kesimpulannya adalah

siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak mempunyai kemampuan

awal yang sama.

b. Hasil Data Penelitian Posttest

Tabel 4.10
Hasil uji K – S (Uji normalitas) data posttest

Data Kelas Sig  Keputusan

Eksperimen 0,116 0,05 Terima H0


Posttest
Kontrol 0,430 0,05 Terima H0

c. Hasil Data Uji Beda Dua Sampel Berpasangan (uji paired)

Uji paired merupakan uji beda dua sampel berpasangan. Sampel berpasangan

merupakan subjek yang sama namun mengalami perlakuan yang berbeda.


68

1. Uji Paired Kelas Eksperimen

Tabel 4.11
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 posttest 78.2100 19 .05627 .01291

pretest 57.0695 19 4.97846 1.14214

Tabel 4.12
Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 posttest & pretest 19 .112 .649

Tabel 4.13
Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 posttest 18.743 18.53


2.11405E1 4.97250 1.14077 23.53719 18 .000
- pretest 86 2

Berdasarkan table 4.13 tersebut, nilai Sig thit (2 – tailed) = 0,000, dalam hal

ini Sig thit (2 – tailed) < 0,05, sehingga diputuskan tolak H0. Kesimpulannya

adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa

pada data pretest dan posttest yang artinya terdapat pengaruh penggunaan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik terhadap

hasil belajar matematika siswa.


69

2. Uji Paired Kelas Kontrol

Tabel 4.14
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 posttest 70.5338 21 5.09376 1.11155

pretest 50.4914 21 7.47791 1.63181

Tabel 4.15
Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 posttest & pretest 21 -.492 .023

Tabel 4.16
Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair 1 posttest 2.0042 15.068


10.92598 2.38424 25.01583 8.406 20 .000
- pretest 4E1 94

Berdasarkan table 4.16 tersebut, nilai Sig thit (2 – tailed) = 0,000, dalam hal

ini Sig thit (2 – tailed) < 0,05, sehingga diputuskan tolak H0. Kesimpulannya

adalah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa

pada data pretest dan posttest yang artinya terdapat pengaruh penggunaan model

pembelajaran langsung terhadap hasil belajar matematika siswa.


70

d. Uji N-gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Sebelum dilakukan uji tersebut, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat,

yaitu uji normalitas (Uji K – S) dan uji homogenitas (Uji F) data. Berikut hasil uji

prasyarat disajikan:

Tabel 4.17
Hasil uji K – S (Uji normalitas) data n – gain
Data Kelas Sig Keputusan Kesimpulan

Eksperimen 0,25 Terima H0 Data berdistribusi normal


N – Gain
Kontrol 0,95 Terima H0 Data berdistribusi normal

Berdasarkan tabel 4.17 tersebut, mempunyai nilai Sig > 0,05 dan kelas

kontrol mempunyai nilai Sig > 0,05, sehingga diputuskan terima H0.

Kesimpulannya adalah data n-gain kelas eksperimen dan kelas kontrol

berdistribusi normal.

Setelah dilakukan uji normalitas, berikut disajikan hasil uji homogenitas data

n – gain.

Tabel 4.18
Hasil uji F (Uji Homogenitas) data n - gain
F (   0,05 ) Keputusan
Data Kelas Varians
Hitung Tabel
Eksperimen 0,01 Terima H0
N – gain 2 3,02
Kontrol 0,02

Berdasarkan tabel 4.18 tersebut, nilai Fhitung< Ftabel, sehingga diputuskan H0

diterima. Kesimpulannya adalah data n - gain kelas eksperimen dan kelas kontrol

mempunyai varians yang sama (homogen).


71

Setelah uji prasyarat, diperoleh hasil bahwa data n - gain siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu,

data n – gain diuji menggunakan independent sample t-test (equal variances).

Berikut hasil uji tersebut disajikan:

Tabel 4.19
Hasil uji t (uji perbedaan rata – rata) data n – gain

t hitung Sig (2 – tailed) Keputusan

-3,08 0,04 Terima H0

Berdasarkan tabel 4.19 tersebut, nilai Sig thit (2 – tailed) = 0,04, dalam hal

ini Sig thit (2 – tailed) < 0,05, sehingga keputusannya adalah tolak H0. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan rata-rata hasil belajar matematika

siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning

dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi daripada rata-rata

peningkatan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran langsung.

B. Pembahasan

Penelitian ini menggunakan dua kelas yaitu kelas VIIC sebagai kelas

eksperimen yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran discovery

learning dengan pendekatan matematika realistik dan kelas VIIB sebagai kelas

kontrol yang diajar menggunakan model pembelajaran langsung. Kedua kelas

diberikan waktu 80 menit pada pertemuan pertama yang digunakan untuk

pelaksanaan pretest. Waktu pembelajaran dalam pelaksanaan penelitian antara

kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama, masing-masing 10 jam pelajaran.
72

Kemudian kedua kelas diberikan waktu 80 menit pada pertemuan keenam yang

digunakan untuk pelaksanaan Posttest.

Kedua kelas diberikan materi yang sama yaitu materi pokok segitiga dan

segiempat. Kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan bahan

ajar yang sama. Perbedaan yang diberikan kepada kedua kelas ini yaitu model

pembelajaran yang diberikan dimana untuk kelas eksperimen diajar dengan

menggunakan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik sedangkan pada kelas kontrol diajar dengan menggunakan

model pembelajaran langsung. Salah satu instrumen dalam penelitian ini yang

dianalisis berupa lembar observasi untuk guru dan siswa pada kelas eksperimen.

Lembar observasi ini dimaksudkan untuk mengontrol pelaksanaan pembelajaran

dengan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika

realistik setiap kali pertemuan.

Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

diperoleh persentase keberhasilan pelaksanaan pembelajaran oleh guru pada

pertemuan pertama sebesar 81,81%. Hal ini karena guru masih dalam tahap

penyesuaian diri di kelas. Selain itu, ada kegiatan yang tidak dilaksanakan sesuai

item-item yang dicantumkan dalam lembar observasi guru dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik yakni

guru tidak memotivasi siswa dan guru tidak memberikan penjelasan tambahan

tentang segitiga dan segiempat karna keterbatasan waktu. Pada kegiatan penutup

guru tidak memberikan tugas rumah karena siswa sudah memahami soal-soal
73

yang ada pada LKS. Tingkat keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan

model pemebelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

pada pertemuan kedua sampai keempat mengalami peningkatan sampai mencapai

95,45%. Hal ini karena guru sudah dapat menyesuaikan diri dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik.

Selama 4 kali tatap muka pada proses pembelajaran dengan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik pada

kelas eksperimen pada materi segitiga dan segiempat menunjukkan pelaksanaan

yang sangat baik hal ini didukung dengan keatifan siswa yang terus meningkat

pada setiap kali pertemuan. Pada pertemuan pertama keaktifan siswa mencapai

64,3% yang mana terus meningkat hingga mencapai persentasi 100%, Pada

pertemuan pertama ini beberapa siswa kurang menggali informasi dari LKS dan

sumber belajar lainnya, beberapa siswa juga tidak mau bekerjasama dan berbagi

dengan kelompoknya, malu mengemukakan pendapat, masih malu bertanya dan

belum dapat menyimpulkan hasil diskusi. Akan tetapi, pada pertemuan-pertemuan

selanjutnya keaktifan siswa mulai mengalami peningkatan, dimana siswa mampu

menggali informasi dari LKS dan sumber belajar lainnya, dan keaktifan siswa

dalam bekerjasama dan saling berbagi dengan kelompoknya dalam mengerjakan

LKS lebih baik dari pertemuan sebelumnya. Selain itu siswa mulai berani

mengemukakan pendapatnya dan dapat menyimpulkan hasil diskusi.

Hasil observasi dengan model pembelajaran discovery learning dengan

pendekatan matematika realistik dan model pembelajaran langsung baik guru

maupun siswa diperoleh persentase keberhasilan pelaksanaan pembelajaran oleh


74

guru dengan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik dan persentase keberhasilan pelaksanaan pembelajaran oleh

guru dengan model pembelajaran langsung tidak jauh berbeda. Sedangkan, hasil

observasi aktivitas siswa dengan model pembelajaran discovery learning dengan

pendekatan matematika realistik dan model pembelajaran langsung diperoleh

persentase keberhasilan aktivitas siswa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan

model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik

lebih tinggi dari pada persentase keberhasilan aktivitas siswa dalam pelaksanaan

pembelajaran dengan model pembelajaran langsung. Berdasarkan uraian di atas,

lembar observasi guru dan siswa turut memberikan kontribusi dalam

keterlaksanaan skenario pembelajaran khususnya pada model pembelajaran

discovery learning dengan pendekatan matematika realistik yang secara umum

keterlaksanaannya lebih baik dari pada model pembelajaran langsung.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari data yang diperoleh melalui

pretest hasil belajar matematika siswa yang diujikan pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata siswa secara berturut-turut yaitu 57,06 dan

50,49. Nilai pretest hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih besar

dari kelas kontrol meskipun demikian perbedaan rata-rata hasil belajar matematika

kedua kelas tidak terlalu jauh berbeda. Median atau nilai tengah kelas eksperimen

dan kelas kontrol adalah 57,81 dan 51,15. Modus atau nilai yang sering muncul

kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 59,37. dan 56,25. Varians kelas

eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut 24,78 dan 55, 91. Artinya, bahwa

keragaman data pretest pada kelas eksperimen tergolong kecil dibandingkan


75

dengan data pada kelas kontrol. Nilai skewness dari data pretest kelas eksperimen

dan kontrol berturut- turut -0,75 dan -0,49. Hal ini menunjukkan bahwa pada

kelas eksperimen lebih banyak siswa yang hasil belajarnya di atas rata-rata

dibanding siswa yang berada pada kelas kontrol. Nilai kurtosis dari data pretest

kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut 0,42 dan -1,02. Tanda negatif dari

nilai kurtosis kelas kontrol ini menunjukan bahwa kurva runcing (leptokurtic).

Sehingga data pretest hasil belajar pada kelas kontrol terkonsentrasi pada nilai

rata-rata.Sedangkan tanda positif pada kurtosis kelas eksperimen menunjukan

bahwa kurva runcing platikurtik. Sehingga data pretest hasil belajar matematika

siswa kelas eksperimen tidak terkonsentrasi pada nilai rata-rata. Nilai minimum

hasil pretest kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut 46,87 dan 37,50,

sedangkan nilai maksimum hasil pretest kelas eksperimen dan kontrol berturut-

turut 65,62 dan 59.,37.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif posttest diperoleh hasil belajar

matematika pada siswa kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut mempunyai

nilai rata-rata 80,09 dan 70,53. Median atau nilai tengah kelas eksperimen dan

kelas kontrol adalah 78, 90 dan 70,97. Modus atau nilai yang sering muncul kelas

eksperimen dan kelas kontrol adalah 78,12 dan 75. Varians kelas eksperimen dan

kelas kontrol berturut-turut 29,52 dan 25, 94 Artinya, bahwa keragaman data

posttest pada kelas eksperimen tergolong lebih besar dibandingkan dengan kelas

kontrol. Nilai skewness dari data posttest kelas eksperimen dan kontrol berturut-

turut -1, 91 dan -0,21. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen lebih

banyak siswa yang hasil belajarnya di atas rata-rata dibanding siswa yang berada
76

pada kelas kontrol. Nilai kurtosis dari data posttest kelas eksperimen dan kontrol

berturut-turut 4,26 dan -1,17. Tanda negatif dari nilai kurtosis kelas kontrol ini

menunjukan bahwa kurva runcing (leptokurtic). Sehingga data posttest hasil

belajar pada kelas kontrol terkonsentrasi pada nilai rata-rata.Sedangkan tanda

positif pada kurtosis kelas eksperimen menunjukan bahwa kurva runcing

platikurtik. Sehingga data posttest hasil belajar matematika siswa kelas

eksperimen tidak terkonsentrasi pada nilai rata-rata Nilai minimum hasil posttest

kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut 75 dan 62,50, sedangkan nilai

maksimum hasil posttest kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut 96,87 dan

78,12.

Tampak bahwa perubahan nilai standar deviasi pada data posttest lebih

kecil dari data pretest baik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ini

menunjukan terdapat perubahan kearah lebih baik dalam pemerataan hasil belajar

matematika siswa kelas eksperimen setelah diajar menggunakan model

pembelajaran discovery learning dengan pendekatan matematika realistik dan

kelas kontrol setelah diajar dengan model pembelajaran langsung. Selain itu,

tampak bahwa perubahan data standar deviasi pada data pretest dan posttest pada

kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.Ini menunjukan bahwa hasil

belajar matematika siswa pada kelas eksperimen lebih tersebar secara merata

daripada kelas kontrol.

Nilai pretest dan posttest yang diperoleh kemudian diolah menjadi nilai n-

gain. Hasil analisis deskriptif n-gain hasil belajar matematika pada siswa kelas

eksperimen dan kontrol berturut-turut mempunyai nilai rata-rata 0,52 dan 0,38.
77

Median atau nilai tengah kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah 0,49 dan 0,40.

Modus atau nilai yang sering muncul kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah

0,46 dan 0,5. Varians kelas eksperimen dan kelas kontrol berturut-turut 0,01 dan

0,02. Artinya, bahwa keragaman data n-gain hasil belajar pada kelas eksperimen

tergolong besar dibandingkan dengan data pada kelas kontrol. Nilai skewness dari

data n-gain hasil belajar kelas eksperimen dan kontrol berturut- turut 1,80 dan

0,01. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen lebih banyak siswa yang

hasil belajarnya di atas rata-rata dibanding siswa yang berada pada kelas kontrol.

Nilai minimum hasil n-gain kelas eksperimen dan kontrol berturut-turut 0,38 dan

0,14, sedangkan nilai maksimum hasil n-gain kelas eksperimen dan kontrol

berturut-turut 0, 92 dan 0,65. Adapun varians posttest kelas eksperimen dan

kontrol berturut-turut 0,01 dan 0,02.

Berdasarkan klasifikasi hasil belajar matematika siswa n-gain pada kelas

eksperimen diperoleh 17 siswa berada pada klasifikasi sedang dengan persentase

89% dan 2 siswa berada pada klasifikasi tinggi dengan persentase 11%.

Sedangkan pada kelas kontrol diperoleh 7 siswa berada pada klasifikasi rendah

dengan persentase 33% dan 14 siswa berada pada klasifikasi sedang dengan

persentase 64%.

Setelah diadakan analisis data pretest dan posttest kelas eksperimen

disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran discovery

learning dengan pendekatan matematika realistik terhadap hasil belajar

matematika siswa. Terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar matematika siswa

sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran. Rata – rata hasil belajar


78

matematika siswa mengikuti model pembelajaran discovery learning dengan

pendekatan matematika realistik lebih baik dari model pembelajaran langsung.

Kesimpulan ini berdasar pada hasil uji statistik, bahwa terdapat perbedaan rata –

rata hasil belajar matematika siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran.

Rata – rata hasil belajar matematika siswa mengikuti pembelajaran lebih baik

setelah pembelajaran. Dan dilain sisi, menggunakan uji independent sample t-test

terhadap data n – gain dua kelas sampel penelitian, terungkap bahwa rata – rata

peningkatan kelas eksperimen lebih baik dari rata – rata peningkatan kelas

kontrol. Dengan kata lain, model pembelajaran discovery learning dengan

pendekatan matematika realistik lebih dibandingkan dengan model pembelajaran

langsung terhadap hasil belajar matematika siswa.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil belajar matematika pada siswa kelas VIIC SMP Negeri 2 Tomia yang

diajar dengan model pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik pada materi segitiga dan segiempat memiliki nilai rata-

rata 80,09, median,78, 90, modus 78,12, standar deviasi 5,43, varians 29,52,

nilai skewness 1, 91, nilai kurtosis -4,26, nilai minimum 75 dan nilai

maksimum 96,87. Dengan rata-rata peningkatan N-Gain sebesar 0,52, median,

0,49, modus 0,46, standar deviasi 0,13, varians 0,01, nilai skewness 1,80, nilai

kurtosis -1,17, nilai minimum 0,38 dan nilai maksimum 0, 92.

2. Hasil belajar matematika pada siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Tomia yang

diajar dengan model pembelajaran langsung pada materi segitiga dan

segiempat memiliki nilai rata-rata 70,53, median,70, 97, modus 75, standar

deviasi 5,09, varians 25, 94, nilai skewness -0,21, nilai kurtosis -1,17, nilai

minimum 62,50 dan nilai maksimum 78,12. Dengan rata-rata peningkatan N-

Gain sebesar 0,38, median, 0,40, modus 0,50, standar deviasi 0,16, varians

0,02, nilai skewness 0,01, nilai kurtosis 3,66, nilai minimum 0,14 dan nilai

maksimum 0,65.

3. Ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran

discovery learning dengan pendekatan matematika realistik terhadap hasil

79
80

belajar matematika siswa. Hal ini terlihat dari nilai sig = 0,000 < 0,05 = α

yang berarti H0 ditolak.

4. Ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran langsung

terhadap hasil belajar matematika siswa. Hal ini terlihat dari nilai sig = 0,000

< 0,05 = α yang berarti H0 ditolak.

5. Berdasarkan hasil uji-t sampel independen, rata-rata hasil belajar matematika

siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran discovery

learning dengan pendekatan matematika realistik lebih tinggi bila

dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar

dengan model pembelajaran langsung. Jadi, penerapan model pembelajaran

disovery learning dengan pendekatan matematika realistik berpengaruh lebih

baik dengan model pembelajaran langsung

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti mengemukakan saran-saran sebagi

berikut:

1. Kepada para guru yang mengajar mata pelajaran matematika sekiranya dapat

menggunakan pembelajaran discovery learning dengan pendekatan

matematika realistik pada materi segitiga dan segiempat sebagai salah satu

alternatif pembelajaran dalam pembelajaran matematika untuk

mengoptimalkan hasil belajar matematika siswa.

2. Bagi siswa, khususnya siswa SMP Negeri 2 Tomia untuk belajar lebih giat lagi

jangan mudah putus asa dengan selalu mengerjakan soal-soal, mencari

referensi lain dalam mencari penyelesaian dari suatu masalah.


81

3. Bagi peneliti yang hendak mengembangkan penelitian ini, dapat melakukannya

pada materi atau pokok bahasan lainnya dalam upaya meningkatkan hasil

belajar matematika.

4. Perangkat pembelajaran yang terdapat dalam penelitian ini dapat dijadikan

sebagai acuan bagi guru SMP untuk menerapkan model pembelajaran

discovery learning dengan pendekatan matematika realistik. Hendaknya hasil

belajar matematika siswa mendapat perhatian yang serius dari pihak guru untuk

meningkatkan penguasaan materi serta kemampuan menyelesaikan masalah

yang dimiliki siswa


DAFTAR PUSTAKA

Ahiri, J dan A. Hafid. 2011. Evaluasi Pembelajaran dalam Konteks KTSP.


Bandung:Humaniora.

Aiken, R. Lewis. 1996. Rating Scale & Checklist Evaluating Behaviour


Personality and Attitude. New York: John Wiley& Sons, Inc.

Ansyar, Mohamad. 2015. Kurikulum (Hakikat, Fondasi, Desain dan


Pengembangan). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-Model Pembelajaran Inovatif.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Fitmawati, Entya Esa. 2015. Efektivitas Model Pembelajaran Discovery Learning


Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Perbandingan Ditinjau dari
Kemampuan Matematika. Skripsi. Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Kediri.

Fitri, R., Helma dan H. Syarifuddin. 2014. Penerapan Strategi The Firing Line
pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1
Batipuh. Jurnal Pendidikan MatematikaPart 2. 3 (1) :18-22.
Hamzah, Ali dan Muhlisrarini. 2014. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran
Matematika. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi
Pressindo.
Mulyatiningsih, Endang. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.

Ngatini. 2012. ‘Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Tentang


Fungsi Melalui Model Pembelajaran Numbered Heads Together Bagi
Siswa SMP’. Jurnal Manajemen Pendidikan. 7(2): 152-155.

Palaki, Yulianti. 2015. Pengaruh Pendekatan Scientific terhadap Kemampuan


Pemahaman Matematik Siswa Kelas VIII SMP NEGERI 9 Kendari pada
Materi Operasi Aljabar. Kendari:Skripsi. Universitas Halu Oleo.

Rusman. 2014. Model – Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sari, Lela Komala. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran discovery terhadap
Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Self Confidence
Siswa. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Shiomin, A. 2016. 68 Model Pembelajarn Inovatif dalam Kurikulum 2013. :


Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya.


Yogyakarta: PT Rineka Cipta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

Sumantri, M. S. 2015. Strategi Pembelajaran Teori dan Praktik di Tingkat


Pendidikan Dasar . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Supinah, dkk. 2008. Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan
Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta:Depdiknas
PPPPTK Matematika Tahun 2008.

Suprihatiningrum, Jamil. 2016. Strategi Pembelajaran Teori & Aplikasi.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:


Kencana Prenadamedia Group.

Utari, V, A. Fauzan dan M. Rosha. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemahaman


Konsep Melalui Pendekatan PMR Dalam Pokok Bahasan Prisma Dan
Limas. Jurnal Pendidikan Matematika. 1 (1) :33-38).
Yuwono, I. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Malang: UM Pres
Malang.

Anda mungkin juga menyukai