Anda di halaman 1dari 39

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP KESEBANGUNAN

BANGU DATAR MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA


DENGAN METODE INQUIRY
BAGI SISWAKELAS IX – A SMP SWASTA IDANOI

DISUSUN OLEH :
:MARINUS HAREFA
:FARIYANTO HALAWA

KELAS/SEMESTER : A/ V (LIMA)
MATAKULIAH : METODOLOGI PENELITIAN
DOSEN PENGAMPU: NETTI KARIANI MENDROFA,S.Pd, M.Pd

UNIVERSITAS NIAS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
T.A.2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia merupakan salah satu komponen yang sangat membutuhkan

manusia-manusia yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi

tersebut. Kompetensi global yang mencakup kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi serta pribadi yang dilandasi dengan kompetensi moral merupakan modal utama

yang tidak boleh tidak harus dimiliki oleh manusia agar mampu mempertahankan eksistensi

dalam arus zaman yang harus berkembang. Pembentukan sumber daya manusia dimaksud

hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan dalam hal ini berorientasi dalam

upaya pembelajaran siswa di sekolah, melalui berbagai model pembelajaran, strategi

pembelajaran, metode pembelajaran serta pendekatan pembelajaran yang dilaksanakan.

Sehingga siswa ditempa untuk mampu mengembangkan potensi, dapat teraktualisasi secara

optimal dan terarah. Wena (2011:2) mengemukakan bahwa “ Guru sebagai komponen

penting dari tenaga kependidikan, memiliki tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran”

kemudian dilanjutkan oleh Dimyati dan Mudjiono (2006:297) mengatakan bahwa

“pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk

membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.

Proses pembelajaran harus diupayakan secara efektif serta menarik minat siswa

agar terjadi adanya perubahan tingkah laku siswa. Dalam proses belajar Guru harus dapat

membimbing dan memfasilitasi siswa agar dapat melakukan proses tersebut. Jadi dalam hal

ini dituntut keprofesionalan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang strategi bagi siswa.

Salah satu mata pelajaran yang sangat berperan penting dalam perkembangan IPTEK

adalah mata pelajaran Matematika, tetapi masih banyak ditemukan kelemahan dan
kekurangan baik dari pihak Guru, siswa maupun perhatian pemerintah terhadap sekolah.

Berdasarkan realita dilapangan minat belajar siswa masih kurang, dibuktikan dengan hasil

belajar siswa yang masih kurang jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain. Hal ini

tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, yakni faktor intern

dan faktor ekstern. Faktor intern terdiri dari keadaan fisikologis yaitu kondisi fisik, kondisi

panca indera, dan keadaan psikologi sedangkan faktor ekstern terdiri faktor lingkungan yaitu

lingkungan alam, lingkungan sosial, serta faktor instrumental yaitu kurikulum, guru, sarana,

dan fasilitas administrasi.

Dalam pembelajaran matematika selain kognitif ,siswa harus dilibatkan secara afektif

dan psikomotorik untuk memahami tentang konsep- konsep yang dipelajari. Jika hal ini tidak

tercakup dalam proses pembelajaran dapat mengakibatkan penguasaan konsep matematika

pada siswa kurang mendalam dan akan menyebabkan rendahnya pemahaman siswa yang

pada akhirnya mengakibatkan rendahnya mutu pendidikan.Menurut Herawati(2010: 71),

pentingnya pemahaman konsep matematika terlihat dalam tujuan pertama pembelajaran

matematika menurut Depdiknas (Permendiknas no 22 tahun 2006) yaitu memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau

algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. Sesuai dengan

tujuan pembelajaran matematika di atas maka setelah proses pembelajaran siswa diharapkan

dapat memahami suatu konsep matematika sehingga dapat menggunakan kemampuan

tersebut dalam menghadapi masalah–masalah matematika. Jadi dapat dikatakan bahwa

pemahaman konsep merupakan bagian yang paling penting dalam pembelajaran matematika.

Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Zulkardi (2003:7)bahwa ”mata pelajaran matematika

menekankan pada konsep”. Artinya dalam mempelajari matematika siswa harus memahami

konsep matematika terlebih dahulu agar dapatmenyelesaikan soal-soal dan mampu

mengaplikasikan pembelajaran tersebut dalam dunia nyata.Berdasarkan penjelasan di atas


maka pemahaman konsep perlu ditanamkan kepada peserta didik sejak dini yaitu sejak anak

tersebut masih duduk di bangku sekolah dasar. Mereka dituntut mengerti tentang definisi,

pengertian, cara pemecahan masalah maupun pengoperasian matematikasecara benar. Karena

hal tersebutakan menjadi bekal dalam mempelajari matematika pada jenjang pendidikan yang

lebih tinggi. Menurut Nurul Wafiyah(2012: 129), salah satu indikasi tidak tercapainya tujuan

pembelajaran matematika secara optimal adalah masalah konsepsi siswa. Konsepsi adalah

pemahaman atau tafsiran siswa tentang konsep yang telah ada dalam pikiran siswa sebagai

akibat dari proses belajar mengajar. Beberapa hasil penelitian (Soedjadi, 2001; Marpaung,

2002; Ratumanan, 2003) mengatakan bahwa pembelajaran selama ini berpusat pada guru dan

siswa dijadikan sebagai objek pembelajaran yang melakukan aktivitas dalam menyelesaikan

latihan soal sesuai dengan contoh-contoh yang disajikan guru. Pembelajaran di kelas tidak

pernah berubah, yaitu pembelajaran yang konvensional untuk mencapai pemahaman siswa,

sehingga siswa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menkonstruksi pengetahuan yang

dipelajarinya. Konsep dan prinsip dalam matematika diberikan dalam bentuk “Jadi” dari guru

kepada siswa tanpa melalui konstruksi pengetahuan dari diri siswa. Kondisi pembelajaran

yang seperti ini tidak memberikan kemudahan bagi siswa untuk mempelajari objek-objek

dasar matematika secara bermakna. Dengan demikian besar kemungkinan siswa akan

memperoleh hasil belajar yang rendah.

Begitu beragamnya permasalahan siswa dalam belajar sehingga para ahli

pembelajaran mengembangkan berbagai model pembalajaran. Adanya berbagai permasalahan

belajar dan tersedia berbagai model pembelajaran untuk memadukan antara model

pembelajaran yang digunakan sesuai dengan karakteristik model belajar siswa.

Peneliti telah melaksanakan studi pendahuluan di SMP SWASTA IDANOI pada

tanggal 3 Desember 2022, bahwa sekolah ini merupakan sekolah yang terletak di kota

kecamatan gunugsitoli idanoi. Berdasarkan hasil observase yang dilakukan peneliti rata-rata
hasil belajar siswa mengenai pemahaman konsep kesebangunan bangun datar rendah.

Pelaksanaan pembelajaran masih konvesional dan kurang bervariasi, model pembelajaran

yang diterapkan masih belum optimal artinya model yang diterapkan monoton pada satu tipe

saja, sehingga siswa merasa bosan dan kurang berminat untuk belajar.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti maka ditemukan beberapa

masalah, antara lain:

1. Hasil wawancara dengan kepala sekolah :

a. Kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia.

b. Kurangnya kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

c. Sumber belajar dan media pembelajaran masih kurang.

d. Kurangnya variasi dan metode yang digunaka guru saat melaksanakan proses

pembelajaran.

2. Hasil wawancara kepada Guru mata pelajaran matematika :

a. Kurangnya minat belajar siswa.

b. Kurangnya fasilitas yang tersedia.

c. Pengetahuan dasar siswa masih kurang sehingga sulit untuk dilanjutkan materi

pembelajaran.

d. Kurangnya antusias siswa untuk memberikan pertanyaan pada saat pembelajaran

berlangsung.

e. Siswa kurang mampu mengerjakan soal-soal yang diberikan guru.

f. Hasil belajar siswa kurang.

3. Hasil wawancara beberapa orang siswa :

a. Kurangnya variasi pembelajaran yang digunakan guru sehingga siswa merasa bosan

dan mengantuk saat pembelajaran berlangsung

b. Guru kurang melibatkan siswa saat proses pembelajaran.


c. Siswa merasa sulit belajar matematika.

Berdasarkan masalah-masalah yang timbul di atas jika dibiarkan begitu saja akan

berakibat fatal pada hasil belajar siswa dan juga pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

serta tidak sesuai prinsip kurikulum K13, dimana pembelajaran lebih terfokus pada siswa(

student centered ). Siswa diharapkan terlibat langsung dan aktif dalam proses pembelajaran.

Muslich (2007:71) menyatakan bahwa :

Prinsip dasar kegiatan belajar mengajar (KBM) pada K13 yaitu berpusat pada siswa,

mengembangkan keaktifan siswa, menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang,

mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai dan belajar melalui berbuat.

Berdasarkan prinsip K13 di atas maka tidak sesuai dengan realita dilapangan. Oleh

sebab itu, salah satu solusi untuk mengatasinya dengan menerapkan metode Inqury untuk

memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan minat dan hasil belajar siswa. Menurut

Hamdayama (2016:132) model pembelajaran inquiry “adalah rangkaian kegiatan yang

menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan

sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”. Dengan demikian peneliti membuat

karya ilmiah dengan judul “upaya peningkatan pemahaman konsep kesebangunan

bangun datar melalaui pembelajaran matematatika melalui metode inqury bagi siswa

kelas IX-A SMP Swasta Idanoi”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka peneliti mengidentifikasi

masalah tersebut, sebagai berikut :

1. Rata-rata hasil belajar siswa masih kurang

2. Kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia

3. Proses pembelajaran tidak sesuai dengan prinsip Kurikum K13.


4. Kurangnya kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran.

5. Sumber belajar dan media pembelajaran masih kurang.

6. Kurangnya pemahaman siswa pada materi kesebangunan bangun datar.

7. Siswa tidak mampu menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru.

8. Kurangnya antusias siswa untuk memberikan pertanyaan pada saat pembelajaran

berlangsung.

C. Batasan Masalah

Mengingat identifikasi masalah terlalu luas maka peneliti membatasi masalah yang

diteliti yaitu :

1. Rata-rata hasil belajar siswa masih kurang.

2. Kurangnya pemahaman siswa pada materi kesebangunan bangun datar.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah di atas maka peneliti

merumuskan permasalahan. Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran

metode inqury pada materi kesebangunan bangun datar pada mata pelajaran matematika

SMP Swasta Idanoi Tahun Pelajaran 2022/2023?


2. Bagaimana minat belajar siswa dengan menerapkan metode pembelajaran inqury pada

materi kesebangunan bangun datar pada mata pelajaran matematika SMP Swasta Idanoi

Tahun Pelajaran 2022/2023.

3. Bagaimana hasil belajar siswa dengan menerapkan metode pembelajaran inqury pada

materi pokok kesebagunan bangun datar pada mata pelajaran matematika SMP Swasta

Idanoi Tahun Pelajaran 2022/2023?

E. Tujuan Penelitian

Agar hal-hal yang hendak dicapai dalam penelitian ini lebih jelas maka peneliti

merumuskan tujuan penelitian yaitu :

1. Mendeskripsikan proses pembelajaran matematika menggunakan metode inqury.

2. Mendeskripsikan minat belajar siswa pada mata pelajaran matematika menggunakan

metode inqury

3. Mendeskripsikan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika menggunakan

metode inqury

4. Membuktikan secara signifikan kualitas proses pembelajaran matematika menggunakan

metode inqury.

5. Membuktikan secara signifikan minat belajar siswa menggunakan metode inqury

6. Membuktikan secara signifikan rata-rata hasil belajar siswa menggunakan metode inqury
F. Manfaat Penelitian

Yang menjadi manfaat dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk kepala sekolah.

Sebagai acuan kepada kepala sekolah dalam mengambil suatu kebijakan terhadap

perbaikan pelaksanaan proses pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa

dengan menerapkan metode pembelajaran.

2. Untuk guru.

Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam memilih metode pembelajaran yang tepat

dalam setiap proses pembelajaran.

3. Untuk peneliti

Dapat menambah pengetahuan dalam menulis karya ilmiah dan juga dalam melaksanakan

tugasnya kedepan sebagai seorang guru yang professional.

4. Untuk rekan mahasiswa.

Bahan pertimbangan untuk peneliti yang relevan dengan peneliti lain


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Hakikat Belajar Matematika

a. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap individu untuk meningkatkan

kemampuan atau kompetensinya. Dalam hal ini, pembahasan tentang peristiwa belajar

difokuskan pada proses belajar dalam konteks formal, yaitu proses belajar yang sengaja

didesain atau diciptakan atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan

demikian, untuk memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar, perlu dirumuskan

secara jelas pengertian belajar. Slameto dalam Hamdani (2010:20) menyatakan bahwa:
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Thursan Hakim dalam Hamdani (2010:21)

menjelaskan bahwa :

Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian manusia, dan perubahan
tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku,
seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,
keterampilan, daya pikir, dan lain-lain.

Harefa (2010:1) menyatakan bahwa, “belajar adalah suatu proses perubahan tingkah

laku individu yang terjadi akibat interaksi dengan lingkungan”. Selain itu, Purwanto

(2008:38-39) menyatakan bahwa, “belajar merupakan proses dalam diri individu yang

berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya”.

Cronbach dalam H amdani (2010:20) menyatakan bahwa, “belajar adalah memperlihatkan

perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman”. Winkel dalam Purwanto (2008:38)

mengemukakan bahwa, “belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan, keterampilan dan sikap”.

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar adalah sebagai

proses perubahan tingkah laku individu melalui kegiatan yang sengaja direncanakan dan

dilakukan untuk mencapai suatu kompetensi tujuan tertentu, seperti menulis, membaca,

menghitung, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa, proses perubahan tersebut

tidak terjadi sekaligus tetapi akan berlangsung secara berkesinambungan tanpa henti.

b. Belajar Matematika

Matematika adalah ilmu yang berkaitan dengan ide-ide abstrak dan disajikan dalam

bentuk simbol-simbol serta disusun secara hierarkis. Belajar matematika pada dasarnya

merupakan proses yang diarahkan pada satu tujuan. Tujuan belajar matematika ditinjau dari
segi kognitif adalah terjadinya transfer belajar yang dapat terlihat dari kemampuan siswa

mengfungsionalkan materi matematika baik secara konseptual maupun secara praktis. Secara

konseptual dimaksudkan untuk dapat mempelajari matematika lebih lanjut, sedangkan secara

praktis dimaksudkan menetapkan materi matematika dalam memecahkan masalah

matematika dalam bidang lain. Nurhadi (2004:203) menyatakan bahwa, “Belajar matematika

berarti belajar ilmu pasti. Belajar ilmu pasti berarti belajar menalar. Jadi, belajar matematika

berarti berhubungan dengan penalaran”.

Uno (2011:130) mengemukakan alasan perlunya belajar matematika yaitu:

masalah karena proses kerja matematika dilalui secara berurut yang Seseorang akan
merasa mudah memecahkan masalah dengan bantuan matematika, kerena ilmu
matematika itu sendiri memberikan kebenaran berdasarkan alasan logis dan
sistematis. Dismping itu, matematika dapat memudahkan dalam pemecahan meliputi
tahap observasi, menebak menguji hipotesis, mencari analogi, dan akhirnya
merumuskan teorema-teorema. Selain itu, matematika memiliki konsep struktur dan
hubungan-hubungan yang banyak menggunakan simbol-simbol.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika itu selalu

berhubungan dengan aktifitas manusia. Mempelajari matematika tidak dapat dilakukan secara

acak tetapi harus dimulai dari dasar dan bertahap. Penguasaan kemampuan dasar sangat

ditekankan dalam hal ini, kemampuan yang harus dimiliki seorang siswa pada suatu materi

pokok tertentu sebelum melangkah ke meteri pokok berikutnya. Jika tidak maka siswa

tersebut akan mengalami banyak masalah dalam pembelajaran selanjutnya. Oleh karena itu,

penguasaan konsep matematika tersebut perlu mendapat perhatian.

2. Hakikat Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses yang membuat orang (siswa) belajar. Dalam proses

pembelajaran, harus terjadi interaksi yang memadai antara siswa dan guru, siswa dan siswa

yang lain. Pembelajaran juga diartikan sebagai kegiatan pengajaran yang mengkondisikan

seseorang untuk belajar. Dalam hal ini, pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau
perancangan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Sesuai pendapat Degeng dalam

http://www.geocities.com/guruvalah menyatakan bahwa :

Pembelajaran atau pengajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam


pengertian ini secara implisit dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih,
menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada
kondisi pembelajaran yang ada.

Dimyati dan Mudjono (2009:297) menyatakan bahwa, “pembelajaran adalah kegiatan guru

secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang

menekankan pada penyadiaan sumber belajar”.

Selanjutnya Uno (2011:81) menyatakan bahwa :

Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis yang komponennya


sangat menentukan keberhasilan anak. Sebagai suatu sistem, proses belajar saling
berkaitan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya.

Berdasarkan pendapat diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran

adalah suatu usaha kinerja guru dalam memberhasilkan siswa melalui perencanaan yang

sistematis, fleksibel, efektif dan efesien, sehingga terjadi perubahan tingkah laku anak didik,

dimana perubahan itu dapat dilihat pada saat terjadinya interaksi antara siswa dengan

pendidik.

b. Ciri-Ciri Pembelajaran

Bila hakekat belajar adalah perubahan maka hakekat pembelajaran adalah proses

pengaturan yang dilakukan oleh guru. Sebagai suatu pengaturan, pembelajaran tidak terlepas

dari ciri-ciri tertentu. Ada tiga ciri khas dalam sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh

Hamalik dalam Harefa (2011:29) yakni :

1. Rencana ialah pinata ketenagaan, meterial dan prosedural yang merupakan unsur
sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
2. Saling ketergantungan (interdependence), antara unsur sistem pembalajaran yang
serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing
memberi sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai.
Tujuan sistem pembelajaran adalah agar peserta didik dapat belajar.
c. Komponen-Komponen Pembelajaran

Komponen-komponen pembelajaran merupakan karakteristik terjadinya interaksi

dalam proses pembelajaran dikelas. Sabri dalam Harefa (2011:29) menguraikan empat

komponen dalam proses pembelajaran yang harus dilakukan seorang guru agar tujuan dari

proses pembelajar tercapai yakni:

1. Menentukan tujuan yang spesifik


Tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara spesifik dalam bentuk perilaku
akhir pelajaran.
2. Mengadakan penilaian pendahuluan
Guru memeriksa perilaku awal siswa, langkah ini didasarkan atas konsep belajar
yang dimanifestasikan dalam perubahan. Hal ini untuk mengatahui ada tidaknya
perubahan pada diri siswa dengan membandingkan antara kondisi awal dengan
kondisi akhir setelah belajar.
3. Merencanaka progaram pengajaran
Guru merencanakan program pengajaran yang dapat mengantarnya untuk
mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki.
4. Evaluasi
Untuk menetapkan apakah tujuan telah dicapai atau belum maka penilaian harus
sesuai dengan fungsi dan peranannya.

d. Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran

Peran guru dalam proses pembelajaran adalah melaksanakan kegiatan belajar

mengajar, membimbing, mengarahkan dan melatih juga mengoptimalkan kegiatan dalam

belajar. Sanjaya dalam Harefa (2011:30) mengemukakan beberapa peran guru dalam proses

pembelajaran yakni:

1. Guru sebagai sumber belajar


Guru berperan sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi
pembelajaran.
2. Guru sebagai fasilitator
Guru berperan dalam memberi pelayanan untuk memudahkan siswa dalam
kegiatan proses pembelajaran.
3. Guru sebagai pengelola
Guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat
belajar secara nyaman.
4. Guru sebagai demonstrator
Peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk menunjukkan kepada siswa
lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan.
5. Guru sebagai pembimbing
Peran guru sebagai pembimbing adalah membimbing siswa agar dapat
menemukan berbagai potensi yang dimilikinya sebagai bekal hidup mereka,
memimbimbing siswa agar dapat dicapai dan melaksanakan tugas-tugas
perkembangan mereka sehingga ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan
berkembang sebagai manusia ideal yang menjadi harapan setiap orang tua dan
masyarakat.
6. Guru sebagai motivator
Guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi siswa, yakni:
a) Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
b) Membangkitkan minat siswa.
c) Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
d) Diberilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
e) Berikan penilaian.
f) Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.
g) Ciptakan persaingan dan kerjasama.
7. Guru sebagai evaluator
Guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan
pembelajaran yang telah dilakukan.

e. Standar Proses Pembelajaran

Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan

pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.

Standar proses, baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan

pengawasan oleh BNSP, dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Mulyasa (2006:28-29)

menguraikan secara garis besar standar proses pembelajaran sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,


inspiratif, menyenangkan, menantang, memotifasi peserta didik untuk
berpartisipatif aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreaktifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologi peserta didik.
2. Dalam proses pembelajaran, pendidik memberikan keteladanan.
3. Setiap tahun pendidik melakukan perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan
pengawasan pembelajaran, untuk melaksanakannya proses pembelajaran yang
efektif dan efesien.
4. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi
ajar, metode sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
5. Pelaksanaan proses pembelajaran harus memperhatikan jumlah maksimal peserta
didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal
jumlah peserta didik per pendidik.
6. Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya
membaca dan menulis.
7. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan berbagai teknik penilaian, dapat
berupa tes tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perorangan atau
kelompok, sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
8. Untuk mata pelajaran selain kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara
individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester.
9. Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi,
pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.

f. Kriteria Keberhasilan Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang

positif pada diri siswa sebelumnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%). Mulyasa

(2006:210-211) menguraikan kriteria atau indikator-indikator keberhasilan proses

pembelajaran sebagai berikut :

1. Kriteria jangka pendek


a) Sekurang-kurangnya 75 % isi dan prinsip-prinsip pembelajaran dapat diterima,
dan diterapkan oleh peserta didik di kelas.
b) Sekurang-kurangnya 75 % merasa mendapat kemudahan, senang dan memiliki
yang tinggi.
c) Para peserta didik berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran.
d) Materi yang dikomunikasikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan
mereka memandang bahwa hal tersebut akan sangat berguna bagi
kehidupannya kelak.
e) Pembelajaran yang dikembangkan dapat menumbuhkan minat belajar para
peserta didik untuk belajar lebih lanjut.
2. Kriteria jangka menengah
a) Adanya umpan balik terhadap para guru tentang pembelajaran yang
dilakukannya bersama peserta didik.
b) Para peserta didik menjadi insan yang kreatif dan mampu menghadapi
berbagai permasalahan yang dihadapinya.
c) Para peserta didik tidak memberikan pengaruh negatif terhadap masyarakat,
lingkungannya dengan cara apapun.
3. Kriteria jangka panjang
a) Adanya peningkatan mutu pendidikan, yang dapat dicapai oleh sekolah
melalui kemandirian dan inisiatif kepala sekolah, guru dalam mengelola dan
mendayagunakan sumber-sumber yang tersedia.
b) Adanya peningkatan efesiensi dan efektifitas dan pengelolaan dan penggunaan
sumber-sumber pendidikan, melalui pembagian tanggungjawab yang jelas,
transparan dan demokratis.
c) Adanya peningkatan tanggungjawab sekolah kepada pemerintah, orang tua
peserta didik, dan masyarakat pada umumnya berkaitan dengan mutu sekolah,
baik dalam intra dan ekstrakurikuler.
d) Adanya kompetensi yang sehat antar sekolah dalam peningkatan mutu
pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua, peserta
didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat.
e) Tumbuhnya kemandirian dan berkurangnya ketergantungan dikalangan warga
sekolah, bersifat adiptif dan produktif, serta memiliki jiwa kewirausahaan yang
tinggi (ulet, inovatif dan mengambil resiko).
f) Terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan pada
belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to do),
belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup bersama
(learning to live together).
g) Terwujudnya iklim sekolah yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung.
h) Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. Evaluasi belajar
secara teratur bukan hanya ditunjukkan untuk mengetahui tingkat daya serap
dan kemampuan peserta didik, tetapi untuk memanfaatkan hasil evaluasi
belajar tersebut bagi perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran
disekolah.

Lebih lanjut Djamarah (2002:121-122) menjelaskan bahwa, keberhasilan proses belajar

itu dibagi atas taraf atau tingkatan yaitu:

1) Istimewa/maksimal : apabila keseluruhan bahan pelajaran yang diajarkan itu


dapat dikuasai oleh siswa.
2) Baik sekali/optimal : apabila sebagai mana besar (76% sampai dengan 99%)
bahan pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai oleh
siswa.
3) Baik/minimal : apabila bahan pembelajaran yang diajarkan hanya 60%
sampai dengan 75% saja yang dikuasai oleh siswa.
4) Kurang : apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60%
dikuasai oleh siswa.

3. Model Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran ada beberapa istilah tentang kegiatan pembelajaran, yaitu:

model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode mengajar, pendekatan pembelajaran dan

teknik mengajar, sedangkan dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran. Lufri dalam

Harefa (2010:94) menyatakan bahwa:

Pegertian model pembelajaran adalah pola atau contoh pembelajaran yang sudah
didesain dengan menggunakan pendekatan atau metode atau strategi pembelajaran
yang lain, serta dilengkapi dengan langkah-langkah (sintatik) dan perangkat
pembelajarannya.

Senada dengan itu, harefa (2010:94) menyatakan bahwa:

Sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pada pembelajaran tertentu,


dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-siswa didalam mewujudkan kondisi
belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya proses belajar pada
siswa.
Dari beberapa pengertian model pembelajaran di atas, maka peneliti menyimpulkan

bahwa model pembelajaran adalah pola pembelajaran yang sudah didesain yang dapat

mencerminkan proses kegiatan pembelajaran yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi

perancang pembelajaran dan kepada guru.

4. Motedo inquiry

a. Pengertian Inquiry

Inquiry adalah istilah dalam bahasa Inggris, yang artinya suatu teknik atau cara yang

digunakan guru untuk mengajar di depan kelas. Secara umum inquiry adalah proses dimana

para saintis mengajukan pertanyaan tentang alam dunia ini dan bagaimana mereka secara

sistematis mencari jawabannya.

Welch mendefinisikan inquiry sebagai proses dimana manusia mencari informasi atau

pengertian, maka sering disebut away of thought. Sedangkan Kidsvatter dkk menjelaskan

inquiry sebagai model pengajaran dimana guru melibatkan kemampuan berpikir kritis siswa

untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara sistematik.Sedangkan menurut Wina

Sanjaya, inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses

berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu

masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya

jawab antara guru dan siswa.

Inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan

menemukan, artinya inquiry menempatkan siswa sebagai subyek belajar. Dalam proses

pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan dari

guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi

pelajaran itu sendiri. Pembelajaran inquiry bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir


siswa secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual

sebagai proses dari proses mental. Dengan demikian, siswa tak hanya dituntut agar

menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang

dimilikinya.

b.. Langkah-langkah Metode Inquiry

Langkah-langkah metode inquiry menurut Kindsvatter dkk dalam buku Paul Suparno

adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi dan klarifikasi persoalan.

Langkah awal adalah menentukan persoalan yang ingin didalami atau dipecahkan dengan

metode inquiry. Persoalan dapat disiapkan atau diajukan oleh guru. Sebaiknya persoalan yang

ingin dipecahkan disiapkan sebelum mulai pelajaran. Persoalan sendiri harus jelas sehingga

dapat dipikirkan, didalami, dan dipecahkan oleh siswa. Dari persoalan yang diajukan akan

tampak jelas tujuan dari seluruh proses pembelajaran atau penyelidikan. Bila persoalan

ditentukan oleh guru perlu diperhatikan bahwa persoalan itu real, dapat dikerjakan oleh

siswa, dan sesuai dengan kemampuan siswa. Persoalan yang terlalu tinggi akan membuat

siswa tidak semangat, sedang persoalan yang terlalu mudah yang sudah mereka ketahui tidak

menarik minat siswa. Sangat baik bila persoalan itu sesuai dengan tingkat hidup dan keadaan

siswa.

b. Membuat hipotesis.

Langkah berikutnya adalah siswa diminta untuk mengajukan jawaban sementara tentang

suatu persoalan. Inilah yang disebut hipotesis. Hipotesis siswa perlu dikaji apakah jelas atau
tidak. Bila belum jelas, sebaiknya guru mencoba membantu memperjelas maksudnya lebih

dulu. Guru diharapkan tidak memperbaiki hipotesis siswa yang salah, tetapi cukup

memperjelas maksudnya saja. Hipotesis yang salah nantinya akan kelihatan setelah

pengambilan data dan analisis data yang diperoleh.

c. Mengumpulkan data.

Langkah selanjutnya adalah siswa mencari dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya

untuk membuktikan apakah hipotesis mereka benar atau tidak.

d. Menganalisis data.

Data yang sudah dikumpulkan harus dianalisis untuk dapat membuktikan hipotesis

apakah benar atau tidak.

e. Ambil kesimpulan.

Dari data yang telah dikelompokkan dan dianalisis, kemudian diambil kesimpulan

dengan generalisasi. Setelah diambil kesimpulan, kemudian dicocokkan dengan hipotesis

asal, apakah hipotesis kita diterima atau tidak.

c. Macam-macam Inquiry

Kindsvatter dkk membedakan antara dua macam Inquiry yaitu Guided Inquiry dan Open

Inquiry ( bebas ). Perbedaan itu lebih ditandai dengan seberapa besar campur tangan guru

dalam penyelidikan tersebut.

d. Kelebihan dan kelemahan Inquiry

a. Kelebihan

1. Menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara

seimbang, sehingga pembelajaran dianggap lebih bermakna.


2. Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

3. Dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap

belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.

4. Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya

siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang

lemah dalam belajar.

5. Melatih siswa untuk lebih giat belajar sendiri.

b. Kelemahan

a. Akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.

b. Tidak semua materi dapat diterapkan dengan metode ini.

c. Sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasan siswa dalam

belajar.

d. Dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang, sehingga guru sulit

menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

5. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Secara umum siswa selalu belajar secara efektif dan efesien untuk mencapai

keberhasilan. Hasil belajar yang dicapai oleh seorang siswa nampak dari kemampuannya

untuk menjawab setiap pertanyaan atau soal yang diberikan oleh guru. Namun hasil belajar

yang dicapai setiap siswa berbeda-beda, karena tergantung pada pengetahuan atau

pemahamannya.

Sudjana (1989:22) menyatakan bahwa, “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Sejalan dengan itu
Waluyo (1987:2) menyatakan bahwa, “hasil belajar adalah penguasaan yang dicapai oleh

siswa dalam mengikuti program pengajaran atau belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang

ditetapkan”. Dalam Suprijono (2009:5) menyatakan bahwa, “hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Lebih

lanjut Anas dalam Harefa (2010:21) menyatakan bahwa:

hasil belajar adalah tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus
yang ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran atau tingkat pencapaian
terhadap tujuan-tujuan umum pengajaran.

Perlu disadari bahwa hasil belajar siswa bukan terbatas pada banyaknya pengetahuan

dan dikuasai melainkan terletak pada penguasaan, penghayatan terhadap seluruh aspek

interaksi antara guru dan siswa. Depdiknas (2004:1) menguraikan bahwa, “suatu

pembelajaran berhasil apabila terjadi perubahan tingkah laku positif pada peserta didik sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang telah direncanakan”. Senada dengan itu, Nasution dalam

Harefa (2008:6) menyatakan bahwa:

hasil belajar adalah suatu peubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan
saja perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga pengetahuan untuk membentuk
kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penguasaan dan penghargaan dalam diri
pribadi yang belajar.

Hasil belajar ini dapat diketahui setelah diukur menggunakan tes. Hal ini senada dengan

Hudojo (1988:145) yang menyatakan bahwa, “cara menilai hasil belajar biasanya dilakukan

tes”. Djamarah (2002:120) mengemukakan bahwa:

Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar berhasil adalah hal-hal
berikut:
1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi,
baik secara individual maupun secara kelompok.
2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK)
telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun secara kelompok.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

hasil yang dicapai seseorang kearah yang lebih baik setelah mengalami dan mengikuti proses

pembelajaran.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Objek Tindakan

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini

dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran dalam rangka pencapaian

tujuan pembelajaran yang maksimal. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas ini berfokus

pada proses pembelajaran di kelas. Objek tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan

metode pembelajaran inguiry dalam pembelajaran matematika.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah di SMP SWASTA

IDANOI

2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas KELAS IX – A SMP SWASTA

IDANOI Tahun Pelajaran 2022/2023 yang berjumlah 30 orang dengan jumlah laki-

laki 14 orang dan perempuan 16 orang.

C. Waktu dan Lamanya Tindakan

1. Waktu Tindakan

Penelitian tindakan ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2022/2023.

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan waktu penyajian materi pokok

konsep kesebangunan bangun datar.

2. Lamanya Tindakan

Pelaksanaan tindakan dilakukan kurang lebih dua bulan, dan setiap siklus

dilaksanakan proses pembelajaran 2 kali pertemuan dan 1 kali pertemuan untuk pemberian

tes hasil belajar.

D. Prosedur Pelaksanaan Tindakan

1. Instrumen Penelitian

Untuk mengumpulkan data pada penelitian ini digunakan instrumen penelitian,

sebagai berikut :

a. Lembaran Observasi

Lembaran observasi digunakan untuk mengamati proses pembelajaran di kelas.

Adapun lembaran observasi yang peneliti gunakan sebagai instrumen penelitian, yaitu:

1) Lembar observasi untuk siswa yang tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang siswa yang tidak

terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan

siswa selama proses pembelajaran.


2) Lembar pengamatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Lembar observasi ini

digunakan untuk mengumpulkan data tentang kegiatan siswa dalam proses pembelajaran

yang berkaitan dengan minat, perhatian, partisipasi dan persentase.

3) Lembar pengamatan proses pembelajaran responden guru. Lembar observasi ini

digunakan untuk mengumpulkan data tentang kegiatan guru dalam proses pembelajaran.

b. Lembar Panduan Wawancara

Lembar panduan wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang disusun

berdasarkan masalah dalam penelitian. Sebelum ditetapkan sebagai instrumen penelitian,

lembaran panduan wawancara divalidasikan kepada dosen/guru berprestasi. Validasi

lembaran panduan wawancara bertujuan untuk menelaah ranah bahasa.

c. Angket

Angket ini merupakan instrumen kualitas pembelajaran yang disusun dalam bentuk

kuesioner objektif, dimana kepada responden akan diberikan beberapa butir soal dengan lima

alternatif jawaban. Selanjutnya responden diminta untuk memilih satu jawaban yang

dianggap paling sesuai dengan apa yang mereka rasakan. Angket ini diberikan kepada siswa

untuk mendapatkan informasi sehubungan dengan peningkatan kualitas pembelajaran di

sekolah.

d. Rekaman Video/Foto

Dokumentasi yang digunakan yaitu foto dan klip video. Dokumentasi digunakan

menunjukkan gambaran konkrit pelaksanaan proses pembelajaran. Hasil rekaman video ini

tidak lagi diolah tetapi hanya sebagai bukti bahwa telah terlaksananya proses pembelajaran

dengan penerapan metode pembelajaran inguiri. Pengambilan rekaman video ini dilakukan

setiap pertemuan baik siklus I maupun pada siklus II.

e. Tes Hasil Belajar


Tes hasil belajar berbentuk tes uraian sebanyak 5 (lima) butir dan disusun oleh

peneliti berdasarkan kisi-kisi tes . Sebelum tes dijadikan sebagai instrumen penelitian,

terlebih dahulu:

1) divalidasikan kepada dosen/guru, untuk menyelidiki tentang ranah materi, ranah

konstruksi dan ranah bahasa dimana setiap butir soal terdiri 2 kolom. Kolom 1: jika”ya”

dan skor 1 dan jika “tidak” skor 0 dan diolah menggunakan skala Guttman. Daniel

terjemahan Eddy Soewardi dalam Harefa (2008:28), Guttman mengajukan suatu indeks

reproduksibilitas skala yang sederhana:

Jumlah banyak kesalahan


(Re p) = 1-Jumlah banyaknya jawaban . Guttman menyarankan 0,90 sebagai tingkat

reproduksibel minimum yang dapat diterima. Sedangkan kolom 2 dengan skala penilaian

: 1 = tidak valid, 2 = kurang valid, 3 = cukup valid dan 4 = valid.

2) Dilakukan ujicoba di sekolah lain untuk keperluan uji kelayakan tes, yaitu 1) uji validitas

tes, 2) uji reliabilitas tes, 3) uji tingkat kesukaran tes, 4) uji daya pembeda.

2. Desain Penelitian

Adapun tindakan atau tahapan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK),

yaitu:

a. Perencanaan (Planning)

Pada tahap perencanaan untuk setiap pertemuan pada kedua siklus, meliputi:

1. Setiap pertemuan menyiapkan:


a) Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) sesuai dengan model pembelajaran

inguiry

b) Bahan ajar tentang materi pokok konsep kesebangunan bangun datar.

c) Media pembelajaran.

d) Lembar observasi untuk:

(1) Siswa yang tidak terlibat aktif dalam proses

pembelajaran.

(2) Siswa yang aktif dalam proses pembelajaran.

(3) Guru.

e) Rekaman video/foto.

2) Setiap akhir siklus, peneliti menyiapkan:

a) Tes hasil belajar yang disusun berdasarkan kisi-kisi tes.

b) Kunci jawaban.

c) Lembar wawancara.

d) Angket tentang kualitas proses pembelajaran.

b. Tindakan (action)

Berpedoman dari perencanaan, maka peneliti melaksanakan tindakan yaitu proses

pembelajaran.

c. Pengamatan (Observation)

Selama proses pembelajaran, guru matematika sebagai pengamat memperhatikan

kesesuaian langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran

inguiry dan mengisi lembar pengamatan (terlampir).

d. Refleksi (reflection)

Pada tahap ini, peneliti sebagai guru, merefleksikan hasil observasi yang dilakukan oleh

pengamat menyangkut tentang instrumen penelitian yang terdiri dari:


1) Setiap akhir pertemuan, peneliti merefleksikan hasil dari:

a) Lembaran observasi untuk siswa yang tidak terlibat aktif dalam proses

pembelajaran.

b) Lembaran observasi untuk siswa yang aktif dalam proses pembelajaran.

c) Lembar pengamatan proses pembelajaran responden guru (peneliti).

2) Setiap akhir siklus, peneliti merefleksikan hasil dari:

a) Lembar panduan wawancara.

b) Angket kualitas pembelajaran.

a) Tes hasil belajar.

Hal yang diuraikan di atas dapat dilihat pada desain penelitian di bawah ini:

Permasalahan Perencanaan Tindakan I

Refleksi I Siklus I

Pengamatan I

Permasalahan

Perencanaan Tindakan II

Siklus II
Refleksi II

Pengamatan II
Gambar 2: Desain Penelitian

3. Pelaksanaan Tindakan

a. Siklus ke-I

Siklus pertama dilaksanakan selama 2 kali pertemuan ditambah 1 kali pertemuan

untuk pemberian tes hasil belajar, dimana pada masing-masing pertemuan peneliti

menggunakan model pembelajaran inguiry dengan langkah-langkah proses pembelajaran

tercantum pada RPP (terlampir). Selama siklus pertama berlangsung, guru mata pelajaran

sebagai pengamat mengisi lembaran pengamatan sesuai langkah-langkah pembelajaran yang

dilakukan. Dan akhirnya pada pertemuan terakhir siklus pertama diadakan ujian harian

berupa tes hasil belajar. Dari hasil tersebut peneliti menetapkan apakah target sudah tercapai

atau belum. Jika target sudah tercapai maka penelitian selesai, tetapi jika tidak tercapai maka

diungkap kekurangan-kekurangan pelaksanaan metode pembelajaran inguiry berdasarkan

data pada lembar pengamatan. Kekurangan-kekurangan ini akan disempurnakan pada siklus

berikutnya.

b. Siklus ke-II

Dengan mengevaluasi hasil pelaksanaan siklus pertama, jika ternyata masih belum

mencapai hasil maksimum sebagaimana yang diharapkan sebelumnya, maka dilanjutkan

pada siklus berikutnya dengan tidak terabaikan langkah-langkah pada siklus pertama.
E. Teknik Analisis Data

1. Pengolahan Hasil Validasi Logis

Menurut Daniel terjemahan Eddy Soewardi dalam Harefa (2008:28), Guttman

mengajukan suatu indeks reproduksibilitas skala yang sederhana:

Jumlah banyak kesalahan


(Re p) = 1-Jumlah banyaknya jawaban . Guttman menyarankan 0,90 sebagai tingkat

reproduksibel minimum yang dapat diterima. Kolom 1: jika”ya” dan skor 1 dan jika “tidak”

skor 0 sedangkan kolom 2 dengan skala penilaian : 1 = tidak valid, 2 = kurang valid, 3 =

cukup valid dan 4 = valid (lampiran 6 dan 23).

2. Pengolahan Uji Kelayakan Tes

a. Uji Validitas Tes

Uji validitas tes dilakukan untuk mengetahui apakah tes sebagai instrumen penelitian

layak digunakan. Suatu instrumen penelitian layak digunakan jika instrumen tersebut dapat

mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk mengetahui validitas tes (lampiran 8)

digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :

r xy=
N ∑ XY- (∑ X )(∑ Y )
√ {N ∑ X 2−( ∑ X )2}{N ∑ Y 2−(∑ Y )2 }
dimana :

rxy = koefisien korelasi

N = jumlah peserta tes

X = jumlah skor setiap butir tes

Y = jumlah skor soal


Setelah rhitung (rxy) diketahui, maka berkonsultasi dengan harga rtabel (rt), pada taraf signifikan

5% (α = 0,05). Jika harga rxy< rt, maka tes tersebut tidak valid dan jika rxy  rt, maka tes

tersebut dinyatakan valid.

Arikunto dalam Harefa (2010:40)

b. Uji Reliabilitas Tes

Uji reliabilitas tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes uraian (lampiran

9) digunakan rumus alpha, yaitu :

(∑
)
∂2
k i
r 11 = 1−
k-1 ∂
t2

dimana :

r11 = koefisien reliabilitas

k = banyaknya butir tes

∑ ∂i 2 = Jumlah varians skor setiap butir soal


t2 = Varians skor total

Setelah rhitung (r11) diketahui, maka berkonsultasi dengan harga rtabel (rt), pada taraf signifikan

5% ( = 0,05). Jika harga r11 rt, maka tes tersebut tidak reliabel dan jika r11 rt, maka tes

tersebut dinyatakan reliabel.

Riduwan dalam Harefa (2010:48)

Untuk menghitung varians skor setiap butir soal digunakan rumus :

(∑ Χ i )
2

∑ Χ i2 − Ν
∂2
i = Ν dan
∑ ∂i 2=∂1 2 +∂22 + ∂3 2 +. ..+ ∂k 2

Dan untuk menghitung varians skor total, digunakan rumus :


(∑ Χ t )
2

∑ Χ t 2− Ν

t2 = Ν

Harefa(2010:50)

c. Uji Tingkat Kesukaran Tes

Berdasarkan data hasil ujicoba instrumen dilakukan penghitungan tingkat kesukaran

(lampiran 10) dihitung dengan menggunakan rumus :

Mean
TK =Skor maksimum yang telah ditetapkan pada pedoman penskoran

dimana :

TK = Tingkat Kesukaran

Dengan kriteria tingkat kesukaran soal, yaitu :

0,00 – 0,30 soal tergolong sukar

0,31 – 0,70 soal tergolong sedang

0,71 – 1,00 soal tergolong mudah

Depdiknas dalam Harefa (2010:61)

d. Uji Daya Pembeda Tes

Uji daya pembeda tes (lampiran 11) dihitung dengan menggunakan rumus :

Mean kelompok atas-Mean kelompok bawah


DP = Skor maksimum soal

dimana :

DP = Daya Pembeda

Dengan kriteria daya pembeda soal, yaitu :

0,40 – 1,00 soal diterima/baik

0,30 – 0,39 soal diterima tetapi perlu diperbaiki

0,20 – 0,29 soal diperbaiki


0,00 – 0,19 soal tidak dipakai/dibuang

Harefa (2010:63)

3. Pengolahan Lembaran Observasi

Pengolahan lembaran observasi selama proses pembelajaran berlangsung disesuaikan

dengan jenis lembaran observasi yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Lembaran

observasi yang ditetapkan sebagai instrumen penelitian, yaitu:

a. Lembar observasi untuk siswa yang tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

pengolahan lembar observasi untuk siswa yang tidak terlibat aktif dalam proses

pembelajaran (lampiran 12c dan 24c) dideskripsikan dalam persen dengan rumus :

Jumlah Hasil Pengamatan


x 100 %
Persentase Pengamatan = Jumlah Siswa

b. Lembar pengamatan siswa dalam kegiatan pembelajaran

pengolahan lembar pengamatan siswa dalam kegiatan pembelajaran (lampiran 13c dan

25c), diolah dengan menggunakan skala Likert, dengan kriteria yang diberikan Kunandar

dalam Daeli (2007:234), yaitu SB = Sangat baik skor 4; B = baik skor 3; C = Cukup skor

2; K = kurang skor 1. Sukardi dalam Daeli (2008:146-147) mengemukakan bahwa,

“menskor skala kategori Likert, jawaban diberikan bobot atau disamakan dengan nilai

kuantitatif 4, 3, 2, 1 untuk empat pilihan pernyataan positif”. Data dari lembar

pengamatan siswa dalam kegiatan pembelajaran untuk setiap item dirata-ratakan dengan

menggunakan rumus :

Jumlah Skor Setiap Item


Rata-rata hasil pengamatan setiap item =
Jumlah Seluruh Responden
dan dideskripsikan dalam persen dengan menggunakan rumus :

Persentase pengamatan setiap item = Jumlah Skor Setiap Item x 100%


Jumlah Skor Ideal
Jumlah Skor Ideal = Skor Tertinggi x Jumlah Seluruh Responden

c. Lembar pengamatan proses pembelajaran responden guru

pengolahan lembar pengamatan proses pembelajaran responden guru (lampiran 14c dan

26c), diolah dengan menggunakan skala Likert, dengan kriteria yang diberikan Kunandar

dalam Daeli (2007:234), yaitu SB = Sangat baik skor 4; B = baik skor 3; C = Cukup skor

2; K = kurang skor 1. Sukardi dalam Daeli (2008:146-147) mengemukakan bahwa,

“menskor skala kategori Likert, jawaban diberikan bobot atau disamakan dengan nilai

kuantitatif 4, 3, 2, 1 untuk empat pilihan pernyataan positif”. Selanjutnya data dari

lembar pengamatan proses pembelajaran responden guru untuk setiap item dirata-ratakan

dengan menggunakan rumus :


Jumlah Skor
Rata-rata hasil pengamatan setiap item =
Jumlah Indikator Yang Dinilai
dan dideskripsikan dalam persen dengan menggunakan rumus :
Jumlah Skor Perolehan
Persentase pengamatan setiap item = x 100%
Jumlah Skor Ideal
Jumlah Skor Ideal = Skor Tertinggi x Jumlah Indikator Yang Dinilai.

Selanjutnya dapat ditentukan kriteria interpretasi skor, dengan ketentuan:

80% - 100% = Sangat baik

66% - 79% = Baik

56% - 65% = Cukup

≤ 55% = Kurang

http:ariffadudi.blogspot.com/2010/06/bab-tiga.html dalam Daeli (2011:76)

4. Pengolahan Hasil Wawancara

Lembar panduan wawancara (responden siswa) dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan

yang diolah secara kualitatif dengan menarasikannya. Wawancara dilakukan peneliti kepada

beberapa orang siswa yang mewakili mengingat waktu yang terbatas dan dilakukan setiap

akhir pertemuan (lampiran 15 dan 27).


5. Pengolahan Hasil Angket

Angket (instrumen kualitas pembelajaran) menggunakan skala Likert dengan kriteria :

Sangat sering (5), Sering (4), Kadang-kadang (3), Kurang (2) Tidak pernah (1). Data dari

setiap item hasil angket (lampiran 16 dan 28) dideskripsikan dalam persen dengan

menggunakan rumus :
Jumlah Skor Setiap Item
Persentase pengamatan setiap item = x 100%
Jumlah Skor Ideal
Jumlah Skor Ideal = Skor Tertinggi x Jumlah Seluruh Responden.

Dengan ketentuan persen angket kualitas proses pembelajaran yang dikelompokkan ke dalam

Skor dibawah 50% = kurang baik

Skor 50%-69% = cukup

Skor 70%-85% = baik

Skor 86%-100% = baik sekali

Arikunto dalam Daeli (2011:62)

6. Pengolahan Tes Hasil Belajar

Hasil belajar matematika yang diperoleh dari tes hasil belajar siswa berbentuk tes

uraian. Tes hasil belajar diolah dengan menggunakan rumus:

NSS = x Bobot

Dimana :

NSS = nilai setiap soal

SPWB/S = Skor perolehan warga belajar/siswa

SMBSY = Skor maksimum butir soal yang bersangkutan

Untuk perhitungan nilai akhir (NA) setiap siswa diperoleh dengan menjumlahkan

nilai perolehan untuk setiap butir soal. Dengan rumus sebagai berikut:
NA =  NSS

= NSS1 + NSS2 + NSS3 + . . .+ NSSi

Dimana :

NA = Nilai akhir setiap siswa

 NSS = Jumlah nilai perolehan siswa untuk setiap butir soal

NSS = Nilai setiap butir soal

i = Banyak butir soal

Harefa (2010:30)

sebagai indikator kinerja digunakan KKM KD (Kriteria ketuntasan Minimal Kompetensi

Dasar) yang telah ditetapkan di SMP Swasta BNKP Hilimaziaya yaitu: KKM KD 1.1 = 60,

KKM KD 1.2 = 60. Siswa yang nilainya ≥ KKM KD dinyatakan tuntas belajar, sedangkan

siswa yang nilainya ≤ KKM KD dinyatakan tidak tuntas belajar. Selanjutnya ditentukan

dengan persentase siswa yang tuntas belajar dengan rumus:

Jumlah siswa yang tuntas belajar


Persentase ketuntasan = x 100%
Jumlah seluruh siswa
Dalam KTSP, kegiatan pembelajaran berhasil jika persentase ketuntasan 100% atau

persentase ketidaktuntasan 0%. Tetapi dalam penelitian ini, peneliti menetapkan target

pencapaian ketuntasan belajar 75%. Hal ini sesuai target minimal ideal yang telah ditetapkan

dinas pendidikan melalui petunjuk teknis (lampiran 17b dan 29b).

7. Rata-Rata Hasil Belajar

Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar secara keseluruhan, maka terlebih dahulu

ditentukan rata-rata hitung dari hasil belajar siswa (lampiran 17c dan 29c). Rata-rata hitung

dari hasil belajar siswa ditentukan dengan rumus :

X=
∑X
n
Dimana :

X = nilai rata-rata
∑X = jumlah semua pengukuran

n = Banyaknya data

Sudjana dalam Daeli (2002:67)

Rata-rata hasil belajar diklasifikasikan dengan kriteria sebagai berikut :

86 – 100 : baik sekali

71 – 85 : baik

56 – 70 : cukup

41 – 55 : kurang

0 – 40 : sangat kurang

Depdiknas (2004:1)

8. Simpangan Baku

Untuk mengetahui standar rata-rata selisih dari data dengan nilai rata-rata maka

ditentukan simpangan baku. Untuk menentukan simpangan baku dari data tunggal (lampiran

18 dan 30) digunakan rumus :

s=

Telaumbanua (2010:22)

9. Uji Hipotesis

a. Terhadap Hasil Belajar

Pengujian hipotesis terhadap hasil belajar, diuji dengan menggunakan uji t deskriptif

(lampiran 31) dengan menggunakan rumus:

t=
Keterangan:

t : Nilai t yang dihitung dan selanjutnya disebut thitung

x : Rata-rata data yang dikumpulkan

o : Rata-rata yang dihipotesiskan

S : Simpangan baku data yang dikumpulkan

n : Ukuran sampel

Untuk pengambilan kesimpulan, Nilai thitung dikonfirmasikan pada tabel nilai Kritis

distribusi t dengan dk = n-1. Kriteria pengujian, sebagai berikut:

a. Kriteria pengujian untuk uji dua pihak :

−t 1 ≤t≤t 1
α ( dk ) α (dk )
Terima H0 jika 2 2 dan untuk keadaan lain, H0 ditolak.

b. Kriteria pengujian untuk uji pihak kiri:

t≥−t α ( dk )
Terima H0 jika dan untuk keadaan lain, H0 ditolak.

c. Kriteria pengujian untuk uji pihak kanan:

t≤t α ( dk)
Terima H0 jika dan untuk keadaan lain, H0 ditolak.

Sugiyono dalam Telaumbanua (2010:13)

b. Terhadap Kualitas Proses Pembelajaran

Pengujian hipotesis terhadap kualitas proses pembelajaran, diuji secara statistik

parametris menggunakan uji Z desktiptif (lampiran 31) dengan menggunakan rumus:

P−P o
Z=

√ Po (1−Po )
n

Keterangan:

Z = nilai Z hitung

P = Proposi hasil perhitungan

Po = Proposi yang dihipotesiskan


n = banyaknya ukuran sampel

Kriteria pengujian:

a. Untuk uji pihak kanan yakni H0 : P ≤ P0 dan Ha : P ˃ P0

Ho diterima apabila Zhitung ≤ Ztabel

Ho ditolak apabila Zhitung ˃ Ztabel

b. Untuk uji pihak kiri yakni H0 : P ≥ P0 dan Ha : P ˂ P0

Ho diterima apabila Zhitung ≥ -Ztabel

Ho ditolak apabila Zhitung ˂ -Ztabel

c. Untuk uji dua pihak yakni H0 : P = P0 dan Ha : P ≠ P0

Ho diterima apabila -Ztabel ≤ Zhitung ≤ Ztabel

Ho ditolak apabila Zhitung ˃ Ztabel atau Zhitung ˂ -Ztabel

Hasan Iqbal dalam Zega (2011:48)

Anda mungkin juga menyukai