PENDAHULUAN
gaya hidup manusia baik dalam bidang sosial, sains dan tekhnologi informasi maupun
pendidikan. Hal ini merupakan tantangan dan kesempatan untuk dapat meningkatkan mutu
sumber daya manusia Indonesia agar dapat bersaing dalam dunia yang penuh dengan
persaingan hidup. Salah satu cara untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia adalah
Salah satu permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah kurangnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah
dasar. Kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan oleh guru turut memberi andil
menurunnya pemahaman belajar siswa. Kenyataannya dalam proses belajar dan mengajar
guru masih banyak yang kurang mampu menggunakan variasi model, metode maupun
variasi media pembelajaran. Misalnya dalam mengajarkan IPA yang selama ini cenderung
menggunakan metode ceramah, di samping itu guru hampir tidak pernah menggunakan media
dikembangkan untuk meningkatkan efektifitas dalam mengajar. Oleh karena itu diharapkan
guru harus mampu mengembangkan sebuah desain pembelajaran dan pendekatan yang
untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang mampu membangun sikap, pengetahuan dan
keterampilan para siswa agar tercapai hasil belajar yang optimal dan dalam suasana belajar
yang sesuai dengan standar Kompetensi Lulusan dalam kurukulum 2013. Oleh karena itu
dalam merancang kegiatan pembelajaran yang optimal diperlukan kecermatan guru dalam
memilih teori dan menyusun model pembelajaran serta pendekatan yang akan diterapkan.
Sebab tidak semua teori dan model pembelajaran cocok untuk semua mata pelajaran, karena
Dalam rangka pencapaian pembelajaran optimal pada waktu proses belajar mengajar
di dalam kelas serta untuk pencapaian tujuan pendidikan, guru dituntut harus memiliki
kemampuan dan keterampilan dalam mengelola proses belajar mengajar. Salah satu
kemampuan yang harus dimiliki oleh guru adalah kemampuan untuk memilih model
pembelajaran IPA yang memerlukan penjelasan konkrit dan dapat dibuktikan oleh anak.
Karena belajar dalam pandangan ahli konstruktivis terkait dengan pengalaman yang dimiliki
oleh individu.
Peristiwa belajar akan berlangsung lebih efektif jika siswa berhubungan langsung
dengan objek yang sedang dipelajari dan ada dilingkungan sekitar. Konstruktivisme adalah
salah satu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita miliki
adalah hasil konstruksi atau bentukan diri kita sendiri (Pribadi 2009:157).
Pendekatan konstruktivisme adalah proses belajar dan mengajar yang berfokus pada
kegiatan siswa dalam membangun pengetahuannya dan guru berperan sebagai fasilitator dan
mediator pembelajaran. Karena suatu proses belajar mengajar sengaja diciptakan untuk
kepentingan anak didik. Agar anak didik termotivasi atau bergairah dalam belajar, guru harus
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta
didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan siswa dan guru kelas V
di SDS Gracia Sustain Medan pada tahun 2014 , terungkap bahwa proses pembelajaran IPA
pada materi tertentu yang berlangsung di kelas V SD tersebut tidak memuaskan. Dalam
kegiatan belajar mengajar guru selalu menyampaikan pesan (isi pelajaran) dengan kata-kata
apalagi kata-kata yang digunakan oleh guru merupakan kata-kata asing atau di luar
pengetahuan siswa. Siswa pada umumnya kurang menyukai pembelajaran IPA karena
termotivasi dalam pembelajaran sains dan akan mengalami kesulitan untuk memahami makna
dan pesan yang disampaikan oleh guru. Dalam hal ini siswa SD menyerap sesuatu pesan
harus disajikan dalam bentuk nyata. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Amri
(2013:34) bahwa dalam teori belajar konstruktivisme siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi baru dengan aturan-aturan lama. Guru tidak hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga memberi kesempatan siswa untuk
pada berbagai aspek yang saling berkaitan satu dengan yang lain, yang didalam penelitian ini
adalah berkenaan dengan hasil belajar dan motivasi belajar siswa sebagai dampak dari antara
karena merupakan pelajaran yang konkrit dan fenomenanya dialami siswa dalam kehidupan
sehari-harinya. Dalam proses pembelajaran siswa idealnya secara aktif berperan menemukan
gejala-gejala alam yang sedang dipelajari tersebut. Karena itu peran guru dalam pembelajaran
sangat menentukan untuk membuat siswa aktif dan tertarik dalam mempelajari IPA tersebut.
Siswa seharusnya menjadi sentral dalam proses pembelajaran dikelas sedangkan guru
berperan aktif membantu dan mengarahkan siswa dalam menemukan yang menjadi tujuan
pembelajaran.
Pembelajaran IPA di SD Swasta Gracia Sustain belum mencapai hasil belajar yang
optimal dan masih menghadapi kendala yaitu aktivitas belajar siswa yang rendah. Dalam
hasil belajar, sebagian siswa belum mencapai hasil pembelajaran tuntas, masih dibawah
KKM. KKM mensyaratkan nilai dengan angka 70, sementara rata-rata siswa masih mencapai
Berkenaan dengan aktivitas belajar diketahui bahwa sebagian siswa tidak bergairah
dan tidak memperhatikan proses pembelajaran dikelas. Berdasarkan pada paparan diatas
maka peneliti melakukan penelitiian yang bujudul : “Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Siswa Dalam Pelajaran IPA dengan Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme
Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti dengan siswa dan guru kelas IV SDS
Gracia Sustain maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran yang masih terpusat pada guru, peserta didik hanya mendengarkan
penjelasan guru dan mencatat rangkuman materi tanpa melakukan aktivitas untuk
3. Hasil belajar IPA (Sains) siswa di SDS Gracia Sustain Medan masih di bawah KKM.
dalam hal waktu penelitian, maka peneliti membatasi masalah pada upaya Peningkatan
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam Pelajaran IPA dengan Menerapkan Pendekatan
Konstruktivisme. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini sebagai
berikut:
1. Seberapa besar rancangan pembelajaran yang diterapkan untuk meningkatkan aktivitas
belajar siswa?
2. Bagaimana model pembelajaran konstruktivisme diterapkan?
3. Seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran
konstruktivisme?
dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di SDS Gracia Sustain.
aktivitas dan hasil belajar siswa khususnya dalam pembelajaran IPA pada materi alat
2. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini merupakan masukan untuk mengembangkan
3. Bagi siswa, untuk meningkatkan Aktivitas dan hasil belajar siswa, serta memberikan
suasana belajar yang baru sebagai hasil dari penerapan pendekatan konstruktivisme.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Belajar
yang berhubungan dengan belajar, dan setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda
tentang belajar. Menurut pengertian secara psikologis belajar merupakan suatu proses
perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
Perubahan yang terjadi pada seseorang banyak sekali baik sifat maupun
jenisnya,karena itu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam
arti belajar. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
2010:02).
Proses berpikir siswa ada dua cara yaitu berpikir konvergen dan berpikir divergen.
Proses berpikir konvergen mengharuskan siswa mencari satu jawaban yang benar, sedangkan
proses berpikir divergen mengharuskan siswa menjajaki berbagai kemungkinan jawaban atas
suatu masalah. Sehingga perlu adanya keterpaduan antara proses berpikir konvergen dan
divergen untuk mewujudkan kreativitas siswa. Artinya untuk mengetahui jawaban yang benar
menyatakan klasifikasi tujuan pembelajaran mencakup tiga ranah, yaitu ranah kognitif,
afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif bersangkutan dengan daya pikir, pengetahuan dan
keterampilan tangan.
Perubahan dalam belajar juga harus terjadi secara sadar, ini berarti bahwa seseorang
yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau ia merasakan telah terjadi adanya
Peningkatan pemahaman belajar yang dimaksud ditekankan pada kenaikan nilai pada ranah
kognitif tingkat pengetahuan, pemahaman, dan penerapan, indikator prestasi belajar siswa
bahwa belajar itu semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga
menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum
belajar.
2.1.1.2 Hakekat Hasil Belajar
Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan itu dapat berupa kompetensi pada aspek
Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik
mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara
berkesinambungan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan
berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses berikutnya. Guru diharapkan
melaksanakan hasil penilaian secara berkesinambungan, karena salah satu tujuan dari
penilaian hasil belajar adalah untuk mengetahui sejauh mana anak didik telah mencapai hasil
Hasil belajar (prestasi belajar) siswa yang diharapkan adalah kemampuan yang utuh
atau perilaku. Salah satu upaya mengukur hasil belajar siswa dilihat dari usaha belajar siswa
itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan proses belajar adalah
Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika
proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik. Dalam
proses memperoleh hasil belajar yang baik itu diperlukan metode pembelajaran yang tepat,
sehingga apa yang menjadi hasil belajar dapat terpenuhi dengan jumlah pengukuran hasil
belajar di atas standar yang ada. Selain metode ada juga yang menggunakan LKS Lembar
kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan menyusun laporan hasil belajar dan
perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada siswa yang mengarah pada prestasi
siswa. Aktivitas yang berhubungan dengan siswa dalam proses pembelajaran adalah
siswa. Pendekatan yang digunakan harus sesuai dengan kondisi lingkungan, kebutuhan
peserta didik dan tujuan yang ingin dicapai. Guru hanya berperan memfasilitasi dan
mengarahkan peserta didik dalam berbagai aktivitas yang dilakukan diruang kelas saat
pembelajaran berlangsung.
Indikator aktivitas siswa: membaca dan memahami buku dan LKS, mengerjakan LKS
secara mandiri, mengerjakan dan mendiskusikan masalah yang ada dalam LKS dengan
sendiri.
mendefenisikan bahwa “IPA merupakan ilmu yang sistematis dan dirumuskan ,yang
Memang benar bahwa IPA merupakan suatu ilmu teoritas, tetapi teori tersebut
Bagaimanapun indahnya suatu teori dirumuskan, tidaklah dapat dipertahankan kalau tidak
dirumuskan keterangan ilmiahnya (teorinya). Teori pun tidak dapat berdiri sendiri, teori
Jadi IPA adalah suatu pengetahuaan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara
teori, dan demikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain.
struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Filsafat konstruktivisme mulai digagas oleh
Mark Baldawin dan dikembangkan dan diperdalam oleh Jean Piaget bahwa “ pengetahuan itu
terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai
Menurut konstruktivisme pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi
dikonstruksi dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor
penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk
menginterpretasi objek tersebut. Kedua faktor ini sama pentingnya. Dengan demikian
pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat
dan mengkonstruksinya.
bagaimana manusia memperoleh ilmu. Teori konstruktivisme ialah suatu teori pembelajaran
yang sangat dominan dalam sistem pendidikan terutamanya dalam mata pelajaran Sains dan
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas ( sempit ).
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil dan diingat.
Manusia harus membangun pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman yang
Esensi dari teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menemukan dan
sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi
bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan
pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata. Belajar
Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam
Piaget menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus
menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Siswa dalam segala usia secara aktif terlibat
Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan berubah pada saat siswa
Perkembangan intelektual anak terjadi pada saat berhadapan dengan pengalaman baru
dan menantang. Mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang muncul dari pengalaman
yang sedang dialaminya. Dalam upaya mendapatkan pengalaman baru, individu mengkaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan membangun
pengertian baru.
yang aktif melalui pengalaman nyata untuk memperoleh pengetahuan baru . Konflik kognitif
terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru,
sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan,
peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan, selama siswa menerima pengetahuan baru.
Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru tersebut dibandingkan dengan konsepsi
awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi
awal siswa, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan adanya
ketidaksinambungan dalam struktur kognisinya. Pada kondisi ini diperlukan alternatif strategi
Struktur pengetahuan dikembangkan dalam otak manusia melalui dua cara, yaitu
asimilasi atau akomodasi. Asimilasi maksudnya struktur pengetahuan baru dibuat atau
dibangun atas dasar struktur pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi maksudnya struktur
pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan
hadirnya pengalaman baru (Kunandar 2009:30). Tugas guru dalam proses pembelajaran
kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; (3)menyadarkan siswa agar
Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa
Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak
lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasiltator
yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Aliran ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.
Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di kelas. Diantara
tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi dan memotivasi siswa.
Mendiagnosis dan mengatasi kesulitan siswa serta menyediakan pengalaman untuk
Ciri-ciri guru yang telah mengajar dengan pendekatan konstruktivisme adalah sebagai
berikut: (1) guru adalah salah satu dari berbagai macam sumber belajar, bukan satu-satunya
sumber belajar; (2) guru membawa siswa masuk kedalam pengalaman-pengalaman yang
menantang konsepsi pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka; (3) guru membiarkan
siswa berpikir setelah mereka disuguhi beragam pertanyaan-pertanyaan guru; (4) guru
menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi satu sama lain; (5) guru
merancang tugas-tugas; (6) guru membiarkan siswa untuk bekerja secara otonom dan
berinisiatif sendiri; (7) guru menggunakan data mentah dan sumber primer bersama-sama
dengan bahan-bahan pelajaran yang dimanipulasi; (8) guru tidak memisahkan antara tahap “
mengetahui “ dari proses “ menemukan “; (9) guru mengusahakan agar siswa dapat
siswa dalam proses pembelajaran, perlunya pengembagan siswa belajar mandiri, dan
Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi. Dengan sikap
pasrah siswa disiapkan untuk dijejali informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan
sedemikian rupa untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan sebagai
mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat informasi dan yang paling tahu. Guru
hanya salah satu sumber belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain
bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet.
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses
menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada
dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru
potensi siswa melalui strategi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan siswa dengan
dibantu berbagai media yang mendukung proses konstruksi pada diri siswa (Sukartiningsih
2005:98).
langsung.
telah dimiliki siswa, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan
tentang fenomena yang menantang siswa. Pendekatan ini mendorong siswa dapat berpikir
kreatif, imajinatif, refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat
yang tepat. Mencoba gagasan baru, mendorong siswa untuk memperoleh kepercayaan diri.
yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan
Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi
pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar mengajar yang
sesuai dengan karakteristik IPA dan memperhatikan perspektif siswa sekolah dasar.
Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya dengan
bahasa sendiri.
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga
pengalaman mereka dengan kata lain siswa lebih berpengalaman untuk mengkonstruksikan
melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru
digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkan perkara yang dipelajari dengan
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (real), kenyataan
yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan. Sampai kepada
lambang verbal (abstrak). Pengalaman langsung akan memberikan kesan paling utuh dan
paling bermakna mengenai informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman, oleh
karena itu melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman dan peraba.
Dalam suatu proses belajar mengajar dua unsur yang amat penting adalah metode
mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu
metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai.
Penggunaan model pembelajaran dan pendekatan pada tahap orientasi pembelajaran akan
sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran
pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, model pembelajaran juga
dapat membantu siswa meningkatkan aktivitas, pemahaman, membuat pembelajaran menarik
Belajar dengan menciptakan pengalaman sendiri, siswa akan belajar lebih banyak
belajar dari pada jika materi pelajaran disajikan hanya dengan stimulus pandang atau hanya
konstruktivisme.
2.3 Hipotesis
Untuk menjawab permasalahan dari penelitian tindakan kelas ini di kembangkan hipotesis
penelitian sebagai berikut : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa dalam Pelajaran
METODE PENELITIAN
beralamat di JL.Turi No.139 Medan. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada
Subyek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IV SDS Gracia Sustain
Medan pada tahun pelajaran 2014 / 2015 yang terdiri dari dua kelas. Dalam penelitian ini
diambil satu kelas yaitu kelas IVA sebanyak 20 orang siswa terdiri dari 10 laki-laki dan 10
perempuan.
Jenis penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas. Pendekatan
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA dengan menerapkan
pendekatan konstruktivisme.
Dalam penelitian tindakan ini, peneliti sebagai pelaku utama dan sekaligus kolaborator.
Guru sebagai mitra peneliti yang akan melaksanakan rancangan pembelajaran di dalam kelas.
Perencanaan tindakan berdasarkan permasalahan yang ada dan pemilihan kemungkinan
pemecahan masalahnya.
Desain penelitian yang dilaksanakan adalah desain yang digambarkan dalam dalam
Perencanaan
Observasi
Perencanaan
Pelaksanaan
Refleksi
SIKLUS II
Observasi
Gambar 3.1 : Rancangan PTK (adaptasi dari Kurt Lewin), dalam Arikunto (2006:93)
Dalam penelitian ini, aktivitas belajar siswa merupakan deskripsi kualitatif aktivitas
dalam belajar perlu ada aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar itu adalah berbuat (Sardiman
2011:103). Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan
prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar-mengajar. Sekolah harus
dijadikan tempat kerja bagi siswa, dalam belajar siswa harus aktif berbuat karena tanpa
“hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari
Dari pendapat di atas maka hasil belajar di dalam penelitian ini diartikan sebagai
belajar di sekolah. Hasil tersebut didapat dari perkembangan pengetahuan, pemahaman dan
ingatan siswa terhadap materi belajar yang telah dipelajarinya, serta hasil belajar tersebut
mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Menurut
konstruktivisme pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi dari
konstruktivisme dalam penelitian ini adalah suatu proses belajar mengajar yang
memperlihatkan siswa aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh
struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator
dalam pembelajaran.
Penelitian ini memiliki dua tahap, yaitu tahap pertama siklus I dan tahap yang kedua
siklus II. Hasil dari siklus I digunakan sebagai acuan menentukan perbaikan tindakan pada
siklus II.
1. Perencanaan
a. Mempersiapkan materi ajar, dengan topik panca indera manusia menggunakan model
pembelajaran konstruktivisme.
c. Membuat lembar observasi yang digunakan oleh pengamat , untuk mengamati proses
pembelajaran konstruktivisme .
aktivitas dan hasil belajar yang telah dicapai siswa dalam setiap siklus dengan
2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan rencana pembelajaran,
pelaksanaan setiap siklus berlangsung selama 2-3 minggu atau sebanyak 3-4 kali pertemuan.
Pada akhir tindakan dilakukan tes hasil belajar dan memberikan lembar angket untuk
3. Pengamatan
pembelajaran di kelas secara langsung, kegiatan yang diamati meliputi aktivitas guru dan
anak didik dalam pembelajaran. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian
tindakan dengan rencana yang telah disusun dan untuk mengetahui sejauhmana pelaksanaan
4. Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan untuk mempertimbangkan data yang diperoleh dari pedoman
mengajar yang dilakukan, serta melihat kesesuaian yang dicapai dengan yang diinginkan
dalam pembelajaran yang pada akhirnya ditemukan kelemahan dan kekurangan untuk
Setelah siklus I dijalankan dan belum menunjukkan hasil pada peningkatan pemahaman
belajar maupun motivasi dan aktivitas belajar, maka dalam hal ini dilaksanakan siklus kedua.
1. Perencanaan Tindakan II
siklus I. Dari hasil evaluasi dan analisis yang dilakukan pada pelaksanaan tindakan siklus I
dengan menemukan alternatif permasalahan yang muncul pada tindakan siklus I yang
selanjutnya diperbaiki pada siklus II dengan kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan
dengan topik panca indera manusia setelah dilakukan diagnosa tentang kemampuan
siswa.
b. Membuat lembar observasi, untuk mengamati guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
c. Menyusun alat evaluasi untuk mengetahui tingkat perubahan motivasi, aktivitas dan
tingkat keberhasilan belajar yang telah dicapai siswa dalam setiap siklus dengan
2. Pelaksanaan tindakan
pembelajaran yang telah direncanakan dan telah dikembangkan dari pelaksanaan siklus I,
berupa proses pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran pelaksanaan setiap siklus
berlangsung sebanyak 2-3 kali pertemuan. Pada akhir tindakan dilakukan tes hasil belajar dan
diberikan lembar angket untuk mengetahui tentang motivasi dan aktivitas siswa dalam
memahami pelajaran.
3. Pengamatan
pembelajaran di kelas secara langsung. Kegiatan yang diamati meliputi aktivitas guru dan
anak didik dalam pembelajaran. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian
tindakan dengan rencana yang telah disusun dan mengetahui sejauh mana pelaksanaan
tindakan dapat menghasilkan perubahan yang sesuai dengan yang dikehendaki. Observasi ini
untuk melihat apakah kondisi belajar mengajar di kelas sudah terlaksana sesuai dengan
4. Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan untuk mempertimbangkan pedoman mengajar, serta
melihat kesesuaian yang dicapai dengan yang diinginkan dalam pembelajaran yang dilakukan
pada siklus I, pada akhirnya ditemukan kelemahan dan kekurangan tersebut pada siklus II
sudah berkurang.
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses
4) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa dan tiap
b. Inti
1) Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk melakukan analisis sendiri bersama
kelompoknya.
masing.
c. Penutup
1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil diskusi dan lembar kerja.
Teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan penelitian. Hal
ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya, dan apa yang
digunakan.
Dalam penelitian ini, alat pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah:
Tes diberikan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa. Tes awal diberikan untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa pada topik alat indra pada manusia. Tes juga diberikan
pada setiap akhir siklus untuk memperoleh data tentang pemahaman belajar pada topik panca
indera manusia.
Instrumen tes disusun berdasarkan kisi-kisi hasil belajar IPA pada materi alat indra
manusia. Bentuk pertanyaan tes pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban yaitu a, b, c, d. Soal
dirancang berpatokan pada indikator dan materi pembelajaran mencakup kawasan taksonomi
Materi Taksonomi
No. Indikator JLH
Pokok C1 C2 C3
indra manusia
alat indra
indra manusia
Jumlah 7 6 7 20
Teknik pemberian skor dalam penelitian ini adalah dengan memberikan skor 5 untuk jawaban
yang benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah. Dengan demikian skor minimum adalah 0
2. Observasi
pembelajaran. Kegiatan yang diamati aktivitas guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran.
Observasi dimaksudkan untuk mengetahui kesesuaian tindakan dengan rencana yang telah
Lembar observasi disusun berdasarkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru
skor 1 untuk tidak baik, skor 2 untuk kurang baik, skor 3 untuk baik, dan skor 4 unttuk sangat
baik.
Lembar aktivitas siswa digunakan untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa dan
disusun berdasarkan indikator yang diamati, yaitu : 1)pengetahuan yang dialami, dipelajari,
dan ditemukan oleh siswa, 2)siswa melakukan sesuatu untuk memahami materi
Skala penilaian yang digunakan adalah skor 1 untuk tidak baik, skor 2 untuk kurang baik,
Lembar observasi untuk aktivitas guru dan siswa terlampir dalam lampiran.
1. Reduksi Data
Proses reduksi data yang dilakukan dengan cara menyeleksi, menyederhanakan dan
mentransformasikan data yang telah disajikan dalam transkrip catatan lapangan. Kegiatan
reduksi data ini bertujuan untuk memilih dan mengelompokkan jawaban siswa dari jenis
2. Paparan Data
Data kesulitan siswa dalam menjawab soal yang telah direduksi kemudian disajikan
Demikian juga dengan data tindakan yang telah dilakukan disajikan dalam bentuk paparan
tindakan.
3. Verifikasi
kesalahan jawaban siswa tindakan untuk mengatasi kesulitan siswa untuk menyelesaikan soal
3. Menarik Kesimpulan
Kesimpulan adalah tinjauan ulang pada catatan di lapangan dapat ditinjau sebagai
makna yang muncul dari data yang harus diuji kebenarannya yaitu yang merupakan
validitasnya. Dalam kegiatan ini ditarik beberapa kesimpulan berdasarkan hasil penelitian
Hasil belajar siswa dapat di lihat dari skor yang diperoleh siswa tes yang diberikan.
Dari skor tersebut di hitung persentase ketuntasan belajar siswa perorangan dan klasikal.
Si
P= x 100 %
St
Si= Jumlah skor yang dicapai siswa terhadap seluruh butir soal
Kriteria Ketuntasan Belajar perorangan tercapai apabila P≥70% ( Kriteria ketuntasan di SDS
Gracia Sustain Medan ). Sedangkan untuk menghitung persentase ketuntasan belajar klasikal
digunakan rumus:
persentase skor rata- rata aktivitas guru, dan kemudian ditentukan kriteria keberhasilannya.
Jumlah skor
Persentase skor rata-rata (SR) = x 100 % (Tamrin, 2003)
Skor maksimal
aktivitas guru dalam melakukan proses pembelajaran. Kriteria keberhasilan tindakan untuk
Hasil pre-tes siswa kelas IV SDS Gracia Sustain untuk mata pelajaran IPA bahwa 45
% siswa mencapai kategori tuntas belajar dengan nilai 70 atau lebih (Lamp 1.1). Jika dilihat
dari kategori tingkat kompetensinya, hasil pre-test siswa ini menunjukkan bahwa terdapat 15
% atau 3 orang siswa yang tergolong kompeten (skor 75-84) dan 30 % atau 6 orang yang
Tabel 4.1 Distribusi Hasil Pre-tes siswa SDS Gracia Sustain Kelas IV pada materi alat
2. 75 – 84 3 15 % Kompeten
3. 65 - 74 6 30 % Cukup Kompeten
Berdasarkan tabel distribusi hasil belajar pre tes diatas, ada 55 % siswa yang belum mencapai
kriteria ketuntasan belajar mengajar (KKM). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 11 siswa
yang memperoleh nilai dibawah 65 dan terdapat 9 siswa yang memperoleh nilai diatas 65.
Kemampuan awal siswa yang ditunjukkan dari hasil Pre-tes masih tergolong belum
berhasil dalam belajar. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kemampuan awal siswa
pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Pada kegiatan ini peneliti menerapkan
1. Perencanaan
indera pada manusia, dimana RPP pada siklus pertama terdiri dari 2 kali pertemuan.
pelaksanaan tindakan dengan yang telah direncanakan sebelumnya dan untuk melihat
- Alat evaluasi berupa tes sebanyak 20 soal lengkap dengan kunci jawaban yang
2. Tindakan
Pertemuan ke – 1
- Guru memberi kesempatan kepada siswa mengemukakan pendapatnya tentang alat indera
pada manusia.
pengalamannya yang berhubungan dengan dengan materi alat indera pada manusia
- Guru menjelaskan fungsi dan cara kerja alat indera pada manusia di dalam kehidupan
sehari-hari.
- Guru meminta siswa memberi contoh manfaat dari fungsi masing-masing alat indera pada
- Guru meminta siswa melakukan gerakan yang dapat membuktikan fungsi alat indera pada
manusia.
- Guru meminta siswa memberi contoh cara menjaga fungsi alat indera tersebut.
- Guru melakukan contoh cara memelihara kesehatan alat indera pada manusia.
- Guru menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari mengenai alat indera
pada manusia.
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya kembali tentang materi
Pertemuan ke – II
pengalamannya yang berhubungan dengan dengan materi alat indera pada manusia
Guru membantu siswa membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang tiap
kelompok.
Guru mengkondisikan kelas dan memberi petunjuk dalam pembuktian fungsi masing-
Guru meminta siswa berdiskusi untuk mencari dan menyelesaikan masalah yang ada
Guru menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari mengenai alat indera
pada manusia.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya kembali tentang materi
Setelah pertemuan 1 dan 2 terlaksana maka peneliti mengadakan tes siklus I dengan
tujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Adapun distribusi
Tabel 4.2 Distribusi Hasil Belajar Siswa pada Siklus I siswa SDS Gracia Sustain Kelas
IV-A pada materi alat indera pada manusia
No. Nilai Jumlah Persentase Keterangan
2. 75 – 84 3 15 % Kompeten
3. 65 – 74 7 35 % Cukup Kompeten
Hal ini menunjukkan bahwa sudah ada peningkatan hasil belajar siswa terdapat 11
siswa yang memperoleh nilai diatas 65 dan terdapat 9 siswa yang mendapat nilai dibawah 65.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kemampuan siswa pada penguasaan materi alat indera
pada manusia meningkat dibandingkan dengan hasil Pre-tes. Tetapi dengan memperhatikan
tabel di atas maka dinyatakan bahwa kemampuan siswa dalam memahami materi masih
rendah dengan nilai rata – rata mencapai 6,2. Dari 20 siswa terdapat (45%) atau 9 orang siswa
yang tidak mengalami ketuntasan belajar dan ( 55% ) atau 11 orang siswa masuk dalam
kategori tuntas belajar. Hasil belajar yang diperoleh siswa SDS Gracia Sustain setelah
dilakukan siklus I, diperoleh hasil bahwa siswa yang sangat berkompeten (skor 85-100)
sebanyak 5 % atau 1 orang, siswa yang kompeten (skor 75-84) sebanyak 15 % atau 3 orang
3. Pengamatan
Dalam kegiatan pengamatan ini peneliti berkolaborasi dengan guru kelas IV sebagai
observer dengan tujuan apakah penerapan tindakan telah sesuai dengan skenario
pembelajaran yang dirancang. Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I dengan 2 kali
pertemuan guru belum optimal dalam melaksanakan tindakan. Terutama pada penerapan
siklus I pada pertemuan kedua guru belum optimal dalam menerapkan model pembelajaran
konstruktivisme karena belum melibatkan semua siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil observasi yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa rata-rata penilaian oleh guru dalam
beberapa deskriptor yang tidak terlaksana dengan baik, sehingga dapat berpengaruh terhadap
proses pembelajaran.
dikategorikan baik, namun masih ada beberapa deskriptor yang tidak terlaksana dengan baik,
sehingga perlunya perbaikan pada siklus berikutnya. Berikut ini adalah hasil pengamatan
1 2 3 4
mengemukakan pendapatnya
pengalamannya
pengalaman baru
Jumlah ( % ) 18 ( 56 % )
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penerapan model pembelajaran
konstruktivisme belum optimal karena aktivitas yang dilakukan guru masih memperoleh skor
18 yaitu sekitar 56 %. Demikian juga dengan aktivitas siswa yang belum optimal dpat dilihat
1 2 3 4
6 Belajar berkelompok/berdiskusi √
Jumlah ( % ) 20 ( 50 % )
belum optimal karena aktivitas yang dilakukan siswa masih memperoleh skor 20 yaitu sekitar
50 %.
4. Refleksi
yang telah dilakukan oleh peneliti pada siklus I yang bertujuan untuk membicarakan apakah
pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai dengan apa yang telah direncanakan melalui
yang dihadapi pada saat pembelajaran berlangsung dan peningkatan hasil belajar yang
Berdasarkan hasil pembicaraan peneliti dengan guru kelas yang berperan sebagai
pelaksana bahwa pelaksanaan pembelajaran belum optimal hal ini ditunjukkan dari hasil
observasi, pada lembar observasi pemantauan guru poin 2 saat kegiatan pembelajaran
memberikan motivasi kepada siswa pada saat pembelajaran berlangsung dan pemberian
umpan balik terhadap hasil jawaban siswa yang kurang maksimal sehingga mengakibatkan
siswa bingung tentang bagaimana yang salah dari jawaban yang ia berikan. Sedangkan pada
lembar observasi pengamatan siswa juga menunjukkan adanya 2 poin yang belum maksimal
dilakukan yaitu poin 5 dan 7 yang mengakibatkan proses pembelajaran kurang optimal. Pada
poin 5 siswa masih kurang dalam melakukan suatu pengamatan dan penyelidikan dan pada
poin ke 7 siswa kurang berani untuk memberikan gagasan dikelompoknya, siswa juga kurang
berani dalam mengomentari hasil kerja atau jawaban temannya saat melakukan diskusi.
Agar pembelajaran dalam menerapkan model pembelajaran konstruktivisme dalam materi
alat indera pada manusia menjadi optimal, seharusnya guru sebagai pelaksana tindakan harus
bisa memberikan motivasi yang tinggi kepada siswa supaya siswa sungguh-sungguh dalam
belajar sains, kemudian pemberian umpan balik juga sangat diperlukan dengan tujuan supaya
siswa paham dimana letak kesalahan dari jawaban yang mereka buat sehingga siswa tahu dan
paham dalam memperbaiki kesalahan tersebut. Dan pada saat pembelajaran guru harus
menanyakan materi yang belum dimengerti tanpa merasa malu atau takut. Pendekatan
Pada tes siklus I ini terdapat peningkatan hasil belajar dibandingkan dari hasil pre-
tes. Pada tes awal ketuntasan hanya sebesar 45 % (9 siswa) sedangkan pada siklus I sebesar
55 % (11 siswa). Hal ini berarti telah terjadi peningkatan hasil belajar sebesar 10%. Namun
hal ini belum mencapai persyaratan ketuntasan belajar siswa yaitu 70% dari jumlah siswa.
Dengan demikian penelitian ini perlu dilanjutkan ke siklus II yang bertujuan untuk
1. Perencanaan
pertemuan tiga dan empat, agar nantinya kesalahan yang telah direfleksi tidak terulang di
siklus II ini, dimana RPP pada siklus pertama terdiri dari 2 kali pertemuan.
b. Lembar observasi sebanyak 2 rangkap yang bertujuan untuk melihat kesesuaian
pelaksanaan tindakan dengan yang telah direncanakan sebelumnya dan untuk melihat
c. Tes esay sebanyak 20 soal lengkap dengan kunci jawaban yang nantinya digunakan
2. Pelaksanaan Tindakan
Adapun tindakan yang dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut : Pertemuan
ke - 1
- Guru memberi kesempatan kepada siswa mengemukakan pendapatnya tentang alat indera
pada manusia.
pengalamannya yang berhubungan dengan dengan materi alat indera pada manusia
- Guru menjelaskan fungsi dan cara alat kerja alat indera pada manusia di dalam kehidupan
sehari-hari.
- Guru meminta siswa memberi contoh manfaat dari fungsi masing-masing alat indera pada
- Guru meminta siswa melakukan gerakan yang dapat membuktikan fungsi alat indera pada
manusia
- Guru meminta siswa memberi contoh cara menjaga fungsi alat inder..
pada manusia.
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya kembali tentang materi
Pertemuan ke – II
pengalamannya yang berhubungan dengan dengan materi alat indera pada manusia
Guru membantu siswa membentuk kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang tiap
kelompok.
Guru mengkondisikan kelas dan memberi petunjuk dalam pembuktian fungsi masing-
Guru meminta siswa berdiskusi untuk mencari dan menyelesaikan masalah yang ada
Guru menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari mengenai alat indera
pada manusia.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya kembali tentang materi
Setelah pertemuan 1 dan 2 terlaksana maka peneliti mengadakan tes siklus II dengan
tujuan untuk melihat peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Adapun hasil siklus II
Setelah dilakukan pembelajaran pada siklus II ternyata ada 7 siswa yang berhasil
mencapai nilai yang sangat kompeten dengan persentase 35%. Dan siswa yang tidak tuntas
belajar juga menurun menjadi 4 siswa. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model
memperhatikan tabel pada lampiran tersebut maka dapat dilihat bahwa adanya peningkatan
hasil belajar dibandingkan dengan hasil belajar yang diperoleh siswa pada Pre-tes dan siklus
I, pada siklus II 80 % (16 orang) telah mencapai tingkat ketuntasan belajar dengan nilai rata-
rata 8,1. Sedangkan distribusi dari hasil belajar siswa dapat kita lihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Distribusi HasiL Belajar Siswa pada Tes Siklus ke II siswa SDS Gracia
2. 75 – 84 7 35 % Kompeten
3. 65 – 74 2 10 % Cukup Kompeten
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa siswa yang mencapai nilai ketuntasan 80% dengan
perincian nilai 65-74 (10%), nilai 75-84 (35%), dan nilai 85-100 (35%).
3. Pengamatan
Pelaksanaan pengamatan dilakukan oleh guru kelas IV. Dari hasil pengamatan yang
dilakukan oleh observer, bahwa tindakan yang dilakukan oleh peneliti sudah cukup optimal
pada penerapan pendekatan konstruktivisme dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat
dari instrumen penelitian berupa lembar observasi bagi pelaksana tindakan dan bagi siswa
yang dicantumkan.
1 2 3 4
mengemukakan pendapatnya
pengalamannya
4. Memberi kesempatan kepada siswa mencoba √
pengalaman baru
Jumlah ( % ) 29 ( 90 % )
karena hampir setiap aspek pada indikator telah dilakukan dengan baik oleh guru. Dalam
Siklus II ini tingkat keberhasilan model pembelajaran konstruktivisme mendapat skor 29 atau
sekitar 90 %. Dari data yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model
1 2 3 4
6 Belajar berkelompok/berdiskusi √
Jumlah ( % ) 34 ( 85 % )
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat setelah diterapkan model pembelajaran konstruktivisme
aktivitas guru semakin meningkat begitu juga dengan aktivitas yang dilakukan siswa selama
proses pembelajaran sudah optimal dan mencapai skor 34 dengan persentase 85% .
4. Refleksi
Dari hasil pengamatan tindakan yang dilakukan oleh peneliti, penggunaan model
pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran sains pada materi alat indera pada
manusia yang dilaksanakan dalam tindakan sudah terlihat lebih baik dari tindakan pada siklus
I hal ini ditandai dengan adanya peningkatan ketuntasan belajar dari seluruh siswa pada
siklus II sebesar 90 % pada pos tes II. Pembelajaran yang dilaksanakan peneliti sudah optimal
ditunjukkan dari lembar observasi yang diisi oleh pengamat sendiri sebagai observer yaitu
guru kelas IV. Dengan demikian pada siklus II ini telah mencapai ketuntasan belajar secara
berikut :
1. Pada tahap awal observasi masalah yang ditemukan peneliti adalah rendahnya hasil belajar
siswa dalam pembelajaran sains khususnya pada materi alat indera pada manusia, hal ini
disebabkan karena metode pembelajaran yang diterapkan guru kurang efektif dan
dalam pembelajaran.
2. Nilai hasil belajar pada tahap Pre-tes sebelum diterapkan model pembelajaran
terhadap materi alat indera pada manusia masih sangat rendah dengan arti masih banyak
siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar, yaitu jumlah siswa yang berhasil
3. Pada awalnya siswa kurang paham dalam memahami alat indera pada manusia. Namun,
peneliti dalam siklus I telah membuat peningkatan hasil belajar menjadi 55% atau
4. Melalui penggunaan model pembelajaran yang sama dengan siklus I di siklus II yaitu
jumlah siswa yang mengalami perubahan juga meningkat sebesar 80% atau sebanyak 16
4.3 Pembahahasan
pokok bahasan alat indera pada manusia dalam proses pembelajaran menciptakan suasana
aktif bagi siswa. Melalui model pembelajaran konstruktivisme, ternyata siswa dapat lebih
memberi pengalaman langsung pada diri siswa tersebut dan akan dapat meningkatkan
pada tahap tindakan, sehingga hasil belajar siswa meningkat mulai dari hasil Pre-tes, siklus I,
dan siklus II. Pada saat pendekatan konstruktivisme diterapkan siswa lebih aktif dan
konstruktivisme juga membuat siswa lebih berani tampil di depan kelas untuk melakukan
setiap tindakan-tindakan yang harus dikerjakan sesuai dengan Lembar Kerja Siswa (LKS)
yang dibagikan. Kerjasama siswa juga sangat tercipta di dalam proses pembelajaran dengan
penerapan pendekatan konstruktivisme. Peningkatan Hal tersebut dapat dilihat pada tabel
tingkat ketuntasan hasil belajar siswa mulai dari tinndakan siklus I sampai tindakan siklus ke
Berdasarkan hasil yang diperoleh siswa pada saat mengerjakan tes dapat dilihat
terjadi peningkatan hasil belajar siswa mulai dari Pre-tes yang dilanjutkan dengan Tes Siklus
I dan Tes Siklus II, nilai rata-rata siswa naik dari 60 menjadi 63 yang kemudian meningkat
menjadi 81. untuk lebih lanjut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
100
90
81
80
70
63
60
60
50
40
30
20
10
0
TES AWAL SIKLUS I SUKLUS II
Gambar 4.1. Grafik Peningkatan Nilai Rata-rata Siswa mulai Pre-tes, Tes Siklus I dan Tes
Siklus II
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran mulai dari pre-
tes, siklus I dan siklus II menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Pada saat Pre-
tes nilai rata-rata siswa 60 kemudian pada saat siklus I meningkat menjadi 63 dan meningkat
Sedangkan untuk persentase peningkatan hasil belajar siswa mulai dari Pre-tes, siklus I
100%
90%
80%
80%
70%
60% 55%
50% 45%
40%
30%
20%
10%
0%
Tes Awal Siklus I Siklus II
Gambar 4.2. Persentase Peningkatan Hasil Belajar Siswa mulai Pre-tes, Tes Siklus I dan Tes
Siklus II
Ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan mengalami peningkatan dari Pre-tes, post
test siklus I hingga post test siklus II. Adapun peningkatannya adalah pada saat Pre-tes
ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan 45%, setelah dilakukan tindakan menggunakan
10% dari jumlah ketuntasan awal menjadi 55% pada post test siklus I. Setelah dilakukan
perbaikan pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan meningkat 25% dari
nilai post test siklus I menjadi 80% pada post test siklus II.
pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas IV
BAB V
5.1 Simpulan
hasil belajar siswa pada materi alat indera pada manusia di kelas IV SD Swasta Gracia Sustain
mencapai 70%. Rata-rata nilai pada saat pretes sebesar 60 meningkat setelah diberikan
tindakan menjadi sebesar 63 pada siklus I dan meningkat menjadi 81 pada siklus II.
pengalaman sendiri, siswa akan belajar dengan lebih banyak aktivitas dari pada jika
materi pelajaran disajikan hanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan
konstruktivisme.
3. Sebelum dilaksanakan tindakan, hasil belajar siswa masih rendah dengan ketuntasan
belajar 45% belum mencapai standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yaitu
70%. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I diperoleh tingkat ketuntasan belajar
siswa yaitu 55% secara keseluruhan yang berarti secara keseluruhan siswa belum
mencapai standar minimal ketuntasan belajar. Hasil tes pada siklus II diperoleh
tingkat ketuntasan belajar siswa sebesar 80% hal ini menunjukkan bahwa setelah
dilakukan siklus II terjadi peningkatan dan siswa secara keseluruhan sudah mencapai
5.2 Saran
sehingga siswa merasa lebih dihargai dan diperhatikan. Penghargaan ini akan
karakteristik dan lingkungan siswa serta melibatkan siswa dalam penggunaan media
tersebut.
4. Perlunya remedial terhadap siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar minimal
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta; Rineka
Cipta.
Aly Abdullah, Rahma. 2008. Ilmu Alamiah Dasar , Jakarta : Bumi Nusantara.
Amri Sofan. 2013. Pengembangan dan Model Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013,
Jakarta: Prestasi Pustakarya
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Daryanto. 2010.Belajar dan Mengajar, Bandung : Yrama Widya.
Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan Pembelajaran,
Jakarta : Delia Pres.
Pribadi Benny. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta : Dian Rakyat.
Subadrah Nair, Malar a/p Muthiah.2005. Penggunaan Model Konstruktivisme Lima Fasa
Needham Dalam Pembelajaran Sejarah.
http://web.usm.my/education/publication/JPPSubadrah%20%2821-42%29B.pdf.
Diakses 08 Maret 2014.
Sudjana Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung : Remaja Rosda
Karya.
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:Rineka
Cipta.
Zainal Aqib, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : Yrama Widya.