Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Masyarakat,
bangsa dan negara adalah aspek universal yang selalu dan harus ada dalam
kehidupan manusia, sehingga pendidikan untuk membentuk karakter tidak
hanya dapat dilakukan di sekolah formal, namun akan memperoleh hasil
maksimal jika diberikan sejak usia dini.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai
dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika
yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada
semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta
didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan
agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Permendiknas no 22 tahun
2006).

Matematika sebagai salah satu sarana/berfikir ilmiah sangat


diperlukan untuk meningkatkan kemampuan berfikir logis, sistematis, dan
kritis dalam diri siswa. Demikian pula matematika merupakan
pengetahuan dasar yamg diperlukan untuk menunjang keberhasilan
belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan
matematika berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia
1
dan sebagai alat bantu untuk mengembangkan disiplin ilmu lainnya. Oleh
karena itu, diperlukan upaya pendidikan yang dapat meningkatkan hasil
belajar matematika disetiap jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika
yang dikembangkan di sekolah dasar berdasarkan karakteristik siswa
adalah pembelajaran matematika yang dilakukan secara konkret, baik
dengan mewujudkannya dalam bentuk media, alat peraga maupun dalam
kegiatan nyata. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat, seperti
fakta, keterampilan, nilai dan konsep. Dengan demikian, diketahui bahwa
proses pembelajaran matematika bukan sekedar transfer ilmu antara guru
dan siswa, melainkan suatu proses kegiatan yaitu terjadi interaksi 2 antara
guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa dan antara siswa
dengan lingkungannya. Pembelajaran matematika juga seharusnya mampu
memberikan bekal kepada siswa untuk berfikir, logis, analisis, sistematis
dan kreatif. Untuk memberikan bekal kepada siswa maka diperlukan
pembelajaran matematika yang inovatif, menarik dan menyenangkan bagi
siswa agar mata pelajaran matematika bukan menjadi pelajaran yang
menakutkan bagi siswa. Pembelajaran matematika yang dikembangkan di
sekolah dasar berdasarkan karakteristik siswa adalah pembelajaran
matematika yang dilakukan secara konkret, baik dengan mewujudkannya
dalam bentuk media, alat peraga maupun dalam kegiatan nyata.

Aktivitas belajar yang berdampak pada hasil belajar siswa


dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terlibat langsung dan tidak langsung
dalam proses pembelajaran. Faktor yang secara nyata dilakoni oleh guru
dapat mempengaruhi kadar dan tingkat aktivitas serta prestasi belajar
siswa adalah cara guru menyajikan materi ajar model atau metode yang
digunkana. Metode berkaitan dengan keberhasilan proses belajar mengajar
yang hasilnya akan menentukan prestasi yang akan dicapai siswa. Oleh
karenanya keberhasilan model atau suatu metode pembelajaran banyak
ditentukan oleh kesungguhan dari guru dalam menerapkan suatu model
yang dipilih untuk pembelajaran di kelas.

2
Setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika, apabila keadaan
tersebut tidak segera diatasi, maka tujuan pembelajaran yang ditetapkan
tidak akan tercapai dengan optimal dan berdampak langsung pada
lemahnya penguasaan konsep matematika selanjutnya oleh siswa. Untuk
mengatasi permasalahan ini, maka perlu adanya upaya perbaikan proses
pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk
belajar matematika. Selain itu, diperlukan model atau pendekatan yang
mampu mendekatkan matematika kepada siswa sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.

Suatu proses pembelajaran tidak akan dapat berjalan sesuai dengan


tujuan pembelajaran tanpa adanya model pembelajaran tepat yang
digunakan oleh guru. Salah satu model pembelajaran yang sangat dekat
dengan anak yaitu model pembelajaran kontekstual. Nurhadi (dalam
Rusman, 2010:189) menyebutkan bahwa model pembelajaran kontekstual
merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan materi
pembelajaran dengan keadaan nyata di lapangan. Melalui model
pembelajaran kontekstual ini guru dapat mengkonkritkan pembelajaran
dengan penggunaan media yang sesuai dengan materi pembelajaran.
Selaras dengan itu, Keneth (dalam Rusman, 2010:189-190) berpendapat
bahwa melalui model pembelajaran kontekstual ini anak dapat
mengaplikasikan pemahaman yang diperolah disekolah dalam
memecahkan masalah yang anak temui dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual dalam proses pembelajaran, akan menuntun anak dalam
perkembangan kemampuan kognitifnya untuk bernalar dalam
memecahkan masalah yang dialami dalam kehidupan nyata.

Model pembelajaran kontekstual merupakan model pembelajaran


yang menekankan proses keterlibatan anak dalam menemukan sendiri

3
materi pelajaran, mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata, sehingga
materi tersebut tertanam dalam pemaham anak, dan materi yang didapat
melalui pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
dapat diterapkan dalam kehidupan.

Pelajaran matematika masih menjadi mata pelajaran yang kurang


diminati. Kurangnya minat siswa terhadap pelajaran matematika dapat
dilihat dari kurang aktifnya siswa dalam mengikuti pelajaran matematika,
hal ini kemungkinan disebabkan oleh penerapan model atau metode
pembelajaran yang kurang relevan dengan materi pembelajaran,
kurangnya media nyata yang digunakan guru untuk menambah
pemahaman siswa, seperti diketahui anak usia kelas I masi berada pata
masa pra oprasional konkret sehingga membutuhkan media nyata dalam
pembelajarannya (berdasarkan hasil pengamatan terbatas). Dampak nyata
yang dapat dilihat dari kurang aktifnya siswa dalam belajar matematika
adalah hasil belajar matematika siswa cenderung berada di bawah standar
ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan sekolah. Secara spesifik hasil
belajar matematika siswa SD N 2 Takmung, khusus Kelas I secara umum
selalu berada di bawah KKM (60). Menyebabkan hasil belajar matematika
siswa berada pada kategori rendah. Berdasarkan skor hasil belajar yang
diperoleh peneliti, sekitar 40% siswa Kelas I memperoleh hasil belajar
Matematika di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM), dengan
penetapan standar KKM di SD ini sebesar 60 dan rata-rata persentase hasil
belajar matematika siswa hanya sebesar 59,5% atau berada pada kategori
sedang atau cukup. Dilihat dari hasil tersebut sangat jelas bahwa prestasi
belajar siswa dalam bidang matematika masih belum cukup atau kurang
memuaskan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang satu diantaranya
adalah aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran matematika (Sudjana
(2000: 34-42).

Dengan melihat masalah yang dihadapi maka rumusan masalah


yang diajukan dalam penelitian ini adalah : “Apakah setelah penerapan
Contextual Teaching and Learning dapat meningkatkan hasil belajar

4
matematika pada siswa kelas I di SD N 2 Takmung tahun ajaran
2022/2023?’

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penelitian ini


difokuskan pada permasalahan sebagai berikut:
Apakah setelah penerapan Contextual Teaching and Learning dapat
meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas I di SD N2
takmung tahun ajaran 2022/2023?’

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas di atas, maka yang


menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar
matematika melalui penerapan model Contextual Teaching and Learning
pada siswa kelas I tahun ajaran 2022/2023.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil perbaikan


pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

1) Bagi siswa
Bagi anak didik penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman
belajar melalui model Contextual Teaching and Learning bagi anak. Anak
dapat meningkatkan hasil belajar matematikanya dengan maksimal Bagi
guru: memperoleh seperangkat pengalaman baru dalam inovasi
pembelajaran sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru yakni
melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran yang telah
dilakukannya yang sudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas.
2) Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada guru
untuk dapat mengembangkan cara pemberian stimulasi yang baik melalui
model Contextual Teaching and Learning dalam meingkatkan hasil belajar
khususnya materi matematika.
3) Bagi Peneliti Lain
5
Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dalam mengkaji model
Contextual Teaching and Learning yang dapat diterapkan untuk meningkat
kan hasil belajar pada siswa.

6
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Model Pembelajaran


Suatu tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai secara maksimal

tanpa adanya perencanaan strategi pembelajaran dan penggunaan model

pembelajaran yang tepat. Rusman (2010:133) menyatakan “Model

merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang diharapkan”. Dalam kegiatan proses pembelajaran

pentingnya peranan model untuk memberikan pemahanan anak terkait materi

yang diberikan.

Selain itu, Joyce dan Weil (2010:133) menyatakan bahwa “Model

pembelajaran adalah suatu rencana yang dapat digunakan untuk membentuk

kurikulum, merancang bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran

di kelas”. Model memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran.

Model disini memegang peranan sebagai sarana yang sangat menunjang

tercapainya tujuan pembelajaran.

Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

merupakan pola pilihan yang artinya guru dapat memilih model pembelajaran

yang efisien dengan tujuan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran

yang tepat akan sangat mempengaruhi keberhasilan tercapainya tujuan

pembelajaran yang diharapkan.

7
2.1.1 Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Yamin (2013:178), Contextual Teaching and Learning
(CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan
membantu peserta didik untuk memahami makna materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi
sendiri secara aktif pemahannya. Menurut Johnson (dalam Suyadi, 2013:81)
strategi pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) merupakan
strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta
didik secara penuh untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan realitas kehidupan nyata, sehingga mendorong peserta
didik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan menurut Nurhadi (dalam Suryani &Agung, 2012:75),


pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL)
adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan
antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dari berbagai
definisi tersebut dapat disimpulkan, pendekatan kontekstual (contextual
teaching and learning) adalah konsep pembelajaran yang menekankan
keterlibatan seluruh peserta didik untuk memahami isi materi yang diberikan
guru dengan mengaitkan materi pembelajaran kedalam konteks kehidupan
nyata yang dialami peserta didik agar peserta didik dapat dengan mudah
memahami isi materi yang diberikan guru, kemudian akan terwujudnya
berbagai macam pemikiran dan berbagai pemahaman terhadap peserta didik.

Selanjutnya penerapan kontekstual dalam proses pembelajaran


menekankan pada tiga hal (Suyadi, 2013:82). Pertama, kontekstual
menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan
materi pelajaran. Artinya, proses belajar diorientasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Menurut Johnson proses belajar dalam konteks
kontekstual tidak mengharapkan agar peserta didik hanya menerima

8
pelajaran, tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran
tersebut (Suyadi, 2013:82).

Kedua, kontekstual mendorong agar peserta didik dapat menemukan


hubungan antara materi yang dipelajari dengan relaitas kehidupan nyata.
Artinya, peserta didik dituntut dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, kontekstual
mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Artinya kontekstual bukan hanya mengharapkan peserta didik
dapat memahami materi yang dipelajari, tetapi lebih kepada aktualisasi dan
kontekstualisasi materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model


pembelajaran yang sangat dekat dengan dunia anak, hal ini dilihat dari pola
pikir anak bahwa anak belajar dari hal konkrit menuju hal yang bersifat
abstrak. Jhonson (dalam Rusman, 2010:187) mengatakan bahwa
“Pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak
untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna”. Lebih lanjut, Elaine
(dalam Rusman, 2010:187) menyatakan “Pembelajaran kontekstual adalah
suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan
makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari
kehidupan sehari-hari”. Model pembelajaran kontekstual merupakan model
pembelajaran yang menekankan proses keterlibatan anak dalam menemukan
sendiri materi pelajaran, mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata,
sehingga materi tersebut tertanam dalam pemaham anak, dan materi yang
didapat melalui pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
dapat diterapkan dalam kehidupan.

Selaras dengan itu, Keneth (dalam Rusman, 2010:189) juga


menyebutkan bahwa:

Model pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang


memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan
pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam

9
dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif atau
nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Pembelajaran kontekstual merupakan usaha untuk membuat anak-


anak aktif dalam mengikuti pembelajaran dan meningkatkan kemampuan
dirinya. Sebab anak belajar mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan
mengaitkannya dengan kehidupan nyata.

Model pembelajaran kontekstual ini tidak hanya didasari oleh


pemberian pembelajaran secara teori, namun bagaimana pembelajaran yang
diberikan dapat berkaitan dengan kehidupan nyata anak dan terkait dengan
masalah-masalah nyata yang dialami oleh anak. Dalam mengaitkan materi
pembelajaran dengan keadaan nyata di lapangan guru dapat menggunakan
ilustrasi seperti media, sumber belajar terkait yang memiliki hubungan dalam
kenyataan sehingga proses pembelajaran akan lebih menarik dan bermakna
bagi anak (Rusman, 2010:187).

Lebih tegas Blanchard (Trianto, 2008:10), menyatakan:

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi


yang membantu guru menghubungkan konten materi ajar dengan situasi-
situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Dengan kata lain, CTL adalah
pembelajaran yang terjadi dalam hubungan erat dengan pengalaman
sebenarnya.

Model pebelajaran kontekstual dapat membantu guru dalam


menerapkan pembelajaran dengan penanaman konsep pada anak,
menghubungkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata yang dialami
oleh anak. Hal ini dapat membuat anak lebih paham terkait makna terhadap
pembelajaran tersebut.

Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan pembelajaran yang


memungkinkan anak-anak TK untuk menguatkan, memperluas, dan
menerapkan pengetahuan dalam keterampilan akademik mereka dalam
kehidupannya agar dapat memecahkan masalah-masalah di dunia nyata yang

10
distimulasikan. University of Washington (dalam Trianto, 2008:19-20)
memiliki paham terkait dengan model pembelajaran kontekstual. Mereka
mengidentifikasi lima unsur kunci CTL yaitu.

a. Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi, dan penghargaan


pribadi anak bahwa anak berkepentingan dengan konten yang harus
dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan kehidupan
mereka.
b. Penerapan pengentahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana atau
apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-
fungsi pada masa sekarang atau akan datang.
c. Berpikir tingkat lebih tinggi: anak dilatih untuk menggunakan berpikir
kritis, dan kreatif dalam memecahkan suatu masalah.
d. Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten
pembelajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam lokal,
negara, asosiasi dan industri.
e. Responsif terhadap budaya: pendidik harus memahami dan
menghormati nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan anak, sesama rekan
pendidik dan masyarakat tempat mendidik. Budaya akan sangat
mempengaruhi pendidikan baik cara mendidik dan bagaimana respon
anak didik. Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam strategi
penilaian secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang
diharapkan dari anak.
Terdapat tiga hal penting dalam pembelajaran kontekstual. Pertama,
pembelajaran kontesktual menekankan kepada proses keterlibatan anak untuk
menemukan materi. Artinya, proses belajar diorientasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran
kontesktual tidak mengharapkan agar anak hanya menerima pelajaran, tetapi
yang diutamakan adalah proses mencari dan menemukan sendiri materi
pelajaran. Kedua, pembelajaran kontesktual mendorong agar anak dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata. Artinya, anak dituntut untuk dapat menangkap hubungan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
11
penting sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan
kehidupan nyata, materi yang dipelajarinya itu akan bermakna secara
fungsional dan tertanam erat dalam memori anak sehingga tidak akan mudah
terlupakan. Ketiga, pembelajaran kontesktual mendorong anak untuk dapat
menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan. Artinya, Pembelajaran
kontesktual tidak hanya mengharapkan anak dapat memahami materi yang
dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks pembelajaran
kontesktual tidak untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, tetapi
sebagai bekal bagi mereka dalam kehidupan nyata.

2.1.2 Karakteristik Model Pembelajaran Kontekstual

Model pembelajaran kontekstual memiliki lima karakteristik


penting menurut Sanjaya (2006:256) yaitu.

a) Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah


ada. Materi yang disampaikan tidak lepas dari apa yang sudah
diketahui anak sebelumnya sehingga memiliki hubungan antara satu
sama yang lainnya.
b) Belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru,
yang diperoleh dengan cara deduktif kemudian mengkhusus ke pokok
tujuan pembelajaran.
c) Pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal namun untuk
dipahami dan diyakini.
d) Pengetahuan yang diperoleh dapat dipraktikkan dalam kehidupan anak
sehingga terlihat perubahan perilaku anak.
e) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan
sebagai umpan balik untuk proses memperbaiki strategi pembelajaran.
Sejalan dengan pendapat di atas, Sugiyanto (2009) juga
berpendapat bahwa karakteristik proses pembelajaran CTL adalah sebagai
berikut.

12
a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), artinya apa yang
akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari,
dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh anak adalah
pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang konstektual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge),
artinya pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,
kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari
yang lain tentang pengetahuan yang diperoleh dan berdasarkan
tanggapan tersebut kemudian barulah pengetahuan itu dikembangkan.
d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan anak, sehingga tampak
perubahan tingkah laku anak.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Terdapat lima karakteristik dalam model pembelajaran kontekstual
yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik. Hal
ini akan menunjang keberhasilan dalam melaksanakan pendidikan dan apa
yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dapat disimpulkan
karakteristik model pembelajaran kontekstual yaitu mengaktifkan
pengetahuan yang sudah ada, menambah pengetahuan baru, memahami
pengetahuan yang telah diperoleh, mengaplikasikan dalam kehidupan
nyata dan merefleksi terhadap perubahan yang dicapai anak.

13
2.1.3 Komponen Pembelajaran Kontekstual

Menurut Nurhadi (2002: 10) sebuah kelas dikatakan menggunakan


pendekatan kontekstual, jika menerapkan tujuh komponen utama
contextual teaching and learning berikut, yaitu:
1. Kontruktivisme
Kontruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik berdasarkan
pengalamannya. Dalam pembelajaran kontekstual penerapan
kontruktivisme peserta didik akan mengalami pengembangan dalam
berfikir karena peserta didik akan mudah menunjukan pemikirannya.

2. Inkuiri
Merupakan proses pembelajaran yang dilandasi pada pencarian dan
penemuan melalui berfikir secara sistematis. Pencarian dan penemuan
akan melibatkan peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru.
Dalam proses penemuan peserta didik harus melakukan investigasi,
proses investigasi membawa peserta didik untuk belajar memperoleh
informasi dan memproses informasi.

3. Bertanya (Questioning)
Kegiatan bertanya sangat penting dalam menggali informasi yang
ingin didapat. Bertanya adalah fondasi dari interaksi belajar mengajar.
Dalam pembelajaran kontekstual guru tidak menyampaikan informasi
begitu saja, melainkan guru memancing peserta didik untuk selalu
bertanya dan dapat menemukan jawabnnya sendiri. Menurut suyadi
(2013 : 85) dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
dan menjawab dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :

a. Menggali informasi, khususnya kemampuan dasar peserta


didik dalam penguasaan materi pelajaran yang akan maupun
yang sedang dibahas.
b. Membangkitkan motivasi peserta didik untuk belajar lebih
sunguh-sungguh.
c. Merangsang keingintahuan peserta didik terhadap topik-topik
14
tertentu.
d. Memfokuskan peserta didik pada sesuatu yang diinginkan.
e. Membimbing peserta didik untuk menemukan atau
menyimpulkan materi pembahasan.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Melalui interaksi sosial belajar akan lebih bermakna, belajar
dengan bekerja sama dengan kelompok atau masyarakat baik
secara formal maupun alamiah. Hasil belajar akan diperoleh
dengan saling berkomunikasi dengan teman atau masyarakat.

5. Pemodelan (Modelling)
Pada pembelajaran kontekstual menekankan arti penting dalam
pemodelan, dikarnakan peserta didik akan lebih mudah memahami
materi pelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh
yang dapat ditiru peserta didik.

6. Refleksi (Reflection)
Refleksi ialah proses untuk melihat kembali, mengingat kembali,
dan menganalisis kembali kejadian-kejadian atau peristiwa
pembelajaran yang telah diproses peserta didik. Melalui proses
refleksi tidak menutupkemungkinan peserta didik akan
memperbarui atau menambah pengetahuan berdasarkan pemikiran
yang mereka tanggapi.

7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)


Penilaian nyata adalah upaya yang dilakukan guru dalam
mengumpulkan berbagai informasi dan data tentang perkembangan
belajar yang dilakukan peserta didik. Penilaian ini dapat dilakukan
dengan cara kegiatan nyata yang dikerjakan peserta didik pada saat
melakukan pembelajaran.

2.1.4 Tujuan Contextual Teaching Learning (CTL)


Contextual Teaching and Learning (CTL) juga memiliki tujuan untuk
siswa dalam meningkatkan proses pembelajaran di kelas. Menurut

15
Elaine B. Johnson (2010:82), tujuan Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran bertujuan untuk menambah pengetahuan baru,
pengetahuan baru diperoleh dengan cara deduktif.
2. Mengaitkan pengetahuan yang sudah ada, artinya yang akan
dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari.
3. Melatih siswa untuk bertanggung jawab dalam memonitor
dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.
4. Melatih siswa untuk mempraktikan pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh ke dalam kehidupan sehari-hari.

Selain memiliki prinsip, dalam pembelajaran kontekstual memiliki


pilar dalam pelaksanaan pembelajarannya. Johnson (dalam Sugiyanto,
2009:15) menyatakan ada tiga pilar dalam CTL yaitu:
Ada tiga pilar dalam sistem CTL, yaitu: 1) CTL mencerminkan prinsip
saling ketergantungan. Saling ketergantungan mewujudkan diri, misalnya
ketika anak bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru
mengadakan pertemuan dengan rekannya. 2) CTL mencerminkan prinsip
defernsiasi. Diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang anak untuk
saling menghormati keunikan masing-masing, untuk menghormati
perbedaan-perbedaan, untuk menjadi kreatif, untuk bekerjasama, untuk
menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda, dan untuk menyadari
bahwa keragaman adalah tanda kemantapan dan kekuatan. 3) CTL
mencerminkan prinsip pengorganisasian diri terlihat ketika anak mencari
dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda,
mendapat manfaat dari timbal balik yang diberikan oleh penilaian autentik,
mengulas usaha-usaha mereka dalam tuntutan yang jelas dan standar yang
tinggi, dan beperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada anak
yang membuat hati mereka bernyanyi.

Pembelajaran menggunakan model CTL menekankan bahwa belajar


tidak sekedar menghafal. Peserta didik harus mampu mengkonstruksikan
pengetahuan mereka sendiri, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
Kebermaknaan pembelajaran dapat terjadi jika peserta didik mengalami apa
yang dipelajari tidak hanya mengetahuinya. Dalam model pembelajaran
kontekstual, anak harus memiliki prinsip saling ketergantungan, menghormati
perbedaan serta menanamkan kebiasaan anak untuk mampu mengerjakan,
mencari dan menemukan pengetahuannya sendiri.
16
2.1.5 Kelebihan Model Pembelajaran Kontekstual

Model pembelajaran kontekstual memiliki beberapa kelebihan yang dapat


dijadikan pertimbangan dalam penerapannya dalam pendidikan. Berikut bebrapa
kelebihan model pembelajaran kontekstual Berdasarkan Depdiknas (dalam
Trianto, 2008:23-24), yaitu:
a) Pembelajaran menyandarkan pada memori spesial (pemahaman makna).
b) Pemilihan informasi pembelajaran berdasarkan kebutuhan anak didik.
c) Anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
d) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah yang
disimulasikan.
e) Selalu mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang dimiliki anak.
f) Mengaitkan pembelajaran dengan banyak bidang dan tidak hanya terfokus
pada 1 bidang saja.
g) Anak menggunakan waktu belajarnya dengan menemukan, menggali,
berdiskusi, berfikir kritis, atau memecahkan masalah secara berkelompok
h) Perilaku anak dibangun berdasarkan kesadaran sendiri.
i) Ketrampilan dikembangkan berdasarkan pemahaman.
j) Hadiah dan perilaku baik adalah kepuasan diri.
k) Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting.
l) Anak akan memiliki kesadaran dalam berperilaku, sehingga kecil
kemungkinan berperilaku buruk karena anak paham hal tersebut
merugikan.
m) Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

Kelebihan-kelebihan dari model pembelajaran kontekstual dapat dijadikan


dasar sebagai pemilihan model pembelajaran kontekstual dan penerapannya di
dalam kelas. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan anak aktif, kreatif
dan menumbuhkan rasa percaya dirinya dalam mengerjakan tugasnya.
Memotivasi anak untuk bekerja dan menggali informasinya sendiri.

2.1.6 Langkah-langkah (Sintak) Model Pembelajaran Kontekstual

Suatu model pembelajaran tidak akan dapat diaplikasikan dalam proses


pendidikan di dalam kelas tanpa langkah-langkah pembelajaran. Setiap model
pembelajaran memiliki langkah-langkah khusus dalam penerapannya di dalam
pendidikan. Model pembelajaran kontekstual memiliki langkah-langkah
pembelajaran yang harus diperhatikan dalam penerapannya dalam kelas, sehingga
pendidik mudah dalam menerapkan model pembelajaran kontekstual.

17
Trianto (2008:25-26) mengungkapkan secara garis besar langkah-langkah
model pembelajaran kontekstual dalam penerapan di kelas yaitu sebagai berikut.
a) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c) Kembangkan sifat ingin tahu anak melalui bertanya.
d) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompk-kelompok).
e) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

Model pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam pendidikan


dengan mengikuti langkah-langkah penerapan yang telah ditentukan, langkah-
langkah tersebut meliputi: memberikan kesempatan anak dalam menggali
pengetahuannya sendiri, mengembangkan rasa ingin tahu, belajar untuk bekerja
sama, menggunakan model nyata dalam pembelajaran dan melakukan refleksi di
setiap akhir pembelajaran serta penilaian nyata terhadap hasil belajar.
Langkah-langkah atau tahapan model pembelajaran kontekstual meliputi

lima tahapan, yaitu dapat dilihat pada tabel 01

Tabel 01 Langkah-Langkah (Sintak) Model Pembelajaran Kontekstual


Aktivitas Guru Aktivitas Anak
1. Orientasi Anak pada Masalah
Memotivasi anak (memfokuskan Anak menjawab pertanyaan guru
perhatian anak) dengan cara tanya dengan menyampaikan hal-hal yang
jawab berkaitan dengan materi berkaitan dengan kehidupannya
dalam kehidupan sehari-hari atau sehari-hari.
cerita yang relevan.

Menyampaikan tujuan pembelajaran Anak mempersiapkan logistik yang


yang logistik yang diperlukan. diperlukan.
2. Mengorganisasikan Anak untuk
Belajar
Guru membagi anak dalam kelompok- Anak menuju kelompoknya
kelompok dengan anggota yang
bersifat heterogen (jenis kelamin,
kemampuan).

Guru menjelaskan kegiatan Anak bekerja dalam kelompok.


pembelajaran

Guru membimbing anak dan Anak memecahkan masalah dalam


18
Aktivitas Guru Aktivitas Anak
memfasilitasi anak dalam kelompok dan menjawab pertanyaan
menyelesaikan masalah. guru

Guru senantiasa mengajukan


pertanyaan untuk menggali apa
yang dipikirkan anak.
3. Mengembangkan dan Menyajikan
Hasil Karya (Melakukan Penilaian
Sepanjang Kegiatan)

Guru membantu anak menyiapkan hasil Anak mempresentasikan hasil karya


karyanya untuk ditampilkan. dalam kelompoknya.

Guru meminta kelompok menyajikan


hasilnya.
4. Mengevaluasi dan Membuat Anak menyimpulkan kegiatan yang
Kesimpulan telah dipelajari.
5. Memberikan menutup pertemuan Anak menyimak intruksi guru
Sumber: Depdiknas (dalam Trianto, 2008)

2.2. Hasil Belajar


Menurut Rifa’i dan Anni (2011, 85) hasil belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegatan belajar. Hasil
belajar menurut Gagne & Bringgs (dalam Suprihatiningrum, 2014: 37) hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat
perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa. Hasil belajar
merupakan tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
(Poerwanti, 2008:7.4).

Hasil belajar menurut Anitah (2010: 2.19) merupakan perubahan perilaku


secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh.
Menurut Bloom (dalam Suprijono, 2012:6-7), hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Bloom (dalam Basuki
dan Hariyanto, 2014: 14) domain kognitif berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu: 1) Mengingat (remembering).
Mampu mengingat bahan-bahan yang baru saja dipelajari. 2) Memahami
(understanding). Memahami makna, translasi, interpolasi, dan penafsiran bahan
ajar dan masalah. 3) Menerapkan (applying). Mampu menerapkan gagasan,
prosedur, metode, rumus, teori, dan lain-lain di dalam kondisi pembelajaran. 4)
19
Menganalisis (Analysing). Siswa mampu menganalisis informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil
untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta
membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.
5)Menilai (evaluating) Siswa mampu mmberikan penilaian terhadap solusi,
gagasan, metodologi, prosedur kerja dan lain-lain, dengan menggunakan kriteria
yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivtas atau
manfaatnya. 6) Menciptakan (creating). Siswa menempatkan unsur-unsur
bersama-sama untuk membentuk suatu keseluruhan yang koheren dan berfungsi
mengorganisasikan kembali unsur-unsur menjadi suatu pola baru atau struktur
baru melalui membangkitkan, merencanakan, atau menghasilkan sesuatu.

Menurut Rifa’i dan Anni (2011, 85) hasil belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegatan belajar. Hasil
belajar menurut Gagne & Bringgs (dalam Suprihatiningrum, 2014: 37) hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat
perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa. Hasil belajar
merupakan tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
(Poerwanti, 2008:7.4). Hasil belajar menurut Anitah (2010: 2.19) merupakan
perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi
terpadu secara utuh. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat
dinyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai seorang siswa
setelah mengalami proses belajar yang menyangkut penanaman konsep,
pengumpulan pengetahuan dan perbuatan yang dinyatakan dalam bentuk angka .

2.3 Penelitian Yang Relevan

Bintang melakukan penelitian pada tahun 2014 dengan judul “Penerapan


Pembelajaran Kontekstual Bernuansa Bermain Berbantuan Media Geometri
Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak”. Penelitian ini merupakan
Penelitian Tindakan (Classroom ActionResearch). Subjek dalam penelitian ini
adalah anak kelompok B1 TK Erawan Jagapati Abiansemal Badung tahun ajaran
2013/2014. Data kemampuan kognitif dikumpulkan dengan menggunakan metode
observasi dan penugasan dengan instrumen lembar observasi. Hasil analisis data
20
menunjukkan bahwa persentase perkembangan kognitif anak kelompok B pada
refleksi awal sebesar 54,72%. Pelaksanaan tindakan yang dilakukan
meningkatkan kemampuan kognitif pada siklus Isebesar 65,40% dengan kategori
sedang dan meningkat menjadi 90,40% dengan kategori sangat tinggi pada siklus
II. Jadi simpulan dari penelitian ini adalah penerapan pembelajaran kontekstual
bernuansa bermain berbantuan media geometri dapat meningkatkan kemampuan
kognitif pada anak kelompok B TK Erawan Jagapati Abiansemal Badung tahun
ajaran 2013/2014.
Lebih lanjut, Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh
peneliti, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kontekstual
dapat meningkatakan hasil belajar matematika siswa kelas 5 SDN 4 Kaliuntu. Hal
ini sejalan dengan apa yang menjadi tujuan dari diadakannya penelitaian tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari hasil penerapan pada siklus II. Pada siklus pertama hasil
belajar matematika siswa 78,42 dengan persentase ketuntasan klasikal 92 % yang
menunjukkan bahwa target penelitian masih belum tercapai. Pada siklus dua
terjadi peningkatan hasil belajar matematika siswa menjadi 82,94 dengan
persentase ketuntasan klasikal 100% yang menunjukkan bahwa seluruh target
penelitian telah tercapai pada siklus kedua.

2.4 Kerangka Berfikir

Fokus pada penelitian adalah untuk mengetahui penerapan model


pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi
penjumlahan pada siswa kelas I SD N2 Takmung. Media yang biasa digunakan
guru saat mengajar kurang bervariasi sehingga perkembangan kognitif anak tidak
dapat terstimulasi secara maksimal. Proses pembelajaran dengan sistem
pembelajaran klasikal, hal ini menyebabkan kurangnya penanaman konsep awal
pada anak melalui benda konkrit sehingga anak tidak paham dan mudah bosan.
Hasil ulangan matematika anak rendah disebabkan oleh kurang mintanya anak
terhadap materi yang disampaiakn oleh guru. Hal ini kemungkinan disebabkan
oleh kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran yang digunakan dengan
materi yang disampaikan khusunya materi matematika penjumlahan. Hal ini

21
membuat siswa tidak paham dengan materi karena pembelajaran yang kurang
menarik sehingga menyebabkan hasil belajar matematika anak rendah.
Proses pembelajaran dapat mencapai hasil maksimal apabila pemilihan
model pembelajaran tepat dan dapat menunjang proses pembelajaran yang efektif,
tidak keluar dari zona yang ingin dicapai serta langkah-langkah yang sesuai
dengan materi pembelajaran. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran
dapat dicapai secara maksimal. Lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang
sangat dekat dengan anak. Di sekolah anak mendapatkan stimulasi-stimulasi
untuk mengembangkan kemampuan perkembangan kognitif khususny terkait
kemampuan matematika.
Penggunaan media yang baik saja tidak cukup dalam mencapai tujuan
pembelajaran sehingga guru harus menerapkan model pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan anak. Model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu
model pembelajaran yang sangat dekat dengan anak. Model pembelajaran
kontekstual memberikan proses pembelajaran dengan menggali lebih dalam
pengetahuan yang dimiliki anak, dikaitkan dengan kehidupan nyata anak dan guru
memberikan pemahaman lebih lanjut (Keneth dalam Rusman,2010:189).

Model pembelajaran kontekstual membantu anak untuk mencari tahu


pengetahuannya sendiri dan anak mampu menemukan jawaban dari rasa ingin
tahunya melalui pengalaman-pengalaman yang mereka alami. Hal ini
menyebabkan model pembelajaran kontekstual akan membantu anak untuk
bernalar, berpikir kritis dan dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak
secara maksimal. Secara tidak langsung melalui model pembelajaran kontekstual
anak dapat belajar suatu konsep dengan hal konkrit yang dialami anak dalam
kehidupannya. Anak belajar dengan mengaplikasikan materi yang diperoleh
dengan kehidupan nyatanya, anak mencari tahu dan menemukan pengetahuannya
sendiri serta anak dapat berintekasi dengan alam secara langsung. Hal ini akan
membuat pembelajaran lebih bermakna, anak memperoleh kepuasan dan membuat
pemahaman anak lebih baik terhadap materi yang disampaikan melalui
bereksplorasi langsung. Sehingga dengan ini akan dapat meningkatkan hasil
belajar anak khususnya hasil belajar siswa.

22
2.5 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir sebagaimana telah


diungkapkan di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: “jika
penerapan model Contextual Teaching and Learning diterapkan dengan efektif
dalam pembelajaran matematika, Takmung Tahun Pelajaran 2022/2023”

23
BAB III

PELAKSANAAN PERBAIKAN

3.1 Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian

a. Subjek dan Objek penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 1 SDN 2 Takmung Tahun Ajaran 2022/2023
yang berjumlah 31 orang yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan.
Penelitian ini dipandang perlu dikarenakan tingkat hasil belajar matematika siswa rendah.
Objek penelitian adalah hasil belajar matematika materi berhitung

b. Lokasi Pelaksanaan

Perbaikan pemantapan Kemampuan Profesional (PKP) ini dilaksanakan di SD N 2


Takmung Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung. Lokasi berada pada pinggir kota
dengan kondisi yang masih asri dan nyaman.

c. Waktu Pelaksanaan

Waktu pelaksanaan Perbaikan Pemantapan Kemampuan Profesional (PKP)


adalah pada Semester 2 Tahun pelajaran 2022/2023 selama 1 (satu) bulan yakni pada
bulan April s.d. Mei 2023. Jadwal pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus 1,
pertemuan 1 hari Kamis, 26 April 2023 ; pertemuan 2 hari jumat 27 April 2023; sedang
siklus 2 pertemuan 1 pada hari Kamis, 04 Mei 2023 dan pertemuan 2 pada hari jumat 5
Mei 2023

3.2. Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan langkah-langkah kegiatan
meliputi empat tahapan yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observiasi dan repleksi.
Pelaksanaan tahapan tersebut terus dilakukan secara berulang-ulang yaitu berdasarkan
hasil refreksi siklus sebelumnya kemudian diadakan perbaikan untuk pelaksanaan siklus
berikutnya.

24
Dalam tiap-tiap siklus diterapkan model pembelajaran CTL (Contekstual Teaching
Learning) dengan 7 Komponen, yaitu (1) Kontruktivisme (Construktivism), (2)
Menemukan (Inkuiri), (3) Bertanya (Questioning), (4) Masyarakat Belajar (Leaning
Community), Pemodelan (Modeling), (6) Refleksi (Reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (Authethic Assesment). gambar atau desain yang digunakn pada tiap siklus
dapat digambarkan sebagai berikut:

Siklus I : 0. Perenungan
1. Perencanaan I.
▲2
▲5 ►3
►6 ▼0
▼ 2. Tindakan I dan Observasi I.
14
3. Refleksi I.
Siklus II : 4. Revisi Rencana I.
4Tindakan II dan Observasi II.
5Refleksi II.

3.3. Prosedur Penelitian


Kegiatan perbaikan ini diawali dengan persiapan dan diakhiri dengan pembuatan
laporan. Kegiatan penelitian ini direncanakan melalui beberapa siklus. Setiap siklus yang
dilaksanakan peneliti dalam pembelajaran dapat diuraikan sebagai berikut:
3.3.1 Perencanaan (planning).
Pada tahap perencanaan, diakukan pengamatan pembelajaran dengan materi
berhitng di kelas 1 SD No.2 Takmung. Dari hasil pengamatan selama pembelajaran
diperoleh suatu permasalahan yaitu dalam kegiatan proses belajar mengajar siswa
kurang terlibat dan tampak sulit memahami materi sehingga berpengaruh terhadap
rendahnya hasil belajar siswa utamanya dalam ranah kognitif. Dari masalah tersebut,
maka peneliti dalam tahap perencanaan ini dapat membuat sebuah perencanaan yaitu:
a) Menentukan materi pelajaran matematika, yaitu materi berhitng benda dengan
menggunakan pendekatan kontekstual.
b) Merancang langkah-langkah pembelajaran yang berupa Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
c) Menyiapkan media, alat peraga dan Lembar Kerja Siswa (LKS).
d) Merancang instrumen sebagai pedoman observasi dalam pelaksanaan
pembelajaran.

25
3.3.2 Tindakan (Acting)
Tindakan sebagai sebuah pelaksanaan dari apa yang telah direncanakan.
Perencanaan tindakan yang menggunakan pendekatan CTL tersebut harus bersifat
fleksibel dan terbuka terhadap perubahan- perubahan dalam pelaksanaan tindakan
tersebut. Jadi tindakan bersifat tidak tetap dan dinamis yang memerlukan keputusan
cepat tentang apa yang perlu dilakukan.
Tindakan direncanakan dengan membahas materi berhitung permulaan
denga benda alam melalui pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).
Selama kegiatan pembelajaran guru menerapkan langkah-langkah pembelajaran
kontekstual yang mengacu pada skenario pembelajaran yang telah dibuat yaitu
meliputi:
1) Kegiatan Awal
a) Mengecek kesiapan belajar siswa.
b) Melakukan apersepsi dengan member pertanyaan yang berkaitan dengan
materi dan siswa dijelaskan tentang pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) yang akan dilakukan.
c) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2) Kegiatan inti
a) Guru menunjukkan contoh peristiwa di lingkungan atau benda nyata
yang berkaitan dengan materi. (Konstruktivisme)
b) Guru mengajukan pertanyaan yang mengarah ke materi. (Bertanya)
c) Siswa diberi kesempatan menyampaikan jawaban sesuai pengetahuannya.
(Konstruktivisme)
d) Guru mendengarkan, merangkum, dan membahas jawaban- jawaban siswa.
e) Kelas dibagi menjadi 4 kelompok. (Masyarakat belajar)
f) Guru membagi lembar kegiatan siswa yang berisi langkah kerja dari kegiatan
yang akan dilakukan.
g) Siswa memperhatikan demonstrasi dan penjelasan guru tentang kegiatan
mebleaska materi menggabungkan benda yang akan dilakukan. (Pemodelan)
h) Siswa tanya jawab dengan guru tentang kegiatan/tugas yang harus dilakukan
siswa.
26
i) Siswa melakukan kegiatan eksperimen menyelidiki benda yang
digabungkan mejadi satu berapakah jumlahnya. (Inkuiri)
j) Siswa mendiskusikan hasil kegiatan dengan kelompoknya. (Inkuiri)
k) Siswa membuat kesimpulan dari kegiatan yang dilakukan. (Inkuiri)
l) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
m) Siswa bersama-sama guru membahas hasil diskusi kelompok.
n) Tanya jawab antar kelompok dan guru tentang hasil diskusi kelompok.
(Bertanya)
o) Siswa diberi kesempatan menyampaikan pendapat tentang kegiatan yang telah
dilakukan. (Refleksi)
p) Siswa diberi kesempatan merangkum apa yang telah dipelajari. (Refleksi)
q) Siswa dibimbing guru menarik kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan. (Refleksi)
3) Kegiatan penutup
a) Siswa mengerjakan soal evaluasi.
b) Guru menilai hasil kerja siswa, dan kinerja siswa saat praktek/presentasi.
(Penilaian autentik)
3.3.3. Observasi atau pengamatan (observing).
Observasi merupakan upaya mengamati pelaksanaan tindakan yaitu pendekatan
CTL dalam pembelajaran matematika. Pengamatan dilakukan selama proses
pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui
proses belajar belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa menggunakan
lembar observasi. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif diperoleh dengan
menggunakan tes formatif terhadap mata pelajaran matematika materi berhitungdeng
benda alam.
3.3.4 Perefleksian (reflecting).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, peneliti mengadakan refleksi
terhadap proses dan hasil pembelajaran yang dicapai pada tindakan ini. Refleksi tersebut
dapat dilakukan dengan:
a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan yang meliputi evaluasi hasil
belajar, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.
27
b. Membahas hasil evaluasi, Lembar Kerja Siswa, dan lain-lain.
c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada
siklus berikutnya.

3.4 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan dalam perbaikan ini adalah lembar observasi dan soal tes.
1. Lembar Observasi
Lembar observasi terdiri atas lembar observasi aktivitas guru dan siswa dalam
pembelajaran. Lembar pengamatan aktivitas guru digunakan untuk mengamati
implementasi model CTL dalam pembelajaran oleh guru berupa daftar pernyataan
aktivitas guru dalam bentuk check list. Lembar observasi aktivitas guru dan siswa dapat
dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 berikut ini.
Tabel 02. Pedoman Observasi Aktivitas Guru Dalam Penerapan CTL
No Komponen CTL Aspek yang diamati Ya Tidak Deskripsi

1. Konstruktivisme Guru memberi kesempatan siswa


belajar dari lingkungan/ benda
nyata/peristiwa yang terjadi di
sekitarnya.
Guru memberi kesempatan siswa
menceritakan pengalaman yang
terkait materi.
2. Masyarakat Guru membagi siswa menjadi
belajar beberapa kelompok.
Guru membimbing siswa
melakukan kerjasama dalam
kelompok.
3. Pemodelan Guru memberi contoh kegiatan
eksperimen yang akan dilakukan.
Guru menjelaskan langkah kerja.
4. Inkuiri Guru membimbing siswa merumuskan
masalah eksperimen.
Guru membimbing siswa melakukan
kegiatan eksperimen.
Guru membimbing siswa
mencatat hasil eksperimen dan
melakukan
diskusi kelompok.
Guru membimbing siswa
merumuskan kesimpulan hasil
eksperimen.

28
Guru memberi kesempatan siswa
mempresentasikan hasil diskusi.
3. Bertanya Guru bertanya kepada siswa.
Guru memberi kesempatan siswa
menjawab pertanyaan.
Guru memberi kesempatan siswa
bertanya kepada
guru/teman/kelompok lain.
6. Refleksi Guru memberi kesempatan siswa
mengungkapkan pendapat
mengenai kegiatan pembelajaran
Guru membimbing siswa merangkum
hasil kegiatan pembelajaran.
Guru membimbing siswa
menyimpulkan materi
7. Penilaian Guru menilai siswa meliputi kinerja
autentik praktek, presentasi, dan tes tertulis.
Guru memberi penghargaan kepada
kelompok/siswa yang kinerjanya
baik.

2. Soal Tes
Soal tes disusun berdasarkan indikator yang akan dicapai. Bentuk soal tes
adalah pilihan ganda atau tes obyektif. Pembuatan lembar soal didahului dengan
pembuatan kisi-kisi soal. Jumlah soal tiap siklus adalah 16 butir dengan pilihan
jawaban a, b, dan c
Soal tes digunakan untuk memperoleh data hasil belajar dikumpulkan dengan
dengan lembar observasi dan memberi skor pada aspek yang diharapkan muncul dari
prilaku anak dalam proses pembelajaran matematika mter berhitng Total skor yang
diperoleh siswa dikelompokkan ke dalam rentangan nilai dengan 3 indikator yaitu
tinggi, sedang dan rendah.

Untuk memperjelas uraian tentang variabel, metode, jenis tes, alat pengumpul data,
sumber dan sifat data dapat diikhtisarkkan dalam tabel berikut:
Tabel 03. Variabel, Metode, Jenis Tes, Alat/Instrumen, Sumber, dan Sifat Data
Sumber
Variabel Metode Jenis Tes Alat/Instrumen Sifat Data
Data

29
Hasil belajar Tes Tes Hasil Perangkat tes Siswa Interval
matematika Belajar (skor)

3.5 Metode Analisis Data


3.5.1 Data Hasil Belajar Peserta Didik
Salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk menganalisa hasil tes ialah dengan
mempergunakan tehnik-tehnik statistik” (Nurkancana dan Sunartana, 1986: 25). Dalam
penelitian ini digunakan metode analisa statistik deskriptif.
Agung (2005: 60-61) menyatakan,
Tehnik analisa statistik deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang dilaksanakan
dengan menerapkan rumus-rumus statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi, grafik,
angka rata-rata (mean), median, modus, standar deviasi, persentase untuk menyimpulkan
suatu objek atau variabel tertentu, sehingga diperoleh kesimpulan umum.

Dalam penelitian tindakan kelas ini cara pengolahan data yang digunakan dibatasi pada
menggunakan angka rata-rata (mean), rata-rata persentase tingkat hasil belajar dan penentuan
tingkat hasil belajar siswa dengan mengkonversikan ke dalam PAP skala lima.
1) Menghitung Rata-rata/Mean (M)
Untuk menghitung nilai rata-rata (mean) dipergunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:
M = Hasil rata-rata skor
∑fX = Jumlah skor Keseluruhan
N = Jumlah Siswa

2) Menghitung rata-rata persentase tingkat hasil belajar digunakan rumus sebagai berikut.
M (%) = M X 100
(Agung, 2005:96)
SMI
Keterangan:
30
M% = Rata-rata persen
M = Rata-rata skor
SMI = Skor maksimal ideal

3) Menentukan tingkat hasil belajar


Tingkat hasil belajar dapat ditentukan dengan cara mengkonversikan angka rata-rata
persentase tingkat hasil belajar siswa ke dalam lima kriteria penilaian acuan patokan”
(Nurkancana dan Sunartana, 1986: 25).

Tabel 04. Pedoman Konversi PAP Skala Lima Tingkatan Hasil Belajar Matematika
Rentang Persentase Tingkat Hasil Belajar

85 – 100 Sangat Baik


70 - 84 Baik
55 - 69 Sedang atau Cukup
40 - 54 Kurang
0 – 39 Sangat Kurang

Penelitian ini dianggap berhasil apabila tingkat hasil belajar peserta didik secara klasikal
minimal dengan persentase tingkat hasil belajar ≥60 atau minimal berada pada kategori baik.
4) Indikator Keberhasilan Tindakan

Indikator keberhasilan tindakan dilihat dari hasil belajar siswa, dengan melakukan
penskoran dan penentuan standar keberhasilan belajar, sistem penilaian matematika
menggunakan sIstem belajar tuntas (Mastery learning) Yaitu siswa berhasil atau tuntas bila telah
mencapai minimal 60%

Tabel 05. Konversi Nilai Matematika SD Negeri 1Takmung,


Rentang Skor Kategori Keterangan

85 – 100 Sangat Baik Tuntas


70 - 84 Baik Tuntas
55 - 69 Sedang atau Cukup Tuntas
40 - 54 Kurang Tidak tuntas
0 – 39 Sangat Kurang Tidak tuntas

Ketuntasan belajar siswa merupakan refleksi dan tolak ukur dari keberhasilan penerapan
Contextual Teaching and Learning (CTL) yang digunakan perbaikan ini

31
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diungkapkan pada bagian pendahuluan,
dilaksanakanlah tindakan dengan menerapkan model contextual teaching and learning pada
siswa Kelas I SDN 2 takmung Tahun Pelajaran 2022223. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua
siklus dengan rincian pada siklus pertama dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu
pelaksanaan penerapan model contextual teaching and learning pada hari pertama yaitu kamis
26 April 2023, kemudan dilantukan hri selanjutnya pada jumat 27 April 2023 untuk dilaksanakan
tes siklus pertama. Kemudian pertemuan kedua dilaksanakannya perbaikan siklus pada II pada
kamis 4 mei 2023 untuk penerapa model contextual teaching and learning dan di hari
selanjutnya jumat 5 mei 2023 dilaksanakan tes akhir siklus ke II. Pelaksanaan pembelajaran
dalam kelas secara umum telah berlangsung sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah disusun dengan model contextual teaching and learning. Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah data mengenai hasil belajar matematika materi berhitung siswa.
Selanjutnya, data hasil belajar yang telah dikumpulkan dianalisis sesuai dengan teknik analisis
data yang sudah ditentukan. Rincian mengenai data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

4.1.1 Refleksi Awal


Pada tahap refleksi awal, siswa Kelas I SDN 2 Takmung diberi tes awal atau tes pra-
siklus. Tes yang digunakan merupakan modifikasi dari tes ulangan umum semester
ganjil tahun ajaran 2022/2023. Tes ini terdiri dari 35 butir soal objektif dan 5 butir soal uraian..
Pemberian tes ini dimaksudkan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa dan
memperkuat informasi mengenai hasil belajar matematika siswa yang diperoleh dari dokumen
daftar nilai guru dengan perolehan rata-rata persentase tingkat hasil belajar sebesar 59,5% dan
berada pada kategori sedang atau cukup. Dari hasil pengolahan skor tes awal diperoleh bahwa
rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika (M%) siswa sebesar 39,6% dan setelah
dikonversikan dalam PAP skala lima (tabel 5) berada pada rentangan 40-54%, termasuk kategori
kurang. Rata-rata persentase tingkat hasil belajar yang diperoleh dari hasil tes awal ini lebih
33
rendah 19,9% dari tingkat persentase hasil belajar yang peneliti peroleh dari daftar nilai yang
ada. Data yang dipakai sebagai data refleksi awal (pra siklus) dalam penelitian ini adalah data
yang peneliti peroleh dari hasil tes awal.
Berdasarkan temuan tersebut, maka dipandang perlu untuk mengadakan perbaikan
pelaksanaan proses pembelajaran yang menekankan pada penerapan model contextual teaching
and learning.

4.1.2 Siklus I
4.1.2.1 Perencanaan Tindakan Siklus I
Berdasarkan refleksi awal, beberapa hal yang direncanakan dalam siklus I adalah (1)
Mensosialisasikan model contextual teaching and learning kepada tutor yang ada disekolah
(guru yang akan mendampingi saat penelitian). Karena dalam penelitian ini, peneliti dan teman
sejawat saling berkolaborasi, (2) Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam
penerapan model contextual teaching and learning. (3) Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).
(4) Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes hasil belajar untuk siklus I, lembar observasi
aktifitas guru dan (5) Mempersiapkan media pembelajaran seperti balok-balok berwarna dan
bola-bola warna-warni.

4.1.2.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus I


Siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Satu kali untuk pembelajaran dan satu
kali untuk tes akhir siklus I. Materi yang dibahas pada siklus satu adalah pengenalan lambang
penjumlahan, pemahaman dalam mengena bilangn 1-10, dan mengerjakan soal penjumlahan
dibawah 10. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 26 April dengan alokasi waktu 3×35
menit, pertemuan ke-dua pada tanggal 27 April alokasi waktu 2×35 menit.
a) Pertemuan 1

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 April 2023 sesuai dengan
RPP 1 dan LKS 1. Materi yang dibahas adalah pmhaa simbul penjumlahan dan pemahaman
bilangan 1-10. Pembelajaran dimulai dengan melaksanakan kegiatan awal yaitu memberi salam,
mempersiapkan siswa untuk belajar, mengecek kehadiran siswa, memberi apersepsi,
menginformasikan kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari dan menyampaikan tujuan
pembelajaran. Pembelajaran dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan inti yang dimulai dengan
34
memberikan permasalahan kontekstual sehingga siswa cepat terlibat dengan masalah yang
diberikan.
Tahap selanjutnya siswa diorganisasikan ke dalam kelompok belajar. Dengan
pembagaian kelompok. Pada saat mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
memerlukan waktu yang lebih lama karena ada beberapa siswa tidak setuju dengan anggota
kelompoknya sehingga suasana menjadi ricuh dan waktu lebih lama terlewatkan untuk
mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar. Namun setelah diberi pengertian bahwa
tidak boleh memilih-milih teman dan semua teman di kelas itu sama, akhirnya semua siswa
dapat menerima dan dengan segera berkumpul sesuai dengan kelompoknya.
Saat berada dalam kelompok belajar, siswa melakukan diskusi untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada dalam LKS dan menggunakan media pembelajaran yang diberikan
untuk membantu mereka menyelesaikan permasalahan. Waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan diskusi kelompok lebih lama dibandingkan waktu yang telah ditetapkan. Hal ini
dikarenakan siswa belum terbiasa melakukan diskusi kelompok.

Setelah melaksanakan diskusi kelompok, siswa diberi kesempatan untuk menyajikan hasil
kerjanya. Saat penyajian hasil kerja, siswa dapat menyampaikan ide atau pendapat, memberi
tanggapan atas pertanyaan teman, dan bertanya terhadap hasil kerja yang diperoleh kelompok
lain. Pada tahap ini juga dilakukan konfirmasi atau pengecekan atas hasil yang diperoleh masing-
masing kelompok. Siswa dibimbing untuk menyelesaikan masalah dari tahap informal menuju
prosedur formal. Namun, pelaksanaan kegiatan pada tahap ini kurang optimal karena waktu yang
tersedia tidak mencukupi. Waktu lebih lama terlewatkan saat pengorganisasian siswa ke dalam
kelompok belajar dan saat pelaksanaan diskusi kelompok.
Pada tahap akhir, siswa bersama guru membuat kesimpulan dan menentukan cara
penyelesaian terbaik dari permasalahan yang diberikan. Selanjutnya dilakukan evaluasi untuk
mengetahui pemahaman siswa tentang materi yang dibelajarkan. Dikarenakan hasil pengamatan
terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung dan hasil evaluasi secara umum masih
kurang, guru memberikan tindak lanjut berupa tugas untuk dikerjakan siswa di rumah secara
individu untuk memantapkan pemahaman siswa tentang materi penjumlahan bilagan dibawah
10.

35
a) Pertemuan 2
Pertemuan ke 2 dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 27 April 2023. Pada pertemuan ini
siswa diuji kemampuan dan pemahamannya tentang materi yang telah dipelajari dengan tes akhir
siklus I.

4.1.2.3. Hasil Penelitian Siklus I


Hasil belajar siswa pada siklus I dinilai dengan menggunakan tes akhir siklus I (lampiran
8) yang terdiri dari 10 butir soal objektif dan 6 butir soal uraian yang harus dikerjakan oleh siswa
secara individu. Dari hasil pengolahan data pada siklus I, diperoleh bahwa rata-rata persentase
tingkat hasil belajar matematika (M%) siswa sebesar 67,1% dan setelah dikonversikan dalam
PAP skala lima (tabel 2) berada pada rentangan 55-69%, termasuk kategori sedang atau cukup.
Rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika siswa pada siklus I mengalami peningkatan
sebesar 27,5% dari rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika siswa pada tahap pra
siklus. Pada siklus I ditemukan sebanyak 14,3% atau 4 orang siswa(lampiran 10) belum
mencapai KKM matematika yang ditetapkan sebesar 60% di SDN 2 Takmung.
4.1.2.4. Refleksi Siklus I
Proses pembelajaran pada siklus I secara umum sudah berlangsung dengan baik, tetapi
belum optimal. Dalam proses pembelajaran ada beberapa kendala dan temuan yang perlu
dijadikan refleksi untuk melakukan perbaikan pada siklus selanjutnya. Kendala dan temuan yang
muncul dijabarkan sebagai berikut.
1) Pada pertemuan awal, guru mengalami kesulitan untuk mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok belajar, interaksi dan keaktifan siswa dalam kelompok rendah. Kesulitan
mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok dikarenakan siswa hanya menginginkan
teman satu kelompok yang mereka anggap pintar dan siswa belum terbiasa belajar
berdiskusi dalam kelompok. Hal ini dapat diatasi setelah guru memberikan pendekatan dan
bimbingan. Namun, interaksi dan keaktifan siswa dalam kelompok masih rendah. Untuk
meningkatkan keaktifan dan interaksi belajar kelompok pada siklus selanjutnya dilakukan
pembagian kerja. Dengan demikian, siswa yang agak kurang kemampuannya dapat dibantu
oleh siswa yang lebih pandai dan mereka memiliki tanggung jawab terhadap tugas yang
diberikan.

36
2) Dengan penggunaan media yang mengkonkritkan materi penjumlahan yang abstrak telah
dapat meningkatkan antusiasme siswa untuk mengikuti pembelajaran dan dalam
mengerjakan LKS.
Secara keseluruhan, rata-rata persentase tingkat hasil belajar yang dicapai siswa sampai
akhir siklus I mencapai 67,1%, termasuk kategori sedang atau cukup. Hasil ini belum mencapai
indikator keberhasilan penelitian ini. Untuk itu, penelitian dipandang perlu dilanjutkan ke siklus
II untuk lebih mengoptimalkan hasil yang diperoleh dan proses pembelajaran yang dilakukan.
4.1.3 Siklus II
4.1.3.1 Perencanaan Tindakan Siklus II
Sebagai upaya perbaikan tindakan untuk siklus II, peneliti mempersiapkan hal-hal yang
pada dasarnya sama seperti pada siklus I. Perencanaan tindakan pada siklus II disesuaikan
dengan rumusan hasil refleksi pada siklus I, yaitu: (1) Menyiapkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang menerapkan model contextual teaching and learning. (2) Menyiapkan
lembar kerja siswa (LKS), (3) Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes hasil belajar untuk
siklus II, lembar observasi aktifitas guru di siklus II dan (4) Mempersiapkan media pembelajaran
untuk siklus II. Perbaikan yang dilaksanakan untuk mengatasi kendala pada siklus I adalah
dengan meningkatkan pengelolaan kelas, menyajikan permasalahan yang lebih kontekstual dan
terintegrasi dalam LKS sesuai dengan kemampuan dan pengalaman siswa, dan menyiapkan
media pembelajaran yang lebih menarik perhatian dan dekat dengan keseharian siswa.

4.1.3.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus II


Siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Satu kali untuk pembelajaran dan satu
kali untuk tes akhir siklus II. Materi yang dibahas pada siklus satu adalah pengenalan lambang
penjumlahan, pemahaman dalam mengena bilangn 1-10, dan mengerjakan soal penjumlahan
dibawah 10. Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 4 Mei dengan alokasi waktu 3×35
menit, pertemuan ke-dua pada tanggal 5 April alokasi waktu 2×35 menit.
a) Pertemuan 1
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 4 Mei 2023. Materi yang
dibahas adalah pejumlahan bilangan dengan beda konkret. Pembelajaran dimulai dengan
melaksanakan kegiatan awal dan dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan inti yang dimulai
dengan memberikan permasalahan kontekstual sehingga siswa cepat terlibat dengan masalah

37
yang diberikan. Siswa diorganisasikan ke dalam kelompok belajar Saat berada dalam kelompok
belajar, siswa melakukan diskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dalam LKS dan
menggunakan media pembelajaran yang diberikan untuk membantu mereka menyelesaikan
permasalahan. Media pembelajaran yang digunkan adalah benda-benda nyatayg sering itemukan
siswa daam kesehariannya. Dengan menggunakan media pembelajaran yang dekat dengan
keseharian siswa membuat siswa sangat bersemangat dalam pembelajaran. Setelah mencari
pemecahan masalah melalui diskusi kelompok siswa mempresentasikan hasil diskusi.
Pelaksanaan tiap tahap dalam pertemuan ini sudah sesuai dengan alokasi waktu yang
direncanakan. Dalam presentasi hasil kerja siswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan
pendapat atau idenya, mengajukan pertanyaan, dan memberi tanggapan atas pertanyaan teman.
Kegiatan konfirmasi atau pengecekan dan pembimbingan untuk menentukan cara penyelesaian
masalah secara formal dapat dioptimalkan. Pada akhir pembelajaran siswa dengan bimbingan
guru merangkum materi yang telah dipelajari dan melaksanakan evaluasi.
b) Pertemuan 2

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 5mei 2023. Pada pertemuan ini
siswa diuji kemampuan dan pemahamannya tentang materi yang telah dipelajari dengan tes akhir
siklus II.
4.1.3.2 Hasil Penelitian Siklus II
Hasil belajar siswa pada siklus II dievaluasi dengan menggunakan tes akhir siklus II
(lampiran 14) yang terdiri dari 10 butir soal objektif dan 6 butir soal uraian yang harus
dikerjakan oleh siswa secara individu. Dari hasil pengolahan data pada siklus II diperoleh bahwa
rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika (M%) siswa sebesar 73,4% dan setelah
dikonversikan dalam PAP skala lima (tabel 2) berada pada rentangan 70-84%, termasuk kategori
baik. Rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika siswa pada siklus II mengalami
peningkatan sebesar 6,3% dari rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika siswa pada
siklus I. Selain itu, pada siklus II ditemukan sebanyak 7,1% atau 2 orang siswa belum mencapai
KKM matematika yang ditetapkan sebesar 60 di SDN 2 Takmung.
4.1.3.2 Refleksi Siklus II
Proses pembelajaran pada siklus II sudah berjalan dengan lebih optimal dari siklus I.
Setiap kegiatan yang berlangsung sudah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan

38
perencanaan siklus II. Ini terbukti dengan peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan pada
siklus II. Berdasarkan data
yang diperoleh sampai akhir siklus II, dapat direfleksikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Dengan adanya pembagian tugas telah mampu meningkatkan keaktifan, interaksi dalam
kelompok pada siklus II.
2) Pada siklus II, siswa semakin terbiasa belajar dengan diberi permasalahan dan berdiskusi
dalam kelompok untuk menemukan pemecahan masalah. Selain itu, siswa merasa senang
mengikuti pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk langsung
mempraktikkan hal-hal yang dipelajari dengan mongotak ngatik media yang disediakan.
Secara keseluruhan, rata-rata persentase tingkat hasil belajar yang dicapai siswa sampai
akhir siklus II mencapai 73,4%. Dengan persentase tingkat hasil belajar termasuk kategori baik
dan sudah mencapai indikator keberhasilan penelitian ini. Oleh karena itu kegiatan Penelitian
Tindakan Kelas dihentikan pada siklus II. Hasil yang diperoleh bisa lebih ditingkatkan dengan
menerapkan model contextual teaching and learning.
4.1.4 Ringkasan Hasil Belajar Matematika Materi PenJumlahan
Pada refleksi siklus II juga dilakukan refleksi akhir yang dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran umum mengenai hasil belajar matematika yang dicapai siswa dalam penelitian ini.
Berikut disajikan ringkasan data mengenai hasil belajar matematika siswa selama penelitian yang
diikhtisarkan dalam Tabel 3 berikut:
Tabel Ringkasan Data Rata-Rata Persentase Tingkat Hasil Belajar Siswa Matematika
materi bilangn Siswa

Rata-rata Persentase Tingkat Hasil


Tahapan Kategori
Belajar Matematika

Refleksi Awal 39,8% Kurang


Siklus I 67,4% Sedang atau Cukup
Siklus II 73,9% Baik

Peningkatan rata-rata skor hasil belajar bilangan bulat siswa pada refleksi awal, siklus I
dan siklus II dapat digambarkan dalam bentuk grafik pada gambar 2 berikut:

39
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
Prasiklus
40.00% Siklus I
30.00% Siklus II
20.00%
10.00%
0.00%
Kelas I

Gambar 2 Grafik Peningkatan Rata-Rata Persentase Hasil Belajar Matematika


pada Refleksi Awal, Siklus I dan Siklus II

4.2 PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model contextual teaching and
learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas I SDN 2 Takmung dalam pembelajaran
matematika materi berhitung tahun pelajaran 2022/2023. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika yang dicapai siswa dari 67,4% dengan
kategori sedang atau cukup pada siklus I dan meningkat menjadi 73,9% dengan kategori baik
pada siklus II. Dengan kata lain, penelitian tindakan kelas yang dilakukan sudah berhasil.
Dari pelaksanaan siklus I diperoleh beberapa kendala yang dihadapi guru dalam
penerapan model contextual teaching and learning. Kendala-kendala tersebut telah diupayakan
solusi pemecahannya pada siklus II sebagai berikut:
1) Guru mengalami Kesulitan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok dikarenakan siswa
hanya menginginkan teman satu kelompok yang mereka anggap pintar dan siswa belum
terbiasa belajar berdiskusi dalam kelompok. Hal ini dapat diatasi setelah guru memberikan
pendekatan dan bimbingan. Namun, interaksi dan keaktifan siswa dalam kelompok masih
rendah. Untuk meningkatkan keaktifan dan interaksi belajar kelompok pada siklus
selanjutnya dilakukan pembagian kerja. Dengan demikian, siswa yang agak kurang
kemampuannya dapat dibantu oleh siswa yang lebih pandai dan mereka memiliki tanggung
jawab terhadap tugas yang diberikan.

40
2) Selama proses pembelajaran pada siklus I, siswa kurang peduli terhadap keterbatasan waktu
yang disediakan peneliti. Ini dikarenakan kurangnya guru memberi penegasan alokasi waktu
untuk tiap kegiatan. Sehingga berpengaruh kepada optimalisasi pelaksanaan tahapan-
tahapan kegiatan pembelajaran berikutnya. Untuk mengatasi permasalahan ini di siklus
selanjutnya, guru lebih memberi penegasan alokasi waktu untuk tiap kegiatan dan pada saat
pembelajaran berlangsung, guru lebih intensif membimbing dan memberi arahan, terutama
pada saat siswa melakukan kerja kelompok dan diskusi kelompok.
3) Permasalahan kontekstual yang disajikan pada siklus I kurang terintegrasi dalam LKS.
Untuk mengatasinya permasalahan ini, pada siklus selanjutnya disajikan permasalahan
kontekstual yang lebih terintegrasi dalam LKS.
Dari hasil penelitian tindakan yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa
penerapan model contextual teaching and learning ini dapat meningkatkan hasil belajar
matematika materi berhitung pada siswa, khususnya di SDN 2 Takmung. Berdasarkan hasil
evaluasi dan pengamatan yang dilakukan, terjadi peningkatan yang signifikan. Ini terlihat
dari peningkatan rata-rata persentase tingkat hasil belajar siswa secara keseluruhan dari
tahap pra siklus sampai dengan siklus II sebesar 33,8%. Peningkatan hasil belajar dalam
penelitian tindakan ini tidak terlepas dari penerapan model contextual teaching and learning
dalam pembelajaran. Dikarenakan dalam model contextual teaching and learning siswa
dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses
mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan
oleh guru, siswa akan terbiasa memahami suatu persoalan dengan sudut pandang yang
bervariasi. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang
holistik dan bertujuan membantu peserta didik untuk memahami makna materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan
kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang dinamis dan fleksibel
untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahannya. Menurut Johnson (dalam Suyadi,
2013:81). Strategi pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) merupakan strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk
dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan realitas kehidupan nyata,
sehingga mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
41
Sehingga melalui penerapan model pembelajaran kontekstual ini memberikan
peserta didik pengalaman belajar secara nyata dan utuh, yang dimana proses pembelajaran
berjalan sesuai dengan kehidupan nyata anak. Sehingga memudahkan anak mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata ataupun mengaitkan pembelajaran terutama
matematikanya dengan kehidupan sehari-hari anak. Ini akan membuat anak mudah paham,
kegiatan pembelajaran menyenangkan dan pembelajaran yang diperleh oleh anak lebih
bermakna.

42
BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Penerapan model contextual teaching and learning pada pembelajaran matematika
dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi berhitungsiswa Kelas IV SDN 2
Takmung Tahun Pelajaran 2022/2023 yang dilihat dari persentase rata-rata yang diperoleh
pada prasiklus 39,8% dengan kategori kurang, meningkat menjadi 67,4% dengan kategori
sedang pada akhir siklus I dan menjadi 73,9% dengan kategori baik pada akhir siklus II.
Peningkatan rata-rata persentase hasil belajar pada tahap refleksi awal ke siklus I sebesar
27,6% dan peningkatan rata-rata hasil belajar pada siklus I ke siklus II sebesar 5,5%. Secara
keseluruhan peningkatan rata-rata persentase hasil belajar matematika yang terjadi dari tahap
refleksi sampai pada siklus II sebesar 33,1%.

Maka hasil hipotesis diterima karena terbukti kebenarannya yaitu penerapan model
contextual teaching and learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi
berhitung siswa pada Kelas I SD Negeri 2 Taknung Tahun Pelajaran 2022/2023.

5.2 Saran-saran
1. Dalam rangka mengoptimalkan proses pembelajaran matematika di SD, pembelajaran
matematika dengan model contextual teaching and learning layak untuk
dipertimbangkan. Dengan begitu siswa akan lebih termotivasi untuk belajar dan
pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih bermakna karena hal yang mereka pelajari
terkait dalam kehidupan mereka sendiri, sehingga materi yang dipelajari akan lama
diingat siswa.
2. Guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator serta teman belajar selama proses
pembelajaran, sehingga siswa merasa nyaman dan tidak merasa takut untuk mengajukan
pertanyaan apabila siswa mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran.
3. Pada peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk
melaksanakan penelitian untuk mengembangakn kemampuan baik hasil belajar siswa
melalui penerapan model contextual teaching and learnin
43
DAFTAR PUSTAKA

Agung, A.A. Gede. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan .dMalang: Aditya Media
Publishing.
Ariawan, Ida Bagus Kade Mester.2021. Implementasi Model Pembelajaran CTL (Contextual
Teaching and Learning) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA.Badung.
Bintang, IGA Putu Sri. 2014. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Bernuansa Bermain
Berbantuan Media Geometri Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak.
(Online). Terdapat pada: http://www. google.com/search?
q=jurnal+penelitian+model+pembelajaran+kontekstal+untuk+paud.+pdf&ie=utf-
8&oe=utf 8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a. (Diakses
tanggal 25 April 2023).

Candiasa, I.M. 2011. Pengujian Instrument Penelitian Disertai Aplikasi ITMAN dan BIGSTEPS.
Singaraja: Unit Penerbit Universitas Pendidikan Ganesha.

Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kurikulum 2014 Standar Kompetensi. Jakarta:


Direktorat Jederal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Johnson, E. B. 2010. Contextual Teachung and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar


Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan

Rasana, I Dw Putu Raka. 2009. Laporan Sabbatical Leave Model-model Pembelajaran.


Singaraja: Undiksha.

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Setiawan dan Sudana. 2019. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Uuntuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika.https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIPPG/article/view/
14278/11931

Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru


Rayon 13 FKIP UNS.

44
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D).
Bandung: Alfabeta.
Sujiono, Yuliani. N. dan Bambang Sujiono. 2010. Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan
Jamak. Jakarta: PTIndeks.

Sujiono, Yuliani Nurani. 2005. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas


Terbuka.
Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter.Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasioanl,


Dirjendikdasmen.

Wina, Sanjaya. 2017. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana

Yamin, H. M. 2013. Stratgi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press
Group)

45

Anda mungkin juga menyukai