BAB I
PENDAHULUAN
Seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang
kondusif, kemampuan mengembangkan strategi dan manejemen pembelajaran, memiliki
kemampuan umpan balik (feedback) dan penguatan, dan memiliki kemampuan untuk
peningkatan diri. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat
berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar
yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual akan menjadikan proses belajar lebih
efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian Matematika yang
relevan akan membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar Matematika, serta kebulatan pandangan tentang
ehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran
terpadu. Melalui pembelajaran Matematika, diharapkan peserta didik dapat membangun
pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama dalam kelompok, belajar berinteraksi
2
dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah. Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang
kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini
memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai
keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan,
menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru
menerapkan strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran
yang kondusif. Konsep-konsep matematika tidak dapat diajarkan melalui definisi, tetapi
melalui contoh-contoh yang relevan. Guru hendaknya dapat membantu pemahaman suatu
konsep dengan pemberian contoh-contoh yang dapat diterima kebenarannya secara intuitif.
Artinya siswa dapat menerima kebenaran itu dengan pemikiran yang sejalan dengan
pengalaman yang sudah dimilikinya. Pembelajaran suatu konsep perlu memperhatikan proses
terbentuknya konsep tersebut sehingga pembelajaran yang dilakukan guru pada anak
didiknya akan berhasil.
Namun harapan dan kenyataan yang ada di lapangan sangat jauh berbeda, Matematika
sering dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang paling sulit bagi siswa. Efek negatif
dari hal tersebut adalah ada banyak siswa yang sudah merasa anti dan takut matematika
sebelum mereka benar-benar mempelajari matematika. Pada akhirnya akan tertanam dalam
diri siswa bahwa pelajaran matematika itu sulit. Banyak siswa yang malas mempelajari
matematika karena matematika sulit. Alasan lain yang membuat siswa malas belajar
matematika adalah kurangnya pengetahuan tentang manfaat materi matematika yang meraka
pelajari dalam kehidupan sehari-hari.Dan Salah satu pelajaran yang mempunyai prestasi
belajar rendah di sekolah dasar adalah matematika. Mata pelajaran ini termasuk mata
pelajaran yangn disegani oleh siswa, karena untuk dapat memahami materi yang terkandung
di dalamnya perlu adanya kejelian dalam berpikir, ketelitian dalam pengerjaan dan waktu
yang cukup untuk mengadakan latihan-latihan, baik pada jam pelajaran maupun di luar jam
pelajaran. Tetapi dalam proses belajar mengajar di kelas, sebagian besar mendapatkan hasil
yang rendah dalam pelajaran matematika.Penyebab dari rendahnya nilai anak tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah karena guru dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar tidak menggunakan media sebagai alat bantu pembelajaran sehingga
pelajaran kurang jelas dan kurang menarik perhatian siswa dan pada umumnya guru terlalu
cepat dalam menerangkan materi pelajaran.
hal ini dikarenakan strategi yang digunakan guru kurang tepat. Guru hanya menggunakan
metode ceramah dan penugasan saja. Di awal pembelajaran guru menjelaskan materi dan
memberikan contoh dalam bentuk soal. Siswa memperhatikan penjelasan guru dalam
penyelesaiannya. Satu siswa diminta ke depan untuk menyelesaikan soal tersebut. Saat satu
siswa mengerjakan di depan, siswa lain tidak diberi kesempatan mencoba menyelesaikan soal
tersebut di buku tulis masing-masing. Sebagian besar siswa tidak dilibatkan aktif dalam
praktek penyelesaian soal tersebut. Guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menanyakan hal-hal yang belum diketahui siswa. Kebiasaan bersikap pasif dalam
pembelajaran dapat mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan malu bertanya kepada
guru mengenai materi yang kurang atau belum dipahami. Dengan demikian, suasana
pembelajaran di kelas menjadi monoton dan kurang menarik. Pembelajaran matematika yang
dilakukan di Kelas masih belum menggunakan alat peraga. Alat peraga yang seharusnya
dapat membantu dalam mempermudah memahami materi, belum dipergunakan sehingga
materi matematika yang dipelajari tidak dapat secara mudah dipahami oleh siswa. Perhatian
sebagian besar siswa selama proses pembelajaran Matematika masih tergolong rendah. Hal
ini dapat peneliti lihat bahwa dalam pembelajaran Matematika, banyak siswa yang tidak
memperhatikan penjelasan guru. Ada yang asyik berbicara dengan teman sebangkunya, ada
yang sibuk menggambar di buku tulis, bahkan ada yang berjalan-jalan sambil mengganggu
teman-temannya. Perhatian tinggi yang seharusnya dibutuhkan dalam proses pembelajaran
belum tampak sehingga siswa tidak dapat memahami materi dengan baik.
1. Identifikasi masalah
Berdasarkan uraian di atas mengenai latar belakang masalah dalam penelitian ini,
maka identifikasi masalah yang dapat dipaparkan adalah sebagai berikut :
1) Kemampuan berhitung siswa pada pecahan masih rendah
2) Siswa mengalami kesulitan belajar tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat.
3) Hasil belajar matematika siswa masih rendah
4) Adanya anggapan siswa bahwa matematika adalah mata pelajaran yang sulit,
membosankan dan tidak disukai sehingga hasil belajar matematika rendah.
2. Analisis Masalah
Dari uraian identifikasi di atas, maka analisis permasalahan yang terjadi dalam
proses kegiatan belajar mengajar adalah sebagaiberikut :
1) Penjelasan yang di sampaikan guru kurang di mengerti siswa
2) Kurangnya penguasaan guru dalam menerapkan model dan metode dalam kegiatan
belajar mengajar
3) Guru terbiasa menggunakan metode yang konvensional
4) Pembelajaran didominasi oleh guru
5) Kebanyakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran matematika hanya
menggunakan metode ceramah saja, tidak menggunakan media pembelajaran.
5
Selain model pembelajaran yang diganti, Proses belajar mengajar akan berhasil baik
apabila dibantu berbagai macam media yang relevan dengan materi pelajaran. Seperti yang
dikemukakan(2003:10) mengemukakan bahwa: Media sebagai alat untuk memberikan
perangsang bagi siswa untuk belajar.Untuk mengatasi masalah di atas perlu diadakan
Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) dengan menggunakan media kartu positif dan negatif.
Dengan menggunakan media kartu positif dan negatif diharapkan siswa dapat terlibat aktif
dalam proses pembelajaran, mendapatkan pengalaman langsung dan dapat membangun
sendiri pengetahuannya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran matematika tentang Operasi Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat .
6
B.Rumusan Masalah
1. Bagi Siswa.
- Dapat memotivasi belajar siswa sekaligus menghilangkan rasa jenuh pada saat
pembelajaran Matematika berlangsung.
- Dapat mempermudah siswa memahami konsep operasi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat , dengan menggunakan kartu positif dan negatif
- Memberikan pengalaman nyata, memberikan dasar-dasar berfikir konkret sehingga
meningkatkan minat belajar, dan meningkatkan hasil belajar.
2. Bagi guru
3. Bagi Sekolah
- Meningkatnya kualitas pembelajaran matematika.
- Memberikan sumbangan yang positif terhadap kemajuan sekolah khususnya dalam
- standar proses pendidikan
- Memperoleh masukan dan hasil penelitian tindakan kelas untuk diaplikasikan di kelas
yang lain
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
8
1.Pengertian Belajar
Untuk memahami arti dari belajar, maka akan diawali dengan mengemukakan beberapa
definisi-definisi belajar. Pengertian belajar menurut Slameto (1995: 34) Belajar adalah suatu
proses yang dilakukanoleh seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan Nana Sudjana (1996: 5) Mengemukakan bahwa Belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai
hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam bentuk seperti perubahan pengetahuan,
pemahaman, sikap, tingkah laku, ketrampilan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain
pada individu yang belajar.
Sedangkan menurut Drs. M Uzer Usman belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku atau kecakapan manusia. Perubahan tingkah laku ini bukan disebabkan oleh
proses pertumbuhan yang bersifat fisiologis atau proses kematangan. Perubahan yang terjadi
karena belajar dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan, kecakapan atau dalam
ketiga aspek yakini pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotorik).
Sementara itu Dr. Arief S. Sadiman berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses komplek
yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup sejak dia masih bayi hingga
keliang lahat nanti.
Menurut Dimyati & Mudjiono belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleks
belajar ini dapat dipandang dari dua aspek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa,
belajar dialami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi
bahan belajar. Dari segi guru proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku tentang suatu
hal.
Belajar merupakan proses internal yang kompleks yang meliputi seluruh ranah, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor.Dalam belajar siswa akan mengalami proses perubahan
tingkah laku baik itu perubahan kognitif, afektif, maupun psikomotor. Slameto
mengemukakan belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya .Perubahan yang terjadi
dalam hal ini banyak sekali, dan tentunya tidak setiap perubahan dalam diri seseorang
merupakan perubahan dalam arti belajar.
9
Menurut Fontana belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif
tetap sebagai hasil pengalaman, sedangkan Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingka
laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini
sesuai dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses belajar
akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, keterampilannya,
maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi
mengerti. (dalam Usman, 2000: 5).
Belajar dalam pengertian luas dapat diartikan sebagai kegiatan psikofisik menuju ke
perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai
usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju
terbentuknya
kepribadian seutuhnya (Sardiman, 2011: 22). Banyak ahli mengemukakan mengenai belajar.
Pandangan beberapa ahli tentang belajar dalam Syaiful Bahri Djamarah (2002: 12-13), yakni
sebagai berikut:
a) Belajar menurut James O. Whittaker adalah merumuskan belajar sebagai proses dimana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
b) Belajar menurut Cronbach adalah Learning is shown by change in behavior as a result of
experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman.
c) Belajar menurut Howard L. Kingskey adalah bahwa Learning is the process by which
behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training.
Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui
praktek atau latihan.
d) Slameto merumuskan pengertian belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan
imdividu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa definisi di atas, belajar merupakan perubahan tingkah laku yang
terbentuk karena pengalaman maupun ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh sesorang.
Pengalaman tersebut diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya maupun melalui ilmu
pengetahuan yang diperolehnya
Sementara itu Ngalim Purwanto (1990: 102) Menyatakan bahwa Belajar adalah
suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan tingkah laku
dan atau kecakapan. Untuk lebih mengerti dan memahami arti dari belajar, maka perlu kita
10
ketahui beberapa elemen-elemen penting dalam belajar. Selanjutnya Ngalim Purwanto (1990:
84) mengemukakan beberapa elemen-elemen penting dalam belajar yaitu:
a) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat
mengarah pada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada yang memungkinkan mengarah
pada tingkah laku yang lebih buruk.
b) Belajar merupakan perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap
sebagai hasil belajar, seperti pertumbuhan yang terjadi pada seorang bayi.
c) Untuk dapat disebut sebagai belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap, harus
merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup panjang. Beberapa lama periode
itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tentang perubahan itu hendaknya merupakan
akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung sehari-hari, berbulan-bulan, ataupun
bertahun-tahun. Ini berarti kita harus menyampaikan perubahan-perubahan tingkah laku yang
disebabkan oleh motivasi, kelelahan, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang, yang
biasanya berlangsung sementara.
d) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek
afektif, kognitif dan psikomotor, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu
masalah/ berfikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
Untuk lebih memahaminya, Cronbanch (dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2003:
157) mengemukakan adanya unsur-unsur utama dalam belajar. Unsur-unsur tersebut secara
singkat dapat kami jelaskan sebagai berikut:
a) Tujuan.
Belajar diarahkan kepada pencapaian suatu tujuan dan untuk memahami suatu kebutuhan.
b) Kesiapan.
Untuk dapat belajar dengan baik seorang individu perlu memiliki kesiapan, baik fisik maupun
psikis, kesiapan yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu, maupun penguasaan
pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.
c) Situasi.
Belajar berlangsung dalam situasi belajar yang melibatkan tempat, lingkungan sekitar, alat
dan bahan yang dipelajari, orang-orang yang turut tersangkut dalam kegiatan belajar serta
kondisi siswa yang belajar.
d) Interpretasi.
11
Dalam menghadapi situasi, individu mengadakan interpretasi, yaitu melihat hubungan antara
komponen-komponen situasi belajar, melihat makna hubungan tersebut dan
menghubungkannya dengan pencapaian tujuan.
e) Respon.
Berpegang dari hasil interpretasi, maka individu memberikan respon dalam belajar.
f) Konsekuen.
Setiap usaha pasti akan membawa hasil, akibat atau konsekuensi entah itu berhasil ataupun
kegagalan, demikian juga dengan usaha belajar siswa.
g) Reaksi terhadap kegagalan.
Selain keberhasilan, kemungkinan lain yang akan terjadi adalah kegagalan yang dialami
siswa. Bagaimana reaksi siswa saat menerima suatu kegagalan tersebut.
Dari berbagai tinjauan tentang belajar di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses kegiatan yang ditandai dengan adanya suatu perubahan yang
terjadi pada individu, baik berupa tingkah laku, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan
yang sifatnya menetap dalam waktu yang lama. Perubahan tersebut terjadi karena usaha sadar
yang dilakukan individu dalam upaya mencapaian tujuan dari belajar.
Belajar adalah sebuah proses yang kompleks yang di dalamnya terkandung beberapa
aspek. Aspek-aspek tersebut adalah bertambahnya jumlah pengetahuan, adanya kemampuan
mengingat dan mereproduksi, ada penerapan pengetahuan, menyimpulkan makna,
menafsirkan dan mengaitkan dengan realitas, dan adanya perubahan sebagai pribadi.Bila
terjadi proses belajar, maka bersama itu pula terjadi proses mengajar. Hal ini kiranya mudah
dipahami, karena bila ada yang belajar sudah barang tentu ada yang mengajarnya, dan begitu
pula sebaliknya kalau ada yang mengajar tentu ada yang belajar. Dari proses belajar mengajar
ini akan diperoleh suatu hasil, yang pada umunya disebut hasil belajar. Tetapi agar
memperoleh hasil yang optimal, proses belajar mengajar harus dilakukan dengan sadar dan
sengaja serta terorganisasi secara baik.
Keberhasilan proses belajar mengajar ( StrategiMengajar, 2005; 35-36 ) dapat dilihat
dari empat aspek antara lain tujuan yangingin dicapai, materi yang dikembangkan,
pelaksanaan kegiatan belajara mengajardan pelaksanaan evaluasidalam pembelajaran,
evaluasi dalam proses dinamisasikegiatan yang mengamati perilaku siswa dalam evaluasi
12
Hasil belajar akan terlihat dari dampak prose kegiatan yang dilakukan seseorang,
dengan demikian inti dari hasil belajar yaitu adanya perubahan seseorang yang melakukan
kegiatan belajar.Perubahan tidak selalu harus menghasilkan perbaikan yang ditinjau dari
nilai nilai sosial. Seseorang penjahat mungkin sekali menjadi seorang yang sangat ahli,
tetapi dari segi pendangan sosial hal itu bukanlah perbaikan. Berdasarkan pertimbangan
pertimbangan yang dikemukakan diatas Hilgrard dan Brower seperti yang dikutip Oemar
Hamalik Mendefinisikan bahwa belajar sebagi perubahan dalam perbuatan melalaui
aktivitas praktek dan pengalaman ( Hamalik, 1997 : 54 )
Pendapat tersebut didukung oleh Sudjana (2006 ; 3) Hasil belajar ialah perubahan
tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor yang dimiliki setelah
siswa menerima pengalaman belajarnya Hasil yang dicapai siswa dalam belajar, yang
menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar dalam waktu tertentu
sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan. Hasil belajar ini sering dicerminkan sebagai
nilai (hasil belajar) yang menentukan berhasil tidaknya siswa belajar. Hasil belajar
merupakan terminal dari proses pendidikan dan pengajaran.Hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan , nilai-nilai , pengertian pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan-
ketrampilan merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa :
13
Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam diri
siswa (intern) dan faktor dari luar diri siswa (ekstern).
a. Faktor intern adalah faktor dari dalam diri siswa yaitu kecakapan, minat, bakat, usaha,
motivasi, perhatian, kelemahan, kesehatan dan kebiasaan siswa. Salah satu hal penting dalam
kegiatan belajar yang harus ditanamkan dalam diri siswa bahwa belajar yang dilakukannya
merupakan kebutuhan dirinya. Minat belajar berkaitan dengan seberapa besar individu
merasa suka atau tidak suka terhadap suatu materi yang dipelajari siswa. Minat inilah yang
harus dimunculkan lebih awal dalam
diri siswa. Minat, motivasi, dan perhatian siswa dapat dikondisikan oleh guru. Setiap individu
memiliki kecakapan yang berbeda-beda. Kecakapan tersebut dapat dikelompokkan
berdasarkan kecepatan belajar, yakni sangat cepat, sedang, dan lambat. Demikian pula
pengelompokan kemampuan siswa berdasarkan kemampuan penerimaan, misalnya proses
pemahamannya harus dengan cara perantara visual, verbal, dan atau dibantu dengan
alat/media.
b. Faktor Ekstern yaitu faktor dari luar diri siswa diantaranya yaitu lingkungan fisik dan non
fisik belajar (termasuk suasana kelas dalam belajar, seperti riang gembira, menyenangkan),
lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga, program sekolah (termasuk dukungan komite
sekolah), guru, pelaksanaan pembelajaran dan teman sekolah. Guru merupakan faktor yang
paling berpengaruh terhadap proses maupun hasil belajar, sebab guru merupakan manajer
14
atau sutradara dalam kelas. Dalam hal ini, guru harus memiliki kompetensi dasar yang
disyaratkan dalam profesi guru.
Dari pengertian diatas penulis dapat simpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku siswa secara nyata setalah dilakukan melalui proses belajar mengajar yang
sesuai dengan tujuan pengajaran.
3.Pengertian Matematika
Menurut Dikmenum (dalam Taniredja dkk 2010:93) matematika berasal dari bahasa latin
manthanein atau Matemat yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam
bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan
penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep
atau peryataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan
antara konsep atau peryataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian,
pembelajaran dan pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman
peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari
konsep matematika.
Matematika dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung
diperoleh dari bilangan-bilangan bulat 0, 1, 2, -1, -2, dan seterusnya, melalui berbagai operasi
dasar: tambah, kurang, bagi, kali. (http://id.wikipedia.org/wiki/matematika).
Menurut pendapat R. Soejadi (2000: 11) Matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang
penalaran logic dan berhubungan dengan bilangan. Sedangkan menurut Lerner dalam
Mulyono Abdurrahman (1995: 217) Matematika adalah selain sebagai bahasa simbolis juga
merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan
mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.
Menurut Prihandoko (2006: 1), matematika merupakan ilmu dasar yang menjadi alat
untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Matematika bukan sebuah ilmu yang berdiri sendiri
melainkan juga berperan dalam perkembangan bidang ilmu pengetahuan lainnya. Sejalan
dengan pendapat tersebut, Fathani (2009: 5) menjelaskan bahwa matematika adalah sebuah
ilmu pasti yang selama ini menjadi induk dari segala ilmu pengetahuan di dunia. Kemajuan
zaman dan perkembangan kebudayaan serta peradaban manusia tidak terlepas dari
matematika. Tanpa ada matematika, tentu saja peradaban manusia tidak akan pernah
mencapai kemajuan seperti sekarang ini.
Nasution (1980) dalam Subarinah (2006: 1), menjelaskan matematika berasal dari
bahasa Yunani, mathein atau mathenein yang berarti mempelajari. Kata matematika erat
15
hubungannya dengan bahasa Sansekerta, medha atau widya yang artinya kepandaian,
ketahuan, atau intelegensia. Matematika berhubungan dengan kepandaian seseorang, oleh
karena itu diperlukan penguasaan terhadap matematika dan pemahaman konsep-konsep
matematika sejak dini. Menurut Subarinah (2006: 1) matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di
dalamnya.
Selanjutnya Muhsetyo dkk (2009: 1.2) menyatakan bahwa sebagai pengetahuan
matematika memiliki ciri-ciri khusus antara lain abstrak, deduktif, konsisten hierarkhis, dan
logis. Soedjadi (1999) dalam Muhsetyo dkk (2008: 1.2) menyatakan bahwa keabstrakan
matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Dengan
demikian materi yang ada didalam matematika adalah sesuatu yang abstrak tetapi dalam
pembelajarannya dapat dimulai dari objek kongkret.
Dari ketiga pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa matematika
merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran logic dan berhubungan dengan bilangan
selain juga sebagai bahasa simbolis yang merupakan bahasa universal sehingga
memungkinkan semua manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide
mengenai elemen dan kuantitas dengan ruang lingkupnya yang meliputi operasi perhitungan
(aritmatika), pengukuran, aljabar, bangun ruang dan berpikir secara kuantitatif.
Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar merupakan awal dari membangun konsep
matematika kepada siswa, sehingga dalam menanamkan suatu konsep matematika harus baik,
karena konsep yang telah diberikan akan digunakan seterusnya oleh siswa. Menurut Gatot
Muhsetyo (2009: 26) pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar
kepada peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.
Dienes (Herman Hudoyo, 2005: 71) menjelaskan bahwa belajar matematika melibatkan
suatu truktur hirarki dari konsep-konsep lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah
terbentuk sebelumnya.
Adapun SK dan KD yang akan diteliti adalah sebagaiberikut:
Tabel I
SK dan KD Kelas V, Semester 1
16
3. Menghitung luas bangun datar 3.1 Menghitung luas trapesium dan layanglayang
sederhana dan 3.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas
menggunakannya dalam bangun datar
pemecahan masalah
Nyimas Aisyah, dkk (2008: 1-4) tujuam matematika di sekolah, khususnya SD atau
Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
17
1.Pengertian Pembelajaran
18
Pembelajaran merupakan suatu proses yang melibatkan pendidik, peserta didik, lingkungan
belajar dan sumber-sumber belajar. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 mendefinisikan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Sudjana (2000) dalam Sugihartono dkk (2007: 80),
mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan
sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Sementara Purwanto (2011: 48), menyatakan bahwa pembelajaran adalah usaha
mengadakan perubahan perilaku dengan mengusahakan terjadinya proses belajar dalam diri
siswa.
Menurut Tarigan (1997: 4.18) pembelajaran adalah pengalaman belajar yang dialami
siswa dalam proses mencapai tujuan khusus pembelajaran. Pembelajaran bersinonim dengan
pengalaman belajar aktivitas belajar, proses belajar, dan kegiatan belajar.Sedangkan
menurut Hamalik (1999: 57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pengajaran
terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi
buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide dan tum, audio dan video tape. Fasilitas
dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer.
Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan
sebagainya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Nasution (2005) dalam Sugihartono dkk (2007: 80)
yang mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi
proses belajar. Lingkungan yang dimaksud dalam pengertian ini tidak hanya ruang belajar,
tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang
relevan dengan kegiatan belajar siswa.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal dibutuhkan pembelajaran yang
menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan menurut Suyatno (2005) dalam Yusuf
(2011: 9) merupakan pembelajaran yang cocok dengan suasana yang terjadi dalam diri
siswa. Kalau siswa tidak senang, mereka pasti tidak akan memperhatikan pembelajaran.
Hasilnya, siswa akan pasif, jenuh dan tidak tertarik mengikuti pembelajaran. Untuk
menanganinya, guru memerlukan seni atau kreativitas tersendiri dalam pembelajaran. Untuk
mencapai tujuan pendidikan diperlukan proses pembelajaran yang baik dan bermutu.
19
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli di atas ,maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh pendidik dengan cara mengatur
lingkungan dan sumber belajar sebaik-baiknya agar tercipta interaksi dengan siswa sehingga
terjadi proses belajar. Pembelajaran yang dilakukan pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai.
Akuntabilitas individual sangat diperlukan dalam pembelajaran kooperatif supaya siswa tidak
sepenuhnya menggantungkan pada anggota kelompoknya yang lain sehingga semua siswa
dalam satu kelompok aktif mengerjakan tugas yang dikerjakan.
4. Keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara
sengaja diajarkan.
Elemen ini sangat terkait dengan elemen-elemen lain diatas karena siswa akan dapat
berkomunikasi dengan baik dalam kelompoknya maupun antar kelompok bila ia memiliki
keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang baik
.Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara
umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi
yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah.
Sesuai dengan namanya kooperatif learning (Richard L Arends 2008 :5) ditandai oleh
struktur tugas, tujuan dan reward yang kooperatif, siswa dalam situasi cooperative learning
didorong dan atau dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama dan
mereka harus mengoordinasikan usaha untuk menyelesaikan tugas itu. Di samping itu, dua
individua atau lebih saling bergantung untuk mendapatkan reward yang akan mereka bagi,
bila mereka sukses sebagai kelompok. Pealajaran cooperative learning dapat ditandai oleh
fitur-fitur berikut ini :
a. Siswa bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan belajar.
b. Tim-tim itu terdiri dri siswa yang berprestasi rendah, sedang dn tinggi.
c. Tim-tim itu terdiri atas campuran ras, budaya dan gender.
d. Sistim reward berorientasi kelompok maupun individu
Sesuai pendapat para ahli pendidikan di atas, maka penulis dapat simpulkan, bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menekankan kepada kerja sama dalam
belajar dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat
kemampuan yang berbeda untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
3.Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Menurut Kagan dalam Nurhadi (2004: 121) bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe NHT merupakan model pembelajaran kooperatif struktural yang menekankan pada
struktur-struktur khusus yang menghendaki kerja sama dalam kelompok kecil untuk
22
4. Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang konsep-konsep materi pelajaran yang
akan dibahas.
B. Kegiatan Inti
Langkah 2 : Mengajukan pertayaan
1. Menjelaskan materi pelajaran secara singkat
2) Menyatukan pendapat jawaban (bisa dalam bentuk LKS) dibawah bimbingan guru dan
memastikan bahwa anggota kelompoknya sudah mengetahui jawabanya.
Langkah 4 : Menjawab pertanyaan
1. Guru memanggil salah satu nomor dari salah satu kelompok secara acak.
3. Siswa yang dipanggil nomornya mencoba menjawab peertayaan untuk seluruh siswa dan
ditanggapi oleh kelompok lain.
4. Jika jawaban dari hasil diskusi kelas sudah dianggap betul, siswa diberi kesempatan untuk
mencatat jawaban tersebut, namun apabila jawaban masih salah maka guru memberikan
penjelasan tentang jawaban yang betul.
5. Guru memberikan pujian kepada siswa atau kelompok yang menjawab betul.
C. Penutup
3. Siswa diberi tugas pekerjaan rumah atau mengerjakan kuis secara inividu .
Menurut Sumarjito (2011) pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah model
pembelajaran yang dikembangkan untuk melibatkan banyak siswa dalam menelaah materi
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengukur pemahaman mereka terhadap materi
pelajaran tersebut. Model NHT diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif, semangat dan
siswa tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber informasi. Menurut Trianto (2009)
pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa
dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Pembelajaran NHT
menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks yaitu:
a) Penomoran (Numbering)
Guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota diberi nomor 1
sampai 5.
24
Siswa melakukan diskusi bekerja sama untuk menyelesaikan pertanyaan dari guru. Siswa
menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota
dalam timnya mengetahui jawaban tim.
d) Pemberian jawaban (Answering)
Guru mengacak nomor, kemudian siswa yang nomornya keluar menjawab pertanyaan dari
soal-soal diskusi sesuai dengan hasil yang telah didiskusikan bersama kelompoknya.
Model pembelajaran NHT merupakan suatu model yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan melibatkan lebih banyak siswa dalam
menelaah materi dan mengecek pemahaman terhadap isi pelajaran tersebut,
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, sebagai gantinya mengajukan pertanyaan
kepada seluruh kelas. Model NHT juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerja sama mereka. Pada model ini siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya
dalam saling keterkaitan dengan teman-teman kelompoknya. Model ini dapat digunakan
dalam semua pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.
Numbered head together atau penomoran berpikir bersama menurut Herdian
(2009) mengatakan bahwa model pembelajaran tipe numbered head together
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Sri Rahayu (2009) berpendapat bahwa numbered head together adalah suatu
model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam
mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya
dipresentasikan di depan kelas.
a. Langkah - langkah numbered head together
Menurut Trianto dalam Tarjo, 2009 : 16 langkah - langkah numbered head
together adalah :
1. Penomoran, penomoran adalah hal yang utama di dalam numbered head
together, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa
25
kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan
memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor
berbeda - beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
2. Pengajuan pertanyaan, langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan,
guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan
dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di
pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang
spesifik hingga
13
bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula.
3. Berpikir bersama, setelah mendapatkan pertanyaan - pertanyaan dari guru,
siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan
jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota
mengetahui jawaban dari masing - masing pertanyaan.
4. Pemberian jawaban, langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu
nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas,
kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab
pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari
kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab
pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban
tersebut.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan secara sederhana langkah - langkah
yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran numbered head together adalah :
1. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok dan masing - masing dalam setiap
kelompok mendapatkan nomor urut.
2. Guru memberi tugas tugas masing-masing kelompok untuk mengerjakan
suatu permasalahan dalam suasana permainan ( games ) yang menyenangkan.
3. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan
setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor dan siswa yang bernomor tersebut
melaporkan hasil kerja kelompoknya,
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
26
6. Membuat kesimpulan.
Menurut Lago (2007) bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT secara signifikan
meningkatkan hasil belajar siswa. Mustafa et al. (2011) mengatakan NHT mampu
meningkatkan kepercayaan diri siswa. Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong.
Memperbaiki tingkat kehadirannya dalam proses belajar mengajar. Lebih mudah menerima
orang lain, mengurangi perilaku yang mengganggu dan mengurangi konflik antar pribadi.
Meningkatkan budi pekerti, kepekaan sosial dan toleransi. Memperoleh pemahaman yang
lebih mendalam dan hasil belajar lebih baik.
Model pembelajaran ini merupakan salah satu metode diskusi kelompok yang sangat
baik untuk siswa memiliki rasa tanggung jawab besar terhadap keberhasilan kelompoknya.
Hal ini dikarenakan dalam satu kelompok nantinya hanya satu orang yang ditunjuk secara
acak untuk mewakili kelompoknya dalam menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
Langkah-langkah pembelajaran Number Head together, (Adiwijaya 2007:8)
1. Guru memberikan informasi terlebh dahulu kepada siswa (menyampaikan materi secara
klasikal).
2. Guru membagi suatu kelas ke dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4
samai 5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor (misal kelompok melati 1 s.d.5,
kelompok ros 1 s.d. 5 dan seterusnya).
3. Dilanjutkan diskusi kelompok untuk penguatan materi (saling bantu membantu untuk
memperdalam materi yang sudah diberikan atau menyelesaikan soal-soal yang dinerikan guru
untuk dipecahkan bersama). Pada kegiatan ini semua angota kelompok harus mempunyai
kesepahaman yang sama, sehinggadiharapkan siapapun nanti yang dipanggil nomornya akan
mempunyai jawaban yang sama.
4. Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut sala stu nomor anggota kelompok,
nomor yang ditunjuk oleh guru yang akan menjawab dan anggota kelompok lain tidak boleh
membantu memberi awaban.
5. Guru memberikan tes individual, masing-masing mengerjakan tes tanpa boleh saling bantu
membantu diantara anggota kelompok.
6. Guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai pengingkaan
individual dri skolr dasar ke skor kuis.
Adapun kelebihan dan kekurangan dalam model pembelajaran NHT (Numbered
Heads Together)
27
a) Kelebihannya yaitu :
2) Melatih siswa berani menyatakan pendapat dan berani bicara di depan kelas
3) Memotivasi belajar
4) Melatih siswa dalam bekerjasama dan menghargai pendapat teman dalam kelompoknya
b) Kekurangannya yaitu :
untuk belajar jadi media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepenerima
pesan.
Abdul Halim (2002:11) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat
dimanipulasi dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan dan dipergunakan dalam kegiatan
belajar mengajar. Senada dengan itu Arsad Azhar (2002;141)menyatakan bahwa : media
merupakan alat Bantu untuk mempermudah siswa memahami konsep matematika. Alat
Bantu itu dapat berwujud benda kongkrit, seperti: batu-batuan dan kacang-
kacangan.Sementara itu Uno dan Lamatenggo (2010: 122),menyatakan media dalam
pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk
menyampaikan informasi dari sumber ke peserta didik. Media yang digunakan guru harus
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sehingga mampu merangsang
dan menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar. Adanya interaksi positif antara media
pembelajaran dan siswa pada akhirnya akan mampu mempercepat proses pemahaman
terhadap isi pembelajaran. Menurut Gagne (1985) dalam Wena (2011: 10), pembelajaran
yang efektif harus dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan berbagai macam media
pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus memiliki kreatifitas memadukan
bentuk pembelajaran dan media yang akan digunakan sehingga mampu menciptakan proses
pembelajaran yang menarik.
Media berperan membuat pembelajaran lebih menarik sehingga menimbulkan
motivasi siswa dalam pembelajaran, memperjelas penyampaian materi sehingga mengurangi
verbalisme, dan memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan
lingkungan. Salah satu fungsi media pembelajaran Matematika adalah untuk meningkatkan
motivasi belajar siswa sedangkan motivasi dapat mengarahkan kegiatan belajar membesarkan
semangat belajar juga menyadarkan siswa tentang proses belajar Briggs (1977) dalam
Ochanda dan Indoshi (2011) menyebutkan fungsi dari penggunaan media sebagai berikut:
the use of media during instruction process motivates the learners by capturing their
attention and stimulating interest in the subject. Media also integrates learners vicariously
but meaningfully in the learning experience, explains and appreciations. Pernyataan
tersebut dapat diartikan bahwa fungsi dari media selama proses pembelajaran memotivasi
para siswa dengan menangkap perhatian mereka dan merangsang minat dalam subjek. Media
juga mengintegrasikan siswa atas nama orang lain akan tetapi bermakna dalam pengalaman
pembelajaran, menjelaskan dan apresiasi.
Selanjutnya Hamalik (1986) dalam (Arsyad 2011: 15), menjelaskan bahwa
pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan
29
keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
Kemp dan Dayton (1985) dalam Arsyad (2011: 21) menyebutkan manfaat media
pembelajaran, sebagai berikut: (1) penyampaian pelajaran menjadi lebih baku, (2) proses
pembelajaran bisa lebih menarik, (3) proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, (4)
efisiensi dalam waktu, (5) meningkatkan kualitas hasil belajar siswa, (6) media
memungkinkan pembelajaran dapat disajikan di mana dan kapan saja sesuai dengan yang
diinginkan, (7) media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses
belajar, (8) dan mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.
Dengan demikian peran media pembelajaran yaitu membuat pembelajaran lebih
menarik sehingga menimbulkan motivasi siswa dalam pembelajaran, memperjelas
penyampaian materi, dan meningkatkan keterlibatan siswa secara langsung dalam proses
pembelajaran. Guru harus bisa memanfaatkan media secara menarik agar motivasi, aktivitas,
dan hasil belajar siswa meningkat.
Dari batasan yang telah disampaikan oleh para ahli mengenai media, maka penulis
dapat simpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat yang dapat digunakan sebagai media
komunikasi dalam menyampaikan isi materi pelajaran dan memudahkan pemahaman siswa
terhadap materi
Media (alat peraga) adalah suatu alat yang digunakan untuk menunjukan sesuatu yang
rill atau nyata sehingga memperjelas pengertian siswa. Dalam pembelajaran tentang
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat kali ini menggunakan kartu posneg (singkatan
dari positif dan negatif).
Kartu bilangan terdiri dari dua set kartu berbentuk persegi panjang berukuran 4 cm x 6 cm
dengan dua warna berbeda , misalnya hitam dan putih, masing-masing set terdiri 20 kartu.
Kartu-kartu ini disusun secara berpasangan atas bawah(misalnya atas putih dan bawah
hitam). Aturanya adalah sebagai berikut;
a. Buat kesepakatan untuk menetapkan kartu positif(untuk bilangan positif) dan kartu
negative (untuk bilangan bulat negative). Misalnya tetapkan kartu putih sebagai kartu positif
dan kartu hitam sebagai kartu negative.
30
b. Definisikan bilangan nol sebagai semua kartu berpasangan, artinya banyaknya kartu putih
sama dengan banyaknya kartu hitam.
c. Definisikan suatu bilangan bulat positif sebagai banyaknya kartu putih yang tidak
berpasangan.
d. Definisikan suaut bilangan bulat negative sebagai banyaknya kartu hitam yang tidak
berpasangan.
Pada alat peraga ini, menggunakan alat berupa kartu yang terbuat dari kertas manila
berwarna putih melambangkan bilangan positif dan warna hitam melambangkan bilangan
negatif. Bentuk alat peraga yang digunakan untuk operasi hitung penjumlahan bilangan bulat
adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Keterangan :
: Kartu yang berwarna putih bertanda plus
mewakili bilangan positif ( + )
: bilangan negatif ( - ) minus mewakili
Kartu yang berwarna hitam bertanda negatif
erikut contoh penggunaan kartu muatan berwarna dalam menyelesaikan masalah
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat:
1. Penjumlahan
Contoh 2 : 4 + (-3)
31
2. Pengurangan
Contoh :
Contoh: 5 4 = 1,
Langkahnya adalah dengan mengambil 4 kartu dari 5 kartu positif yang tersedia,
maka tersisa 1 kartu positif.
Jika kartu yang diambil tidak mencukupi, maka dapat ditambahkan bilangan netral
sesuai dengan kekurangan kartu yang akan diambil.
Proses yang berlangsung dengan baik dan menyenangkan tersebut dapat menumbuhkan
motivasi belajar peserta didik sehingga hasil belajar yang diharapkan akan tercapai dengan
baik. Tentunya hasil belajar yang dimaksud adalahknowledge, skill,
32
behaviour dan values setiap peserta didik. Sehingga pada akhirnya dapat menjadi peserta
didik yang unggul dan membanggakan.
BAB III
a.Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di SDN I Mekarsari tepatnya Jalan
raya Maja km 12 Babakan Cariu Desa Mekarsari Kecamatan Rangkasbitung
kabupaten Lebak . Setting penelitian ini disesuaikan dengan tempat mengajar
peneliti dimana peneliti di SDN tersebut terdaftar sebagai guru kelas V (lima)
b.Waktu penelitian
Tabel 2
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terfokus pada
situasi kelas, atau disebut dengan Classroom Action Research. Wardhani (2008:1.14)
menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru
didalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru
sehingga, hasil belajar siswa meningkat. yang dapat diartikan sebagai proses pengkajian
masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan
maslah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata
serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.
Menurut Suharsimi, Suhardjono, dan Supardi menjelaskan PTK dengan memisahkan kata-
kata dari penelitian tindakan kelas
1. Penelitian adalah menunjukkan pada kegiatan mencermati suatu objek, dengan
menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data atau informasi
yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik
2. Tindakan menunjukkan pada suatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan
tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk peserta didik
3. Kelas adalah dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam
pengertian yang lebih spesifik.
Berdasarkan pemahaman tiga kata kunci tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian
tindakan kelas merupakan suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok
peserta didik dengan memberikan sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan.
Penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan
sifat kolaboratif yakni dengan melibatkan beberapa pihak. Dimana dalam penelitian ini
peneliti ikut terjun langsung dalam kegiatan pembelajaran bersama guru dan siswa selama
pembelajaran berlangsung. Peneliti tindakan kelas dipandang sebagai suatu cara untuk
menandai sebuah bentuk kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki kualitas pendidikan.
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan model Kurt Lewin yang menyatakan bahwa
dalam satu siklus terdiri atas empat begian pokok, yaitu (1) perencanaan (planning), (2) aksi
atau tindakan (acting), (3) observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting).
35
Secara keseluruhan, empat tahapan dalam PTK tersebut membentuk suatu siklus PTK yang
digambarkan dalam bentuk spiral. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini :
Gambar 1
PTK model Kurt Lewin
Sebagai sebuah penelitian tersendiri, penelitian tindakan kelas memiliki karakteristik yang
relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain. Penelitian tindakan
kelas dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis
menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian tindakan kelas setidaknya memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Adanya masalah dalam penelitian tindakan kelas dipicu oleh munculnya kesadaran pada
diri guru bahwa praktik pembelajarannya selama di kelas ada masalah yang harus diperbaiki.
2. Penelitian dilakukan di dalam kelas.
3. Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran.
4. Penelitian Tindakan Kelas bersifat fleksibel, membolehkan peneliti mengadakan
perubahan selama dalam masa penelitian.
5. Penelitian Tindakan Kelas dapat dilaksanakan secara kolaboratif, yaitu kerja sama antara
teman sejawat dan dapat juga dilakukan secara individual (oleh seorang peneliti).
36
Dalam melakukan PTK ,peneliti mengambil model Kurt Lewin dalam melaksanakan
penelitian tindakan kelas ini, karena model Kurt Lewin merupakan dasar atau acuan pokok
dari adanya berbagai model penelitian tindakan lainnya, khususnya penelitian tindakan kelas.
Kurt Lewin adalah orang yang pertama kali memperkenalkannya. Konsep pokok
penelitiannya terdiri dari model ini ada empat komponen, yaitu: perencanaan/planning,
tindakan/acting, pengamatan/observing dan refleksi/reflecting. Dan hubungan keempat
komponen tersebut merupakan suatu siklus. Secara keseluruhan, empat tahapan dalam PTK
tersebut membentuk suatu siklus PTK yang digambarkan dalam bentuk spiral.
Penelitian ini termasuk jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Arikunto
(2006:3) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan
belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
secara bersama. Tahap-tahap dalam penelitian tindakan meliputi
1. Plan (Perencanaan)
Rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun, dan dari segi definisi harus
mengarah pada tindakan, yaitu bahwa rencana itu harus mengarah ke depan. Rencana
penelitian tindakan kelas, peneliti bersama dengan kolabolator menetapkan alternatif tindakan
yang akan dilakukan dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa
2. Tindakan
Pada tahap ini peneliti menerapkan perencanaan yang sudah dibuat. Peneliti melakukan
proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilakukan dengan mengunakan langkah-langkah
yang sudah direncanakan.
3. Observasi atau Pengamatan
Observasi dilakukan selama tindakan berlangsung. Observasi ada dua macam, yaitu observasi
proses,bagaimana proses pembelajaran Matematika. Observasi proses pada pembelajaran
dengan mengamati proses tindakan pembelajaran Matematika ,mengidentifikasi kendala-
kendala yang muncul dari siswa untuk kemudian dicari jalan penyelesaiannya. Peneliti selalu
mencatat kegiatan-kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran. Observasi hasil, hasil
kegiatan pembelajaran siswa di kelas setelah menggunakan model NHT.
4. Refleksi
Refleksi dilaksanakan ketika melihat proses dan merenungkan apakah kegiatan yang telah
dialami sudah benar-benar bermanfaat atau masih ada hambatan serta kendala dalam
pembelajaran Matematika. Refleksi dilakukan oleh guru untuk merenungkan kembali
permasalahan-permasalahan yang dialami guru dalam pembelajaran Matematika. Refleksi
37
1) Mengucapkan salam
2) Guru mengajak siswa untuk berdoa agar pembelajaran yang akan dilaksanakan bisa berjalan
dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
3) Guru mengabsen siswa.
4) Guru memberikan apersepsi,
5) Guru menyampaikan cakupan materi yang akan dipelajari.
38
2. Kegiatan inti
1) Guru membuka wawasan siswa tentang materi yang akan diajarkan yaitu tentang
Operasi Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat .
2) Guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
3-6 orang yang anggotanya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan intelektual
maupun jenis kelamin. Guru kemudian memberikan nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok, sehingga masing-masing anggota memiliki nomor yang berbeda.
3) Guru menunjukkan media berupa kartu positif dan negatif. Siswa
ditugaskan untuk memperhatikan demonstrasi yang akan dilakukan guru
dan Guru menugaskan siswa untuk menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat dengan menggunakan media kartu positif dan negatif tersebut.
Elaborasi meliputi kegiatan :
2. Siklus I (satu)
a.Perencanaan
- Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah
- Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar-
mengajar.
- Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yaitu :
Standar Kompetensi : 1. Melakukan Operasi Hitung Bilangan
Bulat
40
1) Mengucapkan salam
2) Guru mengajak siswa untuk berdoa agar pembelajaran yang akan dilaksanakan bisa berjalan
dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
3) Guru mengabsen siswa.
4) Guru memberikan apersepsi,
5) Guru menyampaikan cakupan materi yang akan dipelajari.
6) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
7) Guru menyampaikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model Numbered
Head Togethrt ( NHT )
2. Kegiatan inti
1) Guru membuka wawasan siswa tentang materi yang akan diajarkan yaitu tentang
2) Operasi Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat .
3) Guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
3-6 orang yang anggotanya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan intelektual
41
maupun jenis kelamin. Guru kemudian memberikan nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok, sehingga masing-masing anggota memiliki nomor yang berbeda.
4) Guru menunjukkan media berupa kartu positif dan negatif. Siswa
5) ditugaskan untuk memperhatikan demonstrasi yang akan dilakukan guru
6) dan Guru menugaskan siswa untuk menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat dengan menggunakan media kartu positif dan negatif tersebut.
c.Pengamatan
- Melakukan observasi dengan memakai format observasi yang sudah disiapkan
yaitu dengan tabel pengamatan, catatan anekdot untuk mengumpulkan data.
42
3. Siklus 2 (dua)
b. Perencanaan
- Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah
- Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar-
mengajar.
- Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yaitu :
Standar Kompetensi : 1. Melakukan Operasi Hitung Bilangan
Bulat
dalam pemecahan masalah
1.Pendahuluan
1) Mengucapkan salam
2) Guru mengajak siswa untuk berdoa agar pembelajaran yang akan dilaksanakan bisa berjalan
dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
3) Guru mengabsen siswa.
4) Guru memberikan apersepsi,
5) Guru menyampaikan cakupan materi yang akan dipelajari.
6) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
7) Guru menyampaikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model Numbered
Head Togethrt ( NHT )
2. Kegiatan inti
1) Guru membuka wawasan siswa tentang materi yang akan diajarkan yaitu tentang
Operasi Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat .
2) Guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
3-6 orang yang anggotanya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan intelektual
maupun jenis kelamin. Guru kemudian memberikan nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok, sehingga masing-masing anggota memiliki nomor yang berbeda.
3) Guru menunjukkan media berupa kartu positif dan negatif. Siswa ditugaskan untuk
memperhatikan demonstrasi yang akan dilakukan guru dan Guru menugaskan siswa untuk
menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan
media kartu positif dan negatif tersebut.
Elaborasi meliputi kegiatan :
1) Guru memberikan LKS
2) Untuk menjawab LKS yang diberikan guru tadi, siswa ditugaskan untuk bekerja (berpikir
bersama) dalam kelompoknya masing-masing. Masing-masing kelompok kemudian
ditugaskan untuk menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan
menggunakan media kartu positif dan negatif tersebut dari yang diberikan guru .
3) Siswa mengerjakan tugas di masing-masing kelompoknya, sementara guru membimbing dan
memfasilitasi siswa dalam menyelesaikan tugas tersebut.
4) Setelah semua kelompok selesai mengerjakan tugasnya, guru kemudian
menyebut/memanggil satu nomor.
44
5) Presentasi kelompok : Para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama, maju ke
depan kelas. Di depan kelas siswa bertukar jawaban dan membacakan hasil diskusi yang di
dapat setelah bertukar jawaban.
c.Pengamatan
- Melakukan observasi dengan memakai format observasi yang sudah disiapkan
yaitu dengan tabel pengamatan, catatan anekdot untuk mengumpulkan data.
- Menilai hasil tindakan dengan menggunakan format lembar observasi
- Mengamati dan menilai aktivitas siswa pada saat proses belajar berlangsung
dan lembar observasi mengamati aktivitas guru mengajar.
d.Refleksi
- Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasi mutu,
jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan
- Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario
pembelajaran dan lembar kerja siswa
- Memberikan keputusan pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, jika sudah
mencapai ketuntasan secara klasikal 85% maka tidak perlu dilanjutkan pada
siklus selanjutnya.
Untuk memperoleh data yang benar dan akurat dalam penelitian ini, maka penulis
menggunakan beberapa metode yang antara lain:
a) Metode Observasi
1) Observasi partisipatif
Cara ini digunakan agar data yang diinginkan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kehidupan sehari-hari orang yang sedang
diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan,
peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Dengan observasi partisipan,
maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat
makna dari setiap perilaku yang nampak. Selain peneliti ikut berpartisipasi dalam observasi,
peneliti juga berperan sebagai fasilitator. Sehingga peneliti juga turut mengarahkan siswa
yang diteliti untuk melaksanakan tindakan yang mengarah pada data yang diinginkan oleh
peneliti.
Metode ini, peneliti dapat mengamati secara langsung terhadap obyek yang sedang diselidiki.
Pendekatan ini digunakan untuk memperoleh data-data tentang keadaan lokasi penelitian,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa-siswi dan lain-lain.
2) Observasi aktivitas kelas
Hal ini merupakan pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah laku
siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga peneliti mendapat gambaran langsung
bagaimana tingkah laku siswa, kerjasama, serta komunikasi diantara siswa dalam kelompok
dan pembelajaran.
b) Metode Pengukuran Hasil Tes
Tes ialah seperangkat rangsangan yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk
mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka
(Furchan, 2004).
Pengukuran tes prestasi belajar ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan
pada prestasi belajar sisiwa. Tes tersebut juga sebagai salah satu rangkaian yang dilakukan
dalam kegiatan penerapan pembelajaran kooperatif tipe student team achievement divisios
dan Snowball Drilling dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Tes yang dilakukan
berbentuk tes formatif yang dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran, hasil tes ini akan
digunakan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa melalui penerapan
pembelajaran kooperatif NHT
c) Metode Dokumentasi
46
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, berupa catatan, gambar, karya-
karya dan lain sebagainya (Furchan, 2006). Peneliti menggunakan pendekatan ini untuk
mengetahui data-data terkait dengan sejarah berdirinya lokasi penelitian, stuktur organisasi,
jumlah guru, absensi kelas, dan pelaksanaan pembelajaran matematika .
1) Analisa Data
X
X
N
Dengan : X = Nilai rata-rata
N = Jumlah siswa
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara
klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994
(Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor
65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85%
yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung
persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
P
Siswa. yang.tuntas.belajar x100%
Siswa
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah :
a. Data Kuantitatif
1) Observasi partisipatif
Cara ini digunakan agar data yang diinginkan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kehidupan sehari-hari orang yang sedang
diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan,
peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data. Dengan observasi partisipan,
maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat
makna dari setiap perilaku yang nampak. Selain peneliti ikut berpartisipasi dalam observasi,
peneliti juga berperan sebagai fasilitator. Sehingga peneliti juga turut mengarahkan siswa
yang diteliti untuk melaksanakan tindakan yang mengarah pada data yang diinginkan oleh
peneliti.
Metode ini, peneliti dapat mengamati secara langsung terhadap obyek yang sedang diselidiki.
Pendekatan ini digunakan untuk memperoleh data-data tentang keadaan lokasi penelitian,
kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa-siswi dan lain-lain.
2) Observasi aktivitas siswa dan guru
Hal ini merupakan pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah laku
siswa dalam proses belajar mengajar. Sehingga peneliti mendapat gambaran langsung
48
bagaimana tingkah laku siswa, kerjasama, serta komunikasi diantara siswa dalam kelompok
dan pembelajaran.
Adapun lembar observasi pengamatan ada 2 (dua) yaitu :
a.Lembar observasi siswa meliputi indikator :
b.Lembar observasi guru meliputi indikator :
Indikator kinerja merupakan suatu kriteria yang digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan
dari kegiatan penelitian tindakan kelas dalam meningkatkan atau memperbaiki proses belajar
mengajar dikelas. Dalam PTK ini yang akan dilihat adalah indikator kinerjanya. Maka
diperlukan indikator sebagai berikut :
1. Hasil belajar Matematika siswa tentang Operasi pengurangan dan penjumlahan bilangan
bulat minimal 70 dengan ketuntasan belajar klasikal 85%.
49
BAB 1V
1. Pra siklus
a.Perencanaan
- Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah
- Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar-
mengajar.
- Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yaitu :
Standar Kompetensi : 1. Melakukan Operasi Hitung Bilangan
Bulat
50
1) Mengucapkan salam
2) Guru mengajak siswa untuk berdoa agar pembelajaran yang akan dilaksanakan bisa berjalan
dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
3) Guru mengabsen siswa.
4) Guru memberikan apersepsi,
5) Guru menyampaikan cakupan materi yang akan dipelajari.
6) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
7) Guru menyampaikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model Numbered
Head Togethrt ( NHT )
2. Kegiatan inti
1) Guru membuka wawasan siswa tentang materi yang akan diajarkan yaitu tentang
Operasi Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat .
2) Guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
3-6 orang yang anggotanya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan intelektual
maupun jenis kelamin. Guru kemudian memberikan nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok, sehingga masing-masing anggota memiliki nomor yang berbeda.
51
3) Guru menunjukkan media berupa kartu positif dan negatif. Siswa ditugaskan untuk
memperhatikan demonstrasi yang akan dilakukan guru dan Guru menugaskan siswa untuk
menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan
media kartu positif dan negatif tersebut.
c.Pengamatan/observasi
Pada tahap observasi ini, kegiatan yang dilakukan adalah pencatatan terhadap proses
pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada model pembelajaran cooperative
learning model Numbered Head Together ( NHT ) yang berlangsung selama tiga kali
pertemuan dilakukan oleh satu orang observer, yaitu teman sejawat yaitu guru dari kelas lain.
Pencatatan terhadap pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada cooperative
learning model Numbered Head Together ( NHT ) meliputi aktivitas guru dan siswa Setelah
52
Hasil observasi
Pra Siklus
No Indikator
Pertemuan Pertemuan Pertemuan
Ke I Ke 2 ke 3
Keterampilan siswa menjawab 2 2 2
1
pertanyaan dari guru
Partisipasi siswa dalam 2 3 3
2 pembelajaran model Numbered
Head Together ( NHT )
Keseriusan siswa dalam 2 2 2
3
menyelesaikan LKS
Presentasi kelompok 2 2 2
4
Jumlah 10 11 11
kurang Kurang Kurang
Kategori
aktif Aktif aktif
Tabel 4
Pengamatan kegiatan /aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Matematika
dengan menggunakan model NHT
Hasil observasi
Pra Siklus
No Indikator Pertemuan
Pertemuan Pertemuan
Ke
Ke 2 Ke 3
1
53
1 Memberikan apersepsi 2 2 3
Menyiapkan media 2 2 3
2 pembelajaran/alat
peraga
Memberikan motivasi 2 3 3
3
belajar kepada siswa
Menyampaikan tujuan 2 2 3
4
pembelajaran
Menjelaskan materi 2 3 3
5
pelajaran dengan jelas
Melaksanakan model 2 3 3
6
NHT secara optimal
Menggunakan media 2 2 2
kartu positif dan
7
negatif pada saat
menjelaskan materi
Memberikan 2 3 3
pertanyaan yang
8
memancing daya pikir
siswa
Membimbing siswa 2 2 2
9 untuk bekerja sama
secara kelompok
Memusatkan perhatian 2 3 3
10
dan konsentrasi siswa
Membimbing siswa 2 3 3
11 pada saat kegiatan
presentasi
12 Menyimpulkan materi 2 3 3
Memberikan umpan 2 2 2
13
balik
Merefleksikan hasil 2 2 3
14
pembelajaran
54
15 Memberikan evaluasi 3 3 4
Memberikan tindak 2 4 4
16 lanjut
Jumlah 33 42 47
Kurang kurang baik Cukup baik
Kategori
baik
Berdasarkan table di atas, hasil observasi kegiatan siswa dalam pembelajaran cooperative
NHT pada pra siklus tergolong kriteria kurang aktif. Dan untuk aktivitas guru dalam
mengelola pembelajaran Matematika dengan menggunakan media kartu positif dan negatif
melalui model NHT , dikategorikan cukup baik . Dari hasil angka tersebut belum
menyatakan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran karena indikator kinerja dalam penelitian
ini menuntut 80% keterlaksanaan pembelajaran yang harus dicapai.
Tabel 4.3
Test Hasil Belajar Siswa
No Nama Siswa Nilai Tuntas Belum
Tuntas
1 Aji Maulana 55
2 Asnah 65
3 Atika 60
4 Astrina Lestari 70
5 Ayati Ramadani 65
6 Egi arifin 65
7 Jasipa 60
8 Mela 50
55
9 Marsela 60
10 M.Riyadi 65
11 M.Rifqi 65
12 M.Ismail 60
13 Arga Satria 70
14 Betry Aulia 70
15 M.Adit 60
16 Ica Marisa 70
17 Vita Lestari 65
18 M.Nazaril 70
19 Nurhasanah 65
20 Uswatun Hasanah 70
21 Rika JM 60
22 Suryati 65
23 Rehan 60
24 Rendi 65
25 Reno Ferdiansyah 70
26 Nurul Aulia 70
27 M.Aldiansyah 60
28 Irfan Maulana 70
29 Indah Sundari 70
Jumlah 1870
56
Rata-rata 64,48
Ketuntasan 34,48 %
Tabel 4.4
Rekapitulasi Hasil Tes PraSiklus
No Uraian Hasil prasiklus
1 Nilai rata-rata tes formatif 64,48
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 10
3 Persentase ketuntasan belajar 34,48%
Evaluasi hasil belajar siswa dilakukan langsung pada kegiatan akhir pembelajaran untuk
mengetahui tingkat penguasaan dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari
pada kegiatan inti.
Berdasarkan tabel hasil belajar di atas, dapat dijelaskan bahwa 34,48 % siswa
mendapatkan nilai di atas KKM atau tuntas dalam belajarnya sisanya 65,52 % nilainya di
bawah KKM atau belum tuntas dalam belajarnya. Meskipun demikian, baik tingkat
keterlaksanaan pembelajaran ataupun hasil belajar siswa masih belum mencapai tuntutan
indikator keberhasilan yang telah ditentukan dalam penelitian ini, yaitu sebesar 80%.
d.Refleksi
Pada dasarnya pembelajaran pada pra siklusI dapat dikatakan kurang berjalan dengan baik,
hal ini terlihat dari data pelaksanaan pembelajaran Matematika yang berorientasi pada
pendekatan cooperative learning model NHT yang rata-rata ulangannya mencapai 64,48
.dan tergolong dalam kriteria kurang baik., sehingga perlu dilakukan tindakan perbaikan.
2. Siklus I (satu)
a.Perencanaan
- Identifikasi masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah
57
1) Mengucapkan salam
2) Guru mengajak siswa untuk berdoa agar pembelajaran yang akan dilaksanakan bisa berjalan
dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
3) Guru mengabsen siswa.
4) Guru memberikan apersepsi,
5) Guru menyampaikan cakupan materi yang akan dipelajari.
6) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
7) Guru menyampaikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model Numbered
Head Togethrt ( NHT )
Kegiatan inti
1) Guru membuka wawasan siswa tentang materi yang akan diajarkan yaitu tentang
58
1) Mengucapkan salam
2) Guru mengajak siswa untuk berdoa agar pembelajaran yang akan dilaksanakan bisa berjalan
dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
3) Guru mengabsen siswa.
59
1) Guru membuka wawasan siswa tentang materi yang akan diajarkan yaitu tentang
Operasi Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat .
2) Guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
3-6 orang yang anggotanya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan intelektual
maupun jenis kelamin. Guru kemudian memberikan nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok, sehingga masing-masing anggota memiliki nomor yang berbeda.
3) Guru menunjukkan media berupa kartu positif dan negatif. Siswa ditugaskan untuk
emperhatikan demonstrasi yang akan dilakukan guru dan Guru menugaskan siswa untuk
menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan
media kartu positif dan negatif tersebut.
3) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum
dipahami terkait dengan materi
c.Pengamatan
Hasil observasi
Siklus I
No Indikator
Pertemuan Pertemuan Pertemuan
Ke I Ke 2 ke 3
Keterampilan siswa menjawab 2 3 3
1
pertanyaan dari guru
Partisipasi siswa dalam 3 3 3
2 pembelajaran model Numbered
Head Together ( NHT )
Keseriusan siswa dalam 2 3 4
3
menyelesaikan LKS
4 Presentasi kelompok 3 3 3
5 Keaktifan siswa berdiskusi 2 3 3
Jumlah 12 15 16
kurang cukup cukup
Kategori
aktif Aktif aktif
61
Tabel 4.6
Pengamatan kegiatan /aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Matematika
dengan menggunakan model NHT
Hasil observasi
Siklus I
No Indikator Pertemuan
Pertemuan Pertemuan
Ke
Ke 2 Ke 3
1
1 Memberikan apersepsi 2 2 3
Menyiapkan media 2 2 3
2 pembelajaran/alat
peraga
Memberikan motivasi 2 3 3
3
belajar kepada siswa
Menyampaikan tujuan 2 2 3
4
pembelajaran
Menjelaskan materi 2 3 3
5
pelajaran dengan jelas
Melaksanakan model 2 3 3
6
NHT secara optimal
Menggunakan media 2 2 2
kartu positif dan
7
negatif pada saat
menjelaskan materi
Memberikan 2 3 3
pertanyaan yang
8
memancing daya pikir
siswa
Membimbing siswa 2 2 2
9 untuk bekerja sama
secara kelompok
10 Memusatkan perhatian 2 3 3
62
Jumlah 34 42 50
Kurang Cukup baik Cukup baik
Kategori
baik
Berdasarkan table di atas, keterlaksanaan pembelajaran cooperative learning model
NHT pada siklus I tentang aktivitas siswa dan aktivitas guru telah mengalami peningkatan
hingga tergolong kriteria baik. Angka tersebut menunjukkan bahwa keterlaksanaan
pembelajaran telah mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan .
Tabel 4.7
Test Hasil Belajar Siswa
No Nama Siswa Nilai Tuntas Belum
Tuntas
1 Aji Maulana 65
2 Asnah 75
3 Atika 70
4 Astrina Lestari 75
5 Ayati Ramadani 75
63
6 Egi arifin 70
7 Jasipa 70
8 Mela 60
9 Marsela 65
10 M.Riyadi 65
11 M.Rifqi 75
12 M.Ismail 70
13 Arga Satria 80
14 Betry Aulia 80
15 M.Adit 65
16 Ica Marisa 75
17 Vita Lestari 65
18 M.Nazaril 80
19 Nurhasanah 65
20 Uswatun Hasanah 75
21 Rika JM 65
22 Suryati 75
23 Rehan 65
24 Rendi 65
25 Reno Ferdiansyah 80
26 Nurul Aulia 80
27 M.Aldiansyah 65
64
28 Irfan Maulana 80
29 Indah Sundari 70
Jumlah 2065
Rata-rata 71,21
Ketuntasan 68,96 %
Tabel 4.8
Rekapitulasi Hasil Tes Siklus I
No Uraian Hasil siklus I
1 Nilai rata-rata tes formatif 71,21
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 20
3 Persentase ketuntasan belajar 68,96%
Evaluasi hasil belajar siswa dilakukan langsung pada kegiatan akhir pembelajaran untuk
mengetahui tingkat penguasaan dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari
pada kegiatan inti. Seperti pada siklus I, evaluasi hasil belajar dilakukan pada kegiatan akhir
pembelajaran. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi
yang telah dibelajarkan sebelumya.
d.Refleksi
Berdasarkan tabel hasil belajar di atas dapat dijelaskan bahwa persentase ketuntasan
belajar pada siklus I ini adalah sebesar 68,96 % dan persentase ketidak tuntasannya sebesar
31,03 %. Angka tersebut menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa masuk dalam kriteria
baik namun belum memenuhi tuntutan indikator keberhasilan dalam penelitian ini , yaitu
ketuntasan belajar klasikal siswa harus mencapai 80%, sehingga diperlukan tindakan
selanjutnya yaitu tahap siklus 2 (dua).
3. Siklus 2 (dua)
a.Perencanaan
65
1) Mengucapkan salam
2) Guru mengajak siswa untuk berdoa agar pembelajaran yang akan dilaksanakan bisa berjalan
dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
3) Guru mengabsen siswa.
4) Guru memberikan apersepsi,
5) Guru menyampaikan cakupan materi yang akan dipelajari.
6) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
7) Guru menyampaikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model Numbered
Head Togethrt ( NHT )
Kegiatan inti
1) Guru membuka wawasan siswa tentang materi yang akan diajarkan yaitu tentang
Operasi Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat .
2) Guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
3-6 orang yang anggotanya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan intelektual
maupun jenis kelamin. Guru kemudian memberikan nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok, sehingga masing-masing anggota memiliki nomor yang berbeda.
3) Guru menunjukkan media berupa kartu positif dan negatif. Siswa ditugaskan untuk
emperhatikan demonstrasi yang akan dilakukan guru dan Guru menugaskan siswa untuk
menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan
media kartu positif dan negatif tersebut.
1) Mengucapkan salam
2) Guru mengajak siswa untuk berdoa agar pembelajaran yang akan dilaksanakan bisa berjalan
dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
67
1) Guru membuka wawasan siswa tentang materi yang akan diajarkan yaitu tentang
Operasi Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat .
2) Guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
3-6 orang yang anggotanya bersifat heterogen, baik dari segi kemampuan intelektual
maupun jenis kelamin. Guru kemudian memberikan nomor kepada setiap siswa dalam
kelompok, sehingga masing-masing anggota memiliki nomor yang berbeda.
3) Guru menunjukkan media berupa kartu positif dan negatif. Siswa ditugaskan untuk
emperhatikan demonstrasi yang akan dilakukan guru dan Guru menugaskan siswa untuk
menghitung operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dengan menggunakan
media kartu positif dan negatif tersebut.
3) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum
dipahami terkait dengan materi
c.Pengamatan
Hasil observasi
Siklus 2
No Indikator
Pertemuan Pertemuan Pertemuan
Ke I Ke 2 ke 3
Keterampilan siswa menjawab 4 4 5
1
pertanyaan dari guru
Partisipasi siswa dalam 3 4 5
2 pembelajaran model Numbered
Head Together ( NHT )
Keseriusan siswa dalam 3 5 5
3
menyelesaikan LKS
4 Presentasi kelompok 4 4 4
5 Keaktifan siswa berdiskusi 3 4 5
Jumlah 17 21 24
cukup Sangat Sangat
Kategori
Aktif Aktif aktif
69
Tabel 4.6
Pengamatan kegiatan /aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran Matematika
dengan menggunakan model NHT
Hasil observasi
Siklus I
No Indikator Pertemuan
Pertemuan Pertemuan
Ke
Ke 2 Ke 3
1
1 Memberikan apersepsi 3 3 4
Menyiapkan media 3 3 4
2 pembelajaran/alat
peraga
Memberikan motivasi 3 3 4
3
belajar kepada siswa
Menyampaikan tujuan 3 3 4
4
pembelajaran
Menjelaskan materi 3 3 4
5
pelajaran dengan jelas
Melaksanakan model 3 4 4
6
NHT secara optimal
Menggunakan media 3 3 3
kartu positif dan
7
negatif pada saat
menjelaskan materi
Memberikan 3 3 4
pertanyaan yang
8
memancing daya pikir
siswa
Membimbing siswa 3 3 4
9 untuk bekerja sama
secara kelompok
10 Memusatkan perhatian 3 4 4
70
Jumlah 48 53 62
sangat baik Sangat baik
Kategori
Baik
Berdasarkan table di atas, keterlaksanaan pembelajaran cooperative learning model
NHT pada siklus 2 tentang aktivitas siswa dan guru telah mengalami peningkatan hingga
tergolong kriteria baik. Angka tersebut menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran
telah mencapai indikator kinerja yang telah ditentukan dalam penelitian ini yitu
sebesar 80%.
Setelah dilakukan analisis data hasil belajar, ternyata hasil belajar Matematika siswa
yang ditingkatkkan melalui penerpan pendekatan cooperative learning model
NHT mengalami banyak peningkatan. Adapaun hasil tes pada siklus 2 disajikan dalam
bentuk tabel di bawah ini:
Tabel 4.7
Test Hasil Belajar Siswa
No Nama Siswa Nilai Tuntas Belum
Tuntas
71
1 Aji Maulana 70
2 Asnah 80
3 Atika 80
4 Astrina Lestari 75
5 Ayati Ramadani 85
6 Egi arifin 80
7 Jasipa 80
8 Mela 60
9 Marsela 75
10 M.Riyadi 75
11 M.Rifqi 75
12 M.Ismail 80
13 Arga Satria 90
15 M.Adit 75
17 Vita Lestari 80
18 M.Nazaril 100
19 Nurhasanah 70
20 Uswatun Hasanah 80
21 Rika JM 90
22 Suryati 80
72
23 Rehan 70
24 Rendi 80
25 Reno Ferdiansyah 90
27 M.Aldiansyah 80
28 Irfan Maulana 90
29 Indah Sundari 80
Jumlah 2370
Rata-rata 81,52
Ketuntasan 96,55 %
Tabel 4.8
Rekapitulasi Hasil Tes Siklus 2
No Uraian Hasil siklus 2
1 Nilai rata-rata tes formatif 81,52
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 28
3 Persentase ketuntasan belajar 96,55%
d.Refleksi
Dari hasil pengamatan pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran pada siklus 2, peneliti
mengambil kesimpulan bahwa pembelajaran model NHT yang dilaksanakan telah berhasil
serta penggunaan media kartu positif dan negatif berpengaruh besar terhadap konsep
pemahaman siswa terhadap materi operasi pengurangan dan penjumlahan bilangan bulat . Hal
tersebut sudah terlihat dari hasil evaluasi bahwa dari 29 orang siswa , yang sudah mendapat
nilai baik diatas KKM ada 28 orang siswa jadi ketuntasan belajar mencapai 96,55% . hanya
73
satu siswa yang tidak tuntas dalam belajarnya, jadi ketidakketuntasan belajar mencapai
3,45%. Kemajuan atau peningkatan hasil belajar ini dapat terlihat dari gambar di bawah ini :
Gambar 2
Kegiatan siswa Dalam Model NHT
Siswa yang berkepala nomor yang sama menjawab soal ke depan
Gambar 3
Kegiatan Guru saat membimbing diskusi siswa dalam model NHT
74
Dalam gambar tersebut tampak terlihat, guru membimbing siswa dalam diskusi kelompok,
karena bimbingan guru sangat penting untuk dilakukan karena biasanya siswa tidak akan
seius untuk membahas hasil diskusi dengan kelompoknya, oleh karena itu guru sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran sangat diperlukan perab dan tugasnya demi kelancaran
proses pembelajaran dengan mengginakan model NHT.
Gambar 4
Kegiatan Siswa saat mempresentasikan hasil diskusi kelompok
75
B.Pembahasan
Berdasarkan analisis data dari masing-masing siklus, maka hasil belajar siswa siswa
pada setiap siklus menunjukkan adanya peningkatan yang cukup baik. Oleh karena itu,
peneliti menghentikan pemberian tindakan kelas sampai siklus 2 karena pada siklus 2 hasil
belajar Matematika tentang operasi pengurangan dan penjumlahan bilangan bulat sudah
mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.
Sesuai hasil pengamatan dari observer, dari lembar pengamatan siswa
diperoleh data aktivitas siswa yang relevan dengan kegiatan pembelajaran dari tahap
prasiklus mengalami kenaikan yang signifikan yaitu pada pra siklus aktivitasnya siswa masuk
kategori kurang aktif karena siswa masih mengenal model pembelajaran yang baru . Pada
siklus I (satu) mengalami kenaikan dan masuk kategori cukup aktif karena Data hasil tes
pada siklus ini ada kemajuan dibandingkan hasil pra siklus. Pelaksanaan pembelajaran masih
terdapat kekurangan, terutama dalam menjawab pertanyaan dari guru pada saat guru
memanggil salah satu kepala bernomor dari tiap kelompok. Tujuan pembelajaran yang belum
tercapai disebabkan karena keterbatasan siswa dalam memahami konsep operasi pengurangan
dan penjumlahan bilangan bulat serta kurang optimalnya guru ketika menerangkan materi
operasi pengurangan dan penjumlahan bilangan bulat dengan menggunakan media kartu
positif dan negatif. Oleh karena itu peneliti mengadakan diskusi dan refleksi dengan teman
sejawat untuk tindakan siklus dua yaitu siklus selanjutnyaa Pada pelaksanaan siklus ke 2 (
dua ) , siswa sudah dapat menjawab pertanyaan yang diajukan guru . Dan untuk
membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa, guru mengadakan kompetisi dalam
pembelajaran, yaitu kelompok mana yang lebih tinggi skornya pada saat menjawab
pertanyaan dari guru pada saat guru memanggil kepala bernomor dari tiap-tiap kelompok.
Seperti pada pelaksanaan siklus satu, namun pada siklus dua ini lebih dikembangkan yaitu
guru lebih meningkatkan lagi pada saat menjelaskan materi tentang operasi pengurangan dan
76
penjumlahan bilangan bulat dengan menggunakan media kartu positif dan negatif.dan pada
siklus 2 mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus1 ,aktifitas siswanya menjadi
sangat aktif. Hal ini menunjukan bahwa siswa sudah memahami penjelasan konsep
Matematika tentang operasi pengurangan dan penjumlahan bilangan bulat. dan semua siswa
sudah menunjukkan kemajuan belajar, model pembelajaran Numbered Head Together
membuat siswa tertantang dan termotivasi belajar sehingga terlibat aktif dalam proses
pembelajaran, langkah pembelajaran sistematis sehingga setiap langkah bermakna dalam
meningkatkan pemahaman siswa tentang operasi pengurangan dan penjumlahan bilangan
bulat.Untuk lebih jelasnya peningkatan aktifitas belajar siswa dapat dilhat dari grafik di
bawah ini :
Grafik 1
Keaktifan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan
Model Numbered Head Together ( NHT )
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
prasiklus Siklus 1 Siklus 2
Penilaian terhadap aktivitas guru yang dilakukan oleh observer ditujukan pada
aktivitas guru saat proses pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif
dengan menggunakan model NHT pada mata pelajaran matematika. Dari hasil pengamatan
diketahui bahwa terdapat peningkatan rata-rata nilai aktivitas guru dari prasiklus ke siklus 2.
Penilaian aktivitas guru pada prasiklus masuk kategori kurang aktif, pada siklus I naik
menjadi berkategori cukup baik dan siklus 2 meningkat kategorinya sangat aktif.
Peningkatan ini dikarenakan guru berusaha untuk mengelola pembelajaran secara optimal
77
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari
grafik di bawah ini:
Grafik 2
Aktivitas Guru dalam mengelola pembelajaran dengan menggunakan
Model NHT
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
prasiklus Siklus 1 Siklus 2
Berdasarkan hasil tabel pada setiap siklusnya , tampak terlihat ada peningkatan
aktivitas guru dalam mengajar, kenaikan ini cukup signifikan antar siklusnya, jadi komponen
guru dalam mengelola sangatlah penting untuk diperhatikan ,karena gurulah yang akan
mengemas pembelajaran sesuai dengan langkah dan prosedur model pembelajaran model
NHT yang digunakan guru.
Berdasarkan hasil observer tentang hasil belajar siswa , diketahui adanya perubahan
nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada pra siklus reratanya sebesar 64,48 ,meningkat pada
siklus I (satu) sebesar 71,21dan meningkat lagi menjadi 81,52 pada siklus 2. Ini
menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa ketika menggunakan kartu positif dan
negatif dalam pembelajaran matematika pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat mengalami peningkatan yang cukup baik karena Pembelajaran yang bermakna akan
membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh
78
siswa akan semakin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperolehnya merupakan
hasil dari pemahaman dan penemuannya sendiri. Dalam konteks ini siswa mengalami dan
melakukannya sendiri. Proses pembelajaran yang berlangsung melibatkan siswa sepenuhnya
untuk merumuskan sendiri suatu konsep. Keterlibatan guru hanya sebagai fasilitator dan
moderator dalam proses pembelajaran tersebut.
Untuk ketuntasan belajar siswa berdasarkan data di atas dapat ditemukan hasil yang
cukup baik dari pembelajaran pra siklus, siklus I (satu) dan ke siklus 2 (dua) adalah rata-rata
nilai siswa dan ketuntasan belajar siswa meningkat pada tahap pra sikus yang tuntas 34,48%,
pada tahap siklus I yang tuntas dalam belajarnya mencapai 68,96% sedangkan pada siklus ke
dua ,hasinya menggembirakan , bahwa semua siswa tuntas belajarnya 96,55%. Sesuai dengan
hasil observasi rekan sejawat maka peningkatan hasil belajar dikarenakan guru tepat dalam
menerapkan model pembelajaran numbered Head Together (NHT) ,media kartu positif dan
negatif yang digunakan memudahkan siswa memahami materi . Pada proses pembelajaran
siswa sudah menguasai konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat serta dapat
memahaminya dikarenakan ketepatan dan keefektifan model pembelajaran numbered Head
together (NHT) yang diterapkan guru dalam mengelola pembelajaran. Peningkatan hasil
belajar ini berjalan sukses karena siswa menyenangi model pembelajaran NHT , dimana
siswa senang mempunyai kepala bernomor dalam kegiatan pembelajarannya.Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat dari grafik di bawah ini :
Grafik 3
Hasil Belajar Siswa
79
100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
prasiklus Siklus 1 Siklus 2
Berdasarkan grafik di atas, pada setiap siklusnya , tampak terlihat ada peningkatan
ketuntasan belajar secara klasikal, kenaikan ini cukup signifikan antar siklusnya, jadi
komponen guru dalam mengelola pembelajaran NHT sangatlah penting untuk diperhatikan
,karena gurulah yang akan mengemas pembelajaran sesuai dengan langkah dan prosedur
model pembelajaran NHT yang digunakan agar pembelajaran berjalan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan.
80
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN TINDAKLANJUT
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada bab IV dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
1) Dengan menggunakan media kartu positif dan negatif melalui model pembelajaran
Numbered Head Together ( NHT ) dapat meningkatkan hasil belajar matematika
tentang Operasi Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada siswa kelas V
(lima) SDN I Mekarsari Kec.Rangkasbitung kab.Lebak . Hal ini terbukti terjadi
peningkatan presentase ketuntasan hasil belajar siswa .Kenaikan ketuntasan hasil
belajar terjadi pada tahap prasiklus ke siklus ke I (satu) dan ke siklus 2 (dua) yakni,
pada tahap pra siklus ketuntasan hasil belajar mencapai 34,48% naik menjadi 68,96%
pada siklus I (satu) dan naik lagi secara signifikan pada siklus 2 (dua) sebesar 96,55%.
2) Hasil belajar siswa kelas V (lima) SDN I Mekarsari Kec.Rangkasbitung kab.Lebak
Pada mata pelajaran matematika tentang Operasi Penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat dapat ditingkatkan dengan menggunakan media kartu positif dan
negatif melalui penerapan model pembelajaran Numbered Head Together ( NHT)
dimana model tersebut mengutamakan adanya kelompok-kelompok dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan ,
menunjang keterlibatan semua anggota kelompok dalam memecahkan suatu masalah.
Setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab dan kesempatan yang sama
untuk menyampaikan ide dan pendapat dalam diskusi kelompok,dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran dan mengembangkan motivasi dan prestasi belajar yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Supriono, Cooperative Learning Teori dan Apikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), hal 55
Depdiknas, (2005) Materi Pelatihan Terintegrasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
Depdiknas, Jakarta.
Depdiknas, (2007) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41
Tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
Dimyati, (2009) Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta
Djamarah Syaiful Bahri, (2002) Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.
82
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hal. 49
Suprayekti, (2003) Interaksi Belajar Mengajar, Direktorat Tenaga Kependidikan, Jakarta.
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2011),Cet.20 hal. 19
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:Konsep, Landasan, dan
Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana.