PENDAHULUAN
2
Setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika, apabila keadaan
tersebut tidak segera diatasi, maka tujuan pembelajaran yang ditetapkan
tidak akan tercapai dengan optimal dan berdampak langsung pada
lemahnya penguasaan konsep matematika selanjutnya oleh siswa. Untuk
mengatasi permasalahan ini, maka perlu adanya upaya perbaikan proses
pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk
belajar matematika. Selain itu, diperlukan model atau pendekatan yang
mampu mendekatkan matematika kepada siswa sehingga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
3
materi pelajaran, mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata, sehingga
materi tersebut tertanam dalam pemaham anak, dan materi yang didapat
melalui pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning)
dapat diterapkan dalam kehidupan.
4
matematika pada siswa kelas I di SD N 2 Takmung tahun ajaran
2022/2023?’
1) Bagi siswa
Bagi anak didik penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman
belajar melalui model Contextual Teaching and Learning bagi anak. Anak
dapat meningkatkan hasil belajar matematikanya dengan maksimal Bagi
guru: memperoleh seperangkat pengalaman baru dalam inovasi
pembelajaran sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru yakni
melakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran yang telah
dilakukannya yang sudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi kelas.
2) Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada guru
untuk dapat mengembangkan cara pemberian stimulasi yang baik melalui
model Contextual Teaching and Learning dalam meingkatkan hasil belajar
khususnya materi matematika.
3) Bagi Peneliti Lain
5
Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti lain dalam mengkaji model
Contextual Teaching and Learning yang dapat diterapkan untuk meningkat
kan hasil belajar pada siswa.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
yang diberikan.
merupakan pola pilihan yang artinya guru dapat memilih model pembelajaran
7
2.1.1 Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
Menurut Yamin (2013:178), Contextual Teaching and Learning
(CTL) merupakan proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan
membantu peserta didik untuk memahami makna materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki
pengetahuan/keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi
sendiri secara aktif pemahannya. Menurut Johnson (dalam Suyadi, 2013:81)
strategi pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) merupakan
strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta
didik secara penuh untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan realitas kehidupan nyata, sehingga mendorong peserta
didik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
8
pelajaran, tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran
tersebut (Suyadi, 2013:82).
9
dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif atau
nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
10
distimulasikan. University of Washington (dalam Trianto, 2008:19-20)
memiliki paham terkait dengan model pembelajaran kontekstual. Mereka
mengidentifikasi lima unsur kunci CTL yaitu.
12
a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge), artinya apa yang
akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari,
dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh anak adalah
pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran yang konstektual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge),
artinya pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya
pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan,
kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari
yang lain tentang pengetahuan yang diperoleh dan berdasarkan
tanggapan tersebut kemudian barulah pengetahuan itu dikembangkan.
d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan anak, sehingga tampak
perubahan tingkah laku anak.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
Terdapat lima karakteristik dalam model pembelajaran kontekstual
yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh seorang pendidik. Hal
ini akan menunjang keberhasilan dalam melaksanakan pendidikan dan apa
yang menjadi tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dapat disimpulkan
karakteristik model pembelajaran kontekstual yaitu mengaktifkan
pengetahuan yang sudah ada, menambah pengetahuan baru, memahami
pengetahuan yang telah diperoleh, mengaplikasikan dalam kehidupan
nyata dan merefleksi terhadap perubahan yang dicapai anak.
13
2.1.3 Komponen Pembelajaran Kontekstual
2. Inkuiri
Merupakan proses pembelajaran yang dilandasi pada pencarian dan
penemuan melalui berfikir secara sistematis. Pencarian dan penemuan
akan melibatkan peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru.
Dalam proses penemuan peserta didik harus melakukan investigasi,
proses investigasi membawa peserta didik untuk belajar memperoleh
informasi dan memproses informasi.
3. Bertanya (Questioning)
Kegiatan bertanya sangat penting dalam menggali informasi yang
ingin didapat. Bertanya adalah fondasi dari interaksi belajar mengajar.
Dalam pembelajaran kontekstual guru tidak menyampaikan informasi
begitu saja, melainkan guru memancing peserta didik untuk selalu
bertanya dan dapat menemukan jawabnnya sendiri. Menurut suyadi
(2013 : 85) dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
dan menjawab dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :
5. Pemodelan (Modelling)
Pada pembelajaran kontekstual menekankan arti penting dalam
pemodelan, dikarnakan peserta didik akan lebih mudah memahami
materi pelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh
yang dapat ditiru peserta didik.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi ialah proses untuk melihat kembali, mengingat kembali,
dan menganalisis kembali kejadian-kejadian atau peristiwa
pembelajaran yang telah diproses peserta didik. Melalui proses
refleksi tidak menutupkemungkinan peserta didik akan
memperbarui atau menambah pengetahuan berdasarkan pemikiran
yang mereka tanggapi.
15
Elaine B. Johnson (2010:82), tujuan Contextual Teaching and Learning
(CTL) adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran bertujuan untuk menambah pengetahuan baru,
pengetahuan baru diperoleh dengan cara deduktif.
2. Mengaitkan pengetahuan yang sudah ada, artinya yang akan
dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari.
3. Melatih siswa untuk bertanggung jawab dalam memonitor
dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.
4. Melatih siswa untuk mempraktikan pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh ke dalam kehidupan sehari-hari.
17
Trianto (2008:25-26) mengungkapkan secara garis besar langkah-langkah
model pembelajaran kontekstual dalam penerapan di kelas yaitu sebagai berikut.
a) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c) Kembangkan sifat ingin tahu anak melalui bertanya.
d) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompk-kelompok).
e) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f) Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Menurut Rifa’i dan Anni (2011, 85) hasil belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegatan belajar. Hasil
belajar menurut Gagne & Bringgs (dalam Suprihatiningrum, 2014: 37) hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat
perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa. Hasil belajar
merupakan tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
(Poerwanti, 2008:7.4). Hasil belajar menurut Anitah (2010: 2.19) merupakan
perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi
terpadu secara utuh. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas dapat
dinyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai seorang siswa
setelah mengalami proses belajar yang menyangkut penanaman konsep,
pengumpulan pengetahuan dan perbuatan yang dinyatakan dalam bentuk angka .
21
membuat siswa tidak paham dengan materi karena pembelajaran yang kurang
menarik sehingga menyebabkan hasil belajar matematika anak rendah.
Proses pembelajaran dapat mencapai hasil maksimal apabila pemilihan
model pembelajaran tepat dan dapat menunjang proses pembelajaran yang efektif,
tidak keluar dari zona yang ingin dicapai serta langkah-langkah yang sesuai
dengan materi pembelajaran. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran
dapat dicapai secara maksimal. Lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang
sangat dekat dengan anak. Di sekolah anak mendapatkan stimulasi-stimulasi
untuk mengembangkan kemampuan perkembangan kognitif khususny terkait
kemampuan matematika.
Penggunaan media yang baik saja tidak cukup dalam mencapai tujuan
pembelajaran sehingga guru harus menerapkan model pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan anak. Model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu
model pembelajaran yang sangat dekat dengan anak. Model pembelajaran
kontekstual memberikan proses pembelajaran dengan menggali lebih dalam
pengetahuan yang dimiliki anak, dikaitkan dengan kehidupan nyata anak dan guru
memberikan pemahaman lebih lanjut (Keneth dalam Rusman,2010:189).
22
2.5 Perumusan Hipotesis
23
BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 1 SDN 2 Takmung Tahun Ajaran 2022/2023
yang berjumlah 31 orang yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan.
Penelitian ini dipandang perlu dikarenakan tingkat hasil belajar matematika siswa rendah.
Objek penelitian adalah hasil belajar matematika materi berhitung
b. Lokasi Pelaksanaan
c. Waktu Pelaksanaan
24
Dalam tiap-tiap siklus diterapkan model pembelajaran CTL (Contekstual Teaching
Learning) dengan 7 Komponen, yaitu (1) Kontruktivisme (Construktivism), (2)
Menemukan (Inkuiri), (3) Bertanya (Questioning), (4) Masyarakat Belajar (Leaning
Community), Pemodelan (Modeling), (6) Refleksi (Reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (Authethic Assesment). gambar atau desain yang digunakn pada tiap siklus
dapat digambarkan sebagai berikut:
Siklus I : 0. Perenungan
1. Perencanaan I.
▲2
▲5 ►3
►6 ▼0
▼ 2. Tindakan I dan Observasi I.
14
3. Refleksi I.
Siklus II : 4. Revisi Rencana I.
4Tindakan II dan Observasi II.
5Refleksi II.
25
3.3.2 Tindakan (Acting)
Tindakan sebagai sebuah pelaksanaan dari apa yang telah direncanakan.
Perencanaan tindakan yang menggunakan pendekatan CTL tersebut harus bersifat
fleksibel dan terbuka terhadap perubahan- perubahan dalam pelaksanaan tindakan
tersebut. Jadi tindakan bersifat tidak tetap dan dinamis yang memerlukan keputusan
cepat tentang apa yang perlu dilakukan.
Tindakan direncanakan dengan membahas materi berhitung permulaan
denga benda alam melalui pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL).
Selama kegiatan pembelajaran guru menerapkan langkah-langkah pembelajaran
kontekstual yang mengacu pada skenario pembelajaran yang telah dibuat yaitu
meliputi:
1) Kegiatan Awal
a) Mengecek kesiapan belajar siswa.
b) Melakukan apersepsi dengan member pertanyaan yang berkaitan dengan
materi dan siswa dijelaskan tentang pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) yang akan dilakukan.
c) Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
2) Kegiatan inti
a) Guru menunjukkan contoh peristiwa di lingkungan atau benda nyata
yang berkaitan dengan materi. (Konstruktivisme)
b) Guru mengajukan pertanyaan yang mengarah ke materi. (Bertanya)
c) Siswa diberi kesempatan menyampaikan jawaban sesuai pengetahuannya.
(Konstruktivisme)
d) Guru mendengarkan, merangkum, dan membahas jawaban- jawaban siswa.
e) Kelas dibagi menjadi 4 kelompok. (Masyarakat belajar)
f) Guru membagi lembar kegiatan siswa yang berisi langkah kerja dari kegiatan
yang akan dilakukan.
g) Siswa memperhatikan demonstrasi dan penjelasan guru tentang kegiatan
mebleaska materi menggabungkan benda yang akan dilakukan. (Pemodelan)
h) Siswa tanya jawab dengan guru tentang kegiatan/tugas yang harus dilakukan
siswa.
26
i) Siswa melakukan kegiatan eksperimen menyelidiki benda yang
digabungkan mejadi satu berapakah jumlahnya. (Inkuiri)
j) Siswa mendiskusikan hasil kegiatan dengan kelompoknya. (Inkuiri)
k) Siswa membuat kesimpulan dari kegiatan yang dilakukan. (Inkuiri)
l) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
m) Siswa bersama-sama guru membahas hasil diskusi kelompok.
n) Tanya jawab antar kelompok dan guru tentang hasil diskusi kelompok.
(Bertanya)
o) Siswa diberi kesempatan menyampaikan pendapat tentang kegiatan yang telah
dilakukan. (Refleksi)
p) Siswa diberi kesempatan merangkum apa yang telah dipelajari. (Refleksi)
q) Siswa dibimbing guru menarik kesimpulan dari kegiatan pembelajaran yang
telah dilakukan. (Refleksi)
3) Kegiatan penutup
a) Siswa mengerjakan soal evaluasi.
b) Guru menilai hasil kerja siswa, dan kinerja siswa saat praktek/presentasi.
(Penilaian autentik)
3.3.3. Observasi atau pengamatan (observing).
Observasi merupakan upaya mengamati pelaksanaan tindakan yaitu pendekatan
CTL dalam pembelajaran matematika. Pengamatan dilakukan selama proses
pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui
proses belajar belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa menggunakan
lembar observasi. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif diperoleh dengan
menggunakan tes formatif terhadap mata pelajaran matematika materi berhitungdeng
benda alam.
3.3.4 Perefleksian (reflecting).
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, peneliti mengadakan refleksi
terhadap proses dan hasil pembelajaran yang dicapai pada tindakan ini. Refleksi tersebut
dapat dilakukan dengan:
a. Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan yang meliputi evaluasi hasil
belajar, jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.
27
b. Membahas hasil evaluasi, Lembar Kerja Siswa, dan lain-lain.
c. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk digunakan pada
siklus berikutnya.
28
Guru memberi kesempatan siswa
mempresentasikan hasil diskusi.
3. Bertanya Guru bertanya kepada siswa.
Guru memberi kesempatan siswa
menjawab pertanyaan.
Guru memberi kesempatan siswa
bertanya kepada
guru/teman/kelompok lain.
6. Refleksi Guru memberi kesempatan siswa
mengungkapkan pendapat
mengenai kegiatan pembelajaran
Guru membimbing siswa merangkum
hasil kegiatan pembelajaran.
Guru membimbing siswa
menyimpulkan materi
7. Penilaian Guru menilai siswa meliputi kinerja
autentik praktek, presentasi, dan tes tertulis.
Guru memberi penghargaan kepada
kelompok/siswa yang kinerjanya
baik.
2. Soal Tes
Soal tes disusun berdasarkan indikator yang akan dicapai. Bentuk soal tes
adalah pilihan ganda atau tes obyektif. Pembuatan lembar soal didahului dengan
pembuatan kisi-kisi soal. Jumlah soal tiap siklus adalah 16 butir dengan pilihan
jawaban a, b, dan c
Soal tes digunakan untuk memperoleh data hasil belajar dikumpulkan dengan
dengan lembar observasi dan memberi skor pada aspek yang diharapkan muncul dari
prilaku anak dalam proses pembelajaran matematika mter berhitng Total skor yang
diperoleh siswa dikelompokkan ke dalam rentangan nilai dengan 3 indikator yaitu
tinggi, sedang dan rendah.
Untuk memperjelas uraian tentang variabel, metode, jenis tes, alat pengumpul data,
sumber dan sifat data dapat diikhtisarkkan dalam tabel berikut:
Tabel 03. Variabel, Metode, Jenis Tes, Alat/Instrumen, Sumber, dan Sifat Data
Sumber
Variabel Metode Jenis Tes Alat/Instrumen Sifat Data
Data
29
Hasil belajar Tes Tes Hasil Perangkat tes Siswa Interval
matematika Belajar (skor)
Dalam penelitian tindakan kelas ini cara pengolahan data yang digunakan dibatasi pada
menggunakan angka rata-rata (mean), rata-rata persentase tingkat hasil belajar dan penentuan
tingkat hasil belajar siswa dengan mengkonversikan ke dalam PAP skala lima.
1) Menghitung Rata-rata/Mean (M)
Untuk menghitung nilai rata-rata (mean) dipergunakan rumus sebagai berikut.
Keterangan:
M = Hasil rata-rata skor
∑fX = Jumlah skor Keseluruhan
N = Jumlah Siswa
2) Menghitung rata-rata persentase tingkat hasil belajar digunakan rumus sebagai berikut.
M (%) = M X 100
(Agung, 2005:96)
SMI
Keterangan:
30
M% = Rata-rata persen
M = Rata-rata skor
SMI = Skor maksimal ideal
Tabel 04. Pedoman Konversi PAP Skala Lima Tingkatan Hasil Belajar Matematika
Rentang Persentase Tingkat Hasil Belajar
Penelitian ini dianggap berhasil apabila tingkat hasil belajar peserta didik secara klasikal
minimal dengan persentase tingkat hasil belajar ≥60 atau minimal berada pada kategori baik.
4) Indikator Keberhasilan Tindakan
Indikator keberhasilan tindakan dilihat dari hasil belajar siswa, dengan melakukan
penskoran dan penentuan standar keberhasilan belajar, sistem penilaian matematika
menggunakan sIstem belajar tuntas (Mastery learning) Yaitu siswa berhasil atau tuntas bila telah
mencapai minimal 60%
Ketuntasan belajar siswa merupakan refleksi dan tolak ukur dari keberhasilan penerapan
Contextual Teaching and Learning (CTL) yang digunakan perbaikan ini
31
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diungkapkan pada bagian pendahuluan,
dilaksanakanlah tindakan dengan menerapkan model contextual teaching and learning pada
siswa Kelas I SDN 2 takmung Tahun Pelajaran 2022223. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua
siklus dengan rincian pada siklus pertama dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yaitu
pelaksanaan penerapan model contextual teaching and learning pada hari pertama yaitu kamis
26 April 2023, kemudan dilantukan hri selanjutnya pada jumat 27 April 2023 untuk dilaksanakan
tes siklus pertama. Kemudian pertemuan kedua dilaksanakannya perbaikan siklus pada II pada
kamis 4 mei 2023 untuk penerapa model contextual teaching and learning dan di hari
selanjutnya jumat 5 mei 2023 dilaksanakan tes akhir siklus ke II. Pelaksanaan pembelajaran
dalam kelas secara umum telah berlangsung sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah disusun dengan model contextual teaching and learning. Data yang dikumpulkan
dalam penelitian ini adalah data mengenai hasil belajar matematika materi berhitung siswa.
Selanjutnya, data hasil belajar yang telah dikumpulkan dianalisis sesuai dengan teknik analisis
data yang sudah ditentukan. Rincian mengenai data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
4.1.2 Siklus I
4.1.2.1 Perencanaan Tindakan Siklus I
Berdasarkan refleksi awal, beberapa hal yang direncanakan dalam siklus I adalah (1)
Mensosialisasikan model contextual teaching and learning kepada tutor yang ada disekolah
(guru yang akan mendampingi saat penelitian). Karena dalam penelitian ini, peneliti dan teman
sejawat saling berkolaborasi, (2) Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam
penerapan model contextual teaching and learning. (3) Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).
(4) Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes hasil belajar untuk siklus I, lembar observasi
aktifitas guru dan (5) Mempersiapkan media pembelajaran seperti balok-balok berwarna dan
bola-bola warna-warni.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 April 2023 sesuai dengan
RPP 1 dan LKS 1. Materi yang dibahas adalah pmhaa simbul penjumlahan dan pemahaman
bilangan 1-10. Pembelajaran dimulai dengan melaksanakan kegiatan awal yaitu memberi salam,
mempersiapkan siswa untuk belajar, mengecek kehadiran siswa, memberi apersepsi,
menginformasikan kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari dan menyampaikan tujuan
pembelajaran. Pembelajaran dilanjutkan dengan melaksanakan kegiatan inti yang dimulai dengan
34
memberikan permasalahan kontekstual sehingga siswa cepat terlibat dengan masalah yang
diberikan.
Tahap selanjutnya siswa diorganisasikan ke dalam kelompok belajar. Dengan
pembagaian kelompok. Pada saat mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar
memerlukan waktu yang lebih lama karena ada beberapa siswa tidak setuju dengan anggota
kelompoknya sehingga suasana menjadi ricuh dan waktu lebih lama terlewatkan untuk
mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar. Namun setelah diberi pengertian bahwa
tidak boleh memilih-milih teman dan semua teman di kelas itu sama, akhirnya semua siswa
dapat menerima dan dengan segera berkumpul sesuai dengan kelompoknya.
Saat berada dalam kelompok belajar, siswa melakukan diskusi untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada dalam LKS dan menggunakan media pembelajaran yang diberikan
untuk membantu mereka menyelesaikan permasalahan. Waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan diskusi kelompok lebih lama dibandingkan waktu yang telah ditetapkan. Hal ini
dikarenakan siswa belum terbiasa melakukan diskusi kelompok.
Setelah melaksanakan diskusi kelompok, siswa diberi kesempatan untuk menyajikan hasil
kerjanya. Saat penyajian hasil kerja, siswa dapat menyampaikan ide atau pendapat, memberi
tanggapan atas pertanyaan teman, dan bertanya terhadap hasil kerja yang diperoleh kelompok
lain. Pada tahap ini juga dilakukan konfirmasi atau pengecekan atas hasil yang diperoleh masing-
masing kelompok. Siswa dibimbing untuk menyelesaikan masalah dari tahap informal menuju
prosedur formal. Namun, pelaksanaan kegiatan pada tahap ini kurang optimal karena waktu yang
tersedia tidak mencukupi. Waktu lebih lama terlewatkan saat pengorganisasian siswa ke dalam
kelompok belajar dan saat pelaksanaan diskusi kelompok.
Pada tahap akhir, siswa bersama guru membuat kesimpulan dan menentukan cara
penyelesaian terbaik dari permasalahan yang diberikan. Selanjutnya dilakukan evaluasi untuk
mengetahui pemahaman siswa tentang materi yang dibelajarkan. Dikarenakan hasil pengamatan
terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung dan hasil evaluasi secara umum masih
kurang, guru memberikan tindak lanjut berupa tugas untuk dikerjakan siswa di rumah secara
individu untuk memantapkan pemahaman siswa tentang materi penjumlahan bilagan dibawah
10.
35
a) Pertemuan 2
Pertemuan ke 2 dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 27 April 2023. Pada pertemuan ini
siswa diuji kemampuan dan pemahamannya tentang materi yang telah dipelajari dengan tes akhir
siklus I.
36
2) Dengan penggunaan media yang mengkonkritkan materi penjumlahan yang abstrak telah
dapat meningkatkan antusiasme siswa untuk mengikuti pembelajaran dan dalam
mengerjakan LKS.
Secara keseluruhan, rata-rata persentase tingkat hasil belajar yang dicapai siswa sampai
akhir siklus I mencapai 67,1%, termasuk kategori sedang atau cukup. Hasil ini belum mencapai
indikator keberhasilan penelitian ini. Untuk itu, penelitian dipandang perlu dilanjutkan ke siklus
II untuk lebih mengoptimalkan hasil yang diperoleh dan proses pembelajaran yang dilakukan.
4.1.3 Siklus II
4.1.3.1 Perencanaan Tindakan Siklus II
Sebagai upaya perbaikan tindakan untuk siklus II, peneliti mempersiapkan hal-hal yang
pada dasarnya sama seperti pada siklus I. Perencanaan tindakan pada siklus II disesuaikan
dengan rumusan hasil refleksi pada siklus I, yaitu: (1) Menyiapkan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) yang menerapkan model contextual teaching and learning. (2) Menyiapkan
lembar kerja siswa (LKS), (3) Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes hasil belajar untuk
siklus II, lembar observasi aktifitas guru di siklus II dan (4) Mempersiapkan media pembelajaran
untuk siklus II. Perbaikan yang dilaksanakan untuk mengatasi kendala pada siklus I adalah
dengan meningkatkan pengelolaan kelas, menyajikan permasalahan yang lebih kontekstual dan
terintegrasi dalam LKS sesuai dengan kemampuan dan pengalaman siswa, dan menyiapkan
media pembelajaran yang lebih menarik perhatian dan dekat dengan keseharian siswa.
37
yang diberikan. Siswa diorganisasikan ke dalam kelompok belajar Saat berada dalam kelompok
belajar, siswa melakukan diskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dalam LKS dan
menggunakan media pembelajaran yang diberikan untuk membantu mereka menyelesaikan
permasalahan. Media pembelajaran yang digunkan adalah benda-benda nyatayg sering itemukan
siswa daam kesehariannya. Dengan menggunakan media pembelajaran yang dekat dengan
keseharian siswa membuat siswa sangat bersemangat dalam pembelajaran. Setelah mencari
pemecahan masalah melalui diskusi kelompok siswa mempresentasikan hasil diskusi.
Pelaksanaan tiap tahap dalam pertemuan ini sudah sesuai dengan alokasi waktu yang
direncanakan. Dalam presentasi hasil kerja siswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan
pendapat atau idenya, mengajukan pertanyaan, dan memberi tanggapan atas pertanyaan teman.
Kegiatan konfirmasi atau pengecekan dan pembimbingan untuk menentukan cara penyelesaian
masalah secara formal dapat dioptimalkan. Pada akhir pembelajaran siswa dengan bimbingan
guru merangkum materi yang telah dipelajari dan melaksanakan evaluasi.
b) Pertemuan 2
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 5mei 2023. Pada pertemuan ini
siswa diuji kemampuan dan pemahamannya tentang materi yang telah dipelajari dengan tes akhir
siklus II.
4.1.3.2 Hasil Penelitian Siklus II
Hasil belajar siswa pada siklus II dievaluasi dengan menggunakan tes akhir siklus II
(lampiran 14) yang terdiri dari 10 butir soal objektif dan 6 butir soal uraian yang harus
dikerjakan oleh siswa secara individu. Dari hasil pengolahan data pada siklus II diperoleh bahwa
rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika (M%) siswa sebesar 73,4% dan setelah
dikonversikan dalam PAP skala lima (tabel 2) berada pada rentangan 70-84%, termasuk kategori
baik. Rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika siswa pada siklus II mengalami
peningkatan sebesar 6,3% dari rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika siswa pada
siklus I. Selain itu, pada siklus II ditemukan sebanyak 7,1% atau 2 orang siswa belum mencapai
KKM matematika yang ditetapkan sebesar 60 di SDN 2 Takmung.
4.1.3.2 Refleksi Siklus II
Proses pembelajaran pada siklus II sudah berjalan dengan lebih optimal dari siklus I.
Setiap kegiatan yang berlangsung sudah sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran dan
38
perencanaan siklus II. Ini terbukti dengan peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan pada
siklus II. Berdasarkan data
yang diperoleh sampai akhir siklus II, dapat direfleksikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Dengan adanya pembagian tugas telah mampu meningkatkan keaktifan, interaksi dalam
kelompok pada siklus II.
2) Pada siklus II, siswa semakin terbiasa belajar dengan diberi permasalahan dan berdiskusi
dalam kelompok untuk menemukan pemecahan masalah. Selain itu, siswa merasa senang
mengikuti pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk langsung
mempraktikkan hal-hal yang dipelajari dengan mongotak ngatik media yang disediakan.
Secara keseluruhan, rata-rata persentase tingkat hasil belajar yang dicapai siswa sampai
akhir siklus II mencapai 73,4%. Dengan persentase tingkat hasil belajar termasuk kategori baik
dan sudah mencapai indikator keberhasilan penelitian ini. Oleh karena itu kegiatan Penelitian
Tindakan Kelas dihentikan pada siklus II. Hasil yang diperoleh bisa lebih ditingkatkan dengan
menerapkan model contextual teaching and learning.
4.1.4 Ringkasan Hasil Belajar Matematika Materi PenJumlahan
Pada refleksi siklus II juga dilakukan refleksi akhir yang dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran umum mengenai hasil belajar matematika yang dicapai siswa dalam penelitian ini.
Berikut disajikan ringkasan data mengenai hasil belajar matematika siswa selama penelitian yang
diikhtisarkan dalam Tabel 3 berikut:
Tabel Ringkasan Data Rata-Rata Persentase Tingkat Hasil Belajar Siswa Matematika
materi bilangn Siswa
Peningkatan rata-rata skor hasil belajar bilangan bulat siswa pada refleksi awal, siklus I
dan siklus II dapat digambarkan dalam bentuk grafik pada gambar 2 berikut:
39
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
Prasiklus
40.00% Siklus I
30.00% Siklus II
20.00%
10.00%
0.00%
Kelas I
4.2 PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model contextual teaching and
learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas I SDN 2 Takmung dalam pembelajaran
matematika materi berhitung tahun pelajaran 2022/2023. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
rata-rata persentase tingkat hasil belajar matematika yang dicapai siswa dari 67,4% dengan
kategori sedang atau cukup pada siklus I dan meningkat menjadi 73,9% dengan kategori baik
pada siklus II. Dengan kata lain, penelitian tindakan kelas yang dilakukan sudah berhasil.
Dari pelaksanaan siklus I diperoleh beberapa kendala yang dihadapi guru dalam
penerapan model contextual teaching and learning. Kendala-kendala tersebut telah diupayakan
solusi pemecahannya pada siklus II sebagai berikut:
1) Guru mengalami Kesulitan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok dikarenakan siswa
hanya menginginkan teman satu kelompok yang mereka anggap pintar dan siswa belum
terbiasa belajar berdiskusi dalam kelompok. Hal ini dapat diatasi setelah guru memberikan
pendekatan dan bimbingan. Namun, interaksi dan keaktifan siswa dalam kelompok masih
rendah. Untuk meningkatkan keaktifan dan interaksi belajar kelompok pada siklus
selanjutnya dilakukan pembagian kerja. Dengan demikian, siswa yang agak kurang
kemampuannya dapat dibantu oleh siswa yang lebih pandai dan mereka memiliki tanggung
jawab terhadap tugas yang diberikan.
40
2) Selama proses pembelajaran pada siklus I, siswa kurang peduli terhadap keterbatasan waktu
yang disediakan peneliti. Ini dikarenakan kurangnya guru memberi penegasan alokasi waktu
untuk tiap kegiatan. Sehingga berpengaruh kepada optimalisasi pelaksanaan tahapan-
tahapan kegiatan pembelajaran berikutnya. Untuk mengatasi permasalahan ini di siklus
selanjutnya, guru lebih memberi penegasan alokasi waktu untuk tiap kegiatan dan pada saat
pembelajaran berlangsung, guru lebih intensif membimbing dan memberi arahan, terutama
pada saat siswa melakukan kerja kelompok dan diskusi kelompok.
3) Permasalahan kontekstual yang disajikan pada siklus I kurang terintegrasi dalam LKS.
Untuk mengatasinya permasalahan ini, pada siklus selanjutnya disajikan permasalahan
kontekstual yang lebih terintegrasi dalam LKS.
Dari hasil penelitian tindakan yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa
penerapan model contextual teaching and learning ini dapat meningkatkan hasil belajar
matematika materi berhitung pada siswa, khususnya di SDN 2 Takmung. Berdasarkan hasil
evaluasi dan pengamatan yang dilakukan, terjadi peningkatan yang signifikan. Ini terlihat
dari peningkatan rata-rata persentase tingkat hasil belajar siswa secara keseluruhan dari
tahap pra siklus sampai dengan siklus II sebesar 33,8%. Peningkatan hasil belajar dalam
penelitian tindakan ini tidak terlepas dari penerapan model contextual teaching and learning
dalam pembelajaran. Dikarenakan dalam model contextual teaching and learning siswa
dapat menggunakan strategi, bahasa, atau simbol mereka sendiri dalam proses
mematematikakan dunia mereka. Artinya, siswa memiliki kebebasan untuk
mengekspresikan hasil kerja mereka dalam menyelesaikan masalah nyata yang diberikan
oleh guru, siswa akan terbiasa memahami suatu persoalan dengan sudut pandang yang
bervariasi. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang
holistik dan bertujuan membantu peserta didik untuk memahami makna materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan
kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang dinamis dan fleksibel
untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahannya. Menurut Johnson (dalam Suyadi,
2013:81). Strategi pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) merupakan strategi
pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk
dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan realitas kehidupan nyata,
sehingga mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
41
Sehingga melalui penerapan model pembelajaran kontekstual ini memberikan
peserta didik pengalaman belajar secara nyata dan utuh, yang dimana proses pembelajaran
berjalan sesuai dengan kehidupan nyata anak. Sehingga memudahkan anak mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata ataupun mengaitkan pembelajaran terutama
matematikanya dengan kehidupan sehari-hari anak. Ini akan membuat anak mudah paham,
kegiatan pembelajaran menyenangkan dan pembelajaran yang diperleh oleh anak lebih
bermakna.
42
BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Penerapan model contextual teaching and learning pada pembelajaran matematika
dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi berhitungsiswa Kelas IV SDN 2
Takmung Tahun Pelajaran 2022/2023 yang dilihat dari persentase rata-rata yang diperoleh
pada prasiklus 39,8% dengan kategori kurang, meningkat menjadi 67,4% dengan kategori
sedang pada akhir siklus I dan menjadi 73,9% dengan kategori baik pada akhir siklus II.
Peningkatan rata-rata persentase hasil belajar pada tahap refleksi awal ke siklus I sebesar
27,6% dan peningkatan rata-rata hasil belajar pada siklus I ke siklus II sebesar 5,5%. Secara
keseluruhan peningkatan rata-rata persentase hasil belajar matematika yang terjadi dari tahap
refleksi sampai pada siklus II sebesar 33,1%.
Maka hasil hipotesis diterima karena terbukti kebenarannya yaitu penerapan model
contextual teaching and learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi
berhitung siswa pada Kelas I SD Negeri 2 Taknung Tahun Pelajaran 2022/2023.
5.2 Saran-saran
1. Dalam rangka mengoptimalkan proses pembelajaran matematika di SD, pembelajaran
matematika dengan model contextual teaching and learning layak untuk
dipertimbangkan. Dengan begitu siswa akan lebih termotivasi untuk belajar dan
pengetahuan yang mereka peroleh akan lebih bermakna karena hal yang mereka pelajari
terkait dalam kehidupan mereka sendiri, sehingga materi yang dipelajari akan lama
diingat siswa.
2. Guru hendaknya bertindak sebagai fasilitator serta teman belajar selama proses
pembelajaran, sehingga siswa merasa nyaman dan tidak merasa takut untuk mengajukan
pertanyaan apabila siswa mengalami kesulitan dalam kegiatan pembelajaran.
3. Pada peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk
melaksanakan penelitian untuk mengembangakn kemampuan baik hasil belajar siswa
melalui penerapan model contextual teaching and learnin
43
DAFTAR PUSTAKA
Agung, A.A. Gede. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan .dMalang: Aditya Media
Publishing.
Ariawan, Ida Bagus Kade Mester.2021. Implementasi Model Pembelajaran CTL (Contextual
Teaching and Learning) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA.Badung.
Bintang, IGA Putu Sri. 2014. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Bernuansa Bermain
Berbantuan Media Geometri Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak.
(Online). Terdapat pada: http://www. google.com/search?
q=jurnal+penelitian+model+pembelajaran+kontekstal+untuk+paud.+pdf&ie=utf-
8&oe=utf 8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a. (Diakses
tanggal 25 April 2023).
Candiasa, I.M. 2011. Pengujian Instrument Penelitian Disertai Aplikasi ITMAN dan BIGSTEPS.
Singaraja: Unit Penerbit Universitas Pendidikan Ganesha.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Setiawan dan Sudana. 2019. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Uuntuk Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika.https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIPPG/article/view/
14278/11931
44
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D).
Bandung: Alfabeta.
Sujiono, Yuliani. N. dan Bambang Sujiono. 2010. Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan
Jamak. Jakarta: PTIndeks.
Yamin, H. M. 2013. Stratgi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Referensi (GP Press
Group)
45