Anda di halaman 1dari 25

KUMPULAN PTK SD/MI

PTK MATEMATIKA Kelas II

Metode Buzz Group disertai Media Lidi Sebagai Upaya


Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IIB Pokok
Bahasan Perkalian pada bilangan cacah di MIN Yehsumbul
Tahun Pelajaran 2012-2013

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan suatu cara pembentukan kemampuan manusia untuk
menggunakan akal fikiran/rasional mereka sebagai jawaban dalam menghadapi berbagai
masalah yang timbul dimasa yang akan datang. Pendidikan juga merupakan usaha sadar yang
sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu tujuan pendidikan
yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan yang baik, kita
akan mudah mengikuti perkembangan jaman dimasa yang akan datang, khususnya
perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
Usaha yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan di
Indonesia, khususnya pendidikan matematika di sekolah sudah banyak dilakukan. Salah
satunya dengan perubahan kurikulum serta melalui kelengkapan sarana dan prasarana
pendidikan. Namun, sampai saat ini mutu pendidikan di Indonesia masih belum mendapatkan
hasil yang memuaskan, baik ditinjau dari proses pembelajarannya maupun hasil belajar
siswanya.
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern. Selain itu,
matematika merupakan sarana berpikir dalam menentukan sekaligus mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, mempunyai peran penting dalam berbagai macam disiplin, dan
dapat memajukan daya pikir manusia. Untuk mencipta dan menguasai teknologi dimasa
depan, diperlukan penguasaan matematika yang kuat sedini mungkin. Mata pelajaran
matematika diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali

1
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analistis, sistematis, kritis, kreatif dan
kemampuan bekerja sama (Depdiknas, 2006:93).
Namun demikian matematika dianggap sebagai pelajaran yang sangat sulit dipahami
karena selalu berkaitan dengan angka rumus. Hal tersebut menjadi penyebab rendahnya hasil
belajar matematika. Pernyataan tersebut didukung dari kenyataan yang ada dilapangan yang
menunjukkan bahwa hasil belajar matematika di MIN Yehsumbul tergolong rendah bila
dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya.
Berdasarkan hasil observasi, rendahnya nilai hasil belajar siswa di MIN Yehsumbul
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; metode pembelajaran yang diterapkan di sekolah
masih bersifat konvensional dan penggunaan alat peraga/media jarang sekali digunakan,
sehingga pemahaman terhadap konsep matematika sulit dicerna. Siswa kurang dilibatkan
dalam proses pembelajaran dan cenderung pasif, terbukti dalam kegiatan belajar siswa selalu
diam saja ketika mendapatkan kesulitan dalam belajar, siswa selalu menunggu guru untuk
diberikan contoh-contoh soal dan cara pengerjaannya yang benar tanpa mencoba berpikir
untuk menggali dan membangun idenya sendiri, siswa tidak pernah mengajukan pertanyaan
yang dianggap kurang dimengerti dan siswa tidak berani menjawab pertanyaan serta
mempresentasikan jawaban di depan kelas. Karena itu metode ini lebih baik jika diubah
dengan metode yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar yang
produktif.
Menurut informasi yang diberikan oleh guru di MIN Yehsumbul khususnya kelas IIB,
terdapat permasalahan yang dihadapi oleh siswa yaitu kurangnya kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah matematika pada perkalian bilangan cacah. Terlihat dalam
mengerjakan soal, siswa tidak mengerti apa yang harus dilakukan untuk menghitung
perkalian dengan cara yang lebih mudah, tidak bisa merencanakan bagaimana cara
menyelesaikan (menemukan pola atau rumus matematika), menyelesaikan rencana
(mengerjakan jawaban), dan memeriksa kembali jawaban yang telah diperoleh. Pernyataan
tersebut didukung pula pada hasil nilai ulangan harian siswa pada perkalian pada bilangan
cacah, yaitu dari 24 siswa, hanya 11 siswa tuntas belajar (sesuai SKM yaitu 60), sedangkan
13 siswa tidak tuntas belajar. Jadi prosentase ketuntasan belajar siswa di kelas IIB yaitu siswa
yang tuntas belajar sekitar 45,83% dan yang tidak tuntas belajar sekitar 54,17 %. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini:

Table 1.1 nilai ulangan awal observasi


Siswa Nilai Jumlah siswa Persentase

2
Siswa yang tuntas belajar 60 11 45,83 %
Siswa yang tidak tuntas belajar 60 13 54,17 %
Jumlah 24 100

Alasan pemilihan pembelajaran menggunakan metode Buzz Group dengan media


gambar dimaksudkan untuk membandingkan interpretasi dan informasi pengetahuan yang
diperoleh masing-masing siswa, agar dapat saling aktif dalam memperbaiki pengertian,
persepsi, informasi, dan intresprestasi, sehingga dapat menghindarkan kekeliruan dan
miskonsepsi dalam menerima materi pelajaran. Sedangkan guru lebih berperan sebagai
organisator, sehingga dalam pembelajaran ini memungkinkan para siswa semakin aktif dan
interaktif.
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang sangat penting
karena media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh
psikologi terhadap siswa. Oleh karena itu, diperlukan media atau alat peraga agar siswa dapat
menguasai konsep perkalian pada bilangan cacah. Media lidi merupakan media sederhana
yang mudah didapat, mudah dibawa dan tersedia disekitar siswa. Dengan menggunakan
media lidi siswa akan lebih mudah memhami konsep perkalian pada bilangan cacah.
Berdasarkan penelitian diatas, maka penelitian ini diberi judul Metode Buzz Group
disertai Media Lidi Sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa
Kelas IIB Pokok Bahasan Perkalian pada bilangan cacah di MIN Yehsumbul Tahun
Pelajaran 2012-2013.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah penggunaan metode Buzz group dengan media lidi dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas IIB pokok bahasan perkalian pada bilangan cacah di MIN
Yehsumbul tahun pelajaran 2012-2013?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk meningkatan hasil belajar mata pelajaran matematika pada siswa kelas IIB di MIN
Yehsumbul pokok bahasan perkalia pada bilangan cacah menggunakan metode Buzz Group
disertai media lidi.
.
1.4 Manfaat Penelitian

3
Adapun manfaat dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat memberikan pengalaman baru bagi
penulis, serta dapat meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi masalah pembelajaran
khususnya Matematika, sehingga pengalaman ini dapat didesain sedemikian rupa sehingga
dapat diterapkan pada Mata Pelajaran lain.
b. Bagi Kepala Sekolah dan Guru, dapat dijadikan media motivasi untuk dapat dilaksanakan di
sekolah di tempat bekerja yaitu di MIN Yehsumbul, dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran.
c. Bagi siswa, dapat memberikan kesan bahwa belajar matematika itu mudah dan
menyenangkan serta dapat memberikan wawasan materi pembelajaran.
Bagi pembaca, dapat dijadikan rujukan atau bahan pembelajaran dalam upaya melaksanakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pembelajaran Matematika


Pembelajaran mempunyai kata dasar belajar yang mempunyai arti belajar merupakan
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai
hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan serta perubahan aspek-
aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar (Masrinawatie, 2007:18). Menurut
Gagne, belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah
perilakunya akibat suatu pengalaman (dalam Setyawan, 2009:1). Pembelajaran adalah proses
yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana
belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap (Dimyati dan
Mudjiono, 2002:157). Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pembelajaran harus berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan
guru mengajar.
Matematika adalah pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem
numerik. Selajutnya juga dikatakan bahwa matematika merupakan bahan kajian yang
memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran
suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah ditrima,

4
sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas
(Depdiknas, 2003).
Pembelajaran matematika yaitu proses yang disengaja dirancang dengan tujuan untuk
menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar
matematika di sekolah (Hawa, 2007:38). Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan
bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu kegiatan interaksi antara guru dan siswa
dalam mentransfer ilmu dan pengetahuan mengenai logika dan problem numerik yang
memiliki objek abstrak dan dibangun sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya.
Adapun tujuan pelajaran matematika di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidiyah agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajaro matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
Dalam pembelajaran matematika umumnya pendekatan yang digunakan lebih bersifat
konseptual, artinya guru lebih menekankan konsep-konsep dalam matematika. Sedangkan
strategi, teknik, metode dan media lebih bersifat operasional. Pembelajaran matematika tidak
terlepas dari kegiatan atau aktifitas belajar siswa. Melalui aktifitas tersebut di harapkan dapat
meningkatkan pengalaman dan hasil belajar siswa sehingga proses pembelajaran akan lebih
bermakna.
Paradigma pembelajaran saat ini telah berkembang dari pembelajaran yang berpusat
pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa, termasuk pembelajaran matematika.
Pelaksanaan pembelajaran harus dilaksanakan dengan sebuah pendekatan yang tepat. Untuk
mendukung proses pembelajaran yang sesuai dengan perubahan paradigma baru tersebut,
dibutuhkan pengembangan pembelajaran dengan sebuah pendekatan yang berfokus pada
kegiatan siswa. Penggunan metode Buzz Group merupakan salah satu alternatif untuk
5
membantu siswa menyelesaikan soal matematika yang berkaitan dengan perkalian bilangan
cacah. .
.
2.2 Srtategi Belajar Mengajar
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk
bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar
mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam
mewujudkan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Menurut Newman dan Logan, dalam bukunya yang berjudul Strategy Policy and
Central Management(1971 : 8), strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup keempat hal
sbb :
a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil seperti apa yang
harus dicapai dan menjadi sasaran usaha itu yang sesuai dengan aspirasi dan selera
masyarakat.
b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama manakah yang dipandang
paling efektif guna mencapai sasaran tersebut.
c. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah apa saja yang akan ditempuh
untuk mencapai sasaran tersebut.
d. Mempertimbangkan dan menetapkan kriteria dan patokan ukuran yang harus
dipergunakan untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan usaha tersebut.
Melihat paparan tersebut di atas, maka strategi belajar mengajar dapat disimpulkan sebagi
suatu proses upaya untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Dengan demikian
tidak lepas dari peran serta guru dan siswa dalam proses belajar mengajar. Guru harus
mampu memberikan suatu metode yang cepat dan tepat sehingga dengan cepat siswa akan
menangkap hasil pembelajaran yang disampaikan.

2.3 Metode Pembelajaran


Metode sebagai salah satu komponen pembelajaran, menempati peran yang tidak
kalah pentingnya dari komponen lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Tidak ada satupun
kegiatan belajar mengajar yang tidak menggunakan metode pembelajaran. Ini berarti guru
memahami benar kedudukan metode sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar
mengajar. Motivasi ekstrinsik menurut Sardiman, A.M (1987) adalah motif-motif yang aktif
dan berfungsi, karena adanya perangsang dari luar. Karena itu, metode berfungsi sebagai alat
perangsang dari luar yang dapat membangkitkan motivasi belajar seseorang (Djamarah,
1996:83).

6
Metode mengajar merupakan suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang
dipergunakan guru dalam proses belajar mengajar dikelas. Menurut (Sudjana, 2002:56)
metode mengajar adalah cara atau petunjuk tentang apa yang dikerjakan serta kegiatan-
kegiatan guru dalam proses belajar mengajar. Hasibuan (1995:3) mendefinisikan metode
mengajar sebagai salah satu cara pelaksanaan suatu strategi belajar dalam penyampaian
materi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Berdasarkan tiga pendapat tersebut,
pengertian metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan guru dalam
menyampaikan materi pelajaran untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu tugas utama guru adalah mengajar, maka setiap guru dituntut untuk
memiliki kompetensi mengajar yaitu memiliki pemahaman dan penerapan berbagai metode
pembelajaran. Macam-macam metode pembelajaran yang dikenal dalam dunia pendidikan,
menurut Moedjiono dan Dimyati (1992:28-29) ada beberapa metode pembelajaran yang
dapat dipilih guru dalam proses belajar mengajar antara lain :
a. Metode ceramah
b. Metode tanya jawab
c. Metode kerja kelompok
d. Metode pemberian tugas
e. Metode demonstrasi
f. Metode eksperimen
g. Metode simulasi
h. Metode penemuan
i. Metode pengajaran
j. Metode diskusi
Berdasarkan beberapa macam metode di atas metode yang akan diterapkan dalam
penelitian ini adalah metode diskusi kelompok, yang selanjutnya dikenal dengan metode
Buzz Group, karena dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, menghemat waktu dan
memberikan variasi kegiatan belajar.

2.4 Metode Buzz Group


Metode Buzz Group adalah suatu jenis diskusi kelompok kecil yang beranggotakan 3-
4 orang yang bertemu secara bersama-sama membicarakan suatu topik yang sebelumnya
telah dibicarakan secara klasikal (Moejdiono dan Dimyati, 1992:54).
Berdasarkan pendapat diatas, metode diskusi Buzz Group adalah metode pengajaran
yang dilakukan pada saat sedang atau akhir pelajaran berlangsung dengan maksud
menajamkan, memperjelas materi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan, sehingga informasi
pengetahuan dan konsep yang disampaikan guru dapat diterima siswa dengan persepsi yang
sama. Penggunaan metode Buzz Group dimaksudkan untuk membandingkan interpretasi,

7
informasi pengetahuan dan konsep yang diperoleh masing-masing siswa agar dapat saling
memperbaiki komponen pengetahuan tersebutuntuk menghindarkan kekeliruan dan
miskonsepsi dalam menerima materi pelajaran.
Setiap metode pembelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan, menurut
Moedjiono dan Dimyati (1992) menyatakan bahwa keunggulan dan kekurangan metode Buzz
Group adalah :
a. Keunggulan metode diskusi Buzz Group antara lain mendorong individu yang malu-malu
untuk memberikan sumbangan pemikiran, menciptakan suasana yang menyenangkan,
menghemat waktu, memungkinkan pembagian tugas kepemimpinan, memberikan variasi
kegiatan belajar, dan dapat digunakan bersama metode lain.
b. Kekurangan metode Buzz Group adalah tidak ada waktu persiapan yang cukup, tidak akan
berhasil jika anggota kelompok terdiri dari individu yang tidak tahu apa-apa dan mungkin
diskusi akan berputar-putar.
Dalam hal ini, guru membentuk kelompok 2 orang karena dengan 2 orang akan lebih
efektif dan meningkatkan hubungan kerjasama yang baik.

2.4.1 Sintakmatik Model


Menurut Sudjana (2005:123), langkah-langkah pelaksanaan metode Buzz Group
adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi secara umum dengan ceramah secara klasikal, kemudian
menentukan masalah atau topik yang akan didiskusikan.
2. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 2 siswa. Setiap
kelompok menunjuk juru bicara (pelapor) yang merupakan wakil dari kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusinya. Setiap kelompok mengerakan masalah yang sama.
3. Guru membagikan tugas kepada masing-masing siswa sesuai dengan kelompoknya dan
menjelaskan tentang tugas kelompok yang harus dilakukan, kemudian menentukan batas
waktu untuk mengerjakan tugas kelompok.
4. Kelompok-kelompok kecil berdidskusi untuk membahas masalah yang telah ditentukan (5-15
menit). Selama kegiatan ini, guru mengunjungi setiap kelompok untuk mengetaui adakah
kesulitan dalam memecahkan permasalahan.
5. Apabiala waktu yang ditentukan selesai, guru mengundang kelompok- kelompok kecil untuk
berkumpul kembali dalam satu kelas, kemudian wakil dari kelompok-kelompok kecil tersebut
secara bergiliran menyampaikan diskusinya kedepan kelas.
6. Setiap peserta didik diminta untuk mengomentari hasil diskusi yang disampaikan oleh
kelompok-kelompok kecil tersebut.
7. Setiap kelompok kecil mengumpulkan hasil dari diskusi.

2.4.2 Sistem Sosial


Metode Buzz Group bersifat aktif. Sisw dituntut aktif bekerjasama menyelesaikan
soal yang diberikan oleh guru, untuk memperoleh nilai yang terbaik. Siswa mempunyai
tanggung jawab masing-masing untuk mengerjakan soal yang diberikan. Setiap kelompok

8
mengadakan kerjasam diharapkan dapat meningkatkan kebersamaan. Guru hendaknya
sebagai pembimbing bersikap terbuka, ramah, dan sabar.

2.4.3 Prinsip Reaksi


Guru menanamkan konsep terlebih dahulu pada anak, dengan menyampaikan
informasi-informasi yang sesuai dengan materi ajar. Selanjutnya guru membentuk kelompok
dan membimbing siswa dalam mengerjakan tugas. Guru menilai hasil kerja siswa secara
objektif sehingga menimbulkan kepuasan bagi siswa.

2.5 Media Pembelajaran


Kata media merupakan bentuk jamak dari medium. Kata itu berasal dari bahasa latin
medius yang artinya tengah. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata medium artinya antara.
Secara harfiah kata media berarti perantara atau pengantar. Lebih khusus, pengertian media
dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau
elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal
(Arsyad, 2006:3)
Dalam Sadiman dkk (1996: 6) beberapa ahli dan organisasi telah memberikan
batasan mengenai pengertian media ini, yaitu antara lain:
AECT membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk
menyalurkan pesan/informasi.
Gagne (1970) mengatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan
pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
NEA mengatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak mauun
audiovisual serta peralatannya.

Menurut Rohani (1997:3) media adalah segala sesuatu yang dapat diindra yang
berfungsi sebagai perantara/sarana/alat untuk memproses komunikasi (proses belajar
mengajar). Sedangkan menurut Sadiman dkk (1996: 6) media adalah perantara atau pengantar
pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari
sumber informasi kepada penerima informasi.
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional
atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran
(Arsyad, 2006:4). Penggunaan media dalam pembelajaran dapat membantu guru dalam

9
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa sehingga siswa dapat menerima materi tersebut
dengan mudah. Ditegaskan oleh Danim (1994:7) media pendidikan (pembelajaran)
merupakan alat bantu atau pelengkap yang digunakan oleh guru atau pendidik dalam rangka
berkomunikasi dengan siswa atau peserta didik. Dengan adanya media pembelajaran
diharapkan proses belajar mengajar menjadi lebih efisien.
Menurut Rohani (1997:4), media intruksional edukatif (pembelajaran) adalah sarana
komunikasi dalam proses belajar mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat
lunak untuk mencapai proses dan hasil intruksional secara efektif dan efisien, serta tujuan
intruksional dapat dicapai dengan mudah. Sedangkan media pendidikan (pembelajaran)
menurut Hamalik (1980:23) adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka
lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dengan siswa dalam proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Cukup jelas bahwa media pembelajaran merupakan
dasar yang sangat diperlukan dalam proses pembelajaran dan dapat menentukan keberhasilan
dalam proses belajar mengajar.
Berdasarkan beberapa penjelasan media pembelajaran di atas, dapat disimpulkan
bahwa media pembelajaran adalah suatu alat, bahan ataupun berbagai macam komponen
yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar untuk menyampaikan pesan dari pemberi
pesan (guru) kepada penerima pesan (siswa) untuk memudahkan penerima pesan menerima
suatu konsep (materi). Media pembelajaran memiliki peranan penting dalam strategi
penyampaian pengajaran untuk pencapaian hasil belajar yang baik.

2.6 Media Lidi


Media pendidikan ternyata sangat beragam. Dari yang sangat sederhana, yang
dipungut dari barang bekas sampai yang canggih, hasil buatan atau produksi pabrik khusus
yang mendesainalat permainan untuk anak. Menurut (Setiawan, Denny. Dkk:2009) untuk
memilih secara tepat media sederhana dari bahan-bahan bekas . maka sebaiknya kita
menggunakan pedoman berikut ini:
1) Pilihlah media yang bisa dibuat sendiri oleh siswa atau sekelompok siswa
2) Kembangkan media yang berfungsi sebagai media untuk kelompok
3) Ciptakan media yang bisa meningkatkan konsentrasi siswa
4) Permainan untuk siswa sekolah dasar sangat banyak variasinya.
Dari uraian tersebut diatas, maka peneliti menggunakan media lidi untuk membantu
siswa dalam menghitung perkalian bilangan cacah. Media lidi adalah salah satu alat yang
sangat sederhana untuk menghitung suatu penjumlahan atau perkalian, karena sangat

10
sederhananya media ini hanya biasanya digunakan untuk penjumlahan ataupun perkalian
dengan bilangan-bilangan sederhana(kecil) Media ini biasanya digunakan oleh siswa kelas I
dan II. Media ini biasanya dibuat dari bambu seperti lidi dan dipotong dengan ukuran ukuran
panjang 7 cm.

2.7 Hasil Belajar


Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil atau tidak, dapat dilihat dari hasil belajar
yang diperoleh sesudah melakukan kegiatan belajar. Dimyati dan Mudjiono (1994:4)
menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Sedangkan menurut Sudjana (2002:49) hasil belajar adalah kemampuan
yang dimiliki siswa setelah dia menerima pengalaman belajarnya.
Dari hasil belajar dapat diketahui ketuntasan belajar dalam pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Adapun kriteria ketuntasan belajar siswa pada mata pelajaran matematika
disesuaikan dengan kriteria ketuntasan minimum (KKM) MIN Yehsumbul adalah sebagai
berikut:
1. Daya serap individu, seorang siswa dikatakan tuntas apabila telah mencapai nilai 60 % dari
nilai maksimal 100.
Daya serap klasikal, suatu kelas dikatakan tuntas apabila terdapat minimal 60% siswa telah
mencapai nilai 60

BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Adapun kegiatan perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan di kelas II MIN
Yehsumbul Kec. Mendoyo Kab. Jembrana, mulai tanggal 3 Agustus sampai dengan tanggal
15 Agustus 2011. Jadwal pelaksanaan perbaikan ini adalah sebagai berikut :
1) Siklus I, Tanggal 3 Agustus 2013
2) Siklus II, Tanggal 6 Agustus 2011
Adapun karakteristik siswa kelas IIB MIN Yehsumbul diantaranya adalah jumlah
siswa 24 orang yang terdiri dari 11 orang laki-laki dan 13 orang perempuan usia siswa rata-
rata 7 8 tahun dengan keadaan ekonomi siswa sebagian besar tergolong ekonomi menengah
11
kebawah dengan pekerjaan orang tuanya kebanyakan nelayan dan petani, tempat tinggal tidak
jauh dari sekolah.

3.2 Subjek Penelitian


Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas IIB semester genap MIN Yehsumbl
Tahun Pelajarn 2013/2014.

3.3 Definisi Operasional


1. Metode Buzz Group
Metode Buzz Group adalah metode pengajaran yang dilakukan pada saat sedang atau
akhir pelajaran berlangsung dengan maksud menajamkan, memperjelas materi dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan, sehingga informasi pengetahuan dan konsep yang disampaikan guru
dapat diterima siswa dengan persepsi yang sama.
2. Media Lidi
Media lidi adalah salah satu alat yang sangat sederhana untuk menghitung suatu
penjumlahan atau perkalian, karena sangat sederhananya media ini hanya biasanya digunakan
untuk penjumlahan ataupun perkalian dengan bilangan-bilangan sederhana(kecil).

3. Hasil Belajar
Yang dimaksud dengan hasil belajar dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh
siswa pada mata pelajaran matematika setelah mengerjakan soal-soal pokok bahasan
perkalian bilangan cacah.

3.4 Pendekatan dan Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Adapun ciri-ciri
pendekatan kualitatif seperti yang dikemukakan Sudjana (1989:197) adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung.
2. Bersifat deskripsi analitik karena data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk
statistik, namun dalam bentuk kata-kata atau gambar.
3. Lebih menekankan pada proses daripada hasil.
4. Analisis data bersifat induktif karena penelitian ini tidak dimulai dari deduksi teori tetapi dari
lapangan yaitu fakta empiris.
5. Mengutamakan makna.

12
Pedekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan saat mengamati dan menganalisis
kendala-kendala yang didapatkan dalam penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan
media kokami yang diperoleh dari data observasi dan wawancara.
Sedangkan angka-angka hasil perhitungan yang diperoleh dengan pendekatan
kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui besarnya persentase aktivitas
dan peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah
dengan media kokami.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK), adalah suatu
penyelidikan atau kajian secara sistematis dan terencana untuk memperbaiki dengan jalan
mengadakan perbaikan atau perubahan dan mempelajari akibat yang ditimbulkannya. Esensi
penelitian tindakan terletak pada adanya tindakan praktisi dalam situasi yang alami untuk
memecahkan permasalahan-permasalahan praktis atau meningkatkan kualitas praktis (Hobri,
2007:2). PTK memiliki karateristik sebagai berikut: 1) bersifat kolaboratif, 2) berfokus pada
problem praktis, 3) penekanan pada pengembangan profesional, dan memerlukan adanya
struktur proyek.
Penelitian ini meggunakan dua siklus. Hal ini direncanakan agar dalam proses belajar
mengajar diharapkan hasil belajar dapat mencapai peningkatan dan aktivitas siswa bisa
menjadi lebih baik. Siklus pertama dilakukan sebagai acuan refleksi terhadap pelaksanaan
siklus kedua, sedangkan siklus kedua dilakukan untuk meyakinkan hasil penelitian yang telah
dilakukan dan untuk membuktikan bahwa pelajaran dapat digunakan dalam indikator yang
berbeda dalam materi yang sama.
Model skema yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Hopkins yaitu model
skema yang terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Berdasarkan
model skema Hopkins dikembangkan desain penelitian seperti gambar dibawah ini:
TindakanPendahuluan

Contoh PTK SD Kelas 2

BAB I
PENDAHULUAN

13
A. Latar Belakang
Hasil pendidikan yang bermutu adalah siswa yang sehat, mandiri, berbudaya,
berakhlak mulia, beretos kerja, berpengetahuan dan menguasai teknologi, serta cinta tanah
air. Hakekat belajar adalah aktivitas perubahan tingkah laku pembelajar
(bahaviouralchange). Perubahan tingkah laku akan tercapai melalui kerja keras dan usaha
cerdas dari siapapun mereka yang terlibat dalam proses belajar itu sendiri.
Jadi pendidikan merupakan suatu rangkaian peristiwa yang komplek yang mana manusia
tumbuh melalui belajar. Mengajar dan belajar merupakan proses kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan. Dalam belajar ilmu pengetahuan dan teknologi besar sekali perannya untuk
memajukan suatu negara.
Untuk menjadi suatu negara yang maju maka bangsa itu harus cerdas dan banyak
pengetahuannya, baik ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, matematika dan ilmu
pengetahuan lain yang bersifat ketrampilan.
Pentingnya belajar matematika tidak lepas dari perannya dalam segala jenis dimensi
kehidupan. Banyak persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan menghitung dan
mengukur. Menghitung mengarah pada aritmatika (studi tentang bilangan) dan mengukur
mengarah pada geometri (studi tentang bangun) ukuran dan posisi benda.
Aritmatika dan geometri merupakan pondasi atau dasar dari matematika. Oleh karena itu
kegiatan belajar dan mengajar matematika diperlukan suatu metode atau model pembelajaran,
mengingat siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuannya. Keberhasilan proses belajar
mengajar matematika di kelas dapat di lihat dari hasil Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
sekolah. Apabila nilai yang di peroleh siswa sesuai atau lebih dari KKM maka dikatakan
proses belajar mengajar berhasil.
Sd negeri 13 Baturetno Sragenadalah salah satu SD yang berada di Unit Pelaksana Teknis
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kecamatan Jepara yang berlokasi di tengah kota
Jepara. Sekolah Dasar itu menjadi salah satu sekolah favorit di Kabupaten Jepara. Animo
masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke Sd negeri 13 Baturetno Sragensangat besar
sekali. Untuk tahun pelajaran 2009/2010 memiliki jumlah murid sebanyak 645 siswa. Dengan
fasilitas sekolah yang memadai juga adanya partisipasi dari Stake holder sekolah yang bagus,
akhirnya dapat mendukung prestasi siswa untuk belajar secara maksimal.
Tetapi kenyataannya dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran masih banyak
dijumpai siswa kelas II yang belum menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru
khususnya mata pelajaran matematika pada kompetensi perkalian. Karena siswa belum
menguasai materi yang ada maka hasil kegiatan pembelajaran tersebut belum memuaskan.
14
Sebagai bukti rendahnya hasil belajar siswa kelas II Sd negeri 13 Baturetno Sragenpada tahap
awal ketika diberikan evaluasi dari 49 siswa tingkat ketuntasannya baru mencapai 35 %.
Siswa yang tuntas 19 orang yang belum 39 orang. Dengan demikian siswa belum mampu
menyelesaikan soal pada konsep perkalian. Faktor penyebabnya antara lain : tingkat
pemahaman siswa terhadap materi rendah, siswa kurang konsentrasi belajar dalam kelas.
Semangat belajar siswa kurang, siswa kurang berminat pada pelajaran matematika, materi
yang disampaikan guru kurang jelas.
Beberapa faktor penyebab rendahnya nilai matematika pada konsep perkalian
dikarenakan pembelajaran yang disampaikan oleh guru selama ini hanya berpedoman pada
buku paket dan cara penyajian guru dalam kelas hanya menggunakan metode ceramah dan
suasana kelas kurang begitu menyenangkan bahkan menjenuhkan. Untuk itu dengan
menggunakan model pembelajaran yang tepat akan lebih mudah untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam hal ini penulis ingin meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan
menggunakan model pembelajaran Jartik/Jarimatika. Model pembelajaran Jartik cukup
fleksibel dan mudah dipahami oleh siswa. Jadi diharapkan siswa dapat menjawab soal tanpa
harus menghafal perkalian, cukup dengan menggunakan jari-jari tangannya, yang mana
konsep perkalian ini dipakai mulai dari perkalian bilangan 6 hingga ke bilangan 10 bagi anak-
anak kelas II Sekolah Dasar.
Mengapa penulis menggunakan metode pembelajaran Jartik pada konsep perkalian ?
Karena ingin sekali meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan hitung perkalian
pada siswa kelas II semester II Sd negeri 13 Baturetno Sragentahun ajaran 2009/2010 agar
kelak dikelas lebih atasnya materi perkalian ini dapat lebih dikuasai, lebih-lebih dapat
bermanfaat bagi siswa itu sendiri.

B. Perumusan Masalah
Apakah penerapan model pembelajaran Jartik dapat meningkatkan hasil belajar
matematika pada konsep perkalian siswa kelas II semester II SD Negeri Panggang I Jepara
tahun pelajaran 2009/2010 ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan pembelajaran tindakan kelas ini adalah
sebagai berikut :
1. Tujuan umum

15
Agar siswa dapat berpikir kritis, kreatif, cermat, inovatif dan percaya diri dan dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan kemampuan berhitung pada konsep perkalian siswa kelas II semester II Sd
negeri 13 Baturetno Sragentahun pelajaran 2009/2010.
b. Untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa dan kegiatan belajar mengajar guru dalam
usaha meningkatkan kemampuan berhitung pada konsep perkalian dengan metode jarimatika.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan hasil penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan
informasi sekaligus sebagai pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam mata
pelajaran matematika kelas II dalam berhitung pada konsep perkalian.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan di
dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar penelitian yang logis,
rasional, kritis, jujur, cermat dan efektif.
2. Meningkatkan siswa semakin mampu berfikir dalam menyelesaikan masalah serta
mempunyai keberanian dalam mengemukakan pendapat di dalam kelas.
3. Mempersiapkan siswa agar berani bertanggung jawab baik terhadap diri sendiri maupun
orang lain serta mampu menggunakan kemampuannya untuk berpikir logis.
b. Bagi guru
1. Dapat lebih mengetahui potensi yang dimiliki oleh siswanya sehingga dapat mengoptimalkan
proses belajar mengajar.
2. Memberikan semangat dalam mengajar agar proses pembelajaran yang aktif atau hidup
antara siswa dengan siswa, siswa dan guru terjalin interaksi yang menyenangkan.
3. Guru dapat mengetahui sejauhmana kemampuan kesulitan siswa.
c. Bagi sekolah
1. Memberikan sumbangan pemikiran sebagai alternatif meningkatkan kualitas pengajaran
sekolah.
2. Sekolah memiliki bermacam-macam variasi model pembelajaran.

16
E. Definisi Operasional
Dalam batasan masalah ini bersifat penyederhanaan dan penyempitan ruang lingkup
permasalahan.
Semua faktor tersebut pada dasarnya saling mendukung dan mempengaruhinya serta
menentukan dalam meningkatkan kemampuan belajar matematika, sehingga untuk
menyamakan pandangan mengenai pengertian judul, perlu dijelaskan beberapa istilah sebagai
berikut :
1. Belajar
Belajar adalah cara informasi masuk ke dalam otak melalui indra yang kita miliki. Pada saat
informasi tersebut akan ditangkap oleh indra, maka bagaimana informasi tersebut
disampaikan (modalitas) berpengaruh pada kecepatan otak menangkap informasi dan
kekuatan otak menyimpan informasi tersebut dalam ingatan atau memori. (Munif Chatib,
2009).
2. Matematika
Manusia telah menggunakan matematika sejak adanya catatan tertulis. Matematika berkaitan
dengan pencarian jumlah dan bentuk serta pembahasannya. Cabang matematika murni adalah
ilmu berhitung (aritmatika, geometri dan aljabar).
Matematika berasal dari bahasa latin Manthanein atau Mathema yang berarti belajar atau
yang dipelajari, sedangkan dalam Bahasa Belanda disebut Wiskunde atau ilmu pasti, yang
kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika memiliki bahasa dan aturan yang
terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas, sistematis, dan berkaitan antar konsep yang
kuat. Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar
asumsi (kebenaran konsistensi). Selain itu matematika juga bekerja melalui penalaran
tertentu.
3. Operasi perkalian
Dalam kehidupan sehari hari kita sering menjumlahkan bilangan yang sama berulang kali.
Penjumlahan yang berulang itu disebut perkalian. Dengan menggunakan perkalian maka
perhitungan dapat lebih cepat diselesaikan, maka untuk mengenalkan konsep operasi hitung
perkalian dan pembagian pada sistem bilangan bulat juga dilakukan melalui 3 tahap yaitu
tahap pengenalan konsep secara konkret, tahap pengenalan konsep secara semi konkret dan
semi abstrak, dan tahap pengenalan konsep secara abstrak.
4. Jarimatika
Banyak metode yang sampai saat ini dipelajari oleh para guru, tetapi semuanya memakai alat
bantu dan kadang membebani memori otak anak. Berawal dari pengalaman seorang ibu yang
17
tertarik dengan jari sebagai alat bantu yang tidak perlu dibeli, dibawa kemana-mana dan
ternyata juga mudah dan menyenangkan, mereka mempelajarinya dengan anak-anaknya
sehingga metode ini sangat menyenangkan dan menguasai keterampilan berhitung.
Akhirnya penelitian dari hari ke hari untuk mengotak-atik jari hingga ke perkalian dan
pembagian, serta mencari uniknya berhitung dengan keajaiban jari maka dinamakannya
Jarimatika.
5. Siswa kelas II semester II
Adalah murid atau peserta didik Sekolah Dasar yang duduk di kelas II semester II (dua)
dengan jumlah siswa 49.
6. Sd negeri 13 Baturetno Sragentahun pelajaran 2009/2010 adalah Sekolah Dasar atau salah
satu lembaga pendidikan dasar yang beralamat di jalan Mangunsarkoro Kecamatan Jepara
Kabupaten Jepara pada masa tahun ajaran 2009/2010.
Berdasarkan penegasan istilah-istilah tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa maksud dan
judul ini adalah suatu penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana
aktivitas siswa dan kegiatan belajar mengajar guru dalam usaha untuk meningkatkan
kemampuan belajar matematika pada konsep perkalian dengan metode pembelajaran
Jarimatika siswa kelas II semester II Sd negeri 13 Baturetno SragenKecamatan Jepara
Kabupaten Jepara Tahun Ajaran 2009/2010.

18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Pembelajaran Matematika


l. Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan,
potensi, minat, bakat dan kebutuhan peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal
antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa (Amin Suyitno 2004 : 1). Matematika
memiliki nilai-nilai yang sangat penting dalam pembentukan sumber daya manusia yang
berkualitas. Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan
dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai
akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar antar konsep dalam
matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Dalam pembelajaran matematika agar mudah di
mengerti oleh siswa, proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman yang sudah
dimiliki oleh siswa. Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen sebagai alat pemecahan masalah
melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui simbol,
tabel, grafik, diagram dalam menjelaskan gagasan. Tujuan pembelajaran adalah melatih dan
menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Serta
mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah. Nilai-
nilai yang diperlukan dalam pengajaran matematika bertujuan untuk dapat
menumbuhkembangkan dan membentuk pribadi siswa, sehingga sesuai dengan
perkembangan ilmu dan pengetahuan. Pola tingkah manusia yang tersusun menjadi suatu
modal sebagai prinsip-prinsip belajar diaplikasikan ke dalam matematika. Matematika yang
berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan
penalarannya deduktif, jelas, belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi.
Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka konsep
matematika harus dipahami lebih dahulu sebelum memanipulasi simbol itu.
Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa
yang telah diketahui orang itu. Karena itu, untuk mempelajari suatu materi matematika yang
baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses
belajar materi matematika tersebut.
Karena kehirarkisan matematika itu, maka pemahaman matematika yang terputus-
putus akan mengganggu terjadinya proses belajar. Ini berarti proses belajar matematika akan
19
terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinyu. Di dalam proses
belajar matematika terjadi juga proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang
itu melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika mesti melakukan kegiatan
mental. Dalam berpikir itu, orang-orang menyusun hubungan-hubungan antara bagian bagian
informasi yang telah direkam di dalam pikiran orang itu sebagai pengertian-pengertian. Dari
pengertian itu terbentuklah pendapat yang pada akhirnya ditarik kesimpulan. Tentunya
kemampuan berpikir seseorang itu dipengaruhi oleh intelegensinya. Dengan demikian terlihat
adanya kaitan antara intelegensi dengan proses belajar matematika.
2. Tujuan Pengajaran Matematika di Sekolah
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP), tujuan umum diberikannya
matematika di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan umum adalah :
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan
dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis,
rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien.
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Sedangkan tujuan khusus pengajaran matematika di sekolah dasar adalah :
a. Menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan (menggunakan bilangan) sebagai alat
dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan matematika.
c. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di Sekolah
Menengah Pertama (SMP).
d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
Pengajaran matematika di sekolah dibedakan dengan pengajaran di perguruan tinggi.
Pengajaran matematika di sekolah mempelajari matematika yang sifatnya elementer tetapi
merupakan konsep esensial sebagai dasar untuk prasyarat konsep yang lebih tinggi dan
banyak aplikasinya dalam kehidupan sosial di masyarakat. Pada umumnya mempelajari
konsep-konsep dengan cara pendekatan induktif hal ini karena disesuaikan dengan kognitif
siswa yang dicapainya.
3. Metode Jarimatika
Berawal dari kepedulian seorang ibu terhadap materi pendidikan anak-anaknya. Setelah anak
saya yang pertama menguasai kemampuan baca di usia 2,5 tahun, tibalah saatnya untuk
memasuki gerbang pengenalan berhitung. Banyak metode saya pelajari, tetapi semuanya
memakai alat bantu dan kadang membebani memori otaknya. Setelah itu saya mulai tertarik

20
dengan jari sebagai alat bantu yang tidak perlu dibeli, dibawa kemana-mana dan ternyata juga
mudah dan menyenangkan. Anak-anak saya menguasai metode ini dengan menyenangkan
dan menguasai keterampilan berhitung. Akhirnya penelitian dari hari ke hari untuk
mengotak-atik jari hingga ke perkalian dan pembagian, serta mencari uniknya berhitung
dengan keajaiban jari dan kami menamakannya Jarimatika.
Penerapan pada anak
Dimulai pada usia 3 tahun untuk pengenalan konsep sampai usia 12 tahun Jarimatika ini ada
4 level, masing-masing ditempuh 3 bulan. Setelah selesai lulusan Jarimatika akan masuk ke
Fun Mathematic Club yang akan mengupas matematika secara mudah dan menyenangkan,
sesuai materi di sekolahnya bahkan direncanakan sampai materi SMA.

Penggunaan
Dibandingkan dengan metode lain, metode Jarimatika lebih menekankan pada penguasaan
konsep terlebih dahulu baru ke cara cepatnya, sehingga anak-anak menguasai ilmu secara
matang. Selain itu metode ini disampaikan secara fun, sehingga anak-anak akan merasa
senang dan gampang bagaikan tamasya belajar.

Keistimewaan
Memberikan visualisasi proses berhitung
Menggembirakan anak saat digunakan
Tidak memberatkan memori otak
Alatnya gratis, selalu terbawa dan tidak dapat disita
Pengaruh daya pikir dan psikologis
Karena diberikan secara menyenangkan maka sistem limbik di otak anak akan senantiasa
terbuka sehingga memudahkan anak dalam menerima materi baru.
Membiasakan anak mengembangkan otak kanan dan kirinya, baik secara motorik maupun
secara fungsional, sehingga otak bekerja lebih optimal.
Tidak memberatkan memori otak, sehingga anak menganggap mudah, dan ini merupakan
step awal membangun rasa percaya dirinya untuk lebih jauh menguasai ilmu matematika
secara luas.

Pengaruh daya pikir dan psikologis

21
Karena diberikan secara menyenangkan maka sistem limbik di otak anak akan senantiasa
terbuka sehingga memudahkan anak dalam menerima materi baru.
Membiasakan anak mengembangkan otak kanan dan kirinya, baik secara motorik maupun
secara fungsional, sehingga otak bekerja lebih optimal.
Tidak memberatkan memori otak, sehingga anak menganggap mudah, dan ini merupakan
step awal membangun rasa percaya dirinya untuk lebih jauh menguasai ilmu matematika
secara luas.

Kerangka Berfikir
Untuk meningkatkan kemampuan anak dalam belajar matematika pada konsep
perkalian melalui model pembelajaran Jarimatika siswa difokuskan untuk belajar secara
mandiri dan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi sehari-hari, dengan harapan siswa
semakin trampil dan cerdas dalam mengerjakan soal perkalian. Soal perkalian merupakan
salah satu kunci utama dalam pengerjaan hitung. Melalui penghafalan perkalian dapat melatih
siswa dalam mengembangkan kreativitas siswa dan dapat menumbuhkembangkan kecerdasan
otak siswa. Belajar dengan Jarimatika dapat menambah kreativitas siswa dan mendorong
terciptanya suatu kemungkinan yang lebih besar untuk berlatih sehingga diperkirakan siswa
yang belajar tersebut secara mental emosional cenderung untuk menjadi pusat proses belajar
mengajar.

Hipotesa Tindakan
Berdasarkan kerangka berfikir di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai
berikut : melalui model pembelajaran jarimatika, hasil belajar matematika pada konsep
perkalian siswa kelas II semester II Sd negeri 13 Baturetno Sragen tahun ajaran 2009/2010
dapat ditingkatkan.

22
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas II Sd negeri 13 Baturetno Sragen tahun
ajaran 2009/2010 sejumlah 49 siswa.

B. Lokasi Penelitian dan Jadwal Pelaksanaan


Lokasi penelitian tindakan kelas ini adalah di Sd negeri 13 Baturetno Sragen yang
beralamat di jalan Mangun Sarkoro nomor 6 Jepara, Kabupaten Jepara.
Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
No Kegiatan Oktober Nopember Desember Januari Pebruari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan x x
2 Pengajuan x x
Tema
3 Penyusunan x x x
Proposal
4 Pengumpulan x x x x
Data
5 Pengolahan x x x x
Data
6 Penyusunan x x
Laporan
7 Laporan x x
Hasil
Penelitian

23
C. Data dan Sumber Data
Cara pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi dan metode tes data
diperoleh dengan observasi yang dilengkapi dengan lembar pengamatan dan diskriptif.
Data penelitian yang peneliti kumpulkan adalah :
1. Tabel pengamatan partisipasi dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas
2. Tabel analisis perolehan nilai hasil ulangan harian.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang diajarkan oleh peneliti sebagai berikut :
1. Rencana Pembelajaran (RP)
Rencana Pembelajaran yang penulis susun sesuai dengan model pembelajaran yang
digunakan yaitu Jarimatika.
2. Lembar Observasi Siswa
Lembar Observasi Siswa disusun untuk mengetahui rata-rata tingkat aktivitas siswa dan
dilaksanakan tiap-tiap pertemuan.
3. Lembar Observasi Guru
Lembar Observasi Guru disusun untuk mengetahui rata-rata tingkat aktivitas guru dalam
proses belajar mengajar dan dilaksanakan tiap-tiap siklus.
4. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa disusun dan diberikan kepada siswa untuk melatih ketrampilan dalam
menyelesaikan bentuk-bentuk soal perkalian, selain itu digunakan untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal.
5. Kuis
Kuis diberikan setelah proses belajar mengajar berlangsung yaitu sekitar 15 menit sebelum
usai.

6. Kisi-Kisi Tes Akhir


Kisi-kisi tes akhir disusun untuk membuat tes akhir, yang terdiri dari dua siklus dan harus
terealisasi pada soal-soal tes akhir.
7. Tes Akhir
Tes Akhir dilaksanakan pada tiap-tiap akhir siklus, yaitu pada pertemuan keempat untuk
siklus satu dan pertemuan kedelapan untuk siklus kedua. Hasil dari tes akhir ini digunakan
untuk mengukur tingkat ketuntasan belajar.
24
E. Prosedur Pelaksanaan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua
siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan
tindakan, tahap pengamatan dan tahap analisis atau refleksi.
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Guru menyusun rencana pembelajaran (RP) yang akan dilaksanakan, menyajikan
materi pelajaran, membuat soal-soal ulangan harian dan menyusun lembar observasi.
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Guru menjelaskan materi sesuai RP dengan model pembelajaran jarimatika. Siswa
dibimbing membuat soal dengan langkah-langkah perkalian sebagai penjumlahan berulang.
Bagi siswa yang sudah berhasil menyelesaikan tugasnya dengan benar dapat membantu
temannya yang mengalami kesulitan. Soal yang sulit atau sukar dibahas di depan kelas
dengan bimbingan guru.
c. Tahap Pengamatan
Peneliti berperan sebagai

25

Anda mungkin juga menyukai