Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan kegiatan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat 1 UU Sistem Pendidikan Nasional

Nomor 20 Tahun 2003).

Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu program

pembangunan nasional yang erat sekali hubungannya dengan pengembangan

sumber daya manusia. Salah satu usaha dalam peningkatan mutu pendidikan

adalah dengan meningkatkan kegiatan belajar mengajar melalui strategi, metode

maupun model pembelajaran yang sesuai dengan materi ajar. Kualitas hasil

belajar terutama terletak ditangan guru yang berkualitas pula, keberhasilan suatu

pengajaran sangat dipengaruhi oleh kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan

dan dikelola oleh guru yang profesional. Hal ini sejalan dengan pendapat Lubis

(2018: 117) bahwa, “semakin tinggi tingkat kualitas guru dalam memahami

proses dan mengelola proses pembelajaran, semakin tinggi pula tingkat

pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan”.

Pendidikan matematika adalah salah satu bagian dari pendidikan nasional

yang memiliki peranan yang sangat penting. Diantaranya adalah dapat

menciptakan manusia-manusia yang berkualitas, cerdas, kreatif, terampil,

1
produktif, bertanggung jawab dan berbudi luhur yang sangat berguna bagi

pembangunan demi kemajuan bangsa dan negara. Matematika merupakan salah

satu mata pelajaran yang dipelajari secara berkesinambungan mulai dari

pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.

Matematika memiliki peran penting untuk memecahkan permasalahan

dalam kehidupan sehari-hari. Bahri (2019: 475) mengatakan bahwa, “matematika

merupakan mata pelajaran yang sangat penting diberikan di sekolah dari semenjak

SD, SMP dan SMA bahkan hingga keperguruan tinggi”. Penguasaan matematika

sangat diperlukan untuk dapat melatih kemampuan pemecahan masalah,

kemampuan berpikir kritis dan kreatif bagi peserta didik sehingga dapat

mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi. Oleh sebab itu, matematika

sebagai ilmu dasar dipandang perlu untuk dikuasai oleh siswa mulai dari sekolah

dasar.

Alasan tentang pentingnya matematika diajarkan kepada siswa menurut

Fauziah (2019: 248) adalah:

Matematika selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, semua


bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai,
merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, dapat
digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara,
meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan kesadaran
keruangan, dan memberikan kepuasan terhadap usaha pemecahan
masalah yang menantang.

Matematika disadari sangat penting peranannya. Namun tingginya

tuntutan untuk menguasai matematika tidak berbanding lurus dengan hasil belajar

matematika siswa. Kenyataan yang ada menunjukkan hasil belajar siswa pada

bidang studi matematika kurang menggembirakan. Pemerintah khususnya

2
Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas

capaian hasil belajar matematika siswa, baik melalui peningkatan kualitas guru

matematika melalui penataran-penataran, maupun peningkatan standar minimal

nilai ujian nasional untuk kelulusan pada mata pelajaran matematika.

Namun ternyata prestasi belajar matematika siswa masih jauh dari

harapan. Penguasaan matematika dikalangan siswa sekolah dasar (SD) maupun

siswa sekolah menengah (SMP dan SMA) di Indonesia masih menjadi

permasalahan besar. Rendahnya penguasaan materi matematika, dapat dilihat

pada hasil studi Trends in International MathematicsandScience Study (TIMSS)

yaitu studi yang diinisiasi oleh the International Association for the Evaluation of

Educational Achievement (IEA).

Berdasarkan hasil studi TIMSS tahun 2011, prestasi matematika


siswa Indonesia menduduki urutan ke-38 dari 42 negara dengan
skor rata-rata 386 jauh dibawah standar internasional yaitu 500.
Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007 yaitu
sebesar 397. Selanjutnya, hasil studi TIMSS tahun 2015
menempatkan Indonesia pada urutan ke-44 dari 49 negara yang
berpartisipasi dengan perolehan skor Indonesia yaitu sebesar 397,
(Arthaningsih, 2018: 129).

Hasil studi TIMSS tersebut, tidak jauh berbeda dengan hasil survei

Programmefor International Student Assessment (PISA) yang diinisiasi oleh

OECD (Organisationfor Economic Co-operationand Development) mengenai

prestasi belajar matematika siswa di Indonesia. Arthaningsih (2018: 129) bahwa,

“hasil PISA pada tahun 2009 menunjukan skor rata-rata Indonesia yaitu sebesar

371. Selanjutnya, data PISA pada tahun 2015 menunjukkan bahwa nilai prestasi

matematika siswa Indonesia dengan perolehan skor 386 sedangkan skor rata-rata

3
OECD adalah 490”. Hal ini menunjukan penguasaan matematika siswa di

Indonesia perlu ditingkatkan.

Bukti bahwa prestasi siswa Indonesia khususnya dibidang studi

matematika masih rendah dan kurang memuaskan, salah satunya disebabkan

karena kurangnya minat siswa dalam mengikuti pelajaran matematika. Hal ini

disebabkan adanya anggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang paling

sulit dipahami. Oleh sebab itu, guru harus mampu membangkitkan minat belajar

siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika dengan menciptakan suasana

belajar yang menyenangkan dan tidak membosankan dengan menerapkan model

pembelajaran yang sesuai, sehingga siswa berminat untuk ikut berpartisipasi

dalam proses pembelajaran. Istianingsih (2018: 94) bahwa, “kurangnya kesukaan

atau minat siswa pada matematika menjadikan guru mengubah proses

pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang

berpusat pada siswa”.

Permasalahan di atas diperkuat dengan hasil observasi dan wawancara

peneliti dengan salah satu guru matematika di MTs As Syarif Kuala Beringin

mengatakan bahwa pembelajaran matematika di kelas masih berpusat pada

gurunya, dan masih menggunakan model pembelajaran yang biasa

(konvensional). Selain dengan tenaga pendidik, peneliti juga melakukan

wawancara dengan siswa tentang pembelajaran matematika di kelas, sebagian

besar siswa mengatakan bahwa selama kegiatan pembelajaran matematika

berlangsung mereka cenderung bosan dan kurang memahami materi yang

4
disampaikan guru dikarenakan guru kurang memberikan variasi dalam mengajar

matematika.

Salah satu usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan

merancang sistem pembelajaran, melalui pemilihan pendekatan, metode, strategi

dan model pembelajaran yang tepat. Dengan penggunaan model pembelajaran

yang tepat, diharapkan dapat terwujud suasana belajar yang dapat memotivasi

keaktifan siswa sehingga dapat memahami setiap ilmu yang diajarkan. Pemilihan

model pembelajaran sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar

siswa dalam menentukan keberhasilan belajar matematika. Penggunaan model

pembelajaran yang tepat diharapkan mampu mengatasi kejenuhan siswa

menerima pelajaran matematika. Selama ini model pembelajaran yang digunakan

guru cenderung monoton yang mengakibatkan siswa pasif. Sehingga siswa merasa

jenuh dan bosan yang menyebabkan pencapaian hasil belajar tidak optimal.

Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi


belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar guru yang
kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan
dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut
menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau
terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa
kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa
malas untukbelajar, (Slameto, 2010: 65).

Dalam kegiatan pembelajaran matematika terdapat beberapa komponen

yang sangat berpengaruh, yakni model pembelajaran yang diterapkan pada saat

kegiatan pembelajaran matematika. Apabila ditinjau dari karakteristik setiap

individu pasti memiliki perbedaan dalam hal kemampuan, gaya belajar,

perkembangan moral, perkembangan kognitif sosial budaya dan lainnya. Model

pembelajaran yang tepat dan dapat memberikan motivasi belajar yang tinggi,

5
sangat berpengaruh sekali pada pembentukan jiwa siswa. Maka dari itu guru

dituntut untuk menguasai bermacam model pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik materi dan siswa. Dalam memilih model, keaktifan siswa harus

selalu diupayakan tercipta dan berjalan terus menggunakan beragam model.

Dengan model belajar aktif, siswa diharapkan mampu memecahkan masalahnya

sendiri, yang paling penting melakukan tugasnya sesuai dengan pengetahuan yang

mereka miliki, sehingga memudahkan mereka dalam belajar. Agar dapat

mengaktifkan siswa dalam belajar, guru harus memiliki model yang tepat supaya

pendidikan dan pengajaran yang disampaikan memperoleh respon positif, menarik

perhatian, dan dapat mengembangkan sikap positif siswa.

Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika

siswa, salah satu diantaranya adalah model pembelajaran yang digunakan oleh

pengajar, misalnya dalam pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan

tradisional yang menempatkan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar

sebagai pendengar, sebaliknya peran guru atau pengajar pada pembelajaran sangat

dominan. Bahri (2019: 477) mengatakan bahwa, “pembelajaran matematika

disekolah sejauh ini masih didominasi oleh pembelajaran biasa dengan paradigma

guru mengajar. Siswa lebih banyak bergantung pada guru yang mengakibatkan

pembelajaran berpusat pada guru (teacher oriented) dimana guru berperan aktif

sementara siswa menjadi pasif”. Siswa aktif belajar karena baginya pelajaran

tersebut menarik dan menyenangkan. Agar anggapan tersebut juga diperlakukan

terhadap pelajaran matematika, maka guru harus mampu mengubah persepsi

6
siswa yang menganggap matematika itu pelajaran yang sulit pada kegiatan

pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran yang dianggap tepat digunakan untuk

membantu siswa dalam memahami pelajaran matematika adalah dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif (kelompok). Arthaningsih (2018:

129) bahwa, “model pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa berinteraksi

satu sama lainnya untuk saling membelajarkan (peer tutoring) dan saling

mendukung”. Pembelajaran kooperatif dapat membangun pengetahuan siswa

dalam bekerjasama disuatu kelompok untuk menyelesaikan masalah.

Pembelajaran kooperatif tidak hanya meningkatkan kecerdasan intelektual tetapi

juga meningkatkan kecerdasan sosial dan psikologi.

Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa variasi. Salah satu

variasi dari model pembelajaran kooperatif adalah tipe Two Stay Two Stray

(TSTS). Menurut Huda (2014: 207) bahwa, “strategi pembelajaran kooperatif tipe

TSTS merupakan system pembelajaran kelompok yang dapat melatih siswa

berpikir kritis, kreatif, dan efektif dengan tujuan agar siswa dapat saling

bekerjasama, bertanggungjawab, saling membantu memecahkan masalah, dan

saling membantu satu sama lain untuk berprestasi”.

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (dua tinggal dua

tamu) dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan

usia peserta didik. Selain itu, model ini dapat mendorong kepercayaan dan

partisipasi siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray

melibatkan siswa secara aktif dalam mengomunikasikan hasil diskusi maupun

7
informasi yang dimiliki antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya.

Model pembelajaran ini membuat siswa tidak hanya menjadi lebih mandiri dan

tidak bergantung pada guru, tapi juga member dorongan untuk berpikir dan

berpartisipasi aktif dalam belajar.

Model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah model


pembelajaran dimana dua orang siswa tinggal di kelompok dan dua
orang siswa bertamu ke kelompok lain. Dua orang yang tinggal
bertugas memberikan informasi kepada tamu tentang hasil
kelompoknya, sedangkan yang bertamu bertugas mencatat hasil
diskusi kelompok yang dikunjungi, (Shoimin 2014: 222).

Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two

Stray (TSTS) dan menerapkan komponen-komponennya diharapkan pembelajaran

semakin bermakna bagi siswa dan apa yang sudah didapat oleh siswa tersebut

tidak mudah lupa, selain itu dengan menggunkan model kooperatif tipe Two Stay

Two Stray ini diharapkan dapat membangkitkan semangat belajar dan menjadikan

siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran matematika agar dapat memperoleh

hasil yang baik sesuai dengan hasil yang ingin dicapai.

Penelitian yang dilakukan oleh Arthaningsih Ni Kadek Juni dan Komang

Sujendra Diputra (2018) dengan judul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Two Stay Two Stray melalui Lesson Study terhadap Hasil Belajar

Matematika menyimpulkan bahwa model pembelajaran pembelajaran kooperatif

tipe two stay two stray melalui lesson study berpengaruh signifikan terhadap hasil

belajar Matematika pada siswa kelas V di SD N Penarukan. Hal yang sama

didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Sari Arnida dan Memen Permata

Azmi (2018) dengan judul Penerapan Model Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

(TSTS) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis yang menyimpulkan

8
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray)

memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematis

mahasiswa.

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian sebelumnya yang telah

dikemukakan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan

judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

(TSTS) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Di MTs As Syarif Kuala

Beringin Tahun Pelajaran 2022/2023”.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, ada beberapa masalah yang

dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Hasil belajar siswa kelas VIII MTs As Syarif Kuala Beringin pada mata

pelajaran matematika kurang menggembirakan/masih jauh dari harapan.

2. Kurangnya minat siswa kelas VIII MTs As Syarif Kuala Beringin dalam

mengikuti pelajaran matematika.

3. Siswa masih beranggapan matematika adalah pelajaran sulit untuk

dipahami.

4. Pembelajaran matematika di kelas VIII MTs As Syarif Kuala Beringin

masih berpusat pada guru, dan masih menggunakan model pembelajaran

yang biasa (konvensional).

5. Selama proses pembelajaran matematika berlangsung siswa kelas VIII

MTs As Syarif Kuala Beringin cenderung bosan dan kurang memahami

materi yang disampaikan guru.

9
6. Guru kelas VIII MTs As Syarif Kuala Beringin kurang memberikan

variasi dalam proses belajar mengajar matematika.

C. Batasan Masalah

Agar masalah yang diteliti lebih jelas dan terarah maka perlu ada

pembatasan masalah dari identifikasi masalah. Adapun masalah dalam penelitian

ini dibatasi pada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) di kelas VIII MTs As

Syarif Kuala Beringin Tahun Pelajaran 2022/2023 pada materi bangun ruang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa kelas VIII MTs As Syarif

Kuala Beringin Tahun Pelajaran 2022/2023 dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)?

2. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay

Two Stray (TSTS) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII MTs

As Syarif Kuala Beringin Tahun Pelajaran 2022/2023?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Hasil belajar matematika siswa kelas VIII MTs As Syarif Kuala Beringin

Tahun Pelajaran 2022/2023 dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS).

10
2. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)

terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII MTs As Syarif Kuala

Beringin Tahun Pelajaran 2022/2023.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman langsung dan gambaran nyata dalam pelaksanaan

pembelajaran dan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar matematika

siswa dari strategi pembelajaran yang digunakan.

2. Bagi Siswa

Pembelajaraan kooperatif tipe TSTS pada dasarnya member pengalaman

yang baru bagi siswa dan mendorong siswa lebih aktif dalam pembelajaran

matematika. Diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat dan

pembelajaraan matematika menjadi lebih bermakna dan bermanfaat serta

dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Bagi Sekolah

Memberikan gambaran model pembelajaran yang tepat untuk digunakan

dalam meningkatkan kemampuan siswa terhadap hasil belajar siswa, agar

lebih baik dalam pelaksanaannya dengan cara memperbaiki

kekurangannya dan mengoptimalkan pelaksanaan yang telah dianggap

baik.

11
G. Anggapan Dasar

Model pembelajaran digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau

keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk menciptakan suatu

pengalaman yang berbeda-beda dalam kegiatan belajar mengajar digunakan pula

berbagai model pembelajaran yang bervariasi. Model pembelajaran yang sesuai

untuk menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam belajar matematika adalah

model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah model

pembelajaran yang mampu menggiring siswa untuk mengembangkan kemampuan

dan daya nalarnya melalui pembelajaran yang tercipta secara sosial. Artinya,

pembelajaran yang berlangsung merujuk siswa untuk dapat saling ketergantungan

dengan temannya dalam rangka menggali potensi yang dimiliki. Hal ini dapat

dilihat dari prinsip pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif,

tanggungjawab perseorangan, interaksi tatap muka, komunikasi antar anggota dan

evaluasi proses secara kelompok.

Model pembelajaran kooperatif diperkuat pula dengan tipe Two Stay Two

Stray atau dua tinggal dua tamu yang berarti adanya anggota kelompok yang

tinggal dan adanya anggota kelompok yang pergi. Adanya anggota kelompok

yang pergi menunjukkan bahwa siswa dituntut untuk mendapatkan informasi

bukan hanya di dalam kelompoknya tetapi juga di luar kelompok. Pembelajaran

kooperatif tipe ini dapat mendorong anggota kelompok untuk memperoleh konsep

suatu pelajaran secara mendalam melalui pemberian peran pada siswa. Dengan

model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini, maka tentunya siswa pasti

12
mengalami pengalaman pembelajaran yang berbeda yang pada akhirnya

berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

H. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan anggapan dasar di atas

maka dapat disusun hipotesis dalam penelitian ini adalah adalah terdapat pengaruh

model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap hasil

belajar matematika siswa di kelas VIII MTs As Syarif Kuala Beringin Tahun

Pelajaran 2022/2023.

13

Anda mungkin juga menyukai