Anda di halaman 1dari 41

Tugas Mid

WAWASAN KEMARITIMAN
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Kemampuan
Pemahaman Matematis Siswa Ditinjau dari Self Concept Siswa Kelas
VIII Smp Negeri 2 Kusambi

DI SUSUN OLEH

HERLIN
G2I1 20 015

PROGRAM PASCA SARJANA


PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan media yang sangat berperan penting untuk
menciptakan manusia yang berkualitas dan berpotensi dalam arti yang seluas-
luasnya. Melalui pendidikan akan terjadi perubahan pola pikir dan terjadi proses
pendewasaan diri sehingga di dalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu
masalah yang dihadapi, selalu disertai rasa tanggung jawab yang besar.
Dalam proses pendidikan, ada dua komponen yang sangat berperan
penting yang akan menunjang tercapainya tujuan pendidikan, yaitu guru sebagai
pembawa informasi dan anak didik sebagai penerima informasi. Bagi seorang
dibutuhkan kompetensi serta penguasaan dalam upaya menerapkan pelajaran
kepada siswa, agar siswa mengerti dengan baik. Oleh sebab itu, guru adalah salah
satu komponen pendidikan yang menempati posisi sentral khususnya dalam
proses belajar mengajar, karena siswa selalu menjadi salah satu pokok persoalan
dalam dunia pendidikan.
Pada umumnya pendidikan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup manusia yang secara teknis operasional dilakukan melalui suatu
proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan aktivitas (proses) yang sistematis
dan dalam sistematis itu terdapat suatu interaksi belajar mengajar antara guru dan
siswa. Dalam proses pembelajaran guru mempertimbangkan model pembelajaran,
metode dan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan. Pembelajaran
dirancang secara sistematis, bersifat konseptual tetapi praktis, realistik dan
fleksibel, baik yang menyangkut masalah interaksi pembelajaran, pengelolaan
kelas, pendayagunaan sumber belajar (pengajaran) maupun penilaian
pembelajaran. Dari proses pembelajaran harus dapat menjadi perhatian bagi para
guru agar tercapai tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa yang memuaskan,
terutama menyangkut model pembelajaran yang diterapkan bagi anak
berkebutuhan khusus.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termuat dalam
kurikulum sekolah mulai dari SD sampai dengan SMA. Matematika perlu

2
diberikan kepada siswa agar siswa memiliki kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama (BSNP, 2006: 139).
Kemampuan tersebut dibutuhkan siswa agar dapat menghadapi perubahan
keadaan di dalam kehidupan yang selalu berkembang (Suherman, dkk, 2003: 58).
Mengingat pentingnya pelajaran matematika maka sudah selayaknya siswa
menguasai kemampuan - kemampuan yang terdapat dalam pelajaran matematika.
Pembelajaran di kelas khususnya pelajaran matematika, guru masih
belum mampu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi dan
karakter siswa yang diajarnya, atau dengan kata lain guru belum dapat
mengaplikasikan model pembelajaran yag sesuai dengan bidang studi yang
diembannya sehingga berakibat pada kemampuan siswa yang rendah dan tidak
merata.
Dalam pembelajaran matematika ada lima kemampuan matematis yang
perlu diperhatikan oleh guru sebagaimana yang dinyatakan oleh National
Council Of Teacher of Mathematics (NCTM) yaitu kemampuan pemecahan
masalah, penalaran, komunikasi, koneksi, dan representasi. Selain itu NCTM juga
menyatakan bahwa pemahaman matematis merupakan aspek yang sangat penting
dalam pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar matematika harus dengan
pemahaman. Hal tersebut berakibat bahwa dalam setiap belajar matematika harus
ada unsur pemahaman matematisnya.
pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan penting dalam
pembelajaran matematika, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang
diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan. Namun lebih dari itu,
dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu
sendiri. Pemahaman matematis merupakan landasan untuk berpikir dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan matematika maupun persoalan-persoalan di
kehidupan sehari-hari. Mengembangkan kemampuan pemahaman matematis,
selain sudah merupakan salah satu tujuan kurikulum, kemampuan tersebut sangat
mendukung pada kemampuan-kemampuan matematis lain, yaitu komunikasi
matematis, penalaran matematis, representasi matematis dan problem solving.
Pemahaman matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran

3
matematika. Siswa dalam belajar matematika harus dengan pemahaman. Hal
tersebut berakibat bahwa dalam setiap belajar matematika harus ada unsur
pemahaman matematisnya.
Kemampuan pemahaman matematis merupakan bagian dari hasil belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh oleh individu setelah
pembelajaran berlangsung sehingga memberikan perubahan tingkah laku baik
pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik yang lebih baik dari
sebelumnya. Hasil belajar merupakan hasil interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar merupakan berakhirnya proses evaluasi
hasil belajar dan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengalaman
dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 30).
SMP Negeri 2 Kusambi merupakan salah satu SMP di Kota Laworo
Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat yang sudah menerapakan kurikulum
2013. Akan tetapi berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran
di kelas terlihat bahwa dalam Proses pembelajaran masih didominasi oleh guru
atau proses pembelajaran masih berpusat pada guru, Pembelajaran dimulai dengan
menjelaskan materi pelajaran dengan cara ceramah, pemberian contoh soal dan
pemberian tugas untuk dikerjakan siswa. Dari proses pembelajaran di kelas
menunjukkan bahwa selama pembelajaran masih banyak siswa yang belum dapat
menyelesaikan soal yang diberikan guru, siswa hanya terfokus pada contoh soal
yang diberikan dan tidak mengetahui konsep sebenarnya dari soal tersebut. Pada
proses pembelajaran siswa tidak diarahkan untuk memahami informasi yang
diberikan guru sehingga siswa tidak memahami dan mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal.
Berdasarkan nilai ulangan semester yang diperoleh pada siswa kelas VIII
SMPN 2 Kusambi, pada tanggal 12-13 April 2021 Rata-rata nilai ulangan kelas
VIII1, VIII2, VIII3, dan VIII4 berturut-turut adalah 48,67; 47,50; 48,33; 48,00 atau
dengan rata-rata kelas secara keseluruhan yaitu 48,12. Hasil ulangan tersebut
dikatakan sangat rendah karena belum mencapai kriteria ketuntasan minimal mata
pelajaran matematika di SMPN 2 Kusambi yaitu 68,00, sehingga berpengaruh

4
terhadap hasil belajaranya. Salah satu faktor yang menyebabakan rendahnya hasil
belajar peserta didik adalah kemampuan pemamahaman matematikanya.
Rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa di SMPN 2
Kusambi juga berkaitan dengan pembelajaran yang diselenggarakan guru di
sekolah. Selama ini guru masih didominasi dengan pembelajaran yang terpusat
pada guru. Kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan
kemampuan berpikir siswa atau tidak mempertimbangkan tingkat kognitif siswa
sesuai dengan perkembangan usianya.
Pembelajaran matematika masih bersifat satu arah yang menyebabkan
kurangnya partisipasi siswa dalam mengikuti kegiatan di kelas menyebabkan
pembelajaran yang dilakukan tidak sesuai dengan yang direncanakan. Dengan
pembelajaran seperti ini, siswa sebagai subjek belajar kurang dilibatkan dalam
menemukan konsep-konsep pelajaran yang harus dikuasainya. Selain itu,
sebagaian besar siswa menganggap pelajaran matematika merupakan pelajaran
yang susah sehingga menyebabkan siswa kurang antusias dalam pembelajaran
karena tidak ada dorongan dalam dirinya untuk belajar sendiri hanya
mengharapkan dari apa yang diajarkan guru di kelas.
Pembelajaran yang dilakukan guru selama ini belum banyak melakukan
variasi dalam pembelajaran dan belum memfokuskan pada kemampuan berpikir
siswa tertentu khususnya kemampuan pemahaman matematis siswa. Hal ini
sejalan dengan Abdi (Nurjaman, 2014: 296) menyatakan bahwa sebagian besar
siswa merasa sangat sulit untuk bisa secara cepat menyerap dan memahami mata
pelajaran matematika, tetapi sulitnya siswa memahami pelajaran matematika yang
diajarkan itu diperkirakan berkaitan dengan cara mengajar guru di kelas yang
tidak membuat siswa merasa senang dan simpatik terhadap matematika.
Pendekatan yang digunakan oleh guru matematika pada umumnya kurang
bervariasi. Untuk siswa yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi, sikap dan
tindakan serta cara mengajar apapun tidak menjadi masalah. Tetapi, bagi siswa
yang memiliki tingkat kecerdasan rata-rata, dan rendah pada pelajaran matematika
akan menjemukan dan mengakibatkan tidak senang belajar matematika. Untuk
mengembangkan kemampuan pemahaman matematis siswa, maka dibutuhkan

5
suatu pembelajaran yang lebih terpusat pada siswa sehingga memungkinkan siswa
aktif dalam pembelajaran. Memberi peluang guru untuk lebih kreatif, dan
mengajak siswa untuk aktif dengan berbagai sumber belajar. Model pembelajaran
yang dimaksud tersebut adalah model pembelajaran berbasis masalah.
Sehingga pemilihan strategi dan metode pembelajaran yang tepat akan
meningkatkan kreativitas siswa untuk semangat dalam belajar Demikian halnya
dengan kemampuan dan hasil belajar siswa juga memerlukan sebuah metode
pembelajaran yang mempunyai karakteristik membangun kategori, menentukan
masalah dan menciptakan lingkungan yang mendukung. Model pembelajaran
yang dimaksud tersebut adalah model pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran, yang
mana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh
proses pencarian informasi yang bersifat student centered. Pembelajaran berbasis
masalah dipusatkan pada siswa yang dihadapkan pada suatu masalah, bertujuan
agar siswa mampu memperoleh dan membentuk pengetahuannya secara efisien,
kontekstual, dan terintegrasi. Model pembelajaran pokok, dalam pembelajaran
berbasis masalah berupa belajar dalam kelompok kecil dengan sistem tutorial.
(Suprihatiningrum, 2011: 215). Menurut Daryanto, (2014: 29 ) dalam kelas yang
menerapkan pemebelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim
untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah memberikan
kesempatan kepada siswa mempelajari materi akademis dan keterampilan
mengatasi masalah dengan terlibat diberbagai situasi kehidupan nyata. Ini
memberikan makna bahwa sebagian besar konsep atau generalisasi dapat
diperkenalkan dengan efektif melalui pemberian masalah. Pembelajaran berbasis
masalah dipahami sebagai suatu strategi instruksional, yang mana siswa
mengidentifikasi pokok bahasan yang terdapat didalam masalah yang spesifik.
Pokok bahasan tersebut membantu dan mendorong siswa untuk mengembangkan
pemahaman tentang berbagai konsep yang mendasari masalah tadi, serta prisip
pengetahuan lainnya yang relevan (Suprihatiningrum, 2011: 216).

6
Melalui pembelajaran berbasis masalah siswa mempresentasikan
gagasannya, siswa terlatih merefleksikan persepsinya, mengargumentasikan dan
mengomunikasikan kepihak lain sehingga guru pun memahami proses berpikir
siswa, dan guru dapat membimbing serta mengintervensikan ide baru berupa
konsep dan prinsip. Dengan demikian, pembelajaran berlangsung sesuai dengan
kemampuan siswa, sehingga interaksi antara guru dan siswa, serta siswa dengan
siswa menjadi terkondisi dan terkendali.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika
akan mengaktifkan siswa serta menyadarkan siswa bahwa matematika tidak selalu
membosankan. Guru hanya sebagai fasilitator untuk membentuk dan
mengembangkan pengetahuan itu sendiri, bukan untuk memindahkan
pengetahuan. Salah satu faktor keberhasilan yang menentukan dalam proses
pembelajaran adalah model pembelajaran. Saat ini masih banyak guru yang
menganut paradigma lama yaitu guru masih menganggap dalam poses
pembelajaran hanya ada transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Guru masih
menganggap siswa bagaikan botol kosong yang bisa diisi dengan informasi-
informasi yang dianggap perlu oleh guru. Guru biasanya mengajar dengan metode
ceramah dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan hafal. Sehingga
siswa menjadi bosan, pasif dan hanya mencatat saja. (Ikman dan Erlin, 2011: 90)
Selain dari segi proses pembelajaran dikelas, beberapa faktor juga yang
mempengaruhi kemampuan pemahaman matematis siswa yang belum maksimal
antara lain: (1) siswa tidak memiliki perencanaan dan pengaturan waktu dalam
pembelajaran, (2) siswa tidak memiliki strategi pembelajaran, (3) serta siswa
kurang memanfaatkan sumber-sumber yang ada untuk belajar. Berdasarkan faktor
tersebut maka maka dibutuhkan juga suatu soft skill atau faktor psikologis yang
dapat mengarahkan diri untuk memiliki suatu perencanaan belajar, pengaturan
waktu, memilih strategi yang cocok untuk pembelajarannya guna mencapai tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Faktor psikologis yang dimaksud adalah self-
concept.
Self concept atau konsep diri adalah semua ide-ide, pikiran, kepercayaan,
dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

7
dalam berhubungan dengan orang lain. Self concept merupakan suatu kognisi atas
penilaian terhadap aspek-aspek yang ada dalam dirinya, pemahaman atas
gambaran orang lain kepada dirinya, serta gagasan tentang apa yang harus
dilakukan.
Self concept matematis adalah keyakinan, perasaan atau sikap seseorang
mengenai kemampuannya dalam memahami atau melakukan sesuatu dalam
situasi yang melibatkan matematika. Self concept merupakan fondasi yang sangat
penting untuk keberhasilan. Bukan hanya keberhasilan di bidang akademis,
melainkan yang lebih penting adalah keberhasilan hidup. Orang yang memiliki
self concept yang buruk akan sangat sulit berhasil dan hanya akan menjalani hidup
sebagai manusia umumnya. Menurut Desmita (dalam Afri, 2019, p.7), beberapa
hal penting dan perlu dipahami terkait self concept, yaitu self concept dipelajari
melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain, berkembang secara
bertahap, positif ditandai dengan sikap optimis, berani sukses dan berani pula
gagal, penuh percaya diri, antusias, bersikap serta berpikir secara positif.
Sebaliknya konsep diri negatif ditandai dengan rasa tidak percaya diri, takut gagal
sehingga tidak berani mencoba hal-hal yang baru dan menantang, merasa diri
bodoh, pesimis serta berbagai perasaan dan perilaku rendah diri lainnya, sehingga
berpengaruh pada pemahaman matematisnya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan suatu penelitian eksperimen yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Terhadap Kemampuan Pemahaman
Matematis ditinjau dari Self Concept Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Kusambi”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran pembelajaran menggunakan model Pembelajaran
Berbasis Masalah pada siswa kelas VIII Smp Negeri 2 Kusambi ?
2. Bagaimana gambaran kemampuan pemahaman matematis dan self concept
siswa yang diajar dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah ?

8
3. Bagaimana gambaran kemampuan pemahaman matematis dan self concept
siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung?
4. Apakah terdapat pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi ?
5. Apakah terdapat pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi ditinjau dari
self concept siswa?
6. Apakah terdapat pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi
ditinjau dari self concept siswa kategori Sangat tinggi?
7. Apakah terdapat pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi
ditinjau dari self concept siswa kategori tinggi?
8. Apakah terdapat pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi
ditinjau dari self concept siswa kategori Sanagat sedang?
9. Apakah terdapat pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi
ditinjau dari self concept siswa kategori rendah?
10. Apakah terdapat pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi
ditinjau dari self concept siswa kategori Sanagat rendah?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka


tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui gambaran pembelajaran menggunakan model Pembelajaran
Berbasis Masalah pada siswa kelas VIII Smp Negeri 2 Kusambi
2. Untuk mengetahui gambaran kemampuan pemahaman matematis dan self
concept siswa yang diajar dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah.

9
3. Untuk mengetahui gambaran kemampuan pemahaman matematis dan self
concept siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung.
4. Untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi.
5. Untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi ditinjau dari
self concept siswa.
6. Untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi
ditinjau dari self concept siswa kategori Sanagat tinggi.
7. Untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi
ditinjau dari self concept siswa kategori tinggi.
8. Untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi
ditinjau dari self concept siswa kategori Sanagat sedang.
9. Untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2 Kusambi
ditinjau dari self concept siswa kategori rendah.
10. Untuk mengetahui pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah
(PBM) terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa SMP Negeri 2
Kusambi ditinjau dari self concept siswa kategori Sanagat rendah.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Secara umum hasil penelitian diharapkan dapat memberikan konstribusi
bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalm hal pembelajaran matematika
umumnya pada model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
2. Secara Praktis

10
a. Bagi siswa
Dapat membantu siswa yang mengalami masalah dalam belajar
matematika khususnya yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal
secara individu.
b. Bagi guru
Sebagai bahan masukan dalam usaha peningkatan hasil belajar matematika
khususnya pada kemampuan tingkat tinggi, dapat menambah wawasan guru untuk
memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran dikelas sehingga
permasalahan-permasalahan yang dihadapi baik oleh siswa, guru, materi
pembelajaran, dan lain sebagainya dapat diminimalkan, serta untuk
mengembangkan kemampuan atau keterampilan guru untuk menghadapi
permasalahan yang nyata dalam proses pembelajaran di kelas.
c. Bagi sekolah
Dapat memberikan sumbangan yang baik dan berguna dalam rangka
perbaikan pembelajaran mata pelajaran matematika.
d. Bagi peneliti
Memberikan sumbangan pemikiran untuk mengembangkan model
pembelajaran sebagai calon pendidik dan memberikan informasi tentang model
pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.

11
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 2 Kusambi yang terletak


di Jl. Poros Raha – Latawe , Desa Sidamangura, Kecamatan Kusambi, Kota
Laworo Provinsi Sulawesi Tenggara. Waktu pelaksanaan penelitian adalah pada
semester Ganjil Tahun Ajaran 2020/2021 di kelas VIII SMP Negeri 2 Kusambi
pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian Quasi eksperimental design
(eksperimen semu) yang merupakan pengembangan dari true experimental karena
desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk
mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen
(Sugiyono, 2016: 77). Penelitian ini menggunakan the post-test only control
group design.
Dalam penelitian quasi eksperimen ini sampel tidak dikelompokan secara
acak akan tetapi peneliti menerima keadaan sampel apa adanya, yaitu dalam
bentuk kelas-kelas yang sudah terbentuk sebelumnya. Pertimbangan ini dilakukan
karena jika dibentuk kelas baru secara acak akan berpengaruh juga pada terjadinya
perubahan jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah tersebut secara langsung
akan mengganggu kelancaran proses belajar mengajar.
Penelitian dilakukan dengan memilih dua kelas secara acak dengan
kemampuan yang setara dan menggunakan model pembelajaran yang berbeda.
Kelompok eksperimen adalah kelompok siswa (kelas) yang memperoleh

12
pembelajaran melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Sedangkan
kelompol kontrol merupakan kelompok siswa (kelas) yang memperoleh
pembelajaran biasa (langsung), kemudian kepada masing-masing kelas penelitian
diberi tes akhir.
.
C. Desain Peneltian
Model desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
The Posttest-Only Control Group Design. Rancangan ini terdiri atas dua
kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok yang diberi
perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi
perlakuan disebut kelompok kontrol. Adapun desain yang digunakan digambarkan
pada tabel 3.3. sebagai berikut:
Tabel 4.1
Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest


Eksperimen (R) X1 O1
Kontrol (R) X2 O2
(Sugiyono, 2016: 76)
Keterangan :
R = masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol dipilih secara
acak
X1 = Pembelajaran matematika dengan menggunakan model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
O1 = Hasil Posttest siswa pada kelas eksperimen dengan menggunakan
model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
O2 = Hasil Posttest siswa pada kelas kontrol dengan menggunakan
model pembelajaran langsung.

Desain penelitian di atas terdapat dua kelompok yang masing masing


ditentukan secara purposive sampling. Selanjutnya kelas ekperimen diajar dengan
model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan kelas kontrol diajar dengan

13
model pembelajaran langsung. Pada pertemuan terakhir, masing-masing kelas
diberikan tes akhir (posttest) untuk mengetahui kemampuan pemahaman
matematis peserta didik.
Keterkaitan antara variabel model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM),
model pembelajaran langsung, dan kemampuan pemahaman matematis peserta
didik disajikan pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Keterkaitan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), Model
Pembelajaran Langsung dan Self Concept Peserta Didik
Self Concept Pesera Didik Model Pembelajaran
PBM ( A = 1) Langsung ( A = 2)
Self Concept Sangat Tinggi (B=1) µ11 µ12
Self Concept Tinggi (B=2) µ21 µ22
Self Concept Sedang (B=3) µ31 µ32
Self Concept Rendah (B=4) µ41 µ42
Self Concept Sangat Rendah (B=5) µ51 µ52
µi1 µi2
Keterangan :
µ11 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept sangat tinggi (B=1) yang diajar dengan
model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) (A=1)
µ12 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept sangat tinggi (B=1) yang diajar dengan
model pembelajaran langsung (A=2)
µ21 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept tinggi (B=2) yang diajar dengan model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) (A=1)
µ22 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept tinggi (B=2) yang diajar dengan model
pembelajaran langsung (A=2)
µ31 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept sedang (B=3) yang diajar dengan model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) (A=1)

14
µ32 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept sedang (B=3) yang diajar dengan model
pembelajaran langsung (A=2)
µ41 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept rendah (B=4) yang diajar dengan model
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) (A=1)
µ42 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept rendah (B=4) yang diajar dengan model
Pembelajaran langsung (A=2)
µ51 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept sangat rendah (B=5) yang diajar dengan
model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) (A=1)
µ51 = Rata-rata kemampuan pemahaman matematis peserta didik yang
memiliki self concept sangat rendah (B=5) yang diajar dengan
model Pembelajaran langsung (A=2)
µi1 = Rata-rata perbedaan kemampuan pemahaman matematis peserta didik
yang diajar dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)
(A=1)
µi2 = Rata-rata perbedaan kemampuan pemahaman matematis peserta didik
yang diajar dengan model pembelajaran langsung (A=2)
Masing-masing kelompok kelas selanjutnya pada desain penelitian
akan diberikan angket sebelum perlakuan dan tes setelah perlakuan. Adapun tes
tersebut berisi instrumen untuk kemampuan pemahaman matematis siswa dan
instrumen angket untuk mengukur self concept peserta didik. Berikut rancangan
penelitian yang disajikan dalam gambar 4.1

15
Model
Pembelajaran
Kelompok Berbasis
Eksperimen Angket Masalah Post-Test

Model
Kelompok Pembelajaran
Angket Langsung Post-Test
Kontrol

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri
2 Kusambi tahun ajaran 2020/2021 yang terdri dalam empat kelas paralel (VIII 1,
VIII2, VIII3, dan VIII4,).
Gambaran populasi siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Kusambi dapat dilihat
pada tabel 4.3

Tabel 4.3
Gambaran Populasi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2
Kusambi Semester Genap Tahun Pelajaran
2020/2021
Varians
No Kelas Jumlah Siswa Rata-Rata

1 VIII1 28 48,67 201,14

16
2 VIII2 28 47,50 254,82
3 VIII3 27 48,33 216,37
4 VIII4 27 48,00 312,59
Sumber: Data ulangan matematika
peserta didik

2. Teknik Penarikan Sampel Penelitian


Langkah-langkah pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut : (1) peneliti memilih populasi penelitian yaitu siswa kelas VIII SMP
Negeri 2 Kusambi, dimana kelas tersebut terdiri dari 4 kelas paralel, (2) sampel
diambil berdasarkan teknik pengambilan sampel purposive sampling yaitu
mengambil dua kelas paralel yang memiliki tingkat kemampuan relatif sama
(homogen) berdasarkan hasil uji homogenitas, (3) memilih kelas eksperimen dan
kelas kontrol menggunakan teknik random kelas. Kemudian untuk memilih
Sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini sebanyak dua kelas, satu kelas
sebagai kelas ekperimen dengan model Pembelajaran Berbasis Masalah dan satu
kelas berikutnya sebagai kelas kontrol dengan model pembelajaran langsung.
Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono,2006:218). Kemudian untuk memilih antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan uji homogenitas pada taraf α = 0,05
dengan mempertimbangkan nilai rata-rata dan varians perkelas. Hasil uji
homogenitas antar kelas disajikan pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Uji homogenitas nilai ulangan akhir matematika semester 1

Test of Homogeneity of Variances


ULANGAN

Levene Statistic Sig.

.626 3 106 .600

Tabel 4.4 menunjukan bahwa hasil uji homogenitas diperoleh nilai sig =
0,626 > α = 0,05. Sehingga kemampuan matematika siswa homogen. Berdasarkan

17
nilai rata-rata dan uji homogenitas, maka sampel dalam penelitian ini adalah kelas
VIII1 dan VIII3. Setelah melakukan pertimbangan maka dilakukan random class.
Hasil random class diperoleh kelas VIII1 sebagai kelas eksperimen yaitu kelas
yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan kelas VIII3 sebagai kelas
kontrol yaitu kelas yang diajar dengan pembelajaran langsung.

E. Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan atas tiga variabel yang terdiri dari variabel bebas
(independent), variabel bebas (dependent) dan variabel moderat. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis masalah dan model
pembelajaran langsung, variabel terikat dalam dalam penelitian ini adalah
kemampuan pemahaman matematis, dan yang menjadi variabel moderat dalam
penelitian ini adalah self concept siswa dengan kategori tinggi, sedang dan rendah.
F. Definisi Operasional
1. Model pembelajaran berbasisis masalah adalah pembelajaran yang dilakukan
dengan pemberian masalah kepada peserta didik yang sesuai dengan konteks
lingkungan kehidupan sehingga memberikan pengalaman yang dapat
digunakan sebagai bahan atau materi untuk memperoleh pengertian serta bisa
dijadikan pedoman dan tujuan belajar untuk meningkatkan prestasi belajar
secara optimal.
2. Kemampuan pemahaman matematis dapat diartikan sebagai kesanggupan atau
kemampuan siswa dalam memahami atau mengerti tentang matematika baik
ketika guru sedang menjelaskan materi ataupun dalam bentuk soal yang
diberikan. Adapun kemampuan pemahaman matematis dibatasi pada indikator
pemahaman instrumental (hafal konsep/prinsip tanpa kaitan dengan yang
lainnya, menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan mengerjakan
perhitungan secara algoritmik), pemahaman relasional (mengaitkan satu
konsep/prinsip dengan konsep/prinsip) lainnya.
3. Self concept adalah Self-concept (konsep diri) adalah gambaran seseorang
mengenai dirinya sendiri yang meliputi fisik, psikologis, sosial, emosional
yang digunakan untuk menyelesaikan tugasnya dalam mencapai keberhasilan

18
akademik maupun dalam hidup. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan
konsep diri (self concept) yang ada pada siswa. Indikator self concept yang
digunakan dalam penelitian ini, yang diadopsi dari Sumarmo (dalam Dewi,
2020, p.40-41) sebagai berikut: (a) Kesungguhan, ketertarikan, berminat:
menunjukan kemauan, keberaniaan, kegigihan, keseriusan, ketertarikan dalam
belajar dan melakukan kegiatan matematika. (b) Mampu mengenali kekuatan
dan kelemahan diri sendiri dalam matematika. (c) Percaya diri akan
kemampuan diri dan berhasil dalam melaksanakan tugas matematikanya.
(d)Bekerja sama dan toleran kepada orang lain. (e) Menghargai pendapat orang
lain dan diri sendiri, dan memaafkan kesalahan orang lain. (f) Berperilaku
sosial: menunjukan kemampuan berkomunikasi dan tahu menempatkan diri.
(g) Memahami manfaat belajar matematika dan kesukaan terhadap belajar
matematika.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu instrumen tes dan
instrumen non tes yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisisis
validitas butir soal dan analisis reliabilitas tes.
1. Instrumen Non Tes
a. Angket Self Concept
Instrumen yang digunakan untuk mengukur self concept adalah lembar
kuesioner. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawab. Adapun pensekoran setiap butir berpedoman pada model skala
likert yang mempunyai bentuk pernyataan positif dan negatif Ada lima kategori
pada skala likert, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju
(TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
Tabel 4.5
Kisi-Kisi Instrumen Angket Self-Concept
No. Item
No. Indikator Jumlah
F UF
1. Kesungguhan, ketertarikan, berminat: 1, 4 2, 3 4

19
menunjukan kemauan, keberanian,
kegigihan, keseriusan, ketertarikan dalam
belajar dan melakukan kegiatan
matematika.
2. Mampu mengenali kekuatan dan
kelemahan diri sendiri dalam 5, 6, 8 7 4
matematika.
3. Percaya diri akan kemampuan diri dan
berhasil dalam melaksanakan tugas 9 10,11 3
matematikanya.
4. Bekerja sama dan toleran kepada orang 12,
14 3
lain. 13
5. Menghargai pendapat orang lain dan diri
15, 16,
sendiri, dan memaafkan kesalahan orang 17 4
18
lain.
6. Berperilaku sosial: menunjukan
kemampuan berkomunikasi dan tahu 21 19,20,22 4
menempatkan diri.
7. Memahami manfaat belajar matematika
23, 25,
dan kesukaan terhadap belajar 24 4
26
matematika.
Jumlah 14 12 26
Keterangan:
F : Favourable (pernyataan positif)
UF : Unfavourable (pernyataan negatif)

Sebelum tes tersebut digunakan, terlebih dahulu divalidasi oleh para ahli
pendidikan matematika sebanyak tiga orang yang terdiri dari dua orang dosen
program pasca sarjana pendidikan matematika dan satu orang guru matematika.
Kriteria yang digunakan dalam validasi ini adalah sebagai berikut :
1. Kesesuain antara butir pernyataan dan indikator
2. Kesesuaian instrumen sel concept terhadap pelajaran matematika yang terdiri
dari 26 pernyataan

20
3. Penggunaan bahasa indonesia yang benar
4. Tidak bermakna ganda.
1.) Uji Validitas Butir / Item Instrumen Self Concept
Validitas item digunkan untuk mengetahui dukungan suatu item terhadap
skor total. Skor-skor yang ada pada setiap item dimaksud dikorelasikan dengan
skor total menggunakan rumus korelasi Product Moment dinalisis dengan formula
:
n n n

r XY =
n ∑ XY −
i=1
(∑ )(∑ ) i =1
X
i=1
Y

√{
n n 2 n n 2
n ∑ X 2−
i =1
(∑ ) }{ ∑ (∑ ) }
i =1
X n
i=1
Y 2−
i =1
Y

(Sugiyono, 2020:246)
Keterangan:
rXY = koefisien korelasi antara variable X dan Y
X = Skor butir soal
Y = Skor total
n = jumlah subjek
Adapun kriteria pengujian sebagai berikut:

a. jika
r XY ≥r tabel dengan α = 0,05 maka butir soal valid

b. jika
r XY <r tabel dengan α = 0,05 maka butir soal tidak valid

(Arikunto, 2015)

2. Uji Reliabilitas Instrumen Self Concept


Tes yang reliabel adalah tes yang menghasikan skor yang konsisten (tidak
berubah – ubah). Perhitungan realibilitas dengan menggunakan rumus Alpha
Cronbach sebagai berikut :
n

rα =
k
k−1 [ ]
∑ s i2
1− i=1
s2
t
(Ahiri, 2011)

21
Keterangan :
rα = reliabilitas alpha
k = Banyaknya butir tes
n
∑ si 2
i =1 = jumlah variansi butir
s2
t = Variansi Total
b.Lembar Observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian pendidikan biasanya
berupa lembar observasi aktivitas siswa dan guru, lembar observasi catatan
perkembangan siswa, dan catatan temuan hasil penelitian. Data hasil observasi
dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui aktivitas guru dan siswa dalam
kegiatan proses belajar mengajar (Lestari dan Yudhanegara, 2015: 342). Lembar
observasi yang digunakan dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada rencana
pelaksanaan pembelajaran. Format yang digunakan dalam lembar observasi ialah
aktivitas sistematis yang berbentuk isian untuk mengetahui tindakan selama
terlaksananya model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan model
pembelajaran langsung.
2.Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Matematis
Tes digunakan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman matematis
siswa. Bentuk tes yang digunakan berupa uraian/essay, yang disusun berdasarkan
indikator pemahaman matematis. Setiap butir soal disusun untuk mengukur
indikator pemahaman matematis tertentu.
Kemampuan pemahaman matematis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Pemahaman instrumental, yaitu hafal konsep/prinsip tanpa kaitan dengan
yang lainnya, dengan menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana, dan
mengerjakan perhitungan secara algoritmik. Kemampuan tergolong
kemampuan berpikir matematis tingkat rendah.

22
b. Pemahaman relasional, yaitu mengaitkan satu konsep/prinsip dengan
konsep/prinsip lainnya. Kemampuan ini tergolong pada kemampuan berpikir
matematis tingkat tinggi (Ferdianto, 2011: 51).
Tes kemampuan matematis disusun berdasarkan indikator kemampuan
pemahaman matematis siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 6
Kisi-KisiTes Pemahaman Matematis Kelas VIII Semester Ganjil
SMP Negeri 2 Kusambi
Nomor
Materi Indikator Pemahaman yang Diukur
Soal
Pemahaman instrumental 1
2
(instrumental understanding) 4
SPLDV
Pemahaman relasional (relational 3
understanding) 5

Sebelum tes tersebut digunakan, terlebih dahulu divalidasi oleh para ahli
pendidikan matematika sebanyak empat orang yang terdiri dari tiga orang dosen
program pasca sarjana pendidikan matematika dan satu orang guru matematika.
Kriteria yang digunakan dalam validasi ini adalah sebagai berikut :
3. Kesesuain antara butir pernyataan dan indikator
4. Kesesuaian instrumen sel regulated learning terhadap pelajaran matematika
yang terdiri dari 7 butir pertanyaan
5. Penggunaan bahasa indonesia yang benar
6. Tidak bermakna ganda.
Untuk memperoleh instrumen yang baku, maka perlu dilakukan uji validitas
suatu instrumen:
a. Uji Validitas Butir/Item Kemampuan Pemahaman Matematis
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau
kesalahan suatu instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang

23
diteliti secara tepat. Menurut (Lestari dan Yudhanegara, 2015: 192) Tinggi
rendahnya validitas suatu instrumen sangat bergantung pada koefisien
korelasinya.
Analisis validitas muka dan validitas isi digunakan untuk mengetahui
validitas konsep instrumen melalui penilaian panelis. Perhitungan validitas hasil
penilaian panelis menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka
kasar sebagai berikut :
n n n

r XY =
n ∑ XY −
i=1
(∑ )(∑ ) i =1
X
i=1
Y

√{
n n 2 n n 2
n ∑ X 2−
i =1
(∑ ) }{ ∑ (∑ ) }
i =1
X n
i=1
Y 2−
i =1
Y

(Sugiyono, 2020:246)
Keterangan:
rXY = koefisien korelasi antara variable X dan Y
X = Skor butir soal
Y = Skor total
n = jumlah subjek
Adapun kriteria pengujian sebagai berikut:

 jika
r XY ≥r tabel dengan α = 0,05 maka butir soal valid

 jika
r XY <r tabel dengan α = 0,05 maka butir soal tidak valid
b. Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Pemahaman Matematis
Reabilitas suatu instrumen adalah keajengan atau kekonsistenan instrumen
tersebut bila diberikan pada subjek yang sama meskipun oleh orang yang berbeda,
waktu yang berbeda, atau tempat yang berbeda, maka akan memberikan hasil
yang sama atau relatif sama (tidak berbeda secara signifikan). Untuk perhitungan
pengujian reliabilitas tes kemampuan pemahaman matematis siswa ditentukan
dengan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut :

24
n

rα =
k
k−1
1−
[ ]
∑ s i2
i=1
s2
t
(Lestari & Yudhanegara, 2015: 206)
Keterangan :
r α = reliabilitas alpha
k = Banyaknya butir tes
n
∑ si 2
i=1 = jumlah variansi butir
s2
t = Variansi Total
Selanjutnya nilai koefisien reliabilitas tersebut diinterpretasikan pada
tabel 4.7 berdasarkan kriteria menurut Guilford (Lestari dan Yudhanegara,
2015: 206). Jika nilai reliabilitas berada pada sedang, tinggi, atau sangat
tinggi, maka tes tersebut dapat digunakan sebagai instrumen penelitian ini.
Jika tidak, maka tes akan dievaluasi dan diuji coba kembali.

Tabel 4.7. Interpretasi Koefisien Reliabilitas


Koefisien Reliabilitas Interpretasi
0 , 80<r 11 ≤1 ,00 reliabilitas sangat tinggi

0 , 60<r 11 ≤0 , 80 reliabilitas tinggi

0 , 40<r 11≤0 , 60 reliabilitas sedang

0 , 20<r 11 ≤0 , 40 reliabilitas rendah

r 11 ≤0 , 20 reliabilitas sangat rendah


(Sundayana, 2014:70)

25
H. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
1. Jenis Data
Dalam penelitian ini, data diperoleh langsung dengan memberikan
perlakuan kepada kedua kelas. Jenis data dalam penelitian ini merupakan data
kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes kemampuan pemaaman matematis dan
pemberian nagket self concept siswa serta data kualitatif yang diperoleh dari hasil
observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu prosedur yang sistematik dan
standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam penelitian ini penelitian
menggunakan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut.
a. Pemberian Angket Sel concept
Angket atau kuesioner merupakan teknik pengumpulan data secara tidak
langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Angket
yang dipakai adalah instrument non tes yang telah divalidasi sebelumnya. Angket
ini digunakan untuk mengukur tingkat self concept matematis siswa yang
diberikan sebelum pelaksanaan pembelajaran pada kedua kelas penelitian yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Siswa diberi kebebasan untuk memberikan
jawaban atau respon sesuai dengan self concept yang mereka rasakan sendiri.
Kriteria skor tiap pernyataan akan berbeda antara pernyataan positif dan
pernyataan negatif, yaitu dengan kriteria dilihat pada tabel 4.8 sebagai berikut:
Tabel 4.8 Format Penskoran self concept
Pilihan Jawaban Pernyataan
Positif Negatif
SS 5 1
S 4 2
N 3 3
TS 2 4
STS 1 5
Self concept dalam penelitian ini di golongkan ke dalam lima tingkatan
yaitu self concept sangat tinggi, self concept tinggi, self concept sedang, self
concept rendah dan self concept sangat rendah. Teknik yang digunakan dalam
pengelompokan tingkat celf concept adalah dengan cara memberi skor pada

26
masing-masing siswa yang telah mengisi kuesioner. Kemudian skor
dikategorisasi menggunakan standar baku sebagaimana pada tabel 4.9 sebagai
berikut.

Tabel 4.9 Pedoman Analisis Deskriptif Self-Concept Siswa

Batas Kategori Kategori


X > X́ +1,5 SD Sangat tinggi
X́ + 0,5 SD< X ≤ X́ +1,5 SD Tinggi
X́ −0,5 SD< X ≤ X́ + 0,5 SD Sedang
X́ −1,5 SD< X ≤ X́ −0,5 SD Rendah
X ≤ X́−1,5 SD Sangat rendah
(Sudijono, 2015: 175)
Keterangan:
X́ = Rata-rata nilai siswa
X = Nilai yang diperoleh siswa
SD= Standar deviasi nilai total

b. Pemberian tes kemampuan kemampuan pemahaman matematis

Dalam penelitiian ini, pemberian tes digunakan untuk menentukan


kemampuan pemahaman matematis siswa. Tes yang digunakan peneliti adalah
instrumen tes dari hasil validasi oleh para ahli. Dalam tes ini, siswa diharuskan
menjawab sesuai dengan indikator pengukuran pemahaman matematis siswa
untuk memperoleh skor ideal. Instrumen tes yang berupa soal posttest digunakan
pada kelas penelitian. Data skor posttest untuk tes kemampuan pemahaman
matematis mengadopsi penskoran yang dikemukakan oleh Cai, Lane dan Jacobin
(Hidayat, 2013: 65) seperti pada Tabel 4.10 berikut:

27
Tabel 4.10
Pedoman Penskoran Pemahaman Matematis Siswa
Indikator Keterangan Skor
Tidak mampu mengingat sifat-sifat 0
konsep yang telah dipelajari dan tidak
mampu merumuskan dan memanipulasi
konsep.
Hanya mampu mengingat sifatsifat 1
konsep yang dipelajari.
Jawaban salah dimana siswa mampu 2
Menginterpretasikan
mengingat sifat-sifat konsep yang telah
dan dapat menerapkan
dipelajari dan mampu merumuskan dan
rumus dalam
memanipulasi konsep tetapi sangat
perhitungan sederhana
terbatas.
dan mengerjakan Jawaban benar dimana siswa mampu 3
perhitungan secara mengingat sifat-sifat konsep yang telah
algoritmik dipelajari dan mampu merumuskan dan
(Pemahaman memanipulasi konsep, perhitungan secara
Instrumental) umum benar namun mengandung sedikit
kesalahan.
Jawaban sangat benar dimana mampu 4
mengingat sifat-sifat konsep yang telah
dipelajari dan mampu merumuskan dan
memanipulasi konsep secara lengkap dan
benar.
Tidak mengaplikasikan konsep dalam 0
menyelesaikan serta menganalisis masalah
Hanya mengaplikasikan konsep dalam 1

28
menyelesaikan masalah.
Jawaban salah dimana siswa 2
Mengaitkan suatu
mengaplikasikan konsep dalam
konsep dengan konsep
menyelesaikan serta menganalisis
yang lain (Pemahaman
masalah, tetapi sangat terbatas.
Relasional)
Jawaban benar dimana siswa 3
mengaplikasikan konsep dalam
menyelesaikan masalah, perhitungan
secara umum benar namun mengandung
sedikit kesalahan.
Jawaban sangat benar dimana siswa 4
mengaplikasikan konsep dalam
menyelesaikan serta menganalisis masalah
secara lengkap dan benar.
(Hidayat, 2013:65)

Perhitungan skor akhir pemahaman matematis menggunakan rumus


sebagai berikut :
skor perole h an siswa
Nilai perolehan siswa = ×100
skor maksimum
Untuk menentukan kategori tingkat kemampuan pemahaman matematis
siswa, nilai hasil tes pemahaman matematis siswa yang telah dikonversi ke skala
100 ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 4.11
Klasifikasi kategori kemampuan pemahaman matematis siswa

Persentase Rentang Nilai (%) Klasifikasi


90 ≤ A < 100 Sangat tinggi
75 ≤ B < 90 Tinggi
55 ≤ C < 75 Cukup
40 ≤ D < 55 Rendah
0 ≤ E < 40 Sangat rendah
(Rusia, 2016: 90)

29
c.
Lembar Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan


pengamatan secara langsung pada kelas penelitian. Lembar observasi yang
digunakan yaitu berupa daftar cek dengan kriteria penilaian tertentu yang akan
diisi oleh observer, dengan meminta bantuan guru. Dalam proses pembelajaran
yang dilakukan peneliti, guru berperan sebagai pendamping sekaligus sebagai
observer.
Pada lembar observer aktivitas siswa, hal yang diamati adalah mengenai
aktivitas siswa dalam merespon petunjuk/pertanyaan guru, aktivitas siswa dalam
kegiatan diskusi kelompok atau diskusi kelas, dan perilaku yang kurang relevan
selama proses pembelajaran. Adapun untuk kriteria penilaian pada lembar
aktivitas siswa adalah sebagai berikut.
Tabel 4.12 Kriteria Penilaian Pada Lembar Observasi Aktivitas Siswa
Kriteria Skala Keaktifan Siswa Nilai Keterangan
0% - 24,99% 1 Kurang Aktif
25% - 40,99% 2 Cukup Aktif
50% - 74,99% 3 Aktif
75% - 100% 4 Sangat Aktif

(Widoyoko,2009: 242)

Sedangkan untuk lembar observasi aktivitas guru, hal yang diamati adalah
keterlaksanaan proses pelaksanaan pembelajaran yang digunakan yaitu
menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan model
pembelajaran langsung. Adapun untuk kriteria penilaian pada lembar observasi
aktivitas guru adalah sebagai berikut.

30
Tabel 4.13 Kriteria Penilaian Pada Lembar Observasi Aktivitas Guru
Kriteria Skala Keaktifan Siswa Nilai Keterangan
0% - 24,99% 1 Kurang Baik
25% - 40,99% 2 Cukup Baik
50% - 74,99% 3 Baik
75% - 100% 4 Sangat Baik

(Widoyoko,2009: 242)

I. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data merupakan suatu langkah yang paling menentukan
dari suatu penelitian, karena analisis data berfungsi untuk menyimpulkan hasil
penelitian. Analisis data dalam penelitian menggunakan perangkat program siap
pakai yaitu SPSS dan Microsft Excel 2010 dan melalui tahap-tahap berikut ini :
1. Data Hasil Angket Self Concept
Data yang diperoleh dari angket self concept terlebih dahulu dianalisis
secara deskriptif. Analisis awal yaitu untuk keseluruhan total skor yang diperoleh
siswa, dengan menghitung nilai mean (rata-rata) dan standar deviasi untuk
menghitung kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah itu, dilanjutkan dengan
analisis deskriptif untuk total skor yang diperoleh siswa paada setiap indikator,
juga dengan menghitung nilai mean dan standar deviasi. Rumus mean(rata-rata)
yang digunakan adalah :

Keterangan :
N
∑ Xi
X = i =1
N
X = Rata-rata hitung
N
∑ Xi
i=1 = Jumlah keseluruhan skor
N = Jumlah subjek

31
Dan untuk standar deviasi atau simpangan baku , rumus yang digunakan
adalah :
SD =√ S 2
N 2
∑ ( Xi− X )
X = i =1
n−1 (Sudjana, 1992: 12)

Keterangan :
SD = Standar Deviasi
X = Rata-rata
Xi = Nilai setiap harga X
n = Jumlah sampel (Sudjana, 1992: 12)

Selanjutnya, nilai mean dan standar deviasi yang diperoleh dari


keseluruhan total skor siswa digunakan untuk pengkategorian tingkat self concept
masing-masing siswa yaitu dalam kategori sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah
dan sangat rendah.

2. Data Tes Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa


a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan terhadap hasil tes kemampuan pemahaman
matematis siswa setelah diajar dengan menggunakan model Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) pada kelas eksperimen dan model pembelajaran
langsung pada kelas kontrol. Analisis deskriptif pada penelitian ini diperlukan
untuk mendeskripsikan karakteristk variabel terikat dalm hal ini tes kemampuan
pemahaman matematis siswa melaui rata-rata (mean), median, modus standar
deviasi, minimum dan maksimum. Selain itu dilakukan analisis deskriptif
kualitatif hasil observasi guru dan siswa pada pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran berbasis masalah. Analisis deskriptif pada penelitian ini
menggunakan bantuan perangkat lunak IBM SPSS 21.0
b. Analisis Inferensial

32
Analisis inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis perbedaan rata-
rata kemampuan pemahaman matematis siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran berbasis masalah pada kelas eksperimen dan model pembelajaran
langsung pada kelas kontrol yang ditinjau dari self concept siswa. Analisis
inerensial pada penelitian ini menggunakan bantuan perangkat lunak IBM SPSS.
Analisis inferensial dimulai dari uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji
homogenitas.
1) Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan salah satu uji prasyarat untuk memenuhi asumsi
kenormalan dalam analisis data statistik parametrik. pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Data dikatakan
berdistribusi normal jika data memusat pada nilai rata-rata dan median sehingga
kurvanya menyerupai lonceng simetris (Lestari dan Yudhanegara, 2018: 243).Uji
normalitas dilakukan pada data posttest untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Untuk keperluan ini, maka uji statistik yang digunakan adalah Uji Kolmogorov-
Smirnov.

Hipotesis statistik :
H0 = Data berdistribusi normal
H1 = Data tidak berdistribusi normal
Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam pengujian ini sebagai
berikut :
Menghitung nilai rata-rata dan simpangan bakunya dengan rumus :

x́=
∑ xi (Sugiyono, 2016: 49)
n
s= √∑ ¿¿ ¿ ¿ ¿ (Sugiyono, 2016: 57)
Dimana :
x́=¿ Rata-rata
∑ ❑= jumlah

33
x i = Nilai x ke i sampai ke n
n = Jumlah sampel
s = Simpangan baku sampel
a) Data hasil pengamatan variabel Y diurutkan mulai dari data yang terkecil
sampai data yang terbesar.
b) Menghitung nilai Ft(xi) dibantu table distribusi normal baku z (Fz), dengan
rumus :
x −x́
Z= (Sugiyono, 2016: 77)
s

Dimana :
Ft = Probabilitas komulatif normal
Fz = nilai z yang ada pada table z
c) Menghitung nilai Fs dari setiap data yang akan di uji dengan menggunakan
rumus:
Fs=banyaknya angka sampai angka ke∋ ¿ ¿
banyaknya angka pada seluruh data( n)
d) Menghitung nilai absolud data dengan rumus |Ft −Fs|
e) Menghitung statistika uji dengan rumus D=maks|Ft −Fs|
f) Kriteria uji :
Jika Dmaks≤ Dtabel maka H0 di terima
Jika Dmaks¿ Dtabel maka H0di Tolak
Langkah-langkah pengujian normalitas data dengan menggunakan IBM SPSS
Statistics adalah sebagai berikut (Arifin, 2017: 120-121):
a) Buka program IBM SPSS Statistics.
b) Input data yang akan dianalisis pada Data View. Misalkan data yang akan
dianalisis diberi nama kelas eksperimen dan kelas kontrol.
c) Klik : Analyze Non parametric Tests Legacy Dialog 1 Sample
K-S.
d) Setelah muncul kotak dialog One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test,
selanjutnya pilih kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai Test Variable
List. Pada bagian Test Distribution centang Normal, lalu klik OK.

34
Kriteria uji dengan SPSS adalah:
Jika nilai signifikansi ¿ α =0,05, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ α =0,05, maka H0 ditolak.
b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas data mempunyai makna, bahwa data memiliki variansi


atau keragaman nilai yang sama secara statistik. Uji homogenitas merupakan salah
satu uji prasyarat analisis data statistik parametrik pada teknik komparasional. Uji
homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians data dari sampel yang
di analisis mempunyai varians yang homogen atau tidak (Lestari dan
Yudhanegara, 2018: 248).
Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : σ 12=σ 22 , kedua Varians Homogen.
H1 : σ 12 ≠ σ 22 , Kedua Varians Tidak Homogen.
Pengujian homogenitas varians dilakukan dengan uji F dengan rumus
sebagi berikut :
Varians terbesar
F hitung =¿
Varians terkecil (Lestari dan Yudhanegara, 2015: 249)
Kriteria uji:
Jika Fhit ¿ Ftabel maka H 0 diterima.
Jika Fhit ≥ Ftabel maka H 0 ditolak.
Langkah-langkah pengujian homogenitas dengan menggunakan IBM
SPSS Statistics adalah sebagai berikut (Lestari dan Yudhanegara, 2015: 250-251):
1. Buka aplikasi IBM SPSS Statistics.
2. Input data yang akan dianalisis pada Data View. Misalnya data yang kita
masukkan diberi nama Kemampuan pemecahan masalah dan Kelas.
3. Pada menu utama SPSS, Klik menu Analyze Compare Means One-
Way ANOVA
4. Masukan data pada kotak Dependent List dan data grup pada kotak factor,
dengann mengklik tanda panah, kemudian klik option dan Cheklist
Homogeneity of Variance test One-Way ANOVA: Options, lalu klik Continue

35
5. Klik Ok lalu akan muncul ooutput

Hipotesis yang akan diuji adalah:


H0 : Varians pada populasi sama (homogen)
H1 : Varians pada populasi tidak sama (tidak homogen)
Kriteria uji dengan SPSS adalah:
Jika nilai signifikansi ¿ α =0,05, maka H0 diterima.
Jika nilai signifikansi ≤ α =0,05, maka H0 ditolak.
1. Uji Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Terhadap
Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa

Pengujian pengaruh model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)


terhadap kemampuan pemahaman matematis siswa dilakukan dengan uji Paired
Sample T-Test menggunakan program SPSS dengan taraf signifikan 0,05. Kriteria
pengujian yakni jika nilai thitung > ttable atau nilai Sig.< α = 0,05 maka H0 ditolak.
Dengan hipotesis statistik:
H 0 : μ1 ≤ μ2
H1 : μ1 > μ2
Keterangan :
H 0=¿ Tidak terdapat perbedaan pengaruh rata-rata kemampuan peamhaman
matematis antara siswa yang diajar dengan model PBM dan model
pembelajaran Langsung
H 1=¿ Rata-rata kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang diajar
dengan model PBM lebih tinggi dengan yang diajar menggunakan model
pembelajaran Langsung
Uji paired sampel T-Test digunakan jika uji prasyarat terpenuhi yaitu uji
normalitas dan uji homogenitas, namun jika uji prasyarat tersebut tidak terpenuhu
maka uji peningkatan dilakukan dengan uji nonparametrik (Uji Wilcoxon Signed
Rank Test)
2. Uji Pengaruh Model PBM Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematis
Ditinjau Dari Tingkat Self Concept Siswa

36
Pengujian adanya pengaruh model PBM terhadap kemampuan
pemahaman matematis siswa ditinjau dari tingkat self concept siswa digunakan
analisis uji-F (two way anova) dengan desain rancangan acak kelompok (RAK)
dengan taraf signifikasi 0,05. Kriteria pengujian yakni jika nilai sig.>α = 0,05
maka HO diterima.Artinya semua perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon
yang diamati.
Penelitian ini menggunakan analisis model tetap (Fixed Model) karena
perlakuan yang diberikan terbatas dan ditentukan oleh peneliti. Rumus hipotesis
yang akan di uji adalah:
H0 : µ1 = µ2
H1 : µ1 ≠ µ2
Keterangan:
H0: Tidak terdapat perbedaan pengaruh rata-rata kemampuan pemahaman
matematis antara siswa yang diajar dengan model PBM dan model
pembelajaran langsung ditinjau dari self concept.
H1: Rata-rata kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang diajar dengan
model PBM lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran langsung
ditinjau dari self concept.
3. Uji Pengaruh Model PBM Terhadap Kemampuan Pemahaman
matematis Siswa Ditinjau Dari Tingkat Self Concept (Sangat Tinggi,
Tinggi, Sedang, Rendah dan Sangat Rendah)
Hipotesis dengan faktor khusus (self concept) terdiri atas lima hipotesis
dan untuk mengujinya menggunakan statistik uji t satu arah untuk data tidak
berpasangan (independent t-test) menggunakan program SPSS dengen taraf
signifikasi 0,05 dengan kriteria jika nilai sign. > α = 0,05 maka H 0 diterima.
Artinya rata-rata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara
siswa yang diajar dengan model pembelajaran PBM dan siswa yang diajar dengan
model pembelajaran langsung ditinjau dari siswa yang memiliki self concept
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Hipotesis statistik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.

37
a. H0:µ11=µ12 (Tidak terdapat perbedaan pengaruh rata-rata kemampuan
pemahaman matematis antara siswa yang diajar dengan model PBM dan
siswa yang diajar model pembelajaran langsung khusus siswa yang
memiliki self concept sangat tinggi).
H1 :µ11>µ12 (Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa
yang diajar dengan model PBM lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar
dengan model pembelajaran langsung khusus siswa yang memiliki self
concept sangat tinggi).
b. H0:µ21=µ22 (Tidak terdapat perbedaan pengaruh rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar dengan model
PBM dan siswa yang diajar model pembelajaran langsung khusus siswa
yang memiliki self concept tinggi).
H1:µ21>µ22 (Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa
yang diajar dengan model PBM lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar
dengan model pembelajaran langsung khusus siswa yang memiliki self
concept tinggi).
c. H0:µ31=µ32 (Tidak terdapat pebedaan pengaruh rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa siswa yang diajar dengan
model PBM dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung
khusus siswa yang memiliki self concept sedang).
H0:µ31>µ32 (Rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa
yang diajar dengan model PBM lebih tinggi dibandingkan siswa yang
diajar dengan model pembelajaran langsung khusus siswa yang memiliki
self concept sedang).
d. H0:µ41=µ42 (Tidak terdapat perbedaan pengaruh rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar dengan model
PBM dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung khusus
siswa yang memiliki self concept rendah).
H1:µ41>µ42 (Rata-rata kempuan pemecahan masalah matematis antara siswa
yang diajar dengan model PBM lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar

38
dengan model pembelajaran langsung khusus siswa yang memiliki self
concept rendah).
e. H0:µ51=µ52 (Tidak terdapat perbedaan pengaruh rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa yang diajar dengan model
PBM dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung khusus
siswa yang memiliki self concept sangat rendah).
H1:µ51>µ52 (Rata-rata kempuan pemecahan masalah matematis antara siswa
yang diajar dengan model PBM lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar
dengan model pembelajaran langsung khusus siswa yang memiliki self
concept sangat rendah).
5) Data hasil Observasi Siswa dan Guru
Data yang diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa dan guru hanya
dianalisis dengan menghitung presentase keaktifan siswa dan keterlaksanaan
proses pembelajaran oleh guru, masing-masing pada setiap pertemuan.
Perhitungan presentase tersebut menggunakan rumus:
Jumlah skor
Presentase = × 100
skor maksimum

Presentase tersebut kemudian dikonfirmasikan pada kriteria presentase


sebagai berikut.
Kriteria Skala Keaktifan Nilai Keterangan
75% - 100% 4 Sangat Baik
50% - 74,99% 3 Baik
25% - 40,99% 2 Cukup Baik
0% - 24,99% 1 Kurang Baik

(Widoyoko,2009: 242)

39
DAFTAR PUSTAKA

Ahiri. 2011. Evaluasi Pembelajaran dalam Konteks KTSP. Bandung:Humaniora.


Afri, L. D. 2019. Pengembangan Soal Tes Kemampuan Representasi dan
Penalaran Matematis Serta Skala Sikap Self Concept Untuk Siswa SMP.
Jurnal Pendidikan Matematika. UIN Sumatera Utara.8(1).1-14.

Arifin, A. T., Kartono, K., & Sutarto, H. 2014. Keefektifan Strategi Pembelajaran
React Pada Kemampuan Siswa Kelas VII Aspek Komunikasi
Matematis. Kreano, Jurnal Matematika Kreatif-Inovatif, 5(1), 91-98.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.
Dewi, Risna. 2020. Pengaruh Penerapan Pendekatan Open Ended Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Berdasarkan Self Concept
Siswa SMP Negeri 1 Sungai Batang. Skripsi, tidak dipublikasikan.
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kaim Riau.

Dimyati, Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Ferdianto, Ferry. 2011. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa


Melalui Problem Posing. Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.
Jurnal Euclid, vol 1(1). hal.51.

Hidayat, S. 2013. Pembelajaran Matematika dengan Advance Organizer Berbasis


Materi Prasyarat Terstruktur untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep
dan Penalaran Matematis Siswa. Tesis UPI. UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.

Ikman dan Erlin. 2011. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan
Pekerjaan Rumah Terhadap Hasil Belajar Matematika SD. (Kendari:
ISSN: 2086-8235. Jurnal Pendidikan Matematika, vol. 2(2). hal.90.

40
Lestari, K.E & Mohammad R.Y. 2017. Penelitian Pendidikan Matametika.
Bandung: PT Refika Aditama.

Nurjaman, Adi. 2014. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik


Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Phair
Share. Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan Matematika,vol.1. hal.296.
Rusia, I., Fahinu & Tiya, K. 2016. Pengaruh Pendekatan Saintifik Terhadap
Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Kelas VII SMPN 10 Kendari.
Jurnal Penelitian Pendidikan Matematika. 4(2), 85-98.

Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.


Bandung : FMIPA UPI.
Sudijono. 2005. Hakikat Pemahaman Konsep. [Online]. Tersedia:
http://holisohe.blogspot.co.id/2011/04/hakekat-pemahaman-konsep.html.
(diakses pada 10 april 2021).

Sudjana. 1992. Metode Statistika. Banung: Tarsito.

Sundayana, R. 2014. Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta


Sugiyono. 2016. Metode Penelitian. Bandung : Alfabeta.
. 2016. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suprihatiningrum, Jamil. 2016. Strategi Pembelajaran. Jogjakarta : Ar-Ruzz


Media.
Widyoko, P. E. 2009. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

41

Anda mungkin juga menyukai