Anda di halaman 1dari 10

Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN.

2442-9163

Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa SD Melalui Model Realistic
Mathematic Education (RME) Pada Siswa Kelas IV Semester I Di SD Negeri 4 Kradenan
Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2017/2018

Endang Susilowati
SD Negeri 4 Kradenan
UPTD Pendidikan Kecamatan Kradenan
Kabupaten Grobogan
endangsusilowati652@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan aktivitas siswa dan hasil
belajar matematika siswa dengan menerapkan model pembelajaran Realistic
Mathematic Education (RME). Jenis metode penelitian adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 2 siklus dengan tahapan setiap
siklus yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek
penelitian tindakan kelas ini adalah guru dan siswa kelas IV SD Negeri 4
Kradenan dengan jumlah siswa 27 orang yang terdiri dari 11 orang siswa laki-
laki dan 16 orang siswa perempuan.. Teknik pengumpulan data berupa teknik
non tes dan teknik tes. Alat pengumpul data menggunakan lembar observasi
dan tes formatif. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif
dan analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran Realistic Mathematic Education (RME) dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar matematika siswa. Hal ini dapat di lihat dari aktivitas
siswa pada siklus I memperoleh nilai rata-rata sebesar 59,84 dengan kategori
cukup aktif meningkat pada siklus II sebesar 7,78 menjadi 67,62 dengan
kategori aktif. Persentase aktivitas siswa secara klasikal pada siklus I sebesar
57,14% dengan kategori cukup aktif meningkat 19,05% pada siklus II menjadi
76,19% dengan kategori aktif. Hasil belajar siswa pada siklus I memperoleh
nilai rata-rata 63,81 dengan kategori belum tuntas, meningkat sebesar 10,24
pada siklus II menjadi 74,05 dengan kategori tuntas. Persentase ketuntasan
hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 61,90% dengan kategori cukup tinggi,
meningkat 14,29% pada siklus II menjadi 76,19% dengan kategori tinggi.

Kata Kunci : Realistic Mathematic Education (RME), aktivitas siswa, hasil


belajar.

PENDAHULUAN Pendidikan menjadi tumpuan


Sebagai institusi resmi dalam bidang harapan bagi peningkatan kualitas sumber
pendidikan, sekolah memiliki peran yang daya manusia Indonesia seutuhnya.
sangat krusial dalam pembentukan dan Pendidikan yang mampu mendukung
pengembangan potensi peserta didik. pembangunan dimasa mendatang adalah
Melalui sistem pendidikan yang diterapkan pendidikan yang mampu mengembangkan
di sekolah, pengembangan potensi dan potensi siswa, sehingga yang bersangkutan
pembentukan perilaku individu diharapkan mampu menghadapi dan memecahkan
mampu mencapai perkembangan yang problema kehidupan yang dihadapinya
optimal. (Trianto, 2011: 1). Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

44 http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus
Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN. 2442-9163

Nasional pasal (3) menyebutkan bahwa keluhan tentang kesulitan belajar


pendidikan nasional bertujuan untuk matematika masih saja terus dijumpai.
berkembangnya potensi peserta didik agar Rendahnya hasil belajar siswa dalam
menjadi Manusia yang beriman dan pembelajaran matematika bukan semata-
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mata karena materi yang sulit, tetapi bisa
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, juga disebabkan oleh proses pembelajaran
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang dilaksanakan. Betapapun tepat dan
yang demokratis serta bertanggung jawab. baiknya bahan ajar matematika yang
(Trianto, 2011: 5) menyatakan bahwa diberikan belumlah menjamin akan
masalah utama dalam pembelajaran pada tercapainya tujuan pendidikan matematika
pendidikan formal (sekolah) dewasa ini yang diinginkan. Salah satu faktor penting
adalah masih rendahnya daya serap siswa, untuk mencapai tujuan pendidikan adalah
terlihat dari rerata hasil belajar siswa yang proses belajar yang dilaksanakan
masih sangat memprihatinkan. Kondisi hasil (Sutawidjaja & Afgani, 2015). Kenyataan di
belajar siswa tersebut disebabkan oleh lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran
pembelajaran yang masih bersifat matematika pada umumnya masih terpusat
konvensional atau masih didominasi oleh pada guru, bukan pada siswa.
guru dan belum melibatkan siswa secara Matematika merupakan salah satu
langsung untuk berkembang secara mandiri. bidang studi yang ada pada semua jenjang
Guru adalah seorang pendidik, pendidikan. Menurut Susanto (2013: 183)
pembimbing, pelatih, dan pengembang belajar matematika merupakan suatu syarat
kurikulum yang dapat menciptakan kondisi cukup untuk melanjutkan pendidikan ke
dan suasana belajar yang kondusif, yaitu jenjang selanjutnya. (Hamzah, 2014: 57)
suasana belajar menyenangkan, menarik, menyatakan bahwa pendidikan matematika
memberi rasa aman, memberikan ruang pada merupakan upaya untuk meningkatkan daya
siswa untuk berpikir aktif, kreatif, dan nalar siswa, meningkatkan kecerdasan
inovatif dalam mengeksplorasikan dan siswa, dan mengubah sikap positifnya.
mengelaborasi kemampuannya (Rusman, Mengingat pentingnya matematika dalam
2011: 19). Guru hendaknya mampu memilih kehidupan sehari-hari dan dalam
model, pendekatan, strategi, metode dan perkembangan IPTEK, sekolah sebagai
teknik pembelajaran yang bervariasi sesuai lembaga pendidikan formal hendaknya
dengan tujuan pembelajaran di sekolah mampu melaksanakan proses pembelajaran
dasar, agar proses pembelajaran menjadi matematika yang bermakna dan menarik
menyenangkan dan siswa dapat mengikuti sehingga konsep matematika yang terkesan
pembelajaran dengan baik tanpa ada rasa sulit dan abstrak dapat dimengerti dengan
takut. Salah satu mata pelajaran yang mudah oleh siswa.
ditakuti oleh siswa di sekolah dasar adalah Pada pengajaran matematika guru
Matematika. cenderung mentransfer pengetahuan yang
Masalah pendidikan matematika mereka miliki ke dalam pikiran siswa. Siswa
selalu menjadi sorotan, karena masih sering diposisikan sebagai orang yang “tidak
rendahnya prestasi belajar siswa pada tahu apa-apa” yang hanya menunggu apa
bidang studi tersebut. Usaha untuk yang guru berikan (Ratumanan, 2003).
meningkatkan mutu pendidikan matematika Dalam kurikulum matematika sekolah di
di Indonesia telah lama dilaksanakan, namun Indonesia dan dalam pembelajarannya
selama ini terpateri kebiasaan dengan urutan

http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 45
Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN. 2442-9163

sajian pembelajaran sebagai berikut: (1) pembelajaran dengan situasi yang realistis
diajarkan teori/ teorema/ definisi (2) dan relevan serta melibatkan siswa baik
diberikan contoh-contoh dan (3) diberikan secara emosional maupun sosial agar
latihan soal-soal. Kebiasaan pembelajaran pembelajaran matematika menjadi menarik
semacam ini menyebabkan guru dan menyenangkan (Permana, 2016).
mendominasi kegiatan belajar mengajar, Selanjutnya (Burril, 1997) mengemukakan
sementara siswa hanya menjadi pendengar bahwa Good teaching is not making
dan pencatat yang baik. Hasilnya adalah learning easy!, is not making hard either.
siswa yang kurang mandiri, tidak berani Students, teachers, parents, and
mengemukakan pendapat sendiri, selalu administrators should understand that good
meminta bimbingan guru, dan kurang gigih teaching means that students are actively
melakukan ujicoba dalam menyelesaikan engaged in the learning process. Students
masalah matematika, sehingga pengetahuan are involved with problems, they struggle
yang dipahami siswa hanya sebatas apa yang with ideas, and they take part in the
diberikan guru. Dalam proses pembelajaran dialogue.
guru hendaknya memberikan arahan kepada Model pembelajaran Realistic
siswa tentang bagaimana siswa harus Mathematics Education (RME) merupakan
belajar. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu alternatif pembelajaran yang
(Arends, 2014) bahwa good teaching menuntut siswa untuk mengkonstruksi
includes teaching students how to learn, pengetahuan dengan kemampuannya sendiri
how to remember, how to think, and how to melalui aktivitas yang dilakukannya dalam
motivate themselves. kegiatan pembelajaran. Ide utama
Peran guru dalam kegiatan belajar pembelajaran dengan menggunakan model
mengajar adalah sebagai fasilitator dan pembelajaran RME adalah siswa harus
motivator untuk mengoptimalkan belajar diberi kesempatan untuk menemukan
siswa. (Ratumanan, 2003) menyarankan kembali (reinventing) konsep matematika
agar guru berpandangan bahwa matematika dengan bimbingan orang dewasa
merupakan proses, sehingga pengajaran (Gravemeijer, 1994). Prinsip menemukan
matematika merupakan suatu usaha kembali berarti siswa diberi kesempatan
membantu siswa untuk mengkonstruksi menemukan sendiri konsep matematika
pengetahuan dengan kemampuannya sendiri dengan menyelesaikan berbagai soal
melalui proses internalisasi sehingga kontekstual yang diberikan pada awal
pengetahuan tersebut terkonstruksi kembali. pembelajaran.
Pada pandangan konstruktivis, Berdasarkan pada soal, siswa
mengajar bukanlah meneruskan membangun model berdasarkan situasi
pengetahuan dari kepala guru ke kepada kemudian menyelesaikan hingga
siswa, tetapi mengajar adalah proses mendapatkan pengetahuan formal
negosiasi makna. (Permana, 2015) Guru matematika (Gravemeijer, 1994). Selain itu
lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan dalam pandangan ini, matematika dipandang
mediator yang kreatif, sedangkan siswa sebagai suatu kegiatan manusia sehari-hari.
dipandang sebagai bagian yang aktif dan Oleh karena itu pembelajaran matematika
bertanggung jawab atas pembelajarannya harus dikaitkan dan menjadi bagian dari
sendiri. Salah satu ciri lingkungan belajar kegiatan manusia sehari-hari (Gravemeijer,
yang beraliran konstruktivis adalah jika 1994).
dalam mengajar guru mengintegrasikan

46 http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus
Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN. 2442-9163

Upaya untuk menemukan kembali titik awal dalam belajar matematika. Dalam
ide dan konsep matematika ini dilakukan hal ini siswa melakukan aktivitas
dengan memanfaatkan realita dan matematisasi horisontal, yaitu siswa
lingkungan yang dekat dengan anak. mengorganisasikan masalah dan mencoba
Pembelajaran matematika realistik pada mengidentifikasi aspek matematika yang ada
dasarnya adalah pemanfaatan realita dan pada masalah tersebut. Siswa bebas
lingkungan yang dipahami peserta didik mendeskripsikan, menginterpretasikan dan
untuk memperlancar proses pembelajaran menyelesaikan masalah kontekstual dengan
matematika sehingga mencapai tujuan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan
pendidikan matematika secara lebih baik awal yang dimiliki. Kemudian siswa dengan
daripada masa yang lalu. Lebih lanjut yang bantuan atau tanpa bantuan guru,
dimaksud dengan realita yaitu hal-hal yang menggunakan matematisasi vertikal (melalui
nyata atau konkrit yang dapat diamati atau abstraksi maupun formalisasi) tiba pada
dipahami peserta didik lewat tahap pembentukan konsep. Setelah dicapai
membayangkan, sedangkan yang dimaksud pembentukan konsep, siswa dapat
dengan lingkungan adalah lingkungan mengaplikasikan konsep-konsep matematika
tempat peserta didik berada baik lingkungan tersebut kembali pada masalah kontekstual,
sekolah, keluarga maupun masyarakat yang sehingga memperkuat pemahaman konsep.
dapat dipahami peserta didik (Putri, 2013). (Gravemeijer, 1994) mengemukakan
Model Pembelajaran RME telah bahwa terdapat tiga prinsip kunci dalam
dikembangkan di Belanda selama kurang model pembelajaran RME yaitu (a) Petunjuk
lebih 30 tahun, dan menunjukkan hasil yang menemukan kembali/ matematisasi progresif
baik. RME juga dikembangkan di beberapa (guided reinvention / progessive
negara lain seperti USA (yang dikenal mathematizing), (b) Fenomena yang bersifat
dengan Mathematics in Context), Afrika mendidik (didactical phenomenology), (c)
Selatan, Malaysia, Inggris, Brazil, dan lain- Mengembangkan model sendiri (Self
lain. Laporan dari TIMMS (Third developed models). Dalam menyelesaikan
International Mathematics and Science masalah kontekstual, siswa diberi
Study) menyebutkan bahwa berdasarkan kesempatan untuk mengembangkan model
penilaian TIMSS, siswa di Belanda mereka sendiri, sehingga dimungkinkan
memperoleh hasil yang memuaskan baik muncul berbagai model buatan siswa.
dalam ketrampilan komputasi maupun Model-model tersebut diharapkan akan
kemampuan pemecahan masalah. berubah dan mengarah kepada bentuk yang
Belajar matematika merupakan lebih baik menuju ke arah pengetahuan
kegiatan mental yang tinggi karena matematika formal, sehingga diharapkan
matematika berkenaan dengan ide-ide terjadi urutan pembelajaran seperti berikut
abstrak yang diberi simbol-simbol yang “masalah kontekstual” -“model dari masalah
tersusun secara hirarkis dan penalarannya kontekstual tersebut” - “model ke arah
deduktif. Belajar matematika pada formal” - “pengetahuan formal” (Soedjadi,
hakikatnya adalah belajar berkenaan dengan 2007).
ide-ide, struktur-struktur yang diatur Berdasarkan prinsip dan karakteristik
menurut urutan yang logis. model pembelajaran RME maka yang
Proses pembelajaran matematika menjadi ciri-ciri dari model pembelajaran ini
dengan RME menggunakan masalah adalah sebagai berikut. 1) Pembelajaran
kontekstual (contextual problems) sebagai dirancang berawal dari pemecahan masalah

http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 47
Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN. 2442-9163

yang ada di sekitar siswa dan berbasis pada menunjukkan bahwa dalam proses
pengalaman yang telah dimiliki siswa. 2) pembelajaran matematika di kelas IV siswa
Urutan pembelajaran haruslah cenderung pasif karena kurang dilibatkan
menghadirkan suatu aktivitas atau dalam mencari penyelesaian masalah
eksplorasi. 3) Pembelajaran matematika matematika. Pembelajaran menjadi kurang
tidak semata-mata memberi penekanan pada bermakna karena pengetahuan yang
komputasi dan hanya mementingkan diperoleh siswa hanya sebatas pada materi
langkah-langkah prosedural serta yang disampaikan oleh guru. Kegiatan
keterampilan, melainkan penekanan pada pembelajaran memfokuskan siswa untuk
pemahaman konsep dan pemecahan menghafal rumus daripada menanamkan
masalah. 4) Siswa mengalami proses konsep. Kurangnya penggunaan media atau
pembelajaran secara bermakna dan alat peraga dalam pembelajaran matematika.
memahami matematika dengan penalaran. 5) Selain itu, belum diterapkannya
Siswa belajar matematika dengan model pembelajaran Realistic Mathematic
pemahaman secara aktif membangun Education (RME) pada pembelajaran
pengetahuan baru dari pengalaman dan matematika secara optimal. Akibatnya, hasil
pengetahuan awal. 6) Dalam pembelajaran belajar siswa menjadi rendah. Dari jumlah
siswa dilatih untuk megikuti pola kerja, 27 orang siswa, terdapat 10 orang siswa
intuisi – coba – salah – dugaan/ spekulasi – yang tuntas (37,03%) dan terdapat 17 orang
hasil. 7) Terdapat interaksi yang kuat antara siswa belum tuntas (62,97%) dengan KKM
siswa yang satu dengan siswa lainnya. 8) 66. Proses pembelajaran yang diharapkan
Memberikan perhatian yang seimbang adalah memberikan kesempatan kepada
antara matematisasi horizontal dan siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan
matematisasi vertikal. mampu meningkatkan pemahaman siswa
Secara umum tujuan penelitian sehingga pembelajaran menjadi lebih
adalah untuk mengetahui efektifitas bermakna.
penerapan model pembelajaran RME dalam Berkaitan dengan uraian di atas,
pembelajaran matematika. Secara khusus peneliti menerapkan model pembelajaran
tujuan penelitian ini adalah untuk Realistic Mathematic Education (RME).
mendeskripsikan: (a) Kemampuan guru Menurut (Muhsetyo, 2008). Freudenthal dan
dalam mengelola pembelajaran RME, (b) Treffers adalah tokoh-tokoh yang
Respon siswa terhadap model pembelajaran mengembangkan RME, pada awalnya
RME, (c) pencapaian ketuntasan belajar diterapkan di Belanda dan digunakan
siswa yang belajar dengan RME. sebagai model untuk meningkatkan mutu
Melalui penelitian ini, diharapkan pembelajaran matematika. (Aisyah, 2007)
bahwa informasi efektivitas pembelajaran menyatakan bahwa Realistic Mathematic
matematika dengan menggunakan model Education (RME) adalah salah satu model
pembelajaran RME dapat dijadikan sebagai pembelajaran matematika yang
suatu alternatif pembelajaran matematika, dikembangkan untuk mendekatkan
dalam rangka meningkatkan mutu matematika kepada siswa.
pendidikan matematika melalui peningkatan Langkah-langkah penerapan model
aktivitas siswa dan minat siswa dalam pembelajaran Realistic Mathematic
belajar. Education (RME) yang dikemukakan oleh
Hasil dari wawancara, observasi, dan (Wijaya, 2017) yaitu: (1) diawali dengan
dokumentasi di SD Negeri 4 Kradenan masalah dunia nyata, (2) mengidentifikasi

48 http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus
Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN. 2442-9163

konsep matematika yang relevan dengan belajar. Proses aktivitas pembelajaran harus
masalah, lalu mengorganisir masalah sesuai melibatkan seluruh aspek psikofisis siswa,
dengan konsep matematika, (3) secara baik jasmani maupun rohani sehingga
bertahap meninggalkan situasi dunia nyata akselerasi perubahan perilakunya dapat
melalui proses perumusan asumsi, terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar,
generalisasi, dan formalisasi, (4) baik berkaitan dengan aspek kognitif,
menyelesaikan masalah matematika (terjadi afektif, maupun psikomotor (Hanafiah &
dalam dunia matematika), dan (5) Suhana, 2012) Hasil belajar adalah
menerjemahkan kembali solusi matematis ke kompetensi atau kemampuan tertentu baik
dalam solusi nyata, termasuk kognitif, afektif maupun psikomotorik yang
mengidentifikasi keterbatasan dari solusi. dicapai atau dikuasai siswa setelah
Menurut (Wijaya, 2017: 20-21) model mengikuti proses belajar mengajar
pembelajaran Realistic Mathematic (Kunandar, 2011). Berdasarkan uraian di
Education (RME) memiliki kelebihan dan atas, peneliti melakukan penelitian tindakan
kelemahan, kelebihan model pembelajaran kelas dengan judul “Penerapan Model
Realistic Mathematic Education (RME) Pembelajaran Realistic Mathematic
yaitu: (1) memberikan pengertian kepada Education (RME) untuk Meningkatkan
siswa tentang keterkaitan matematika Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika
dengan kehidupan sehari-hari, dan (2) Siswa Kelas IV SD Negeri 4 Kradenan”.
memberikan pengertian kepada siswa bahwa Tujuan penelitian ini adalah untuk
matematika adalah suatu bidang kajian yang meningkatkan aktivitas siswa dan hasil
dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh belajar siswa pada mata pelajaran
siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut matematika kelas IV SD Negeri 4 Kradenan
pakar dalam bidang tersebut, sedangkan melalui penerapan model pembelajaran
kelemahan model pembelajaran Realistic Realistic Mathematic Education (RME).
Mathematic Education (RME) yaitu: (1)
tidak mudah bagi guru untuk mendorong METODE PENELITIAN
siswa agar bisa menemukan berbagai cara Penelitian ini menggunakan jenis
dalam menyelesaikan soal atau memecahkan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
masalah, dan (2) tidak mudah bagi guru atau dikenal dengan Classroom Action
untuk memberi bantuan kepada siswa agar Research, dan dilaksanakan dalam 2 siklus.
dapat melakukan penemuan kembali Tahapan setiap siklus yaitu: (1)
konsep-konsep matematika yang dipelajari. perencanaan, (2) pelaksanaan, (3)
Proses pembelajaran melalui pengamatan, dan (4) refleksi (Arikunto,
penerapan model pembelajaran Realistic 2013). Penelitian tindakan kelas ini
Mathematic Education (RME) diharapkan dilaksanakan secara kolaboratif partisipatif
mampu meningkatkan kualitas belajar yang antara peneliti dengan guru wali kelas IV
juga dipengaruhi oleh kinerja guru. Menurut dan dilaksanakan pada semester genap tahun
(Susanto, 2013) kinerja guru dapat diartikan pelajaran 2017/2018. Subjek penelitian
sebagai prestasi, hasil, atau kemampuan tindakan kelas ini adalah guru dan siswa
yang dicapai atau diperlihatkan oleh guru kelas IV SD Negeri 4 Kradenan dengan
dalam melaksanakan tugas pendidikan dan jumlah siswa 27 orang yang terdiri dari 11
pengajaran. Pembelajaran akan berhasil dan orang siswa laki-laki dan 16 orang siswa
dikatakan efektif apabila siswa ikut terlibat perempuan. Teknik pengumpulan data
dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan menggunakan teknik non tes dan teknik tes.

http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 49
Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN. 2442-9163

Alat Pengumpul data menggunakan lembar Kradenan Kabupaten Grobogan pada


observasi dan tes formatif. Lembar observasi semester satu tahun pelajaran 2017/2018.
digunakan untuk mengamati kinerja guru, Terdapat dua siklus dalam penelitian ini,
dan aktivitas siswa, sedangkan tes formatif setiap siklus terdiri dari dua pertemuan.
digunakan untuk mengetahui hasil belajar Penelitian siklus I dilaksanakan pada hari
kognitif siswa. Data yang diperoleh Kamis tanggal 20 Juli 2017 pukul 07.30-
dianalisis menggunakan teknik analisis 08.40 WIB dan hari Sabtu tanggal 22 Juli
kualitatif dan analisis kuantitatif (Permana 2017 pukul 08.05-09.15 WIB. Siklus II
& Imron, 2016). dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 3
Pengumpulan data penelitian ini Agustus 2017 pukul 07.30-08.40 WIB dan
menggunakan teknik analisis dokumen, hari Sabtu tanggal 5 Agustus 2017 pukul
pengamatan pada pelaksanaan pembelajaran, 08.05-09.15 WIB.
dan wawancara mendalam terhadap Hasil penelitian menunjukkan
informan. Teknik cuplikan (sampling) yang terdapat peningkatan terhadap kinerja guru,
digunakan adalah purposive (purposive aktivitas siswa dan hasil belajar kognitif
sampling) dan snawball sampling. Uji siswa dari siklus I ke siklus II sebagai
validitas data yang dilakukan penulis pada berikut.
penelitian ini adalah dengan triangulasi
metode, triangulasi sumber, dan review Tabel 1. Peningkatan kinerja guru.
informan. Teknik analisis data yang No Keterangan Siklus I Siklus II Peningkatan
digunakan adalah analisis model interaktif 1 Nilai 64,17 80,17 16,00
Sangat
(interactive model of analysis) yang
2 Kategori Baik baik
dikembangkan (Miles & Huberman, 2002).
Berdasarkan tabel 1 diperoleh
HASIL DAN PEMBAHASAN informasi bahwa nilai kinerja guru siklus I
Penelitian ini menggunakan metode sebesar 64,17 dengan kategori baik,
penelitian tindakan kelas (PTK) yang mengalami peningkatan pada siklus II
berkolaboratif (collaborative classroom sebesar 16,00 menjadi 80,17 dengan
action research) (Barker, Reynolds, & Place, kategori sangat baik. Wujud perilaku yang
2005). Meski demikian metode ini berkaitan dengan kinerja guru adalah
ditekankan dengan guru sebagai peneliti kegiatan guru dalam proses pembelajaran,
(teacher as researcher) (Permana, 2011). yaitu bagaimana seorang guru
Model ini relevan bagi guru dan dosen dan merencanakan pembelajaran dan menilai
memiliki keunggulan, sebab efektif dapat hasil belajar (Rusman, 2011).
memperbaiki kualitas pembelajaran yang
dilakukannya. Pelaksanaan penelitian ini Tabel 2. Peningkatan aktivitas siswa.
terdiri atas tiga langkah yaitu (1) diagnostik No Keterangan Siklus I Siklus II Peningkatan
(perumusan masalah dan hipotesis 1 Nilai rata-rata 59,84 67,62 7,78
Cukup
tindakan), (2) terapetik (perbaikan yang 2 Kategori Aktif
Aktif
terdiri atas beberapa siklus: perencanaan – Persentase
pelaksanaan – pengamatan – refleksi) dan 3 aktivitas 57,14% 76,19% 19,05%
(3) pasca terapetik (pemantapan dan siswa
pembuatan laporan) (Barker et al., 2005). Cukup
4 Kategori Aktif
Aktif
Penelitian ini dilaksanakan di kelas
IV SD Negeri 4 Kradenan Kecamatan
50 http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus
Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN. 2442-9163

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui SIMPULAN


bahwa nilai rata-rata aktivitas siswa pada Berdasarkan analisis data dapat
siklus I sebesar 59,84 dengan kategori cukup diperoleh kesimpulan bahwa penerapan
aktif, meningkat 7,78 pada siklus II menjadi model pembelajaran Realistic Mathematic
67,62 dengan kategori aktif. Persentase Education (RME) dapat meningkatkan
aktivitas siswa pada siklus I sebesar 57,14% aktivitas siswa dan hasil belajar siswa pada
dengan kategori cukup aktif, meningkat mata pelajaran matematika pada siswa kelas
19,05% pada siklus II menjadi 76,19% IV semester I SD Negeri 4 Kradenan
dengan kategori aktif. Aktivitas tersebut Kecamatan Kradenan tahun pelajaran
merupakan keterlibatan siswa dalam bentuk 2017/2018. Aktivitas siswa pada siklus I
sikap, pikiran, perbuatan, dan aktivitas memperoleh nilai rata-rata sebesar 59,84
dalam kegiatan pembelajaran guna dengan kategori cukup aktif meningkat pada
menunjang keberhasilan proses belajar siklus II sebesar 7,78 menjadi 67,62 dengan
mengajar dan memperoleh manfaat dari kategori aktif. Persentase aktivitas siswa
kegiatan belajar (Kunandar, 2011). secara klasikal pada siklus I sebesar 57,14%
dengan kategori cukup aktif meningkat
Tabel 3. Peningkatan hasil belajar siswa. 19,05% pada siklus II menjadi 76,19%
No Keterangan Siklus I Siklus II Peningkatan dengan kategori aktif. Hasil belajar siswa
1 Nilai rata-rata 63,81 74,05 10,24 pada siklus I memperoleh nilai rata-rata
Belum
2 Kategori Tuntas 63,81 dengan kategori belum tuntas,
Tuntas
Persentase
meningkat sebesar 10,24 pada siklus II
3 61,90% 76,19% 14,29% menjadi 74,05 dengan kategori tuntas.
ketuntasan
Cukup Persentase ketuntasan hasil belajar siswa
4 Kategori Tinggi
Tinggi pada siklus I sebesar 61,90% dengan
kategori cukup tinggi, meningkat 14,29%
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui pada siklus II menjadi 76,19% dengan
bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa pada kategori tinggi.
siklus I sebesar 63,81 dengan kategori Dari hasil penelitian deskriptif
belum tuntas meningkat sebesar 10,24 pada tentang pembelajaran matematika dengan
siklus II menjadi 74,05 dengan kategori metode RME dapat disimpulkan hal-hal
tuntas. Persentase ketuntasan hasil belajar sebagai berikut. 1). Guru yang diteliti
siswa pada siklus I adalah 61,90% dengan ternyata telah memiliki kemampuan yang
kategori cukup tinggi, meningkat sebesar cukup untuk melakukan pembelajaran
14,29% pada siklus II menjadi 76,19% matematika dengan metode RME. Guru juga
dengan kategori tinggi. Hasil analisis telah dapat melaksanakan pembelajaran
tersebut sesuai dengan pendapat (Muhsetyo, tersebut secara efektif. 2) Respons siswa
2008) yang menyatakan bahwa model terhadap pembelajaran matematika RME
pembelajaran Realistic Mathematic adalah positif. Sebagian besar siswa senang
Education (RME) adalah model dengan metode tersebut, dan sebagian besar
pembelajaran yang dapat digunakan untuk pula menganggap sebagai hal yang baru. 3)
meningkatkan mutu pembelajaran Berkaitan dengan ketuntasan belajar,
matematika. walaupun terjadi peningkatan hasil belajar,
namun menurut standar yang berlaku
ketuntasan belajar siswa belum tercapai.

http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 51
Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN. 2442-9163

Secara umum, penelitian yang lebih Pengembangan Profesi Guru. Jakarta:


mendalam masih perlu untuk dilakukan Rajawali Pers.
guna mencari tahu faktor-faktor lain yang Miles, M. B., & Huberman, A. M. (2002).
Reflections and Advice. In The
mempengaruhi dan menyebabkan
Qualitative Researchers Companion
ketidaktuntasan belajar tersebut. Selain itu (pp. 393–398).
perlu pula dilakukan perbandingan hasil https://doi.org/10.4135/9781412986274
belajar dengan RME dan dengan metode Muhsetyo, G. (2008). Pembelajaran
ekspositori biasa. Dengan demikian Matematika SD. Jakarta: Universitas
informasi yang lebih mendalam dapat Terbuka.
diketahui dalam upaya meningkatkan Permana, E. P. (2011). Meningkatkan hasil
belajar melalui metode problem solving
kualitas pembelajaran matematika di dalam
dalam pembelajaran IPS di kelas IV
kelas secara umum SDN Kotes 01 Kecamatan Gandusari
Kabupaten Blitar. Skripsi (Sarjana)--
DAFTAR RUJUKAN Universitas Negeri Malang.
Aisyah, N. (2007). Pengembangan Permana, E. P. (2015). PENERAPAN
Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: METODE PROBLEM SOLVING
Dirjen Dikti Depdiknas. DENGAN MEDIA GAMBAR SERI
Arends, R. (2014). Learning to Teach. In UNTUK MENINGKATKAN HASIL
Handbook of educational psychology BELAJAR IPS KELAS IV SEKOLAH
(p. 608). DASAR. Jurnal Pendidikan Dasar
https://doi.org/10.1017/CBO978110741 Nusantara, 1(1), 1–16.
5324.004 Permana, E. P. (2016). PENERAPAN
Arikunto. (2013). Metodelogi Penelitian, METODE PEMBELAJARAN
Suatu Pengantar Pendidikan. Rineka KOOPERATIF NUMBERED HEADS
Cipta, Jakarta. TOGETHER (NHT) UNTUK
Barker, R., Reynolds, J., & Place, M. MENINGKATKAN HASIL
(2005). Action research, self esteem, BELAJAR DAN BERPIKIR KRITIS
and children and young people in need SISWA PADA MATA PELAJARAN
with “medium range” behavioural IPS SD. Jurnal Pendidikan Dasar
difficulties. Journal of Social Work Nusantara, 1(2), 49–58.
Practice, 19(3), 299–315. Permana, E. P., & Imron, I. F. (2016).
https://doi.org/10.1080/0265053050029 PENERAPAN PEMBELAJARAN IPS
1278 DENGAN MEDIA ULAR TANGGA
Burril, G. (1997). President’s report: Choice UNTUK MENINGKATKAN MINAT
and challenges. Journal for Research in BELAJAR SISWA KELAS IV SDN
Mathematics Education, 28(3). KECAMATAN PRAMBON
Gravemeijer, K. (1994). Educational NGANJUK. EFEKTOR, 1(28), 67–70.
Development and Developmental Putri, finola M. (2013). PENGARUH
Research in Mathematics Education. PEMBELAJARANMATEMATIKA
Journal for Research in Mathematics REALISTIK TERHADAP
Education, 25(5), 443–471. KEMAMPUAN
https://doi.org/10.2307/40539302 PENALARANMATEMATIS
Hamzah, A. (2014). Perencanaan dan SISWASMP. Edumatica Volume, 3(1),
Strategi Pembelajaran Matematika. 19–26.
Jakarta: Rajawali Pers. Ratumanan, T. (2003). Pengaruh model
Hanafiah, N., & Suhana, C. (2012). Konsep pembelajaran dan gaya kognitif
Strategi Pembelajaran. Konsep terhadap hasil belajar matematika siswa
pembelajaran. SLTP di Kota Ambon. Jurnal
Kunandar. (2011). Langkah Mudah Pendidikan Dasar, 5(1), 1–10.
Penelitian Tindakan Kelas sebagai Rusman. (2011). Model-model

52 http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus
Jurnal PINUS Vol. 4 No. 1 Tahun 2018 ISSN. 2442-9163

Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. Pembelajaran Inovatif-Progresif.


Soedjadi, R. (2007). Inti Dasar-dasar Kencana.
Pendidikan Matematika Realistik Wijaya, D. A. I. dan A. (2017).
Indonesia. Jurnal Penddidikan PENGEMBANGAN PERANGKAT
Matematika, 1(2), 1–10. PEMBELAJARAN BERBASIS
Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan PENDEKATAN MATEMATIKA
Pembelajaran di Sekolah Dasar. REALISTIK MATERI BANGUN
Jakarta: Kencana. RUANG SISI DATAR
Sutawidjaja, A., & Afgani, J. (2015). BERORIENTASI PADA
Konsep Dasar Pembelajaran KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
Matematika. Pembelajaran SISWA KELAS VIII SMP. Pendidikan
Matematika, 1–25. Matematika, 6(5), 24–36.
Trianto. (2011). Mendesain Model

http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/pinus 53

Anda mungkin juga menyukai